NovelToon NovelToon

You & My Destiny

Bab 1 Mimpi buruk

Keringat mulai bercucuran membasahi rambut Reyna. Entah apa yang terjadi di alam bawah sadar sana namun Reyna terus mengigau "Tidak, kumohon jangan lakukan itu" Reyna terus merancau mengatakan tidak sampai akhirnya ia terbangun.

Reyna mencoba mengatur nafas, di lihatnya jam diatas nakas tenyata masih jam 3 pagi. Sejenak ia sandarkan kepala yang masih terasa pusing, lalu bergegas ke kamar mandi membasuh wajahnya.

Dilihat pantulan wajahnya di cermin, apa ini hanya mimpi? tapi kenapa mimpi itu sama dan terjadi berulang kali? apa mungkin ini ada kaitannya dengan masa laluku? Reyna terus bertanya pada dirinya sendiri, mencoba mengingat sesuatu, namun semakin ia mengingatnya kepalanya semakin terasa berdenyut.

Reyna tidak bisa memejamkan matanya, dia takut jika mimpi itu datang lagi. Reyna teringat sesuatu lantas mengambil handphone nya untuk menelepon seseorang, namun ia urungkan.

"Ini masih terlalu pagi, mungkin dia masih tidur." Reyna meletakan handphone nya kembali dan keluar untuk mengambil minum.

Ketika hendak berjalan menuju dapur, Reyna merasa ada yang mengikutinya. Memutar kepalanya kesana-kemari mencari sesuatu yang mencurigakan, namun tak menemukan apapun.

"Mungkin ini hanya perasaanku saja." Reyna terus berjalan hinga sampai lah ia di dapur. Cahaya remang-remang pun terlihat membuat Reyna tidak berniat menyalakan lampu, karena ia pikir ia hanya ingin minum lalu kembali ke kamarnya.

Reyna menuangkan air ke dalam gelas lalu meneguknya. Ketika sedang asyik minum Reyna merasakan seperti ada yang meniup lehernya, Reyna merinding merasakan hawa dingin di sekitar lehernya. Mencoba untuk tenang dan perlahan memutar tubuhnya, berbalik dan

"Byuuurrr" air putih yang belum sempat ia telan menyembur begitu saja mengenai wajah seorang laki - laki yang tak lain adalah kakaknya, Reyhan.

"Reynaa!!" Reyhan dengan suara tertahan, ingin berteriak meluapkan kekesalannya namun ia tahan, ia tidak ingin membuat kehebohan mengingat ini masih dini hari.

Reyna yang masih kaget segera menyalakan lampu, ingin melihat dengan jelas siapa orang yang berada di belakangnya tadi.

"Kak Reyhan? ku kira tadi hantu."

"Mana ada hantu setampan diriku."

Reyna memutar bola mata nya malas, namun melihat wajah kakaknya yang basah Reyna malah tertawa geli "Kakak kenapa basah - basahan? abis kehujanan?"

"Iya, hujan lokal" Reyhan kesal niatnya ingin mengerjai sang adik, malah ia yang kena imbasnya. Senjata makan tuan, batinnya.

"Maaf aku tidak sengaja, salah sendiri telah membuatku ketakutan." Bagaimana tidak takut melihat wajah kakaknya yang terlihat menyeramkan dengan mata yang melotot, serta kepala yang ditutupi kain putih, dan jangan lupakan sorot lampu senter yang berada tepat di bawah dagunya. "Untung aku tidak punya riwayat penyakit jantung."

"Baiklah kakak juga minta maaf." Reyna hanya menganggukan kepala.

"Kamu tidak tidur?" Reyhan menarik kursi, duduk dan mengambil tisu didepannya, mengelap wajahnya yang masih basah.

Reyna yang ditanya ikut duduk di depan kakaknya, menghela napas berat.

"Kenapa? apa ada masalah?"

"Entahlah, akhir-akhir ini aku selalu mimpi buruk."

"Mimpi itu hanya bunga tidur, jangan terlalu di pikirkan." Ujar Reyhan tanpa menghentikan kegiatannya, "Makanya sebelum tidur itu berdoa, bukan main gadget."

Reyna mencebikan bibirnya mendengar penuturan dari sang kakak. "Jika ini hanya mimpi biasa mana mungkin mimpi nya sama dan terjadi berulang kali."

Reyhan yang mendengar itu mengernyitkan dahi "Memangnya mimpi seperti apa?"

"Aku juga tidak tahu, mimpi itu tidak begitu jelas, terlihat samar-samar, tapi aku selalu merasa ketakutan setiap kali aku bermimpi tentang hal itu. walau hanya mimpi tapi itu terasa seperti nyata." Reyna berhenti sejenak mencondongkan badannya kedepan, "Apa menurut kakak ini ada kaitannya dengan masa laluku?, bukankah kakak pernah mengatakan jika aku kehilangan sebagian ingatanku tentang masa lalu?, apa mungkin itu adalah bagian dari memoriku yang hilang?" Reyna bertanya bahkan tanpa jeda.

Reyhan menekan jari telunjuknya di kening sang adik, mendorongnya agar sedikit menjauh, "Jangan dekat-dekat, mulutmu bau."

"Benarkah?" Reyna mencoba meniupkan napas ke telapak tangannya, bau mulut orang bangun tidur memang seperti ini, batinnya.

Reyna merasa kakaknya sedang mengalihkan pembicaraan, kemudian bertanya lagi "Kak, kau belum menjawab pertanyaanku!"

"Pertanyaan yang mana?"Reyhan pura-pura tidak tahu

"Kak!"

"Pertanyaanmu terlalu banyak, aku sendiri bingung untuk menjawabnya." Reyhan kemudian beranjak, tidak mau berlama-lama berada disana, karena bisa jadi adik satu-satunya itu akan terus bertanya tentang masa lalunya yang ia rasa itu akan membuat traumanya kembali hadir.

Melihat kakaknya yang hendak pergi, Reyna menarik tangan kakaknya "Kak, kau mau kemana? Kakak belum menjawab pertanyaanku."

"Sudah kubilang mimpi itu hanya bunga tidur, jangan terlalu risau. Lebih baik kembali kekamar dan tidur, mungkin kau sedang lelah" Reyhan melepas tangannya dari genggaman sang adik lalu berjalan menuju kamarnya.

"Kak!" Reyna terus memanggil kakaknya, dan yang di panggil hanya melambaikan tangannya sambil terus berjalan tanpa menoleh lagi kebelakang.

Reyna menyandarkan kepalanya, mungkin benar apa yang di katakan kakaknya bahwa ia sedang kelelahan.

Beberapa saat kemudian~

"Bruk" Seseorang duduk tepat di depan Reyna yang saat itu sedang melamun.

"Kak, bisa tidak jangan mengagetkanku?" sentak Reyna

"Sorry," Reyhan hanya nyengir mendengar ocehan adiknya itu, "Aku lupa tujuanku datang kemari,"

"Apa?"

"Aku lapar."

"Kalau lapar ya makan" Reyna hanya menggelengkan kepalanya, melihat tingkah laku sang kakak.

Reyhan tersenyum lebar menatap adiknya sambil menaik turunkan alisnya. Reyna menangkap gelagat aneh kakaknya, hanya bisa menghela napas, pasti ada maunya.

"Apa lagi?" Ketusnya.

"Reyna si adik manis nan baik hati, bisa dong masakin kakak mie?" Rayu Reyhan

"Masak aja sendiri!" Reyna lalu pergi meninggalkan kakaknya yang mulai terlihat kesal.

"Rayuanku benar-benar tidak mempan." Reyhan melihat punggung adiknya yang mulai menjauh menghela napas berat. Wajah yang semula kesal berubah menjadi sendu, tatkala Reyna adiknya menanyakan tentang masa lalu.

"Akan lebih baik jika kau tidak pernah mengingatnya."

Flash back ON..

Hai!, Hallo!

Selamat datang di karyaku yang pertama

semoga kalian menikmatinya. Mohon maaf jika tulisan dan alurnya masih berantakan, maklum masih amatir. he~

Jangan lupa like, comment dan vote ya !

Terima kasih~

Bab 2 Masa lalu yang menyakitkan

Flash back ON

5 tahun lalu tepat saat Reyna berusia 16 tahun dan Reyhan yang saat itu berusia 19 tahun, harus rela hidup serba kekurangan. Karena satu tahun sebelumnya perusahaan yang ayahnya pimpin mengalami kebangkrutan.

Keluarga yang semula harmonis kini mulai retak. Ayah mereka yang tidak biasa bekerja berat mulai sakit-sakitan. Sementara sang ibu yang tidak terima keadaan selalu saja menyalahkan suaminya, ia beranggapan bahwa suaminya itu tidak becus mengelola perusahaan. Tak jarang pertengkaran sering terjadi diantara mereka, bahkan di depan anak-anak mereka.

Sementara Reyhan yang saat itu mulai kuliah terpaksa berhenti, tentu saja karena masalah biaya. Orang tuanya sudah tak memiliki banyak harta seperti dulu bahkan untuk sehari-hari pun mereka harus bekerja sangat keras.

Reyhan yang sadar akan kondisinya saat ini memutuskan untuk mencari pekerjaan, membantu ayahnya.

Setelah mencari kesana-kemari, akhirnya ia mendapat pekerjaan namun hanya sebagai buruh pabrik. Reyhan mau tidak mau menerima pekerjaan itu, karena yang ia butuhkan saat ini adalah uang.

"Apa yang bisa aku harapkan dari ini?" batin Reyhan ketika melihat ijazah yang di bawanya "Tapi setidaknya aku bisa mendapat pekerjaan."

Berat memang bagi seorang Reyhan yang dulunya berada di tingkat paling tinggi menjadi anak seorang pimpinan, yang kelak akan mewarisi perusahaan sang ayah, kini harus berada di tingkat bawah menjadi seorang buruh.

Meski sudah bekerja dengan sangat keras, Reyhan tidak mampu mengimbangi rekan kerjanya yang sudah sangat lihai. Bentakan, makian, bahkan hinaan kerap kali ia dapatkan. Ingin sekali ia marah, berteriak bahwa dulu dia adalah seorang anak pimpinan perusahaan, namun ia sadar situasinya sudah berbeda, ia hanyalah seorang buruh yang bekerja di bawah telunjuk orang lain.

Di sisi lain Reyna yang saat itu masih duduk di bangku sekolah menengah atas, tetap melanjutkan sekolahnya. Teman-temannya sudah mengetahui bahwa keluarga Reyna sekarang sudah jatuh miskin, tentu saja itu membuat teman-temannya menjauh dan pura-pura tidak kenal. Memang benar kata orang bijak, jika ingin melihat kesetiaan dan ketulusan seseorang, lihatlah ketika engkau sedang terpuruk. Dan terbukti teman-temannya tidak ada yang tulus berteman dengannya.

"Lihat lah! si cinderella sekarang sudah menjadi upik abu." Ejek salah satu teman sekelasnya. Reyna tidak menggubris, telinganya sudah benar-benar kebal dengan ejekan teman-temannya. Semenjak perusahaan ayahnya gulung tikar, teman-temannya sering mengejeknya, bahkan sebagian dari mereka tidak segan untuk merundungnya. Maklum saja sekolah yang Reyna tempati saat ini adalah sekolah elite.

Reyna pernah berkata pada ayahnya agar ia pindah sekolah, bukan karena teman-temannya melainkan ia merasa kasihan melihat ayahnya banting tulang membiayai sekolahnya yang cukup mahal. Namun sang ayah malah melarangnya, ia akan bekerja lebih keras lagi agar anaknya mendapatkan pendidikan yang terbaik.

Reyna terus berjalan menuju loker, namun ketika membuka lokernya Reyna mendapati banyak sampah di dalamnya. Bukan hal yang asing baginya melihat hal seperti ini, karena setiap harinya selalu ada hal-hal aneh masuk kedalam lokernya.

Reyna menutup lokernya, dan ternyata Sherin sudah berada di sampingnya. "Bagaimana baguskan hiasannya? itu sangat cocok sekali denganmu."

Reyna mengepalkan tangannya, menahan emosi"Sabar Reyna" Batinnya.

"Hei tunggu ada satu lagi hadiah dariku," Sherin berkata seraya melemparkan sesuatu, Reyna menoleh dan Byuurr sebuah plastik berisi air mengenai wajahnya. Reyna benar-benar sudah tidak tahan, ia mendekati Sherin dan berkata "Kau selalu mengataiku sampah, tapi menurutku kau adalah tempatnya sampah."

"Kau...,"

Sherin mengangkat tangannya hendak memukul Reyna, namun belum sempat beraksi Reyna terlebih dahulu memegang tangan Sherin "Berhentilah membuat keributan, apa kau tidak lelah?" Reyna menghempaskan tangan Sherin, kemudian berjalan keluar menuju toilet.

Mata Reyna memerah menahan tangis. Takdir benar-benar menjungkir balikan dunianya. ia marah dan terkadang ingin menyerah pada keadaan, namun ia ingat nasihat gurunya "Terkadang takdir memang terlihat kejam, namun yakinlah ada banyak pelajaran yang bisa kita ambil."

Bel masuk berbunyi, Reyna yang sudah jauh lebih tenang memutuskan kembali ke kelasnya.

...***...

Reyhan yang saat ini duduk di teras rumah, sedang menyesap sebatang rokok, kembali mendengar kedua orang tuanya bertengkar "Apa mereka tidak lelah bertengkar setiap hari?" Reyhan hendak menyesap rokoknya kembali namun seketika ia melihat adiknya berjalan menghampirinya, buru-buru ia mematikan rokoknya dan membuangnya jauh.

Reyna yang sudah duduk di sebelah kakaknya, mulai mengendus baju sang kakak.

"Kakak merokok? bau nikotin."

Yang di tanya malah salah tingkah, tidak tahu harus menjawab apa "Ti..tidak" Dalihnya

"Jangan berbohong jelas-jelas baju kakak bau asap rokok." Pungkas Reyna lalu menatap kakaknya "Apa kakak tidak membaca tulisan di bungkusnya, merokok membahayakanmu"

"Hanya sesekali" Reyhan mencoba membela diri

"Tetap saja walaupun sesekali lama-lama kecanduan"

Tak ada kata-kata lagi di antara Keduanya. Mereka terdiam merenungi nasibnya masing-masing.

Sementara di dalam rumah pertengkaran kedua orang tuanya masih belum reda.

"Miranda bersabarlah sedikit, aku juga sedang berusaha." Andi ayahnya Reyna mencoba menenangkan sang istri

"Sabar? Mas bilang sabar? satu tahun aku bersabar namun tidak ada perubahan sama sekali." Kehidupan yang glamour dengan segala kemewahannya serta pergaulan dengan kelas sosial tinggi membuat dirinya lupa diri dan tidak menerima keaadaan seperti sekarang ini.

"Cobalah untuk menyesuaikan diri, dan berhenti bergaul dengan teman-temanmu itu."

"Tidak bisa mas,"

Andi mengusap wajahnya kasar melihat tingkah laku istrinya yang keras kepala.

"Lalu apa mau mu?"

"Aku ingin kita berpisah." Ucap Miranda. Bukan tanpa alasan ibu Miranda selalu meminta cerai, karena selama ini tanpa sepengetahuan suaminya, Miranda menjalani hubungan dengan mantan kekasihnya bernama Johan.

Johan dan Miranda adalah sepasang kekasih yang saling mencintai. Namun Miranda sudah lebih dulu di jodohkan oleh kedua orang tuanya dengan Andi yang saat ini masih berstatus suaminya.

Miranda tidak bisa menolak karena itu permintaan terakhir kedua orang tuanya yang saat itu sedang sekarat akibat kecelakaan.

"Baiklah jika itu maumu, mulai saat ini aku mentalakmu. Kau bebas melakukan apapun semaumu." Andi sudah pasrah, mungkin ini jalan yang terbaik bagi mereka berdua.

"Soal anak-anak, biarkan mereka tetap disini."

"Tidak bisa, salah satu dari mereka harus ikut denganku."

Walaupun Miranda adalah orang yang sangat egois, namun ia tetap menyayangi kedua anaknya. Ia tidak tega melihat anak-anaknya menderita dan hidup dalam kesusahan.

Merasa tidak ada jawaban akhirnya Miranda memutuskan memilih Reyna untuk ikut dengannya. Karena ia pikir Reyhan sudah dewasa dan bisa mengurus hidupnya sendiri.

Miranda keluar mencari putrinya yang saat ini sedang duduk di teras bersama sang kakak.

Sementara Andi hanya duduk memijat pangkal hidungnya, mencoba menghilangkan penat di kepalanya.

"Reyna.. kemasi barang-barangmu sekarang."

"Tapi bu__"

"tidak ada tapi-tapi, cepat kemasi barang-barang mu sekarang" Miranda pun berlalu, masuk ke dalam rumah mengemasi barang-barangnya.

Reyna mau tidak mau mengikuti ibunya masuk ke dalam rumah mengemasi barang-barangnya. Sebelum pergi Reyna menghampiri ayahnya. "Ayah kita mau kemana? Kenapa hanya aku dan ibu yang nengemasi pakaian?"

"Reynaaa" Miranda yang sudah berada di luar memanggil anaknya dengan lantang.

"pergilah, ikut dengan ibumu" Andi sang ayah berkata seraya mengusap lengannya.

"Tapi ayah__"

"Pergilah, ayah berjanji akan terus mengunjungimu."

Tak ada lagi pembicaraan antara keduanya, karena Miranda terus berteriak memanggil anaknya.

"Kak.." Ucap Reyna sendu ketika bertemu kakanya.

"Pergilah..." Ujar Reyhan tanpa mengalihkan pandangannya dari sang ibu.

Tanpa perlu di jelaskan, Reyhan sudah mengetahui apa yang terjadi karena tadi ia mendengar semuanya.

"Ayo!" Miranda memutuskan pembicaraan antara kedua anaknya dengan menarik lengan salah satu dari mereka.

"Kau tetap di sini, temani ayahmu." Kata Miranda lalu bergegas pergi meninggalkan putranya.

Reyna terus menoleh ke belakang entah kenapa ia tidak rela pergi dari sana. Hatinya mengatakan agar tidak ikut bersama ibunya, namun sang ibu menarik tangannya. Hingga akhirnya Reyna pasrah dan mengikuti kemana ibunya itu pergi.

Sama halnya dengan Reyna, Reyhan pun merasakan firasat buruk namun segera di tepisnya.

"Semoga ibu membawamu ke tempat yang lebih nyaman."

.

.

.

Jangan lupa like, comment dan vote ya!

See you,,,

Bab 3 Trauma

Satu tahun berlalu, keadaan mulai sedikit membaik. Dengan kerja keras juga kecakapannya dalam bidang management, Reyhan akhirnya diangkat menjadi staf office dan dinyatakan sebagai karyawan tetap.

Sementara Andi, ayahnya Reyna mulai merintis usaha dengan modal hasil kerja kerasnya selama ini. Berkat ilmu dan pengalaman berbisnis yang ia miliki tentu tidak sulit baginya untuk mengembangkan usaha yang baru di rintisnya. Di samping itu Andi terus menulusuri penyebab perusahaannya gulung tikar. Dan betapa terkejutnya ia, mengetahui dalang di balik kehancurannya adalah Johan yang sekarang ini sudah menjadi suami Miranda.

Ya, Setelah pergi dari rumah waktu itu, Miranda menemui Johan dan mengatakan bahwa ia sudah bercerai dengan suaminya. Johan yang saat itu berstatus duda tentu saja menerimanya dengan tangan terbuka. Misinya untuk balas dendam satu persatu mulai terwujud.

Johan memang berniat untuk menghancurkan hidup Andi. Karena ia menganggap bahwa Andi telah merebut kebahagiannya dan membuatnya menderita.

Setelah mengambil alih Perusahaan dan juga istrinya, rupanya Johan masih belum merasa puas.

Dilihatnya sosok gadis remaja yang datang bersama Miranda, membuat johan tersenyum licik. Sudah di pastikan bahwa gadis itu adalah anak Miranda yang tentunya juga anak dari Andi, yang dia anggap sebagai musuhnya.

"Lihat lah Andi, apa yang akan aku perbuat pada putri cantik mu ini" tuturnya seraya menatap Reyna dan pura-pura tersenyum ramah.

...***...

Setelah mengurus semua dokumen perceraiannya, akhirnya Miranda menikah dengan Johan, dan Reyna ikut tinggal bersama mereka.

Semenjak saat itulah Reyna di perlakukan layaknya seperti seorang pelayan. Tanpa sepengetahuan Miranda, Johan memperlakukan Reyna dengan kasar bahkan tidak segan-segan untuk menyiksanya.

Reyna yang awalnya melawan dan memberontak, akhirnya hanya menerima perlakuan ayah tirinya itu. Sambil menjambak rambut Reyna, Johan mengancamnya dengan kata-kata yang membuat ia tidak bisa berkutik.

"Dengar baik-baik, jika kau melawan dan memberi tahu ibumu atau siapapun itu tentang hal ini, aku tidak akan segan-segan menyiksamu lebih dari ini. Bukan hanya itu, aku akan menghancurkan seluruh keluargamu. Jadi jangan macam-macam."

Seperti punya kepribadian ganda, ketika bersama Miranda Johan bersikap seperti suami yang perhatian dan ayah pengganti yang baik, Miranda yakin bahwa Johan akan menyayangi putrinya.

Miranda jarang sekali berada di rumah, suami barunya itu benar-benar memberinya kebebasan. Segala fasilitas dan juga kemewahan yang ia dapatkan membuat ia lupa diri bahkan lupa pada putrinya.

Sementara Johan lebih sering berada di rumah. Dia hanya pergi ke kantor di saat ada kepentingan atau ketika ada hal-hal yang mendesak saja, karena segala sesuatunya ia serahkan pada orang kepercayaannya.

Hingga pada suatu hari, ketika mereka sedang makan bersama. Miranda menangkap ada hal yang aneh dari anak gadisnya ini, sikap yang biasanya sering membantah, kini berubah menjadi seorang yang pendiam dan tidak banyak bicara.

"Reyna, Apa kamu baik-baik saja?"

Reyna terdiam sesaat, ia lalu melirik Johan yang sedang menatapnya dengan tajam.

"A..Aku baik-baik saja." ucapnya

Johan yang melihat kecurigaan istrinya itu langsung bertanya "Sayang, kenapa tiba-tiba bertanya seperti itu?"

"Tidak, aku hanya ingin bertanya saja" dalihnya.

"Aku tahu kamu sedang mengkhawatirkan sesuatu" Johan berkata sambil menggenggam tangan istrinya dan meyakinkannya agar tidak curiga "Kamu tidak perlu khawatir ada aku yang menjaga Reyna."

Reyna yang mendengar percakapan keduanya, ingin sekali berteriak mengatakan yang sebenarnya namun lagi-lagi ia melihat sorot mata tajam Johan yang mengarah kepadanya.

Sementara Miranda, ia hanya tersenyum mendengar penuturan Johan. Suaminya ini benar-benar memahami keresahannya.

"Baiklah kalau begitu aku percaya padamu."

Setelah menghabiskan makanannya Miranda beranjak dari duduknya

"Sayang sepertinya aku harus pergi, aku akan membeli beberapa keperluan untuk nanti malam karena temanku akan mengadakan acara ulang tahun pernikahannya." ujarnya.

"Pergilah, apa perlu aku antar?" Johan menawarkan

"Tidak usah, aku pergi sendiri saja, lagi pula aku akan menemui temanku terlebih dahulu." Kemudian ia mencium pipi suaminya.

Reyna yang melihat itu merasa jijik, terlebih lagi pada ibunya. Harta membuatnya lupa daratan, Ia benar-benar di sibukan dengan kepentingannnya sendiri sampai ia tidak tahu bahwa putrinya saat ini sedang dalam tekanan.

"Reyna ibu pergi dulu, jaga dirimu baik-baik." kemudian ia mengecup rambut Reyna dan berlalu pergi.

Johan melihat punggung istrinya mulai menjauh "Pergilah sayang, aku benar-benar sudah tidak sabar menghukum putri kesayangan mu ini." Batinnya. Kemudian ia beralih menatap Reyna yang terlihat sedang buru-buru.

"Mau kemana kau?" Johan menarik tangan Reyna dengan kencang menyeretnya ke sebuah gudang yang ada di belakang rumahnya.

"Lepaskan aku paman, aku hanya ingin pergi sekolah." Reyna mencoba menarik tangannya dari cengkraman Johan, namun sayang cengkraman Johan sangatlah kuat.

"Kau pikir aku akan membiarkanmu kabur lagi."

"Paman, aku tidak punya salah padamu, kenapa kau terus menyiksaku?" ucap Reyna sambil memegang tangannya yang kesakitan.

Johan menghempaskan tangan Reyna menutup pintu, kemudian menguncinya. Dan tidak lama kemudian Johan mencengkram dagu Reyna dengan kuat

"Kau memang tidak punya salah padaku, tapi ayahmu, ayahmu telah menghancurkan hidupku." Teriak Johan, rahangnya mengeras menahan amarah sambil melepaskan cengkramannya.

"Asal kau tahu, ayahmu yang angkuh itu telah merebut ibumu dari sisiku, dan bukan hanya itu dia membuatku di hina di depan banyak orang, dia juga telah menutup akses agar diriku tidak bisa di terima kerja di manapun."

Wajah yang tadinya di liputi amarah kini berubah sendu.

"Waktu itu ibuku sedang sakit dan aku yang seorang pengangguran tidak bisa membawanya untuk berobat, sampai pada akhirnya ibuku meninggal. satu-satunya orang yang aku miliki sudah meninggal."

Wajah Johan kembali memerah ketika ia melihat Reyna, "Dan itu semua karena ulah ayahmu yang brengsek." Sentaknya

Johan melangkah mendekati Reyna

"Sekarang giliran ayahmu yang merasakan kehilangan orang tercintanya."

Reyna berjalan mundur seiring dengan langkah Johan yang terus maju.

"Tidak, ayahku tidak akan melakukan hal itu. Walaupun iya, pasti kau yang berbuat ulah terlebih dahulu."

Johan yang mendengar itu, terlihat sangat marah. Bisa-bisanya Reyna mengatakan hal itu di saat genting seperti ini.

"Kau membelanya, karena kau adalah anaknya."

Kemudian Johan mengambil tongkat yang ada di sebelahnya, hendak memukulkannya ke arah Reyna. namun dengan sigap Reyna menghindar. Ia berlari dengan sekuat tenaga mencari tempat perlindungan.

Gudang itu memang cukup luas, sehingga Reyna bisa menghindar dan bersembunyi.

Kemudian ia teringat sesuatu, kakaknya Reyhan pernah memberikannya handphone waktu ia hendak kabur waktu itu, ketika akan bercerita tentang dirinya Johan ternyata sudah lebih dulu menemukannya kala itu.

Dengan tangan gemetar Reyna merogoh handphone nya di dalam tas, mencoba menghubungi kakaknya namun tidak tersambung. Reyna kemudian mengetik pesan singkat berisikan tempat di mana ia sekarang. Tidak menyerah sampai sana Reyna terus menghubungi kakaknya.

Reyna menggigit kuku-kuku jarinya, wajah nya pucat, seluruh tubuhnya gemetar. Ia benar-benar ketakutan saat ini, di tambah Johan yang terus memanggil namanya.

"Tuhan tolong selamatkan lah aku." Doanya dalam hati

"Rupanya kau disini? Sepertinya kau suka sekali main kucing-kucingan ya?" Ucap Johan dengan seringai mengerikan di wajahnya.

Reyna yang kaget setengah mati, tidak sengaja melemparkan handphone yang di pegangnya.

Johan melihat handphone yang di lempar Reyna, terlihat ada tulisan kak Rey di layar ponsel "Kau juga menelepon kakakmu?" kemudian ia mematikan handphone Reyna dan memasukannya kedalam saku celana.

" Jangan harap ia akan menemukan mu disini."

Johan kemudian mengarahkan tongkatnya lagi hendak memukul Reyna.

Reyna bangkit dan mencoba berlari sekuat tenaga, tapi sayang ia terjatuh dan terjerembab diatas lantai, sehingga membuat roknya sedikit terangkat ke atas

" Tidak, Ku mohon jangan bunuh aku."

...***...

Di lain tempat, Reyhan yang baru saja sampai mengantar ayahnya, menatap heran handphone nya, ada banyak panggilan masuk dari adiknya. namun ketika di telepon balik handphone Reyna sudah tidak aktif.

"Ada apa Rey?" Tanya sang ayah

"Ada banyak panggilan dari Nana tapi ketika di telepon balik hp nya sudah tidak aktif." Reyhan kembali mencoba menelepon Reyna namun hasilnya tetap sama.

Andi kemudian teringat sesuatu, ia teringat satu nama, nama yang baru-baru ini ia ketahui sebagai dalang di balik kehancuran perusahaan dan juga keluarganya.

"Kau tahu di mana Reyna sekarang?"

Reyhan menggelengkan kepala

"Tapi ia mengirim pesan ini?" Reyhan menunjukan pesan singkat yang di kirimkan Reyna

"Kita ke sana sekarang."

Tak banyak bicara sang ayah lalu menaiki motor anaknya mengambil alih kemudi. Reyhan yang bingung hanya menurut dan ikut menaiki motornya.

Bagaikan anak muda yang sedang balapan, Andi mengendarai motor dengan kecepatan tinggi, menyalip sana sini. Ia tidak peduli dengan keselamatannya yang ia tahu sekarang Reyna putrinya sedang dalam bahaya.

Andi bersyukur Jarak yang di tempuh tidak terlalu jauh, juga tidak terjadi kemacetan sehingga ia bisa cepat sampai.

Ketika sampai di tempat tujuan, Andi melihat penjagaan di sekitar rumah Johan sangatlah ketat, namun ia tidak kehilangan akal, berjalan seperti penyusup mencari celah agar ia bisa masuk, hingga ia menemukan jalan pintas menuju gudang, maklum saja sebelumnya ia pernah mendatangi tempat ini, sehingga dengan mudah melewati para penjaga.

Sementara Reyhan yang berada di belakang ayahnya, hanya mengikuti apa yang ayahnya lakukan walaupun banyak pertanyaan yang bersarang di benaknya.

Andi yang dibantu anaknya mendobrak pintu gudang yang terkunci.

Dengan sekuat tenaga Andi dan Reyhan terus mendobrak hingga pintu terbuka.

Alangkah terkejutnya mereka berdua melihat kejadian yang ada di depan mata mereka, bahkan Reyhan sampai memalingkan wajahnya tak kuat melihat pemandangan yang mengerikan itu.

Sementara Andi, ia berlari menghampiri Johan dan menghajarnya dengan membabi buta.

"Keparat, dasar B*j*ng*n apa yang kau lakukan pada putriku hah?" Andi terus menghajarnya tanpa ampun. bahkan tidak memberinya celah untuk melawan hingga akhirnya Johan tidak sadarkan diri.

Reyhan menghampiri adik tercintanya tanpa memperhatikan orang yang sedang berkelahi di sebelah sana. Ia menangis saat melihat Reyna duduk meringkuk menenggelamkan wajah diantara kedua lututnya. Hatinya benar-benar terluka melihat adik tercintanya di perlakukan seperti binatang, dan ia melihat dengan jelas ada banyak luka di tubuh Reyna.

sambil mendongak menahan air mata dan menghela napas beberapa kali. Reyhan melepas jaketnya dan memakaikan nya pada Reyna.

Reyna mendongak, sorot matanya kosong namun air mata tetap mengalir deras di kedua pipinya, tubuhnya bergetar hebat, ia benar-benar trauma saat ini.

Reyhan memeluk Rqeyna dan hendak membawa Reyna keluar, namun sebelum itu ia harus menghentikan ayahnya yang masih memukuli Johan yang sudah terkapar tidak berdaya.

"Ayah hentikan!" Reyhan menarik tangan ayahnya

"Menyingkir!! Orang ini harus mati." Emosi ayah nya masih belum reda.

"Ayah bisa saja membunuhnya, tapi aku tidak ingin ayah masuk penjara karena berandal tua ini. Lebih baik ayah laporkan saja dia pada polisi."

"Baiklah, kita laporkan dia pada polisi."

.

.

.

.

segitu dulu ya!

Q : kok flash back nya belum usai-usai?

A : biar paham aja ceritanya dari awal.

Q : Pemeran utama laki-lakinya mana? kok belum muncul-muncul

A : kan udah biasanya pemeran utama datangnya belakangan, hehe~

di ikutin terus ya ceritanya dan jangan lupa like, comment and vote !!

See you~~

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!