Di sebuah lembah di kaki bukit Suhainyi terdapat sebuah negeri yang tentram dan makmur, konon ceritanya negeri ini berdiri melalui sejarah dan perjuangan yang panjang, hingga dapat berdiri kokoh sampai saat ini.
Sebuah legenda menceritakan. Sekitar sepuluh milenial tahun yang lalu dua pasukan besar bertempur habis-habisan di Lembah Suhainyi, sampai akhirnya hanya satu orang lah yang berdiri sebagai pemenangnya. Dia adalah Dewa Semesta sang leluhur yang mendirikan kota Semesta di Lembah Suhainyi, hingga kini cerita ini masih melekat di kalang penduduk kota.
Di balik semua cerita berdirinya kota Semesta, terdapat cerita tragis Dewa Semesta. Setelah pertempuran itu, Ia mengalami luka berat yang tak dapat di sembuhkan, kesempatan itu di manfaatkan pasukan Alam Khayangan untuk menangkapnya, dan dihukum atas tuduhan yang tak beralasan, namun sebelum kematiannya ia bersumpah akan berengkarnasi dan membalaskan dendamnya.
******************
Perayaan berdirinya sepuluh milenial Kota Semesta akhirnya tiba. Hari ini pusat Kota ramai didatangi para penduduk dari berbagai kalangan menunjukkan antusiasnya untuk perayaan, mereka beriring-iringan membunyikan musik tradisional diikuti dengan letusan petasan untuk menambah kemeriahan suasana perayaan, selain peringatan berdirinya Kota Semesta, perayaan ini juga untuk merayakan kemenangan pasukan Kota yang tempo hari berhasil menghalau serangan pasukan Iblis Langit, dan monster Iblis Neraka Merah, yang siap memporak porandakan Kota Semesta.
Bersamaan dengan perayaan itu, di sebuah gubuk kecil di pinggiran kota, seorang wanita yang hamil tua mengerang kesakitan serasa akan melahirkan. Seorang wanita paruh baya langsung membawanya masuk ke Gubuk, beberapa saat kemudian akhirnya bayi itu lahir. Namun nasib baik tak seperti yang di harapkan, ibu dari sang bayi tidak terselamatkan. Wanita paruh baya itu hanya bisa meneteskan air matanya sambil menggendong bayi mungil yang baru lahir itu.
"Semoga kamu tenang di atas sana, Nak!" ucap wanita paruh baya itu.
Hari-hari terus berlalu, bayi kecil yang dirawat oleh wanita paruh baya itu telah tumbuh menjadi seorang bocah kecil berusia tiga belas tahun. Ia tumbuh dengan sehat dan sangat cerdas, di usianya yang masih Tiga Belas tahun, ia sudah memiliki pikiran layaknya orang dewasa, namun ia memiliki kelemahan lain, tubuhnya tidak ada hawa murni yang membuatnya tidak bisa berkultivasi.
"Sungguh di sayangkan Bocah, kamu tidak memiliki energi murni untuk berkultivasi," ucap sang Nenek.
"Apakah aku tidak akan bisa menjadi kultivator, Nek??" sahut sang Bocah.
"Kamu harus bisa menerima takdir ini, tapi dengan kecerdasanmu, kamu masih bisa menjadi orang yang terkenal nantinya," jelas sang nenek
"Oh ya, Nek!. Selama ini mengapa nenek selalu memanggil saya dengan Bocah, apakah saya tidak memiliki nama, Nek?" tanya sang Bocah mengalihkan pembicaraan, karena hal ini sudah menjadi pertanyakan dalam pikirannya selama beberapa tahun ini.
"Hahahaha... akhirnya kamu menanyakan hal ini Bocah, apakah kamu juga ingin memiliki nama?".
"Tentu saja, Nek!" sahut sang Bocah.
"Siapa ya?. Nama yang cocok untukmu, bagaimana..kalau..Su Hai?" ucap sang nenek.
"Su Hai? aku suka, Nek!. Nama yang bagus".
"Su Hai dari Lembah Suhainyi," sambung sang Nenek.
"Kelak aku Ingin menjadi Terkenal dan di akui semua orang".
"Hahahaha..harapanmu tinggi juga bocah, semoga kamu bisa menggapainya," sambil mengusap kepala Su Hai
"Aku pasti bisa, Nek!" dengan senyum ceria penuh percaya diri.
Hari pun berlalu, malam telah datang sebagai pergantian siang, malam itu Su Hai tidur dengan nyenyak nya. Ia tampak kelelahan setelah seharian membantu sang nenek mencari dan menjual kayu bakar. Malam itu adalah awal datangnya ingatan sang Dewa Semesta, Su Hai bermimpi bertemu dengan seseorang yang mirip dengannya. Dalam mimpinya, Su Hai melihat orang itu bertempur dengan gagah berani, Ia merupakan seorang yang hebat, sangat disegani, dan dihormati banyak orang.
Pagi harinya Su Hai terbangun dari tidurnya, ia tidak mengambil pikiran tentang mimpi itu, namun pada malam-malam seterusnya, Su Hai terus bermimpi hal yang sama, dan secara perlahan, ia mendapatkan ingatan-ingatan yang tidak di ketahui asalnya.
"Aneh! Mimpi ini seperti nyata dan benar-benar pernah terjadi, begitu juga dengan ingatan ini," ucap Su Hai dalam hati dengan pikiran yang penuh pertanyaan.
"Su Hai!! woi..Su Hai!!" sang nenek memanggilnya dari luar gubuk.
"Iya..iya.., Nek!" bergegas menghampiri sang nenek.
"Ada apa, Nek?".
"Cepat siap-siap, hari ini penerimaan murid di Academy Tiga Bidang," ucap si nenek.
"Baiklah, Nek!".
Setelah selesai bersiap-siap, Su Hai dan neneknya langsung menuju pusat kota semesta tempat Academy Tiga Bidang di dirikan. Tidak berapa lama kemudian akhirnya mereka tiba.
Di depan gerbang masuk Academy Tiga Bidang tampak ramai di penuhi orang, bahkan aula utamanya telah berdesak-desakan.
"Mari, Kita jual dulu kayunya, nanti kita kesini lagi saat orangnya sudah mulai sepi," ajak sang nenek.
Su Hai menganggukkan kepala sambil matanya masih memandang ke arah keramaian itu.
Menjelang tengah hari kayu bakar si Nenek telah habis terjual.
"Su Hai, mari kita kembali ke Academy".
"Iya, Nek!".
Setelah sampai, orang-orang yang tadinya berdesak-desakan, kini mulai pergi satu persatu.
"Nek, yang di sebelah sana lebih ramai di banding dua tempat ini".
"Yang itu untuk bidang Kultivasi, tempat kita antri ini untuk bidang Ilmu Pengetahuan dan yang di sebelah adalah bidang Alkemis".
"Ternyata begitu, Nek!. jadi itu kenapa Academy ini dinamakan Academy Tiga Bidang,".
"Iya, Academy ini merupakan satu-satunya tempat belajar yang berdiri di Kota Semesta, Nenek sebenarnya lebih ingin kamu masuk kelas kultivasi. Tapi mau gimana lagi, kamu tidak memiliki energi murni untuk belajar kultivasi," jelas sang Nenek.
Saat si Nenek sedang berbicara dengan Su Hai, Master bidang ilmu pengetahuan yang menerima murid baru terus memperhatikannya.
"Nenek tua ini?!. Sepertinya tidak asing, tapi dimana aku pernah melihatnya?" bertanya-tanya dalam hatinya.
"Giliran kita Su Hai!" sambil berjalan ke depan meja Master itu.
"Aku ingin mendaftar cucuku, namanya Su Hai, soal pengetahuan tidak di ragukan lagi!" ucap sang Nenek.
Orang-orang yang antri di belakang pun tertawa mendengar ucapan si Nenek, ada juga yang berbisik mencemooh dan memandang rendah sang Nenek dan Su Hai.
"Kamu masuk ke ruangan tes!" ucap Master yang di meja itu, sambil mencatat namanya di daftar panjang nama murid baru.
Baru saja Su Hai hendak melangkah masuk, seorang Master keluar dari ruang tes ia tampak kaget begitu melihat si Nenek.
"Memberi hormat pada senior Chio," ucap sang Master itu sambil membungkukkan badan.
Orang-orang yang antri itu terperangah mendengar nama itu. Orang yang di panggil Senior Chio sekitar Dua Puluh tahun yang lalu, namanya menggetarkan Kota Semesta dalam sebuah adu tanding kultivasi tingkat Senior, seorang kultivator terkuat di Kota Semesta masa itu. Han Ge, di kalahkan dengan mudah hanya dengan tiga jurus.
Dua Puluh tahun yang lalu..
"Chio Su, lebih baik menyerahlah! jangan melukai dirimu sendiri".
"Kau terlalu sombong Han Ge, kekalahan waktu itu akan ku balas kali ini!".
"Hahahahahaha...kau terlalu percaya diri. Baiklah! kali ini aku tidak akan menahan diri, jangan salahkan aku nantinya!".
"Baiklah! aku akan mulai, Tapak Dewa Pemusnah Jiwa, hiiyyaaa.....!!"
Chio Su langsung menyerbu ke depan, kilauan cahaya merah menyala menderu kearah Han ge, hawa panas menyebar di tempat itu. Debu berterbangan seperti dilanda angin badai.
"Jurus yang sama tidak akan mengubah kekalahan mu, Dinding Dewa Emas!!" Han Ge mangangkat tangannya tinggi-tinggi lalu mendorongnya ke depan, detik itu juga! ledakan terjadi akibat benturan dua jurus itu, tempat itu tertutup kabut tebal dan hawa panas masih terasa menyengat kulit.
Di tengah arena adu tanding kultivasi, dua orang itu masih berdiri kokoh. Setelah saling menatap tajam beberapa saat. Chio su lalu mengebrak lagi ke arah Han Ge, tangan kanannya mengeluarkan petir ungu disusul dengan tangan kirinya ada putaran angin halus seperti angin puyuh.
"Jurus ganda, Badai Angin Petir!" Chio Su lalu mendorong ke dua tangannya ke depan, petir yang bergericitan dan angin yang berputar halus menggebrak kearah Han Ge, begitu jurus itu terlepas dari tangan Chio su, petir ungu dan angin berputar halus itu membesar, tempat itu bagai di landa petir bertubi-tubi dan angin puyuh yang dahsyat.
"Hahahahahaha....jurus itu tidak akan bekerja untukku," dengan teriakan lantang, "Kegelapan Penelan Jiwa!".
Detik itu juga, serangan Chio su lenyap seperti di telan bumi hilang tak tentu arah.
"Jurus rendahan tidak akan bekerja untukku Chio su!!" berbicara dengan tatapan tajam.
"Han Ge, aku rasa kamu terlalu pintar untuk menaklukan jurusku, tapi sayangnya kamu terlalu bodoh untuk menang dua kali melawanku," mengejek dengan sunggingkan senyuman sinis di bibirnya.
"Jangan coba membodohiku Chio Su, aku bukan orang yang mudah kau tipu dengan ucapanmu, kau akan akan kalah untuk kedua kalinya hari ini, sekarang giliran ku!".
"Tombak Penelan Jiwa Dewa Amurka!" Han Ge menyerbu ke arah Chiao Su, tangan kanan di dorong kedepan. Kilauan cahaya emas menyakitkan mata berbentuk tombak yang siap menghantam Chio Su. Chio Su tersenyum sinis, ia hanya diam kaku tak bergerak. Sejengkal lagi tombak itu menikam dada kirinya ia berkelit ke samping dan balas menyerang.
"Serangan tipu dayamu tak akan mempan di depanku saat ini. Kekalahanmu di depan mata, tapi kau terlalu sombong untuk mengakuinya, terimalah kekalahanmu, Han Ge!" begitu ucapannya selesai, ia lenyap dari pandangan Han Ge.
"Bukk!!" tendangan keras tau-taunya telah bersarang di rusuk kanan Han ge.
"Ah'!" Han Ge terpelanting keluar arena, darah mengucur dari mulut. Dua tulang rusuknya patah akibat tendangan itu.
Para penonton bersorak untuk kemenangan Chio Su.Chio Su turun dari arena mendekati penyelenggara, ia mengambil pedang kilat guntur sebagai hadiah adu tanding kultivasi. Chio Su kemudian pergi dari tempat itu Dan sejak itu, namanya tak lagi terdengar di Kota Semesta, tapi hari ini Chio Su kembali muncul menampakkan diri tak banyak orang yang mengenalnya di kota itu, namun ada sebagian orang yang mengenalnya Walau telah menggunakan jurus tipuan Seribu Wajah Seribu Rupa.
*******
"Matamu ternyata jeli juga, ya?. Fang Tu!" ucap Chio Su, sambil membalas jurahannya.
"Hahahahaha..senior Chio terlalu memuji. Oh ya senior, siapa bocah ini!?".
"Anggap saja cucuku, pengetahuan dan daya pikirnya luar biasa, junior Fang tak akan kecewa," sambil tersenyum sinis seperti sebuah peringatan.
"Hehehehehe..saya tak akan mengecewakan senior," sambil menggaruk-garuk kepalanya karena gelisah.
"Senior Chio adalah orang yang tak bisa aku singgung, aku harus bisa mengambil hatinya," bisik Fang Tu dalam hati.
"Saya pamit senior, ayo! bocah kita tes pengetahuanmu," menjurah hormat pada Chio Su dan membawa bocah itu keruangan tes yang telah disediakan.
"Wah! Ruangan ini indah sekali, apakah ini perpustakaan Paman?" sambil jalan sana sini melihat buku-buku pengetahuan.
"Iya, ini perpustakaan umum kota Semesta, semua penduduk kota boleh datang dan berkunjung ke tempat ini," jelas Fang Tu. Ia adalah kepala pengelola perpustakaan kota.
"Jangan melihat-lihat lagi, kamu ke sini untuk di tes pengetahuan".
"Iya paman," mata Su Hainy langsung tertuju pada sebuah buku bersampul emas mengilau di atas meja Master Fang.
"Buku ini pasti mahal Paman, sampulnya aja dari emas,"
"Di sini bukan tempat untuk jual beli Bocah. Panggil saya Master Fang, saya akan jadi Mastermu di Academy ini".
"Baiklah Master, apa yang harus saya beritahukan pada master biar saya lulus tes?" tanya Su Hainy.
Fang tu kemudian membuka tiga buah buku termasuk salah satunya buku bersampul emas tersebut. Belum sempat Master Fang menjelaskan soal tesnya, Su Hainy langsung menebak ketiga buku itu dan menjelaskan asal muasalnya.
"Buku bersampul coklat ini merupakan buku kuno era sebelum Dinasti Hu Long, dari karakteristik tulisannya buku ini diperkirakan sudah berumur lebih dari dua puluh lima mileneal, kalau diperhatikan dengan teliti, buku ini seharusnya berasal dari zaman penjajahan klan alam iblis dari langit," jelas sang Bocah dengan senyum puas di terpancar di wajahnya.
"Kalau yang di tengah ini, berdasarkan gambar dua naga di sampulnya, buku ini berasal dari era Dinasti Hu Long, kalau di jelaskan berdasarkan sejarah sudah jelas buku ini di tulis olah salah satu kaisar naga, dimana buku ini berisikan tata cara pengolahan energi murni sempurna untuk mencapai puncak kultivasi".
"Yang terakhir, buku dengan sampul emas ini. Buku ini sudah ada di era Dewa Semesta saat berperang menaklukan pasukan Iblis, buku ini berasal dari Alam Kahayangan, buku ini juga merupakan buku untuk kultivasi, salah satu jurus terhebat Dewa Semesta di pelajarinya dari buku ini, buku ini adalah Kitab Dewa Khayangan".
"Prok! prok!" Fang Tu bertepuk tangan beberapa kali, kemudian..
"Bagaimana kamu bisa mengetahui semua buku ini?".
"Sudah jelas Master, aku adalah murid pintar tahun ini," dengan senyum cerah memancarkan aura sombong di wajahnya.
"Bacot! kau menyombongkan diri di depan Master ini, pengetahuanmu masih seujung jari Bocah," wajah Fang Tu tampak kesal.
"Oh ya, Master. Buku-buku ini menyimpan bahasa kuno yang sulit di pahami, apakah ada orang yang pernah mencoba menerjemahkannya?" sambil memegang dan menimbang-nimbang ketiga buku itu.
"Sudah banyak yang mencobanya, tapi tak satupun yang berhasil. Termasuk aku sendiri sudah meneliti buku ini selama bertahun-tahun".
"Begini saja Master, Master harus langsung mengangkatku sebagai murid inti di bidang pengetahuan, aku bisa menerjemahkan buku ini," dengan tersenyum penuh makna.
"Apa!? kau mau menipuku ha!?" Fang tu tampak kesal,wajahnya memerah karena emosi.
"Ya udah, kalau master tidak setuju, tapi master jangan berharap bisa menerjemahkannya, meski berumur beribu-ribu tahun," Suhainy menakuti master Fang dengan nada yang menyeramkan.
"Master, aku keluar dulu, Ya" menjurah hormat dan melangkah meninggalkan tempat itu.
Setelah berpikir beberapa saat.
"Bocah, berhenti di situ!".
"Ehh?? ada apa master??"
"Hehehehehe.., aku punya tawaran menarik untukmu, kita bisa membicarakannya," dengan wajah lembut.
"Kalau Master tidak langsung mengangkat Saya menjadi murid inti dan asisten langsung di Perpustakaan ini, Saya rasa lebih baik Master melupakan keinginan Master untuk menerjemahkan buku itu dan melupakan tawarannya," dengan tampang sedikit angkuh.
"Tapi Master jangan lupa, kalaupun master sudah hidup sampai seribu tahun, Master tak akan bisa menerjemahkan buku itu,".
"Hehehehe..dengan begini dia akan langsung menerima tawaran Saya," berucap dalam hati dengan senyum percaya diri.
"Bocah setan, kau sangat licik! hmmm...baiklah, Kamu menjadi asisten langsung di Perpustakaan ini dan juga murid inti bidang pengetahuan, ini tokennya," sambil melemparkan sebuah token berbentuk bintang segilima.
"Tapi jangan lupa, Kau harus membantuku menerjemahkan buku itu,".
"Master tenang saja, mulai besok Saya akan membantu master di Perpustakaan, terima kasih master, saya pamit dulu", berlalu meninggalkan ruangan itu.
"Saya akan menjadi terkenal dengan menerjemahkan buku itu, ha..ha..ha..." berucap dalam hati sambil menari riang kesana kemari.
Sesampainya Su Hainy di luar ruangan.
"Bagaimana hasilnya??".
"Nenek pasti akan terkejut, ini hasilnya!" sambil melihatkan token bintang segilima.
"Apaaa??" semua orang yang antri di depan ruangan itu terbelalak begitu melihat token bintang segilima itu.
"Siapa bocah ini? dia langsung menjadi murid inti".
"Mungkin karena pengaruh nenek tua itu".
"Apakah bocah itu jenius? sampai langsung di angkat menjadi murid inti".
"Tidak mungkin! ia pasti dari keluarga besar".
Berbagai pertanyaan dan asumsi di keluarkan orang-orang yang antri di depan ruangan itu. Hal ini, karena Su Hainy adalah satu-satunya murid yang langsung menjadi murid inti pas di hari pendaftaran, bahkan sejak sekolah ini berdiri belum ada yang sepertinya. Walaupun mereka dari keluarga berpengaruh di kota Semesta.
Hari itupun berlalu dengan cepat. Pada keesokan harinya, Su Hainy langsung datang keperpustakaan kota Semesta dengan token bintang segilima menempel di bajunya.
"Pagi! Master. Bagaimana kabarnya master?" sapa king Su Hainy.
"Huft! Kabar buruk hari ini," ucap master Fang lemas.
"Ehh?? kok kabar buruk Master, harusnya kabar baik master, kan sebentar lagi master jadi orang terkenal".
"Terkenal palamu!! gara-gara mengasihmu token murid inti, saya hampir diberhentikan".
"Pufff! master kasihan kali," dengan senyuman meledek di wajahnya.
"Kalau sampai kamu menipu saya, saya bonyokkan palamu," menggertak dengan suara setengah berbisik di telinga Su Hainy.
"Heheheheh..Master jangan risua," ucap Su Hainy sambil menggaruk kepala belakangnya.
"Pakaianmu sudah lusuh, ini lencana murid inti bidang pengetahuan".
"Wah, ini bagus Master, makasih Master," Su Hainy langsung begegas mengganti pakaiannya dengan lencana baru murid bidang pengetahuan.
"Tok! tok! tok!" tiba-tiba pintu ruangan di ketuk dari luar.
"Siapa? masuk!!"
"Ini saya paman," pintu terdorong kedalam dan nongol seorang wanita cantik seumuran king Su Hainy.
"Ternyata kamu Fang er, apa itu di tanganmu?" menunjuk ke arah gulungan di tangan keponakannya.
"Ayah menyuruhku mengantarkan gulungan kuno ini pada Paman, katanya Paman bisa memperbaiki gulungan ini".
Saat mereka sedang berbincang Su Hainy keluar dari ruangan kecil tempatnya mengganti pakaian.
"Wah, ada gadis cantik," bisiknya dalam hati sambil melangkah mendekati gadis itu lalu Ia jongkok melihat kaki si gadis, Fang er langsung menengok kebawah, mukanya memerah karena malu.
"Aahh!! mesum, bukk!!" karena kaget Fang er refleks menendang Su Hainy.
"Prakk!! tuk..tuk.." Suhainy terpelanting ke lemari di belakangnya dan buku berjatuhan menimpanya satu persatu.
"Paman siapa si mesum ini!?" wajahnya merah padam, ia benar-benar kesal dengan tingkah Su Hainy.
"Hentikan Fang er, Ia asisten paman, nanti paman akan menghukumnya untukmu," membujuk Fang er, berusaha meyakinkannya.
"Awas! kalau paman tidak menghukumnya, aku akan laporkan pada ayah," Fang er balik badan dan meninggalkan tempat itu.
"Hmmmm...bocah bodoh ini benar-benar biang masalah, baru dua hari sudah memberiku dua masalah," master Fang menggerutu sendiri dalam hati.
"Biar gak nambah masalah, aku tetap pura-pura pingsan aja, tapi kakinya benar-benar mulus, aku rela dihajarnya asalkan bisa melihat kaki mulusnya ah....," menghayal tingkat dewa.
"Bocah setan!!! berhenti pura-pura pingsan!!!".
"Hehe...iya Master," berdiri dan menggaruk-garuk kepala belakangnya.
"Mana gadis galak itu Master?" Su Hainy menengok kiri kanan depan belakang.
"Dia sudah pergi, huft!!! Dapat asisten bodoh, biang masalah, aku benar-benar manusia malang di dunia ini," menempelkan wajahnya di meja lemas karena memikirkan asisten tololnya.
"Eh, bukannya ini gulungan teknik rahasia Master," mengalihkan pembicaraan dengan berpura-pura tuli atas ucapan master Fang barusan.
Su Hainy kemudian membuka gulungan itu, begitu saja gulungan itu terbuka seluruhnya, pola dalam gulungan itu mengeluarkan cahaya emas silau yang menyakitkan mata, Su Hainy mencoba menghalangi cahaya itu dengan tangannya, namun anehnya cahaya itu reflek menyerang matanya, dan lenyap saat bersentuhan dengan bola mata Su Hainy.
"Ah!!!! panas! panas!" Su Hainy berlari kebelakang kearah sumur, sebelumnya ia pernah meletakan seember air dan merendamkan matanya ke air itu.
Di dalam ruangan, " Kemana bocah tolol itu?" ucap master Fang, melihat ke segala arah diruangan perpustakaan, saat pandangannya teralih kearah gulungan, ia melihat gulungan itu sudah terbuka lebar.
"Ehhh!! jangan-jangan bocah tolol itu melihatnya," setengah kaget dengan senyum licik langsung terpancar di bibirnya.
"Hehehehehe...ini gulungan kuno mengandung aura inti api emas, kalau ada orang yang melihat langsung tanpa mengalirkan energi murni ke matanya ia akan langsung buta, walaupun polanya tidak lengkap setidaknya orang biasa seperti si tolol itu pasti buta," berbisik dalam hati.
"Kalau dia buta, aku akan langsung memberhentikannya dan masalah dengan kepala bidang langsung selesai, begitu juga dengan keponakanku, ini seperti membunuh dua burung dengan satu batu, hehehehehe...hahahahahahahaa...hahahahahahahahhaaa," setelah berguman sendiri dalam hati, Fang tu langsung tertawa lepas menyambut kembali ketenangan dunia tanpa bocah itu, itulah yang di pikirkan Fang tu, namun keinginannya tidak sesuai harapan, dibelakang ruangan di tepi sumur tua itu.
"Pufff! huft! huft! cahaya brengsek! hampir saja aku buta," Su Hainy mengutuk dalam hati dengan nafas masih ngos-ngosan.
Gulungan kuno inti api emas digambar dengan pola khusus, seperti sebuah segel untuk menahan dan mengunci kekuatan inti api emas didalamnya, gulungan seperti ini sangat berguna bagi para prajurit dahulu kala di kota semesta, namun seiring berjalannya waktu, para master yang mampu membuat pola khusus ini banyak meninggal dalam perang, hingga lama kelamaan gulungan kuno seperti ini hampir terlupakan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!