Langit yang gelap nampak indah dengan cahaya bulan yang berbentuk bulat sempurna ditemani binar cahaya bintang di sekelilingnya pertanda bulan purnama sedang bersinar begitu terang, namun terangnya cahaya bulan tidak mampu menembus dalamnya hutan belantara dan membuat suasana mencekam didalam hutan begitu terasa. Angin dingin berhembus dan suara - suara lolongan anjing hutan menambah aura - aura menyeramkan di hutan itu, aktifitas hewan - hewan liar menambah warna betapa tidak terjamahnya hutan belantara tersebut. Ditengah hutan, cahaya api unggun terlihat cukup untuk menerangi dan memberikan kehangatan kepada empat orang yang duduk bersantai dengan perlengkapan camping masing - masing mengelilingi api unggun itu.
Mereka berempat duduk terdiam disebuah kursi lipat camping sembari menatap kobaran api yang bergoyang terhembus oleh angin, ditengah kesunyian suara langkah kaki terdengar mendekati mereka secara perlahan. Kompak mereka berempat menoleh menatap sumber suara langkah kaki yang menggesek tanah dan dedaunan kering, samar terlihat siluet seseorang dari gelapnya hutan dan semakin jelas terlihat ketika cahaya api unggun menyinari wajah dari sosok itu.
"Ardi kah?" tanya Dimas ketika wajah Ardi terlihat jelas karena cahaya api unggun menyinarinya.
"Loh? Dimas?" tanya balik Ardi dengan terkejut
"Waah ini yang kita tunggu dari tadi! lama sekali kamu baru berkumpul bersama kami disini?" tanya Beni terdengar antusias, suara tawa Samir dan Rakasyah pun terdengar.
"Beni? Samir? Raka?" terkejut Ardi seakan tidak percaya bertemu dengan teman masa kecilnya dulu, lalu Dimas memberikan sebuah kursi lipat camping kepada Ardi.
"Duduklah kawan... sudah lima belas tahun ya kita tidak pernah bertemu lagi" ucap Dimas mencoba membuat Ardi berhenti terkejut, dengan senyum berat seakan masih tidak mempercayai akan bertemu teman - temannya lalu Ardi mengambil kursi lipat dari Dimas dan meletakkannya dekat api unggun dan duduk melingkar bersama yang lain.
"Nah sudah lengkap nih, bagaimana kabar kalian masing - masing selama lima belas tahun ini?" tanya Samir memecah keheningan
"Baik, setelah selesai kuliah di kota aku langsung melamar di perusahaan XXX bagian penyaluran barang. Cukup sukses lah, setidaknya aku mampu menafkahi anak istri. Aku punya dua anak saat ini, nakal - nakal sih kadang bikin gregetan" dengan tawa kecil Dimas mengatakannya, suara tawa Beni, Rakasyah dan Samir pun menyertai akhir kalimat Dimas.
"Lalu kalian sendiri gimana?" tanya Dimas
"Kalau aku bekerja sebagai penjaga hutan di departemen kehutanan nasional, lulus SMA aku langsung mendaftar dan tepat lima belas tahun ini aku akan naik jabatan setelah menyelesaikan penugasan di hutan XXX. Aku baru punya satu anak, istriku juga sedang hamil dan aku berharap tidak lama kami berpisah agar aku dapat menemani istriku lahiran" jawab Beni dengan bangganya
"Wah hebat ya, aku cuma freelance. Kadang cukup kadang kurang buat keluargaku, mana kebutuhan pokok terus naik yakan? baru - baru ini aku dapat kerjaan membuat iklan, lumayan lah buat kehidupan sehari - hari dan untuk pendaftaran anak sekolah" timpal Samir dengan sedih, Raka menepuk pundak Samir mencoba memberikan semangat.
"Sabar kawan, aku juga gak jauh lebih baik darimu. Aku bekerja sebagai kurir pengiriman barang, gajiku juga gak seberapa tapi resiko perjalanan yang aku hadapi sangat berat. Sepertinya hanya aku ya yang belum punya anak" terdengar capek Raka mengatakannya, suara tawa Dimas mendadak pecah.
"Kok malah jadi adu nasib? kalian berdua ini memang selalu begini sejak kecil" dengan sedikit tawa Dimas mengatakannya, suara tawa mereka berlima pecah seketika.
"Lalu gimana denganmu Ardi? gimana kamu selama lima belas tahun ini?" tanya Dimas lagi sembari menatap Ardi yang hanya diam saja sejak awal datang
Pandangan Dimas, Beni, Samir dan Rakasyah teralihkan menatap Ardi. Seketika Ardi tampak terkejut mendapatkan tatapan dari teman - temannya itu, Ardi pun menepuk kedua pipi dengan kedua tangannya cukup keras seakan mencoba untuk menyadarkan diri dari lamunannya. Ardi memajukan badan dan menahan bobot tubuhnya dengan kedua lengan yang dia taruh diatas pahanya, merasakan kehangatan api sambil terus memandanginya dalam - dalam.
"Kamu... baik - baik aja di? kamu agak beda ya selama lima belas tahun ini, agak lebih pendiam gitu" celetuk Beni dengan nada khawatir, Ardi menghela nafasnya sebelum menjawab pertanyaan Beni.
"Aku baik - baik aja, makasih Ben udah bertanya. Aku bekerja sebagai polisi bagian tindak pidana kriminal, yah tugasku gitu - gitu aja sih gak ada serunya. Anakku sudah tiga dan yah begitu - begitu saja sih. Dari tadi aku banyak diam karena jika berkumpul seperti ini, aku jadi teringat masa kecil kita" jawab Ardi, perlahan Dimas melempar beberapa kayu kedalam api unggun untuk mempertahankan nyala apinya.
"Lima belas tahun bukan waktu yang sebentar, jadi wajar sih kita agak canggung" timpal Dimas terdengar tenang
"Apa kalian ingat sama mbah Sarno?" tanya Ardi, pertanyaan Ardi membuat Dimas, Beni, Samir dan Rakasyah terkejut.
"Iya aku ingat! dia yang dulu membantu kita lepas dari arwah jelangkung itu kan?" Samir dengan sedikit antusias menjawab pertanyaan Ardi
"Benar, beliau meninggal loh. Kalian sudah dengar kabarnya?" tanya Ardi lagi, seketika mereka berempat serentak menggelengkan kepalanya.
"Beliau meninggal karena sakit, mungkin sudah satu bulan ini. Apa kalian diganggu lagi sama arwah jelangkung itu dalam waktu dekat - dekat ini?" tanya Ardi lagi sembari menatap teman - temannya itu secara bergantian, mereka hanya terdiam beberapa saat sampai Dimas memecah keheningan.
"Aku sih diganggu ya... sebenarnya takut juga mau cerita, apa lagi malam - malam ditengah hutan begini" jawab Dimas ketakutan, Rakasyah pun tertawa mendengar jawaban Dimas.
"Mana Dimas si pemberani dari kampung? kok mendadak ciut? lagian dulu yang ngajakin main jelangkung kan dirimu" tanya Rakasyah sembari mencoba menahan tawanya, Dimas melempar beberapa kayu kecil kearah Rakasyah.
"Aku nih masih Dimas pemberani! enak aja ngejek aku seperti itu!" agak membentak Dimas mengatakannya
"Gimana ceritanya?" tanya Ardi penasaran, Dimas menatap Ardi dan terdiam beberapa saat.
"Gak apa nih aku cerita? serem loh" tanya balik Dimas mencoba meyakinkan temannya bahwa ceritanya benar - benar akan merusak suasana
"Udah cerita aja, kemah ini jadi gak seru kalau gak diselingi cerita seram. Yakan?" Samir mengatakannya dengan tenang, Dimas kembali menatap api unggun itu lalu melemparkan beberapa kayu kedalam api.
"Ya sudah kalau kalian memaksa, aku akan ceritakan kisahku dalam sebulan ini yang kembali diganggu arwah jelangkung itu" jawab Dimas dengan terpaksa, Dimas menghela nafasnya sejenak lalu kembali menatap api unggun dalam - dalam.
Tiba - tiba angin berhembus cukup kencang dan membuat nyala api unggun bergoyang begitu keras, bayangan kelima orang itu terkesan bergerak - gerak di pepohonan. Dinginnya angin malam terasa begitu menusuk hingga ke tulang meski mereka menggunakan jaket tebal, dinginnya malam seperti siap untuk menemani kisah yang akan dimulai oleh Dimas dan menambah kesan mencekam.
"Begini kisahnya..." Dimas mulai menceritakan kisahnya.
*** EPISODE INI MENGGUNAKAN SUDUT PANDANG ORANG PERTAMA SEBAGAI DIMAS BAHRI***
Tepat satu bulan yang lalu, aku yang bekerja sebagai buruh pabrik bagian pendistribusian barang selalu berangkat pukul lima pagi untuk mengisi absenku. Yah namanya juga buruh yang bekerja pada orang, jadi mau gak mau pasti harus mengikuti segala aturan perusahaan kan walau kadang badan ini merasa lelah. Namun demi istri anak, apa sih yang gak aku lakukan untuk menafkahi mereka. Jadi semuanya bermula dari sini, ketika aku berangkat untuk kerja.
"Pah, nanti malam bisa pulang cepat? mamah kok merasa gak enak badan ya, dari tadi merasa merinding" tanya istriku Mirah, aku pun meletakkan tanganku di dahi istriku itu untuk memastikan istriku tidak demam.
"Mungkin mau pilek atau masuk angin, banyak istirahat aja mah" jawabku memberi saran padanya
Istriku saat itu hanya mengangguk saja dan sesekali mengelus tengkuknya sembari berjalan mengantarkan aku menuju pelataran rumah, saat itu aku yang hampir telat hanya bisa mencoba memberi saran pada istriku. Ketika aku menyalakan sepeda motorku dan fokus memperhatikan kondisi sepeda motor, sekilas aku melihat seseorang melewati belakang istriku dan masuk kedalam rumah.
"Siapa itu mah? kakak udah bangun?" tanyaku dengan kaget, tidak biasanya anak pertamaku Santi bangun sepagi ini untuk bersiap sekolah. Namun aku yakin seseorang baru saja melewati istriku dan masuk kedalam rumah, sepertinya pertanyaanku itu membuat istriku pun terkejut lalu menoleh kebelakang.
"Gak ada siapa - siapa tuh pah? papah liat apa?" tanya istriku terdengar ketakutan, aku pun terdiam beberapa saat sambil terus memperhatikan dalam rumah dari pelataran. Mendadak bulu kudukku berdiri, walau mungkin itu efek angin malam.
"Pah! jangan nakut - nakutin aah! mamah dari tadi merinding nih!" agak membentak istriku mengatakannya padaku, aku tertawa lalu mengelus kepala istriku mencoba untuk menenangkannya.
"Mungkin papah salah liat mah, udah yah papah berangkat kerja dulu" timpalku mencoba menenangkan Mirah, setelah selesai salim aku langsung memacu motorku menuju pabrik tempat aku bekerja.
Aku membutuhkan waktu dua puluh lima menit untuk sampai dipabrik, sesampainya di pabrik seperti biasa aku langsung mengisi absenku lalu segera memeriksa kondisi truk box yang biasa aku gunakan untuk mengantar barang - barang menuju kelokasi. Setelah aku yakin truk dalam kondisi prima, aku segera melangkahkan kaki masuk kedalam ruang kantor dan mengambil rute pengirimanku.
Sebenarnya aku tahu akan kemana seharusnya aku mengantar barang - barang ini, namun hari itu mendadak ruteku berubah. Setelah membacanya berkali - kali mencoba memastikan aku mengambil kertas yang benar, aku baru sadar kalau hari ini aku benar - benar mendapatkan rute yang tidak pernah aku sangka - sangka sebelumnya. Aku akan mendistribusikan barang ke kota masa kecilku, entah saat itu aku harus senang atau malah ketakutan mengingat semua kenangan yang pernah aku alami disana.
"Woi!! malah melamun" sapa Rudi mengagetkanku, dia adalah temanku yang biasa menjadi teman seperjalananku
"Kampret, hampir jantungku copot! ini kenapa arah tujuan kita berubah?" tanyaku padanya, Rudi hanya terdiam dan mengambil kertas rute lain diatas meja. Melihat Rudi yang mengambil kertas rute membuatku bertanya - tanya, kenapa dia mengambil kertas rute juga sedangkan kami kan partner.
"Hari ini kita gak bareng bro, Yanto sama Jamal sakit mendadak. Duuh mana harus kekota J lagi... kamu kemana?" tanya balik Rudi, aku kembali mencoba memastikan ruteku sebelum menjawab pertanyaan Rudi.
"Aku ke kota B, jadi aku sendirian ini?" tanyaku mencoba meyakinkan diri kalau hari ini aku akan jalan sendirian menuju kota B. Kota yang menjadi tempat kelahiran dan menghabiskan masa kecilku hingga lulus SMA.
"Iya, aku juga sendiri ini... kamu hati - hati dijalan ya" jawab Rudi lalu meninggalkanku didalam kantor sendirian.
Aku memang sedikit melamun saat itu, hingga aku merasa ada seseorang dibelakangku yang berbisik cukup jelas berkata "Datang tak dijemput...." seketika aku tersadar dari lamunanku dan berbalik menatap belakang, aku pikir Rudi sedang mengerjaiku lagi namun dibelakangku benar - benar tidak ada satu orang pun. Aku segera berlari keluar kantor dengan bulu kuduk yang berdiri, tapi aku yakin Rudi yang sengaja membuatku takut sampai pada akhirnya...
"Woi! buru!! ntar kemaleman pulang loh!" teriak Rudi dari dalam truk yang melaju lambat menuju gerbang pabrik, dia terlihat melambaikan tangan kepadaku sambil tersenyum
"Gilak! siapa tadi yang mengerjaiku?!" teriak aku sambil berlari kembali masuk kedalam kantor, aku mencoba mencari seseorang yang mungkin bersembunyi namun kantor itu benar - benar kosong. Saat itu kembali bulu kudukku tiba - tiba berdiri dan merasakan angin dingin yang berhembus seakan menabrakku, karena ketakutan aku pun berlari menuju garasi pabrik untuk segera berangkat menuju kota B untuk mengantarkan barang - barang ini ketujuan.
Perjalanan dari kotaku menuju kota B yang memakan waktu dua belas jam itu membuatku melupakan semua yang sempat terjadi dipagi hari, sesekali istriku menelepon selama perjalananku menuju kota B. Pagi hingga siang aku tidak merasakan hal aneh, semua berjalan normal - normal saja. Hanya saja aku lebih sering merasakan lelah, beberapa kali aku memberhentikan perjalananku dan beristirahat di mini market dan rest area yang kebetulan aku lewati.
Hingga akhirnya aku sampai diperbatasan kota B, begitu nostalgia aku rasakan saat melihat gapura tanda masuk kedalam kota B. Seketika aku memiliki pikiran iseng untuk mengirimkan fotoku berdiri digapura tanda selamat datang yang ingin aku kirimkan untuk istriku, bagaimana pun istriku tidak tahu jika aku akan melakukan perjalanan yang tidak semestinya.
"Dia pasti akan kaget aku kembali kekota masa kecil kami" pikirku saat itu, yah memang aku dan Mirah dilahirkan dan dibesarkan dikota yang sama. Bahkan ketika kasusku yang diganggu arwah jelangkung mencuat, Mirah pun mendengarnya.
Aku berhenti didekat tulisan "Selamat Datang Di Kota B" dan kemudian melakukan selfie, setelah tangkapan pertama aku melihat hasilnya terlihat begitu buram dan tidak fokus. Dengan heran aku mencoba membersihkan lensa kamera handphone ku lalu melakukan selfie lagi, namun tangkapan kedua pun hasilnya sama saja.
"Dasar hape kentang" kataku agak bergumam, aku kembali mencoba melakukan selfie dan akhirnya gambar yang aku inginkan pun aku dapatkan. Dengan segera aku mengirimkannya lewat WA pada Mirah dan kembali masuk kedalam truk untuk melanjutkan perjalanan, tidak lama suara handphone berbunyi tanda ada pesan WA masuk. Dengan sigap aku membuka pesan yang dikirim oleh Mirah dan tertulis "Foto apa itu pah? buram semua".
Aku pun terkejut lalu kembali membuka foto yang yang masih tersimpan di chat kami, namun aku melihat fotoku baik - baik saja dan tidak buram. "Aaah Mirah mengerjaiku pasti" pikirku saat itu, aku pun memberi emot ketawa lalu membalasnya dengan tulisan "Buram apa sayang? apa papah tertalu ganteng sampe mama gak bisa lihat dengan jelas foto papa?" candaku lalu mengirimkannya pada Mirah, tidak lama Mirah pun membalasnya dengan sebuah tangkapan layar handphone nya dimana isi percakapan kami di aplikasi WA tergambar jelas disana.
Semua tergambar jelas kecuali bagian foto yang aku kirimkan, foto itu benar - benar terlihat buram dan pada bagian wajahku menampakkan bercak - bercak kemerahan. Terkejut aku menatap layar handphone ku lalu dengan segera aku kembali mengecek foto yang aku kirim pada Mirah, benar saja... aku mendapati fotoku persis sama dengan yang dilihat oleh Mirah.
Semua buram dan bercak - bercak merah tergambar jelas dibagian wajah, mendadak bulu kuduk ku pun berdiri dan tiba - tiba suara yang entah datang darimana kembali aku dengarkan "Pulang Tak Diantar..." karena terkejut aku sampai tidak sengaja membuang handphone ku sampai ke dashboard mobil lalu segera menoleh kebelakang dimana tidak akan ada orang dibelakang, aku segera mencari sumber suara itu namun tetap aja tidak ada seorang pun yang membisikiku dengan kata - kata seperti itu.
"Siapa sih?!" bentakku sambil menoleh kekanan dan kekiri, tidak lama terdengar suara langkah kaki yang aku dengar didalam box. Aku sangat yakin itu adalah suara langkah kaki, sepertinya orang ini sangat berat sampai langkahnya membuat mobil sedikit bergoyang.
"Bajing loncat?" pikirku, dengan segera aku turun dari truk membawa besi yang biasa aku gunakan untuk membuka baut ban truk. Perlahan aku berjalan menuju pintu box, disana aku melihat semua gembok masih terpasang rapih. "Loh? aneh" kataku dengan gumaman, tidak percaya dengan mataku sendiri saat itu aku langsung menarik - narik gembok yang terkunci rapat.
"Gak mungkin ada orang" ucapku mencoba meyakinkan diriku sendiri, aku kembali berjalan untuk masuk kebagian kemudi truk namun tiba - tiba terdengar bunyi "BRAAAK!!!" seseorang dari dalam box seakan memukul keras box itu tepat disisiku saat berjalan menyisiri sisi box untuk kembali ketempat kemudi truk. Suara itu bahkan juga mengagetkan pengendara sepeda motor yang kebetulan melintas, dia menoleh menatap truk dan menghentikan laju sepeda motornya.
"Bawa apa pak?" tanya pengendara sepeda motor itu menatapku dengan wajah yang terlihat terkejut
"Snack ringan pak, dari PT XXX" jawabku singkat, namun pengendara motor itu menatapku dengan tatapan heran seakan tidak percaya dengan apa yang aku katakan.
"Perlu bantuan?" tanyanya lagi, aku tahu dia mencurigaiku seakan aku membawa seseorang didalam box itu
Jujur saja dalam benak aku merasa beruntung bertemu pengendara yang entah siapa namanya, aku hanya mengangguk dengan penuh harap agar pengendara itu turut membantuku mengecek apa yang ada didalam box. Mungkin karena merasa dapat persetujuanku, pengendara sepeda motor itu berbalik lalu memarkirkan sepeda motornya tepat didepan truk. Kemudian kami bersama - sama berjalan menyusuri pinggiran truk untuk membuka box yang masih terkunci rapat itu, perlahan tanganku membuka gembok - gembok itu dan segera membukanya dengan keras dibantu pengendara sepeda motor.
Saat pintu terbuka aku merasakan angin dingin yang berhembus seakan menabrak tubuhku dicuaca siang yang panas saat itu, aku hanya terdiam memandangi kardus - kardus yang tertata rapih memenuhi box. "Sudah aku duga tidak akan ada apa - apa didalam sini" pikirku saat itu, namun pengendara sepeda motor masih terlihat tidak puas yang aku dapat lihat dari gelagatnya mencoba mencari celah untuk melihat lebih dalam.
"Didalam itu penuh kardus mas?" tanyanya lagi
"Iya pak, saya bongkar beberapa ya pak biar bisa sama - sama lihat kedalam" jawabku agak bergemetar, bulu kudukku saat itu sebenarnya berdiri semua. Perlahan aku naik kedalam box lalu mengambil tiga kardus agar aku dan pengendara motor ini dapat melihat isi dibalik kerdus paling luar, yah memang hanya ada kardus - kardus lainnya dan tidak ada kehidupan sama sekali didalam sana.
*** EPISODE INI MENGGUNAKAN SUDUT PANDANG ORANG PERTAMA SEBAGAI DIMAS BAHRI***
Setelah pengendara sepeda motor yakin bahwa cuma ada kardus - kardus didalam box truk yang aku bawa, dia hanya menganggukkan kepalanya seperti sudah mempercayai apa yang aku katakan. Dengan apa yang dia dan aku dengar saat itu dari dalam box, ya tentu saja siapapun tidak akan percaya begitu saja. Aku pun sebenarnya sempat ragu dengan perkataanku sendiri tentang tidak ada seorang pun didalam box saat mendengar suara - suara, namun dengan mata kepala sendiri dan ada saksi sehingga hatiku merasa puas terhadap rasa penasaranku.
"Hati - hati pak dijalan" ucap pengendara motor itu padaku dan hendak meninggalkanku setelah aku menutup dan mengunci pintu box
"Iya pak, terima kasih" timpalku dan kami pun berpisah setelahnya
Tanpa banyak berpikir lagi aku segera kembali ketempat pengemudi dan segera melajukan truk menuju tempat yang telah ditetapkan, dua jam berlalu dan aku pun sampai di gudang penyimpanan. Sekitar empat orang sudah menunggu untuk membongkar muatan yang aku bawa saat itu, dengan sigap aku kembali membuka pintu box itu. Setelah terbuka, empat orang yang bertugas membongkar isi muatan segera bekerja dengan cekatan, aku terdiam memandangi dalam box dan sedikit melamun.
"Hei Dim! ngelamun nanti kesurupan loh!" teriak temanku bernama Jamal yang menjadi kepala gudang saat itu menyapaku, aku terkejut karena teriakannya yang sangat lantang itu.
"Duuh!! ngagetin aja!" bentakku sedikit marah, aku yang saat itu merasa merinding sedikit emosi mendapatkan sapaan yang begitu mengagetkanku
"Duduk sana loh, ngapain kamu tungguin. Segera istirahat, kan nanti perjalanan lagi" ucapnya lagi memberi saran padaku, namun tatapan mataku kembali menatap dalam box.
"Aku tadi mendengar ada sesuatu didalam sana, aku cuma penasaran aja mau liat keadaannya pas lagi kosong" timpalku dengan penasaran, Jamal terlihat ikut nimbrung menungu box sampai kosong. Namun setelah semua kardus - kardus itu keluar, tidak ada apapun didalam box itu.
"Ngada - ngada kamu dim, mana ada yang hidup ditumpukan kardus itu" celetuk Jamal dengan menertawaiku, aku tetap tidak percaya lalu aku masuk kedalam box itu dan menghidupkan senter di handphoneku. Aku sisiri sisi kanan dalam dari box dimana aku sempat mendengar sesuatu menabrak atau lebih tepatnya memukul box itu dengan sangat keras, namun memang tidak ada apa - apa disana.
Setelah puas dengan rasa penasaran, aku keluar dari dalam box dan segera mendekati Jamal. "Bunyi apa tadi siang itu" dalam benakku aku berfikir seperti itu, pikiranku pun meracau sampai aku terlihat melamun bagi Jamal yang menatapku begitu khawatir. Tepukan tangannya tepat didepan wajahku membuat aku terkejut dan tersadar dari lamunan, aku pun menatap Jamal namun masih terdiam.
"Kamu kenapa Dim? sakit?" tanya Jamal padaku, aku mengusap - usap wajah dengan kedua tanganku lalu menghela nafas setelahnya.
"Aku tertimpa kejadian aneh Mal selama perjalanan kesini" jawabku
"Kamu ketakutan? sini cerita Dim, sapa tau aku bisa bantu" timpal Jamal saat itu lalu mengajakku untuk ngopi diwarung kopi dekat gudang.
Disana aku menceritakan semua yang aku alami selama perjalanan kepada Jamal, dengan foto yang sempat aku kirim kepada istriku sebagai bukti bahwa aku tidak sedang berbohong. Saat itu tidak hanya Jamal yang mendengarkan aku bercerita, namun beberapa pegawai gudang akhirnya ikut nimbrung mendengarkan ceritaku. Sesekali mereka bercerita tentang pengalaman pribadi mereka yang mirip - mirip dengan kisahku, sehingga disana aku mendengar begitu banyak cerita horor.
"Kok aku jadi dengerin cerita horor kalian? aku jadi tambah ketakutan ini!" bentakku pada teman - teman sepekerjaan denganku, mereka pun tertawa dan dengan segera membubarkan diri sampai hanya tersisa aku dan Jamal.
"Kamu pokoknya sering - sering berdoa aja Dim, minta perlindungan sama Yang Maha Kuasa" saran Jamal kepadaku, saat itu aku hanya mengangguk lalu menghabiskan sisa kopi didalam gelas.
"Aku balik dulu deh, udah sore ini" ucapku setelah menghabiskan segelas kopi yang tersisa, aku dan Jamal bersalaman lalu kami berpisah diwarung kopi itu.
Dengan segera aku melangkahkan kaki menuju gudang dan masuk kedalam truk untuk kembali pulang secepat mungkin, aku segera menghidupkan mesin truk dan melajukannya untuk pulang. Dipagar saat itu aku menyapa teman - temanku namun saat itu mereka semua tampak heran melihatku, walau aku tidak mengerti kenapa namun aku cuek aja agar tidak menghabiskan waktu lagi.
Aku pulang sore hari mungkin sekitar jam empat atau setengah lima, aku akui saat itu aku seringkali melamun hingga tidak sadar aku mengarahkan truk ini kemana. Namun saat tersadar aku tiba - tiba lihat sebuah rumah tua disebelah kanan jalan dimana aku pernah bermain jelangkung bersama Ardi, Beny, Rakasyah, dan Samir dimasa kecil kami, aku pun terperanjat saat melihat rumah itu "Loh?! kok aku malah menjauhi arah pulang!" agak berteriak aku mengatakan itu.
Dengan segera aku meminggirkan truk untuk memutar balik, begitu truk terputar dan kembali mendekati rumah tua itu tiba - tiba setir ku terasa berat untuk dikemudikan. Seakan setir itu menarik ke kiri sendiri mendekati rumah tua itu, dengan panik aku terus berusaha melawan agar tetap berada dijalur dan tidak masuk kedalam tanah. Tidak ingin mengalami kecelakaan aku menginjak rem dengan kuat dan memberhentikan truk tepat ditengah jalan, saat truk berhenti aku menarik nafas dalam - dalam dan mencoba membuat diriku tenang.
"Ada apa hari ini?" tanyaku untuk diriku sendiri, aku begitu ketakutan dan bulu kudukku pun berdiri. ditambah ketika aku melihat sebelah kiriku saat itu, aku melihat pintu pagar kayu yang telah rusak dan seakan mengizinkanku untuk masuk kedalam rumah tua itu.
"Pak!" suara seseorang begitu mengagetkanku dari balik jendela kaca sebelah kanan
"Waa!!" teriakku karena kaget, seorang pria setengah baya dikananku yang sedang mengendarai sepeda motor pun ikut terkejut dan berteriak keras.
"Apa pak? kaget aku!" ucap pria itu dengan sedikit membentakku
"Maaf pak maaf..." aku pun merasa bersalah saat itu
"Itu ban mu bocor sebelah kiri makanya oleng" dengan memberi gestur tangan pria itu mencoba memberitahu aku apa masalahnya, aku pun terdiam tertegun memandangi wajah pria itu untuk sejenak.
"Tadi pas kamu putar balik disana, aku udah liat ada yang aneh sama truk mu. aku pikir kamu bakal berhenti, malah digas makin kenceng, oleng kan jadinya. Bahaya pak, banyak pengendara lain disini!" bentaknya lagi karena mungkin dia kesal padaku yang cuma bengong saja mendapat peringatan seperti itu
"Ooh iya pak maaf, tadi aku kepikiran aneh - aneh" jawabku mencoba agar tidak menjadi panjang masalahnya
"Nyetir itu harus fokus pak, aah kamu ini" ucap pria itu lalu meninggalkanku begitu saja, sempat terdiam beberapa saat aku kembali mencoba mengemudikan truk untuk parkir dibahu jalan.
Dengan segera aku pun turun dari dalam truk lalu melihat kondisi ban kiri depan yang memang dalam kondisi kempes, aku menendang ban itu karena kesal. "Aku pikir aku diganggu makhluk halus!" bentakku dengan penuh emosi, aku berjalan dan bersandar didepan truk mencoba menenangkan diri. "Duh udah gelap lagi" ucapku dengan penyesalan, aku pun segera kembali ke kursi pengemudi untuk mengambil besi, dongkrak, dan kunci pass roda.
Aku kembali berjalan mendekati ban kiri dan meletakkan semuanya dekat ban kiri lalu segera kembali berjalan menuju belakang truk untuk mengambil ban serep dibawah box. Agak lama aku membuka kunci ban serep dibelakang dan tidak terasa ada seorang wanita cantik dibelakangku dengan baju terusan berwarna merah, karena terkejut aku pun langsung membalikkan badan dan menatap wanita itu dengan wajah ketakutan.
"Waa!!" teriakku bebarengan dengan berbaliknya badanku menatap wanita cantik itu
"Ngapain bang?" tanya wanita itu terdengar ramah
"Duh neng, bikin kaget aja" jawabku dengan nafas yang terengah - engah, degup jantungku masih berdetak sangat keras.
"Maaf ya bang, abang terlalu serius sampai gak sadar neng datang" dengan sedikit suara tawa wanita itu mengatakannya, aku pun melihat kanan kiri mencoba mencari tahu dengan siapa wanita ini berada dipinggir jalan. Namun tidak ada seorang pun disekitar kami, jalanan juga terlihat lenggang dan sepi.
"Ngapain disini neng? gak takut apa dijalan sepi gelap begini?" tanyaku penasaran, wanita itu pun tertawa mungkin karena merasakan ketakutanku.
"Engga lah bang, ngapain takut. Rumah neng juga deket - deket sini, neng diajakin ke pesta sama warga sini" jawab wanita ini dengan sedikit suara tawa yang terdengar, aroma wangi terasa begitu menyengat dari tubuh wanita ini.
"Oh gitu, apa perlu abang anterin?" tanyaku menawarinya tumpangan namun tiba - tiba wanita itu tertawa melengking
"Hi..hi..hi..hi..." suaranya begitu membuatku merinding
"Orang yang mengajakku pesta tidak mengantar neng bang" ucapnya dengan suara berat yang terdengar
Tiba - tiba wajah wanita cantik dengan kulit putih merona yang aku lihat tadi mendadak berubah menjadi putih pucat dengan darah yang bercucuran hampir disemua wajahnya dan tersisa hanya pupil yang memutih dengan senyum yang begitu menyeramkan untuk dilihat, tidak berhenti sampai disitu aku juga mendengar suara anjing yang tiba - tiba melolong begitu keras. Bau amis darah pun begitu menyengat dihidungku, semua itu membuat kakiku terasa lemas tak bertenaga dan tubuhku terasa dingin.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!