Reigha Zavier Abqari, M. B. A adalah seorang CEO di perusahaan Trengginas Jaya Abadi. Reigha memimpin perusahaan ini sejak dirinya menyelesaikan pendidikan S2-nya di bidang MBA (Magister Business Administration). Reigha adalah anak pertama dan anak satu-satunya dikeluarga.
“Gha, lo udah siapin berkas buat rapat besok?” tanya Bayu, asisten Reigha di kantor.
Bayu Agra Pratama, asisten sekaligus teman kuliah Reigha. Dia saat ini baru saja tamat S1 dengan jurusan yang sama dengan Reigha. Tak ingin melanjutkan S2 karena belum mempunyai biaya. Dan, dia memutuskan untuk bekerja bersama di perusahaan Reigha. Bayu orang yang pengertian, pekerja keras, dan jangan lupakan dirinya yang sangat suka bercanda untuk Reigha yang terlalu serius. Bayu tinggal bersama keluarga Reigha di kediaman kedua orang tua Reigha.
“Lo gak salah nanya gitu ke gue?” tanya Reigha dengan ekspresi datar.
“Yaelah, canda kali. Gue cuma mau ingetin, besok ada jadwal rapat. Lo jangan telat!” balas Bayu mengingatkan. Namun, hanya mendapat dehem-an dari Reigha.
Bayu yang sudah biasa dengan Reigha yang seperti itu pun hanya diam saja tanpa protes. Bayu pun pergi ke kamar meninggalkan Reigha yang masih berkutik dengan laptopnya di ruang kerja.
Tak lama dari kepergian Bayu, Mama Dhiya datang menghampiri ruang kerja Reigha membawakan kopi susu kesukaan Reigha seraya bertanya, “Nak, ini udah malam. Kamu gak capek?”
“Gak, Ma,” jawab Reigha menoleh pada Mama Dhiya.
“Ini Mama bawakan kopi. Jangan lupa diminum, kalau udah capek tidur, ya!” ucap Mama Dhiya dan diangguki oleh Reigha.
Mama Dhiya pun keluar ruangan meninggalkan Reigha dengan pekerjaannya.
...***...
Keesokan harinya, Bayu sudah siap dengan setelan kemeja kantor dan sangat siap untuk bekerja hari ini. Namun, berbeda dengan Reigha yang masih asik dengan mimpinya.
“Pagi, Om, Tante. Reigha mana?” sapa Bayu seraya bertanya keberadaan temannya itu.
“Pagi, Bayu,” balas Papa Harun.
“Belom bangun, Yu. Sana bangunkan!” jawab Mama Dhiya.
“Oke, Tante.” Bayu berjalan cepat menuju kamar Reigha. Namun, belum sampai di depan kamar, Reigha sudah tampak keluar kamar dan berjalan menuju meja makan.
“Woi, lama amat lo bangun. Kebo!” seru Bayu.
“Gue tidur tengah malem-an. Ya ... gitu deh,” balas Reigha santai.
Reigha dan Bayu berjalan bersama menuju meja makan diselingi candaan dari Bayu yang sedikit banyaknya bisa membuat Reigha tertawa kecil.
Sesampainya mereka berdua di meja makan, bukan hanya Papa dan Mama aja yang ada di sana. Tetapi, kini Reigha menatap wajah Binar, sang pacar kesayangannya.
“Binar, ngapain lo pagi-pagi ke sini?” tanya Bayu menyindir Binar. Karena, harusnya jam segini itu waktunya dia membantu orang tuanya di rumah sebagai anak perempuan. Bukannya malah keluyuran ke rumah pacarnya seakan-akan numpang sarapan.
“Biasa aja kali, dia mau jumpa gue lah,” balas Reigha yang tak terima pacarnya kena sindir oleh Bayu.
Setelah mereka sarapan, Reigha dan Bayu pamit pada kedua orang tua Reigha disusul oleh Binar.
“Sayang, aku bareng kamu dong.” Binar berlari kecil dan meraih lengan Reigha, merangkul dengan manjanya.
Sesampainya mobil Reigha terparkir rapi di parkiran khusus CEO, Reigha turun bersamaan dengan Bayu. Dan, jangan lupakan Binar yang selalu ikut serta kemana pun Reigha melangkah.
Saat Reigha masuk ke kantor, semua tampak menunduk hormat kepada Reigha dan juga Bayu yang baru datang. Sementara dari semua karyawan kantor, ada salah satu yang tampak tak suka dengan kedatangan Reigha bersama gadis cantik yang disamping Reigha.
Gavin Naufal Haqque selaku Ketua Divisi Humas yang tampak melengos pergi semenjak netranya melihat gadis itu.
Ada apa sebenarnya? Hanya Gavin dan Binar yang tau.
Saat semua telah bubar dan kembali pada tugasnya masing-masing, Gavin berusaha menyusul Binar di ruangan Reigha. Tampaknya ada sesuatu yang ingin dia sampaikan pada gadis itu.
Kini Gavin berdiri di depan pintu ruangan Reigha. Netranya mengamati pintu yang kini dihadapannya dengan keraguan. Entah keberanian dari mana yang membawanya sampai di depan pintu ini.
Tok... Tok... Tok...
“Masuk!” Terdengar suara dari dalam yang Gavin tau itu adalah suara Bayu, asisten CEO.
Gavin membuka pintu dengan perlahan. Kemudian, memberanikan diri melangkahkan kaki masuk.
“Ada apa, Vin?” tanya Bayu dengan tatapan seriusnya.
Mendengar kata “Vin” pun, Binar langsung menoleh pada seseorang yang baru masuk ke dalam ruangan Reigha.
“Maaf, Pak Bayu. Kedatangan saya ke sini untuk memberitahukan bahwa tadi saya berjumpa tamu yang kemarin rapat bersama bapak, katanya ingin bertemu dengan Pak Reigha kembali. Beliau menunggu di cafe sebrang kantor ini, Pak.” Gavin dengan beraninya berbohong pada Reigha dan Bayu demi kepentingannya bersama Binar.
“Oh, baik. Terima kasih, Vin.” Bayu menatap dengan serius pada Gavin yang sejak tadi memperhatikan Binar. Entah ada apa dengan mereka, yang pasti Gavin telah membuat jiwa ke-kepoan Bayu bangkit saat ini.
Reigha tanpa kata apapun, langsung keluar meninggalkan ruangannya serta Binar yang masih duduk di sofa. Sementara, Bayu langsung mengikuti langkah Reigha.
Bukannya keluar, tetapi kini Gavin malah masih di dalam ruangan menatap lekat pada Binar.
“Mau sampai kapan lo bersamanya?” tanya Gavin dengan tatapan amarah pada Binar.
“Apaan sih, kita ‘kan udah selesai hubungannya. Gak ada lagi apa-apa antara gue dan lo!” jawab Binar dengan ketus.
“Lo mutusin gue hanya karena Reigha? Gue masih ngerasa lo balik ke gue. Tapi, seakan-akan lo makin dekat sama Reigha,” ucap Gavin yang masih dengan emosi yang dia pendam sejak tadi.
“Udahlah, gak usah ngarep sama gue lagi. Sampai kapanpun gue gak akan mau noleh ke lo lagi. Paham?” balas Binar langsung meninggalkan ruangan Reigha dan meninggalkan kemarahan Gavin.
Di sisi lain, kini Reigha sedang sendirian di dalam cafe. Netranya menelusuri tiap sudut dan dia tak menemukan sosok yang dikatakan oleh Gavin tadi.
Sementara di ruang CCTV, Bayu sedang sibuk menuntaskan kekepoannya sejak tadi. Dia memperhatikan Gavin yang mengobrol dengan Binar di dalam ruangan Reigha. Siapa sangka, Bayu akan mengecek CCTV dan bukan ikut bersama Reigha ke cafe.
‘Apa ini taktik Gavin biar Reigha keluar, ya? Biar dia bisa ngobrol sama Binar,’ batin Bayu.
Dengan keluarnya Binar, berakhir pula aktivitas Bayu menatap layar yang menghubungkan CCTV ruangan CEO.
Bayu dengan segera menyusul Reigha ke cafe untuk memastikan kebenaran adanya Reigha berjumpa dengan tamu-nya. Karena, Bayu tak ingin berburuk sangka pada Gavin sebelum semuanya terbukti jelas benar adanya.
Saat Bayu sampai di cafe, dia melihat Reigha duduk sendiri dengan tatapan kosong. Entah apa yang ada di pikirannya. Bayu mendekati Reigha dan bertanya pada temannya itu, “Gha, are you okay?”
“Seperti yang lo lihat.”
“Kenapa lo, Gha?” tanya Bayu kembali.
“Gue bingung. Apa tamu gue dah balik ya?” balas Reigha.
Mendengar kalimat yang baru saja Reigha lontarkan, membuat pikiran Bayu melayang kembali menuju Gavin dan Binar saat di ruang CEO tadi.
“Gha, menurut lo Gavin kenal gak sama Binar?” tanya Bayu membuat Reigha menautkan kedua alisnya, heran.
“Gha, menurut lo Gavin kenal gak sama Binar?” tanya Bayu membuat Reigha menautkan kedua alisnya, heran.
“Out of topic lo! Gak ada hubungannya ... ” ucap Reigha.
“Udah, yok balik. Bentar lagi rapat,” lanjut ucapan Reigha yang diangguki oleh Bayu.
Reigha dan Bayu pun berjalan bersamaan menuju ke kantor dan mempersiapkan diri untuk rapat nanti.
Di tempat lain, lebih tepatnya di rumah komplek. Sebuah keluarga yang harmonis, pasangan suami istri mempunyai dua orang anak perempuan, dan alhamdulillah salah satunya sudah berhasil menyelesaikan pendidikan S2-nya dengan jurusan Keperawatan. Sebuah kebahagiaan bagi kedua orang tuanya.
Gadis itu bernama Shafa Adinata Azmi, M. Kep. anak dari Adinata Reynand dan Khalisa Hafeezah Azmi, serta mempunyai adik perempuan yang masih menempuh pendidikan SMA dengan nama Hanggini Adinata Azmi.
Shafa bekerja sebagai suster di rumah sakit. Dengan kegigihan sang Ayah sebagai pedagang nasi goreng keliling, dapat membantu Shafa mewujudkan impiannya menjadi seorang suster dengan gelar S2.
Shafa kini tengah mengendarai motornya mengantarkan Anggi, sang adik ke sekolah sebelum dirinya berangkat bekerja di rumah sakit.
“Gi, hati-hati, ya. Nanti kalau udah pulang, telpon aja. Selagi gak sibuk, pasti kakak jemput. Tapi, kalau kakak gak bisa jemput, kamu naik ojek gapapa, ya?” ucap Shafa lembut pada adiknya.
“Iya, Kak. Kakak yang semangat kerjanya!” seru Anggi memberikan semangat pada Shafa.
Anggi melangkah masuk ke dalam gerbang seraya melambaikan tangan pada Shafa. Setelah Anggi hilang dari pandangan Shafa, Shafa pun langsung bergegas mengendarai motornya kembali menuju ke rumah sakit.
Di rumah, Ayah Reynand tengah bersiap-siap untuk berdagang dibantu oleh Ibu Khalisa. Setelah dirasa sudah siap, Ayah langsung segera berangkat.
...****...
“Bay, rapat kan udah selesai nih, gue kayaknya mau ke rumah dulu deh. Gak enak badan gue, kecapean,” ucap Reigha saat para client sudah keluar dari ruangan rapat.
“Tumben-tumbenan lo ngerasa capek, biasanya gila kerja!” sindir Bayu mendapat lirikan tajam dari Reigha.
“Udah, gak usah gitu mata lo. Balik sana! Masalah kantor, biar gue yang urus,” lanjut Bayu.
Reigha keluar dari kantor dengan membawa mobilnya sendirian.
Binar? Ya, dia sejak bertemu dengan Gavin, langsung mengirimkan pesan untuk pamit pada Reigha karena ada urusan mendadak, padahal Binar sedang tak ingin bertemu dengan Gavin.
Reigha mengendarai mobil dengan kecepatan tak terlalu cepat, tak pula terlalu lambat. Dia mengendarai mobil, namun perasaannya tak enak. Dia merasa ada yang tidak beres dengan mobilnya dibandingkan saat dia bawa ke kantor tadi pagi.
Saat di tengah jalan, Reigha seakan kehilangan konsentrasi. Dirinya tak melihat ada pedagang yang melintas di depan, dia membanting setir mobil hingga menabrak pohon besar.
“Astaghfirullah. Innalillahi wa inna ilaihi rajiun.” Pak Reynand kaget dengan musibah yang terjadi di hadapannya. Pak Reynand yang hampir tertabrak mobil pun tak henti-hentinya mengucap syukur karena masih diberikan kesempatan untuk mencari nafkah buat keluarganya.
Pak Kadhi teman Pak Reynand yang sama-sama menjadi pedagang pun menyaksikan kejadian tersebut. Dia mengira Pak Reynand lah yang sembrono menyebrang tak lihat mobil yang sedang melaju.
Pak Kadhi berlari menyusul Pak Reynand yang tengah mengecek kondisi korban. Terlihat sangat terluka parah.
Pak Kadhi dan Pak Reynand membawa Reigha menuju ke rumah sakit dibantu dengan warga sekitar dan juga kebetulan ada mobil yang mau membantu membawa korban untuk dibawa ke rumah sakit.
Sesampainya di rumah sakit, Pak Reynand tak sengaja bertemu dengan Shafa. Pak Reynand dengan segera berlari ke arah Shafa dan meminta bantuan anaknya agar sang korban segera diberikan penanganan hingga tak ada terjadi apa-apa.
Shafa yang mengerti keadaannya pun langsung membawa korban ke ruangan UGD dan memanggil dokter.
Di luar ruangan, Pak Reynand dan Pak Kadhi menunggu dengan pikirannya masing-masing. Pak Reynand memikirkan keselamatan korban, sementara Pak Kadhi seakan ingin memanfaatkan sesuatu.
Sebenarnya Pak Kadhi adalah tetangga dari Pak Reynand yang sejak dulu iri padanya. Mungkin ini adalah satu-satunya cara agar Pak Reynand terpuruk dalam kesulitan. Pak Kadhi berencana menemui keluarga korban dan akan mengatakan bahwa kejadian ini akibat dari Pak Reynand.
Sementara di kantor, Bayu yang telah mendengar kabar kecelakaan Reigha dari salah seorang karyawannya, dia langsung bergegas menuju ke rumah sakit untuk meng-ecek temannya.
Ketika Bayu sampai di rumah sakit, bertepatan pula saat dokter keluar dari ruangan.
“Dokter, gimana keadaannya?” tanya Bayu khawatir.
“Pasien terluka cukup parah, saat ini sarannya terganggu hingga pasien terkena stroke,” jawab Dokter membuat Bayu mematung seketika. Dirinya tak mengerti bagaimana perasaan kedua orang tua Reigha saat mendengar anaknya mengalami kecelakaan ini.
Bayu masuk ke dalam ruangan, bertemu dengan suster yang baru saja selesai dengan tugasnya.
“Suster, kapan dia sadar?” tanya Bayu.
“Mungkin sebentar lagi,” jawab Shafa seraya tersenyum kecil, namun tertutup masker.
Shafa keluar dari ruangan bertemu dengan sang Ayah. Ingin mendengar bagaimana kejadian kecelakaan tersebut.
Sementara Pak Kadhi bergegas masuk menyusul Bayu yang dia tau pasti bagian dari keluarga korban.
Pak Reynand menceritakan bagaimana adanya pada Shafa. Sedangkan Pak Kadhi menceritakan dengan adanya dilebihkan dan dikurangkan dalam ceritanya itu.
Dengan sosok Bayu yang tak mudah percaya dengan ucapan orang lain, dia hanya menerima ucapannya tapi tak dia percaya sebelum adanya bukti yang mendukung. Setelah selesai Pak Kadhi bercerita dan pamit pulang, Bayu langsung mendatangi Pak Reynand untuk meminta cerita bagaimana versi beliau.
Setelah Bayu mendengar cerita dari keduanya, dia merasa adanya kejanggalan dengan cerita Pak Reynand dan Pak Kadhi yang tak sama. Siapa yang berdusta? Bayu akan mencari tau.
Bayu bergegas mencari suster yang tadi dia temui, dia minta tolong agar menjaga Reigha. Bayu akan mencari tau bagaimana kejadian sebenarnya kecelakaan tersebut. Namun, saat Bayu ingin melihat kondisi Reigha sebelum dirinya pergi, ternyata Reigha telah sadar. Reigha menatap ke arahnya.
“Gha, apa yang lo rasain?” tanya Bayu.
Reigha seakan diam membisu. Bayu teringat dengan ucapan sang dokter jika Reigha terkena stroke. Mungkin, Reigha tak bisa berbicara.
“Gha, gue mau cari tau apa penyebab kecelakaan lo ini. Gue pergi dulu, ya. Lo kalau butuh bantuan ke suster ini, udah gue bilang buat jagain lo.” Bayu menatap sedih pada Reigha yang berbaring lemah tak berdaya.
Reigha tampak mengangguk. Walau anggukan kecil, itu adalah respon yang luar biasa bagi Bayu.
Bayu pun dengan segera keluar dari ruangan dan bergegas mengendarai mobil untuk mendatangi tempat di mana Reigha kecelakaan.
Saat sampai di lokasi tersebut, mobil Reigha tampak hancur bagian depan. Bayu berusaha masuk untuk mengecek bagian mobil yang tadi pagi baik-baik saja. Kini remuk tak berbentuk.
Netra Bayu menelusuri bagian-bagian mobil hingga dirinya melihat master rem mobil yang mengganjal.
‘Sepertinya ada yang mengotak-atik mobil Reigha,’ batin Bayu dengan tangannya yang terkepal kuat.
Sebelum Bayu meninggalkan lokasi, netranya berusaha menemukan CCTV di sekitar untuk memperkuat bukti. Bayu yakin pasti ada CCTV yang dipasang di sekitar.
Sebelum Bayu meninggalkan lokasi, netranya berusaha menemukan CCTV di sekitar untuk memperkuat bukti. Bayu yakin pasti ada CCTV yang dipasang di sekitar.
“Yap!” Bayu tampak tersenyum dan segera pergi ke kantor polisi untuk menanyakan dimana lokasi layar pengecekan CCTV di lokasi kecelakaan Reigha.
Disamping sibuknya Bayu, kini di rumah sakit, Reigha tampak melamun. Dia merasa dirinya tak ada gunanya lagi.
“Pak, ada yang perlu saya bantu?” tanya Shafa lembut.
Reigha tampak memejamkan matanya seraya menggeleng kecil.
“Pak, saya izin menyuapkan makanan agar setelah makan, bapak bisa minum obat. Izin, ya, Pak,” ucap Shafa dengan telatennya menyuapkan Reigha.
Reigha awalnya menolak. Tetapi, demi kesehatannya dia mau menerima suapan dari Shafa.
Reigha tampak memberi support pada dirinya sendiri agar dia dapat kembali pulih. Berbeda keadaannya dengan Bayu. Bayu kini tampak berusaha mencari agar yang membuat Reigha celaka dapat balasannya.
Bayu yang kini telah menyalin rekaman saat kecelakaan berlangsung, dia akan segera kembali ke kantor untuk mengecek rekaman CCTV pada bagian parkiran CEO.
Bayu tak mengenal kata lelah, dirinya telah menganggap Reigha adalah kakaknya. Dirinya rela mengorbankan apapun demi Reigha. Karena, tanpa Reigha dirinya belum bisa menyelesaikan pendidikan S1-nya. Tak bisa pula dia mendapatkan pekerjaan yang bagus seperti saat ini.
Saat Bayu ingin masuk ke ruangan CCTV, dia mendapatkan telpon dari Mama Dhiya.
“Hallo, Yu. Reigha mana? Tante kok perasaannya gak enak, ya?” ucap Mama Dhiya dari sebrang telpon.
“Anu ... i-itu, Reigha tadi katanya mau nginep di apartemen malam ini, Tante. Soalnya kami lagi banyak banget pekerjaan,” balas Bayu yang tak ingin membuat Mama Dhiya khawatir.
“Oh yaudah, suruh Reigha jaga kesehatannya, ya. Kalau udah gila kerja, gak ingat makan dia,” ucap Mama Dhiya kemudian memutuskan panggilan telponnya.
Bayu tampak berpikir sebentar. Jika Mama Dhiya bakal riweh, pasti Papa Harun bisa bantu Bayu. Setidaknya Salah satu orang tua Reigha bisa tau bagaimana kondisi Reigha saat ini.
Bayu kembali membuka ponselnya, mencari nomor Papa Harun. Saat terhubung, Bayu memastikan bahwa Papa Harun tak sedang bersama Mama Dhiya. Kemudian, Bayu menceritakan semuanya.
Papa Harun tentu kaget. Kini akan segera menuju rumah sakit. Bayu pun bergegas menuju rumah sakit juga untuk bertemu langsung oleh Papa Harun. Seakan Bayu melupakan apa yang akan dia lakukan tadi di ruang CCTV.
...****...
Papa Harun tampak baru turun dari mobilnya. Melihat bangunan yang menjulang tinggi dihadapannya saat ini. Tempat dimana anaknya tengah berbaring lemah tak berdaya.
“Om, ayo masuk,” ucap Bayu yang baru saja datang.
“Oh, iya. Ayo!”
Bayu dan Papa Harun melangkah masuk, berjalan menelusuri ruangan. Naik lift hingga mengantarkan keduanya pada ruangan Reigha saat ini.
Tok... Tok... Tok...
Pintu terbuka menampilkan suster cantik dengan balutan hijabnya.
“Semua aman?” tanya Bayu pada suster Shafa.
“InsyaaAllah aman. Pak Reigha sudah makan dan minum obat. Sekarang saya pamit dulu, ya, Pak,” jawab Suster Shafa dan pamit pergi meninggalkan ruangan Reigha.
“Oke, terima kasih.”
Bayu dan Papa Harun mendekat pada Reigha. Papa Harun menatap sedih pada anaknya.
“Kau terlalu suka mengebut di jalan!” seru Papa Harun seraya menjewer telinga Reigha layaknya anak kecil.
Hal tersebut membuat Reigha menarik bibirnya. Walau sulit, tetapi sedikit terlihat senyuman pada wajahnya.
“Gha, gue cuma kasih tau Om Harun aja. Gak berani gue kasih tau Tante Dhiya. Dan tadi gue bilang ke Tante Dhiya kalau lo nginep di apartemen. Setidaknya gue nunggu waktu yang tepat buat ngomongin keadaan lo sekarang,” ucap Bayu menjelaskan.
“Oh iya, kamu udah kabarin Binar tentang Reigha?” tanya Papa Harun pada Bayu.
“Eh, bentar, Om.” Bayu langsung merogoh kantong celana untuk mengambil ponselnya. Kemudian, dia mencari kontak bernama Binar dan menghubunginya.
Tak lama, panggilan pun terhubung. Bayu mengabarkan kalau Reigha di rumah sakit, dan Bayu sudah mengirimkan shareloc untuk Binar.
Bayu mengobrol dengan Papa Harun di sebelah brankar pasien. Sementara Reigha hanya menyimak, sesekali dirinya merespon.
Tak lama, yang ditunggu pun tiba. Binar masuk ruangan dengan santainya mendekat pada Reigha tanpa menyalimi Papa Harun yang tentunya masih ada di ruangan itu.
Reigha menarik tangan kirinya untuk meraih jari jemari Binar. Reigha rindu pada Binar.
“Gha, tangan lo bisa digerakin?” tanya Bayu bersamaan pula dengan datangnya Shafa ke dalam ruangan.
“Hanya sebelah kiri, Pak. Alhamdulillah tangan kiri Pak Reigha masih berfungsi dengan baik,” sambar Shafa menjelaskan.
Binar yang sejak tadi mendengar dan melihat keadaan Reigha pun langsung membuka suaranya, “Reigha stroke? Demi apa lo?”
Bayu tentu mendengar ucapan yang Binar lontarkan. Bayu kaget, kedua tangannya terkepal.
“Untung lo cewek. Andai lo cowok, habis lo detik ini juga!” seru Bayu kesal.
Papa Harun langsung mendekat pada Bayu dan menenangkannya.
“Mau apa lo kalau Reigha stroke? Alhamdulillah masih hidup, kalau gak gimana? Dia masih diberi kesempatan hidup, dan mulut lo gak sopan gitu. Kasih semangatlah. Sekolahkan lagi mulut lo!” lanjut ucapan Bayu yang tersulut emosi.
Binar berjalan mendekat pada Reigha. Dirinya tak sekalipun merespon ucapan Bayu.
“Gha, sorry. Gue mau kita putus!” Binar berlalu pergi tanpa menoleh pada Bayu ataupun Papa Harun.
Reigha tampak menitikkan air matanya. Netra Reigha masih menatap pada pintu dengan harapan kembalinya Binar ke dalam ruangan.
“BINAR!” teriak Bayu saat melihat kondisi Reigha semenjak kedatangan Binar.
Papa Harun menghampiri brankar Reigha kembali. Mengelus rambut putranya seraya berkata, “Nak, Allah sudah menunjukkan siapa Binar padamu. Dibalik kecelakaan ini, Allah sudah persiapkan takdir kamu untuk kehilangan cinta Binar agar kamu menemukan cintamu yang lebih baik dari Binar. Sabarlah, ya.”
“Pak, maaf saya lancang. Ini kain untuk mengelap Pak Reigha. Saya sudah waktunya pulang, karena ini sudah waktunya kami ganti shift.” Suster Shafa pamit pada Bayu dan Papa Harun di depan Reigha.
“Untuk makannya gimana, Sus?” tanya Papa Harun.
“Makanan pasien akan diantar oleh petugas ke dalam, ya, Pak,” jawab Shafa seraya tersenyum santun.
Papa Harun terlihat mengangguk, Shafa menunggu sebentar jika ada lagi pertanyaan dari keluarga pasien. Sekiranya sudah tidak ada, Shafa langsung pamit keluar ruangan dan kembali pulang ke rumah.
“Papa pulang dulu, Gha. Nanti Mama kamu nyariin. Bayu, om titip Reigha. Kalau ada apa-apa, kamu kabari om langsung, ya,” ucap Papa Harun berpamitan.
“Oh iya, Om. Bayu siap jaga Reigha.” Bayu tersenyum.
Papa Harun kembali senyum pada Bayu dan pergi meninggalkan ruangan dengan perasaan yang sungguh berat baginya.
Tok... Tok... Tok...
“Permisi, Pak. Ini makanan untuk pasien,” ucap petugas yang mengantarkan makanan.
“Terima kasih,” ucap Bayu.
Petugas itu pun keluar. Namun, tepat sekali dengan suster yang masuk ke dalam ruangan.
“Pak, saya mau menyuapi pasien,” ujar Suster wanita itu. Tetapi, bukan suster Shafa.
Suster itu pun mengambil piring dan menyuapi Reigha. Hanya satu suapan, setelah itu Reigha tak mau makan.
Suster sudah memaksa, tetapi masih saja tak mau. Akhirnya suster kesal dan keluar ruangan begitu saja.
Reigha tampak ingin berbicara. Bayu yang melihatny pun langsung mengambil ponsel dan memberikannya pada Reigha.
Reigha mengetik menggunakan jari tangan sebelah kiri. Jika tidak seperti ini, Bayu merasa sampai besok Reigha pasti hanya diam saja.
“Lo ngetik apa sih, Gha?” tanya Bayu yang mengernyitkan alisnya, heran.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!