Pengenalan tokoh
Altha Yong usia 28 tahun.
Seorang putra mahkota dan pimpinan pasukan perang terbesar. Jago silat, pandai memainkan segala senjata, mampu mengendalikan binatang buas. Memiliki sifat yang keras, kejam pada para pemberontak, tegas, licik, cerdik, lembut pada orang yang disayang, sangat menyayangi almarhum ibunya, dan selalu menghormati keputusan ayahnya.
Kurnia Isabela usia 30 tahun, dipanggil Riri sama semua temannya.
Seorang tenaga medis di bidang kebidanan. Pandai dalam ilmu kedokteran dan juga selalu mampu mengatasi segala kesulitan dan merupakan orang yang memiliki banyak akal, bersifat terbuka dan realistis, baik, ramah, pintar, berani, suka menolong orang dan selalu tak tega melihat orang lain susah.
Yourina Chan usia 19 tahun.
Anak dari istri kedua keluarga Chan. Memiliki sifat sombong untuk pertahanan dirinya yang hidup tanpa ibu sejak kecil, lemah, tak memiliki kemampuan apa pun, selalu dimanfaatkan oleh keluarganya dan dikirim sebagai mata - mata negara. Meninggal karena dihukum cambuk.
Yaris usia 25 tahun.
Merupakan pasukan bayangan, miliki kemahiran dalam ilmu silat dan juga pemain pedang terbaik, memiliki sifat baik, setia dan jujur. Selalu berusaha untuk melindungi Riri yang merasuki tubuh Yourina yang dianggap sebagai majikan dan penyelamatnya.
Jiyang usia 28 tahun.
Prajurit terbaik di pasukan utama Altha, memiliki sifat setia, baik, ceria, pandai dalam ilmu silat. Menjadi pengawal dan selalu mengikuti Riri yang merasuki tubuh Yourina karena menganggapnya sebagai majikan terbaik bagi dirinya.
Masuk dalam cerita.
"Ugh, sakit sekali. Tubuhku rasanya sangat berat dan sakit disekujur tubuh apa aku salah tidur?" gumam Riri yang perlahan tersadar dari tidurnya.
"Putri, anda sudah bangun?" tanya seseorang dan itu membuat Riri kaget, dan langsung bangun serta duduk dengan tegap.
"Aku dimana ini?"
Riri mengerjab berkali - kali dan melihat sekeliling adalah benda - benda asing yang sepertinya pernah dilihat atau disebutkan dan Riri kenali karena telah mengingat apa yang Riri baca sebelum tidur semalam.
Kebiasaan Riri yang selalu tidur dengan membayangkan dirinya sebagai pemeran utama dalam sebuah novel membuat dia benar - benar tersadar didalam dunia novel yang dibacanya semalam.
Riri seolah menyadari sesuatu, dia bangun dan mencari sesuatu yang bisa dia gunakan untuk bercermin. Hingga Riri menemukan air dalam baskom, Riri menatap pantulan wajahnya dan berusaha untuk menetralkan rasa terkejudnya karena dia masuk dalam novel yang dia baca dan lebih lagi menempati tubuh Putri Yourina yang akan meninggal ditangan tunangannya sendiri.
"Aaaarrgh.!" Riri berteriak keras dan mencobak memukul dirinya sendiri ingin memastikan kalau itu semua hanyalah sebuah mimpi karena semalam dirinya sedang membayangkan kalau dia menjadi pemeran utama wanita dan akan menghindari kematian.
"Apakah kamu dengar, katanya putri Youri adalah mata - mata yang dikirim kesini untuk memata - matai pangeran. Dan dia ditunangkan dengan pangeran memang disengaja agar pekerjaannya lebih muda." ucap pelayan yang sedang berlalu di taman bunga
"Eh, apakah itu benar? Tapi kamu kata siapa? Karena aku tak mendengar kabar itu." tanya pelayan lainnya.
"Aku dengar tadi waktu melintasi ruangan pangeran, aku dengar putri Yurna datang dan menemui pangeran.
"Hem benarkah, aku tak menyangka. Tapi bukankah mereka adalah adik kakak ya." ucap pelayan itu lagi.
"Iya, tapi mereka tak ada hubungan darah karena putri Yurna adalah anak dari istri muda tuan Choi, nyonya Sinya." jelas pelayan satunya pada temannya.
"Aku juga dengar katanya setelah tersadar dari koma setelah mendapatkan hukuman cambuk putri Yourina jadi suka bicara sendiri didalam kamarnya dan suka mengacak - acak rambutnya sendiri. Mungkin saja dia jadi gila karena telah mendapatkan hukuman waktu itu."
Para pelayan itu tertawa dan menuumpai agar putri Yourina segera diusir dari kediaman pangeran dan tidak lagi membuat onar, dan menyombongkan diri.
"Jadi mereka mencurigai aku sebagai mata - mata itu datang dari Yurna. Untung saja aku datang kemari jadi aku bisa mendengar ucapan mereka tadi." gumam Riri tersenyum dan bangkit mencari seseorang untuk diajak berkumpul bersama, jadi saat dia dicurigai akan ada saksi kalau dirinya bersama dengan mereka.
Riri berjalan menuju ke ruang memasak melalui jalur belakang yang menghubungkan taman dan dapur, di sana Riri membantu mereka untuk memasak makanan yang mau mereka makan bersama, karena masakan untuk pangeran sudah diantarkan masuk.
"Putri tolong jangan lakukan ini, biarkan kami saja yang memasak untuk putri." tolak seorang pelayan pada Riri.
"Dengarkan aku, kalian akan menikmati hidangan yang istimewah buatan ku yang tak akan pernah kalian nikmati selama ini." bujuk Riri dan mereka pun mengijinkan Riri memasak Cap Jay karena di sana ada banyak sayuran dan juga bumbu rempah - rempah.
"Dimana putri." ucap Altha yang tak menemukan Riri didalam kamarnya, bahkan seharian ini Altha merasa kalau Yourina berusaha keras untuk menghindarinya.
"Maaf pangeran hamba tak tau kemana putri pergi." jawab pengawal yang melintas didepan kamar Yourina.
"Cari putri dan temukan dia sekarang juga." perintah Altha pada pengawal itu.
"Wah Putri ini benar - benar enak sekali." ucap para pelayan yang ikut menikmati hasil masakan Riri.
"Putri akhirnya kami menemukan anda, tolong ikut dengan kami karena pangeran memanggil anda." ucap 2 pengawal yang dari tadi mencari Riri atas perintah Altha.
"Apa aku tak bisa menghindari cerita asli? Padahal aku sudah berusaha keras untuk menghindarinya dari pagi dengan membuat banyak alasan dan juga cerita. Jika aku dipanggil dan menghadap Altha sekarang itu artinya setelah ini aku akan dijatuhi hukuman mati sebagai mata - mata." gumam Riri dalam hati berjalan mengikuti para pengawal menuju ke ruangan Altha.
"Pangeran, putri telah tiba." ucap pengawal itu melaporkan
"Deg." Riri takut dan berdebar, tubuhnya sedikit bergetar karena dia takut kalau nanti akan salah bicara dan akan dijatuhi hukuman.
"Darimana kau tak ada dikamar." tanya Altha pada Riri dengan nada dingin dan suara yang ngebas serta tegas.
"Ah, iya maafkan aku tuan, eh bukan, yang mulia. tadi aku bukan, tadi hamba sedang menghindar. Maksud hamba sedang masak." ucap Riri yang bingung harus berkata dan memanggil apa pada Altha yang kejam itu.
Altha tertawa melihat Riri yang tergagap dan bingung. Altha menatap Riri yang ada didalam tubuh Yourina dengan tajam seolah sedang memikirkan sesuatu.
Tubuh Riri semakin bergetar hebat, "Apakah ini reaksi dari tubuh Yourina yang telah mendapatkan hukuman cambuk saat aku memasuki tubuhnya, sebenarnya apa yang terjadi? Aku harus berfikir dengan jernih untuk menghindari ini." suara hati Riri sambil berlutut dan menggenggam erat bajunya.
"Kau dari tadi menghindariku, bahkan sekarang juga menghindari tatapanku." ucap Altha dan itu membuat Riri kaget karena ucapan Altha tepat pada sasaran.
"Tidak, tidak tuan ku bukan, pangeran ku. aku,,, hamba hanya tak mau terlibat adalah masalah saja." jawab Riri lalu menatap Altha.
"Aku ingin tau apa yang diperintahkan oleh ayah mu kepada mu sampai mengirimkan mu sebagai tunangan ku, apakah kau dikirim sebagai mata - mata untuk mengawasi setiap gerak gerik ku? Ingatlah hukuman yang kemaren itu bukan apa - apa, jika aku sampai tau bahwa kau memang seorang mata - mata ku pastikan nyawamu lenyap digenggaman ku. Dan aku tak peduli walau pun statusmu adalah tunangan ku." ucap Altha dan secara tidak langsung reaksi dari pemilik tubuh itu sangat besar, karena bukan hanya bergetar bahkan ada rasa nyeri dibagian dadanya.
"Ba-baik." jawab Riri dengan nada bergetar.
"Baik, kembalilah, dan ingat aku mengawasi mu." perintah Altha dan Riri langsung lari melesat hilang dari hadapan Altha
"Apa orang seperti itu bisa menjadi mata - mata? Aku akan terus mengujinya. Tapi rasanya aneh karena dia memang selalu berusaha untuk menghindariku." gumam Altha menatap kepergian Riri.
"Huff," Riri bernafas lega setelah keluar dari ruangan Altha. "Untung tak terjadi apa pun, mulai sekarang aku harus menghindari semuanya agar aku tak bernasib yang sama dengan pemilik tubuh ini. Ceritanya sudah berbeda, apa masa depannya juga akan berbeda? Karena hari ini aku selamat dan tak mendapatkan hukuman." gumam Riri berjalan dengan cepat untuk segerah masuk kedalam kamarnya.
"Eh, ini benar - benar kamar ku?" sepertinya reaksi dari pemilik tubuh ini masih memiliki kesadaran akan tempat ini" gumam Riri dan merebahkan tubuhnya.
"Apa yang harus aku lakukan besok? Aku harus cari cara untuk bisa kembali ke tubuh asliku, dan jika tak bisa maka akunharus cari cara lagi untuk menghindari masalah dengan si Altha itu." gumam Riri yang sedang tertidur dan menatap langit - langit kamarnya.
"Tunggu dulu, tapi siang para pelayan itu bilang kalau Yourina mendapatkan hukuman cambuk. Sebenarnya apa yang terjadi sampa dia dihukum cambuk dan tak ada yang tau kalau dia mati dan aku menpati tubuhnya saat ini?" Riri berfikir keras karena dia tak membaca bagian Yourina yang dihukum cambuk.
Keesokan paginya Riri pergi lagi kedapur untuk masak lagi dan berkumpul dengan mereka para juru masak. "Apa akunharus membuatkan masakan untuk Altha agar dia senang? Tapi kalau nanti aku dianggap mau meracuninya bagaimana?" gumam Riri dalam hati.
Setiap hari Riri selalu menunduk serta menunjukkan penghormatan diri pada Altha dan berusaha untuk tidak membuat masalah dengan Altha. Bahkan setiap saat Riri tak berani mengatakan atau menyebut bahwa dirinya adalah ruangan Altha dan menyombongkan diri dihadapan para pelayan.
"Putri tak bisakah berjalan dengan melihat kalau di sini ada orang?!" bentak seorang pelayan yang tak suka pada Riri.
"Sial kenapa aku bisa berhadapan dengan orang ini sih, menghindar aja jangan buat masalah." gumam Riri dalam hati.
"Maaf aku tak sengaja." ucap Riri dan pergi meninggalkan pelayan itu.
"Eh, kenapa dia meminta maaf dan tak marah seperti biasanya ya? Biasanya dia selalu membanggakan diri dan menyebut - nyebut dirinya adalah tunangan pangeran." ucap pelayan itu melihat Riri berlalu pergi.
Didalam ruangannya orang yang disuruh Altha untuk mengawasi gerak gerik Riri atau lebih tepatnya putri Yourina melaporkan kalau belakangan ini sikap dan tingkah laku dari putri Yourina berubah dan berbeda jauh dari yang dulu, serta tak ada pergerakan yang mencurigakan dari gerak geriknya.
Setiap hari Riri selalu membuat alasan untuk menghindari bertemu dengan Altha, terlebih lagi Riri selalu saja menyibukkan dirinya dibagian belakang istana dengan para pelayan untuk memasak dan belajar membuat api unggun.
"Putri apa ada yang kau sembunyikan dari ku?" tanya Altha dengan dingin saat dia tak sengaja bertemu dengan Altha di taman teratai saat Riri melakukan sesuatu dengan melihat biji bunga teratai.
"Gawat, aku harus pura - pura tetap jadi Yourina yang lemah dan juga sombong. Tapi bagaimana caranya menjadi sombong ya?" gumam Riri dalam hati.
"Memangnya kenapa?! Itu adalah hak ku. Huh.!" Riri berjalan melewati Altha begitu saja.
"Apa seperti itu sudah benar ya sombongnya?" gumam Riri dalam hatinya dengan berjalan cepat.
"Kenapa dia jadi aneh begitu? Dia terlihat biasa saja, tapi dia selalu saja punya cara dan alasan untuk menghindari ku. Lebih - lebih kenapa dia jadi keras dan juga aneh bicaranya." gumam Altha melihat Riri pergi dengan cepat.
"Apa yang dia lakukan dengan bunga teratai ini tadi? Apa dia menyembunyikan pesan tersembunyi atau dia sedang memberi tanda pada yang lainnya." Altha melihat teratai yang tadi disentuh dan dibolak balik oleh Riri.
Siang itu Riri tidur didalam kamarnya dengan tenang karena dia merasa bosan dan juga bingung bagaimana caranya dia bisa kembali lagi ke dunia asalnya. Riri berusaha dengan sangat keras mengingat semua kejadian sebelum dia masuk ke dalam dunia novel ini.
"Aku harus menemukannya, dan aku harus cepat kembali ke dunia asal ku. Bagaimana keadaan diriku di sana, apakah aku meninggal atau aku hanya pingsan saja." gumam Riri mengobrak abrik isi kamar Yourina yang membuat dia terbangun di tempat ini.
"Bagaimana dengan orang - orang dan semua teman dekat ku, mereka pasti mencemaskan aku yang sudah lama tak kembali bekerja lagi." Riri masih sibuk membongkar ini dan itu.
"Apa,,, benda apa yang harus aku cari agar aku bisa kembali. Aaaaargh.!" Riri berteriak frustasi.
Brak
"Kakak,,, kakakku kau? Apa yang kau lakukan?! Apa kau benar - benar seorang mata - mata,,, dan sekarang kau sedang mencari benda yang bisa kau gunakan untuk memberikan kutukan pada yang mulia pangeran Altha?!" teriak seorang wanita yang tiba - tiba saja masuk kedalam kamar Riri disaat Riri sedang mengacak - acak isi kamarnya untuk mencari benda yang bisa membuatnya kembali lagi ke dunia dan ke kehidupan aslinya.
"Ini tidak bisa dibiarkan." wanita itu keluar dari kamar Riri, "Yang mulia pangeran,,, yang mulia pangeran,,, ini gawat, ini sangat gawat." teriak wanita itu sambil berlari.
"Tunggu, apa dia adalah Yurna? Barusan dia berteriak apa?" Riri merasa bingung dan dia masih bengong sambil duduk dilantai.
"Ah, jangan - jangan ini adalah kejadian itu. Jadi alur ceritanya tidak berubah dan masih tetap sama dengan cerita aslinya hanya saja tertunda oleh waktu. Bagaimana ini, sebentar lagi pasukan Altha akan datang dan membawah aku menghadap Altha untuk menjatuhi aku hukuman mati." gumam Riri dan dia langsung berdiri.
"Putri tolong ikut dengan kami, yang mulia pangeran ingin bertemu dan putri harus menghadap di aula persidangan." ucap seseorang yang terlihat seperti orang penting dan beberapa pengawal.
"Gawat, ini benar - benar sesuai dengan cerita awalnya. Aku harus mencari cara agar hukumannya jangan mati, setidaknya aku harus tetap hidup karena aku gak mau mati konyol di sini tanpa tau apa - apa. Aku harus kembali ke dunia asal ku." gumam Riri berjalan mengikuti para pengawal itu.
"Putri Yourina hadir dalam persidangan." teriak seorang pengawal lain yang berdiri diambang pintu.
"Deg." jantung Riri berdebar hebat melihat tatapan Altha yang dingin dan juga tajam dari atas singgasananya.
"Berlutut.!" perintah Altha dan Riri langsung berlutut tanpa melawan.
"Apa yang dikatakan oleh putri Yurna itu benar? Kau memiliki tanda kutukan di tubuhmu, dan kau datang kesini sebagai mata - mata untuk mengutuk ku dan merebut tahta yang saat ini aku tempati." suara dingin yang seolah bisa menusuk hingga tembus ke tulang membuat Riri semakin bergetar, otaknya masih berputar untuk mencari cara lepas dari situasi itu.
"Putri Youri.!" teriak Altha dengan suara melengking.
"Kau sangat kejam, kau egois, dasar pria tak berprikemanusiaan, tak punya perasaan dan belas kasih, tak punya kasih sayang, brondong tak tau diri.!" teriak Riri spontan dan itu membuat semua orang yang ada didalam ruang sidang kaget, termasuk Altha sendiri karena tak mengerti bahasa apa yang baru saja diucapkan oleh Riri.
"Eh, apa yang barusan aku katakan? Dia pasti akan langsung memberiku hukuman di sini." gumam Riri dalam hati setelah sadar dengan ucapan makiannya tadi.
"Yang mulia pangeran, anda jangan percaya dengan apa yang barusaja dikatakan. Dia hanya ingin berusaha mengambil hati yang mulia pangeran jasa." ucap Yurna dengan nada kesal.
"Sebaiknya dia langsung diberikan hukuman saja sekarang agar tak ada yang berani mencobak mengusik keluarga kerajaan lagi." sambung Yurna memprovokasi.
"Eh, apa barusan yang dia katakan. Mengambil hati, aku, pada brondong tengik itu? Hahaha." gumam Riri dalam hati tertawa.
"Tidak bisa begitu, sebagai seorang pangeran tak boleh mengambil tindakan sembarangan tanpa adanya bukti yang jelas dan juga penyelidikan yang benar." ucap Riri lantang tanpa ada rasa takut lagi.
"Dengarkan aku, aku mau menerima apa pun hukumannya jika memang aku terbukti bersalah bukan hanya karena laporan dari seseorang saja. Dan lagi di kerajaan ini masih ada hukum raja yang lebih tinggi." sambung Riri lagi, dan semua orang pun berkasak kusuk menganggap apa yang barusaja dikatakan oleh Youri ada benarnya juga.
"Asing-kan dulu putri dan lakukan penyelidikan." perintah Altha dan Riri pun dibawah ketahanan bawah tanah.
"Selamat, aku berhasil mengulur sedikit waktu. Sekarang aku harus berfikir lagi untuk lepas dari jeruji besi ini." gumam Riri yang duduk dengan tenang didalam tahanan.
Selama 3 hari Riri dikurung Altha selalu berfikir dan mencari cara bagaimana caranya dia menyingkirkan Riri tanpa harus mengotori tangannya sendiri. Karena dia tak pernah menyukai Riri yang sebenarnya adalah Yourina yang telah dirasuki oleh Riri.
"Aku sangat membenci pertunangan ini, terlebih lagi dengan wanita yang tak berguna dan hanya bisa menyombongkan diri itu." gumam Altha yang duduk didepan meja kerjanya.
"Aku harus menyingkirkan dia jauh dari hidupku dan membuangnya hingga tak ada orang yang tau serta curiga kalau aku yang melakukannya." Altha sudah sangat marah dan juga kesal, dia ingin sekali segerah melenyapkan Yourina dari hidupnya.
"Pangeran, bagaimana kalau kita kirim saja putri ke perbatasan dan kita laporkan sebagai bela negara untuk putri yang mengabdikan diri sebagai tunangan pangeran calon putra mahkota." ucap pengawal yang ada disamping Altha dan orang kepercayaan Altha memberikan saran.
"Medan perang ya?" Altha berfikir dan bibirnya sedikit melengkung memunculkan senyum dan juga ide gila serta kejam darinya.
"Baik, kerahkan semua orang dan kirim putri sekarang juga ke Medan perang. Yang lebih tepatnya pada lembah terasing, asing-kan dia di sana dan biarkan dia putus asah hingga mengakhiri hidupnya sendiri di sana." perintah Altha pada anak buahnya.
Malam itu juga mereka membawah Riri atau putri Yourina ke perbatasan yang sedang terjadi perang, dan membawah Riri ke suatu tempat yang sangat sepi juga memiliki aroma busuk serta bau darah yang sangat menyengat.
Riri tak sadar saat dibawah dalam kereta kuda karena matanya ditutup dan tangannya diikat, entah sudah berapa lama Riri dibiarkan tanpa makan dan juga minum selama perjalanan, hingga sampai pada tempat tujuan juga dalam keadaan malam hari.
"Putri maaf hamba hanya menjalankan tugas yang diperintahkan oleh yang mulia pangeran saja. Ini ada roti dan juga air untuk putri Youri." ucap pengawal itu pada Riri dan melepaskan ikatan tangan serta penutup mata Riri.
"I-ini tempat apa?" tubuh Riri merasa merinding.
"Ini adalah hukuman putri dari yang mulia pangeran, jadi Putri jalani saja hukumannya di sini dengan tenang." ucap pengawal itu lalu pergi meninggalkan Riri.
Malam semakin larut suara - suara rintihan mulai terdengar semakin jelas sangat memilukan dan juga menyayat hati, Riri tak berani bergerak dari tempatnya. Riri meringkuk memegangi kedua lututnya menahan rasa takut dalam kegelapan.
Malam semakin larut suara - suara rintihan mulai terdengar semakin jelas sangat memilukan dan juga menyayat hati, Riri tak berani bergerak dari tempatnya. Riri meringkuk memegangi kedua lututnya menahan rasa takut dalam kegelapan.
"Tunggu, sebenarnya ini tempat apa? Kenapa di sini gelap sekali seperti kuburan, apa mereka mau menjadikan aku sebagi tumbal. Ini tempat persembahan ya. Di sini tercium bau darah dan juga bau busuk." Riri terus saja bergumam dengan tubuh yang bergetar hebat karena takut.
"Uuuhg."
"Aduuu, sakit."
"Ibu, sakit sekali."
"Issttt."
"Mereka semua kenapa ya, apa mereka dipotong bagian tubuhnya lalu dibiarkan begitu saja? Apa mereka ditancapkan disebuah besi?" Riri terus saja berimajinasi dan menutup kedua telinganya karena merasa kasian juga merinding dengan semua keluhan dari orang - orang itu.
"Aku lapar dan juga haus. Tidak, jangan - jangan ini diberi racun oleh mereka." Riri menahan rasa haus dan juga laparnya dan tak berani bergerak dari tempatnya hingga tak sadarkan diri.
"Ugh, sakit sekali. Loh sejak kapan aku tidur ya." Riri kembali duduk pada posisinya semula dan memegangi perutnya yang terasa sakit.
"Uuuhg."
"Aduuu, sakit."
"Ibu, sakit sekali."
"Iissttt, tolong berikan kematian padaku."
"Ini sakit sekali."
"Hiks, hiks."
Suara - suara keluhan rintihan dan juga tangisan mereka semakin terdengar menyayat hati bagi Riri, dan ada sedikit terenyuh hati Riri untuk bisa meringankan beban mereka. Dengan pelan Riri berjalan membuka tenda dan mengintip keluar melihat keadaan dan suasana diluar, karena waktu datang dikirim kemaren dalam keadaan malam hari dan tak bisa melihat apa pun.
Riri tercengang saat dia melihat suasana di luar tendanya sangat memilukan, dia berdiri mematung menyaksikan begitu banyaknya orang yang terluka dan tergeletak begitu saja. Dengan langkah kecil dan juga pelan Riri melangkah dan berjalan mendekati mereka yang terluka.
"Apa ini semua?" gumam Riri yang terlihat bingung menoleh kekanan dan kekiri melihat orang - orang yang terluka juga beberapa orang yang berjalan dengan tertatih membantu yang lain mengambilkan air.
"Sebenarnya apa yang terjadi?" Riri tanpa sadar meneteskan air mata dia menyesal tak bisa berbuat apa - apa.
"Mereka semua berusaha untuk bertahan dan berjuang ingin hidup dan sembuh." gumam Riri lagi yang berjalan semakin mendekat.
"Putri Youri, anda adalah putri Youri?" seseorang menyapa Riri dan terlihat sangat pucat.
"Si-siapa kamu?" Riri bertanya dan menatap orang itu.
"Hamba adalah Yaris." jawab pria itu yang terlihat sedang membawahkan air untuk orang lain dengan berjalan sambil memegangi perutnya.
"Mereka, boleh aku melihatnya?" tanya Riri dan Yaris mengangguk.
Riri berjalan melihat satu persatu orang yang sedang terluka dan membuka serta melihat luka mereka ada dibagian tubuh yang mana. "Kenapa mereka semua diletakkan di sini?" tanya Riri setelah tau kalau kebanyakan dari luka mereka adalah luka sayatan dan tebasan pedang.
"Karena mereka sudah tak bisa ditolong dan diselamatkan, dan tabib senior pun sudah tak sanggup untuk mengobati mereka. Luka - luka mereka tak bisa menutup walau sudah diberi taburan bubuk obat." jelas Yaris pada Riri.
"Apa? Ditaburi bubuk obat?!" Riri terkejud dan juga kesal. Karena jika luka terbuka diberikan benda asing masuk maka akan terjadi infeksi.
Riri merasakan rasa nyeri dan juga perih dalam hatinya, dia merasa miris pada semua orang - orang ini. Dalam hatinya dia tergugah untuk bisa menolong dan menyelamatkan mereka tapi tak ada peralatan yang memadai di sini seperti di dunianya.
Riri menyeka dan membersihkan luka - luka mereka satu persatu, dia berusaha dengan keras untuk menghilangkan benda - benda asing yang masuk kedalam luka itu dan membalutnya dengan kain dari bajunya yang dia robek - robek berharap kalau itu akan sedikit membantu meringankan rasa sakit mereka.
Seharian Riri berusaha membersihkan luka dari semua orang dan juga memberikan selimut mereka yang terjatuh, dengan lembut Riri merawat orang - orang itu.
"Putri, terima kasih atas bantuan anda." ucap seorang prajurit yang dibantu Riri, dan lukanya sudah terinfeksi parah.
"Aku tak bisa melakukan banyak, andai saja kalian semua ada di duniaku, aku pasti akan menyelamatkan kalian. Tapi di sini kemampuanku tak bisa ku gunakan." Riri menangis dengan menggenggam erat bajunya.
"Tak apa putri, semoga saja apa yang putri harapkan bisa terkabulkan suatu hari nanti." ucap orang itu lagi dengan senyum pucat dari bibirnya.
"Benar, kami akan selalu berdoa untuk putri." jawab mereka semua serempak.
"Hihihi,,, aku tak menyangka kalau putri yang dirumorkan sangat sombong ternyata sangat baik dan hangat bagiku." ucap prajurit itu dan dia menutup matanya untuk selamanya.
"Tidak...! Jangan tidur cepat bangun, aku bilang bangun.!!" Riri mengguncang tubuh orang itu sekuat tenaga namun orang itu sudah tak bangun lagi.
"Tidaaaaaak.!!" Riri terduduk dan menangis sejadi jadinya, semua prajurit yang melihat itu mereka juga ikut menangis.
"Putri." gumam mereka semuanya melihat Riri yang menjerit dan meratap disamping rekan mereka yang telah meninggal.
Hari pun semakin larut dan malam telah tiba, Riri duduk termenung seorang diri ditempat yang sedikit tinggi karena dia naik ke bukit yang ada disekitar tempat itu. Dan tempat itu tak lagi gelap gulita karena kemampuan Riri membuat api unggun yang dipelajari di istana pangeran dia terapkan ditempat itu malam ini.
Riri melihat jauh ke langit menatap bulan yang bersinar dengan sangat terang malam ini, Riri menghayalkan dirinya berada di dunianya dan menolong semua orang yang sedang terluka ini.
"Andai saja aku punya kantong Doraemon, aku akan mengambil semua peralatan jahit dari rumah sakit ku dan akan ku lakukan penjahitan pada luka mereka agar tak ada lagi yang lukanya terinfeksi dan meninggal." gumam Riri sambil menatap jauh ke arah bulan dilangit.
Tring
"Eh apa ini? Apa tadi yang memukul batu dan sejak kapan ada kantong ini?" Riri kaget karena tiba - tiba saja ada sebuah Katong kain kecil dan seperti ada benda keras didalamnya.
"Aaaarhg.!" teriak dari seseorang yang ada ditempat mereka yang sakit.
"Apa yang terjadi?!" Riri bangun dan menatap kebawah tempat orang - orang sakit itu.
Tanpa berfikir panjang Riri langsung lari turun dengan membawah kantong kain itu, terlihat wajah mereka semua suram dan sedih. Riri berjalan mendekati orang yang berdiri didepan tenda dengan tertunduk.
"Apa yang terjadi? Katakan apa yang terjadi?!" Riri berteriak dengan keras pada dua orang itu.
"Yaris,,, dia,,, dia sepertinya sedang,,," ucap prajurit itu terbata.
"Minggir." Riri menyingkirkan mereka, namun mereka menghadang Riri.
"Putri jangan." mereka menahan Riri karena mereka gak mau melihat Riri histeris lagi melihat kematian Yaris seperti yang terjadi tadi siang.
"Menyingkir lah atau ku patahkan kaki kalian!!" ucap Riri dengan tegas dan dua prajurit itu pun membiarkan Riri masuk kedalam tenda Yaris.
"Yaris,, Yaris katakan dimana yang sakit? Kenapa kamu tak bilang kalau kamu juga terluka. Yaris katakan." Riri mengguncang tubuh Yaris saat dia memasuki tenda Yaris dan mendapati Yaris tertidur dengan mengerang kesakitan.
Riri meraba semua bagian tubuh Yaris dan saat dibagian perut tiba - tiba Yaris menjerit keras. Dengan cepat Riri merobek baju Yaris dan menampakkan luka yang menganga lebar dibagian kiri perut Yaris.
"Apa?!" Riri terjatuh melihat luka yang begitu besar, Riri menelan salifanya merasakan betapa sakit luka itu.
"Sial. Siaaaall.!" teriak Riri memukul - mukulkan tangannya di tanah.
"Yaris,,," Riri mendekati Yaris dengan menangis dan menyentuh tubuh Yaris yang panas tinggi.
"Andaikan, andaikan saja aku punya semua peralatan untuk melakukan operasi kecil dan juga cairan infus sama obat - obatan medis, aku akan bisa menolong mu, Yaris maafkan aku" Riri tertunduk disamping Yaris yang kesakitan sambil menangis.
Tring
"Ini,,," kantong yang tadi Riri bawah dan belum sempat dilihat isinya terjatuh dan menimbulkan bunyi nyaring lagi.
Riri mengambil kantong itu dan melihat isi didalamnya, mata Riri terbelalak lebar saat dia tau kalau semua yang dia katakan tadi ada didalam kantong itu semuanya. Seolah sebuah keajaiban semua yang Riri butuhkan ada didalam kantong itu. Tanpa berpikir panjang Riri mengeluarkan semua isinya dan memulai proses perawatan serta penanganan pada Yaris, Riri berharap dia setidaknya bisa berusaha untuk menolong satu nyawa lagi agar menghilang didepan matanya lagi seperti tadi siang.
"Aaaaargh.!" jeritan Yaris saat Riri membersihkan lukanya sebelum dia melakukan penjahitan.
Semua orang yang ada diluar terdiam membisu, tak ada yang berani beranjak dari tempat meraka semua. Mereka hanya pasrah dengan apa yang akan terjadi nanti, karena mereka sudah tidak lagi dibutuhkan dan dipergunakan di medan perang.
"Tahanlah Yaris, aku akan berusaha untuk membantumu. Semoga ini berhasil." ucap Riri setelah memasang infus ditangan Yaris dan memberikan anastesi lalu melakukan penjahitan. Riri melakukan sebisanya dengan pengetahuan dan kemampuannya.
"Bagaimana dengan Yaris dan putri?" tanya seorang prajurit.
"Entahlah, apa mungkin Yaris sudah tiada dan putri jatuh pingsan." jawab rekannya yang duduk diam menatap tenda Yaris.
"Ugh. Putri." ucap Yaris saat dia membuka matanya dan demamnya juga sudah turun.
"Yaris,,, Yaris, bagaimana. Apa ada yang sakit? Katakan apakah masih ada yang kau rasa sakit?" tanya Riri dengan panik menatap Yaris dan meraba tubuh Yaris.
"Hahaha, tidak ada yang sakit. Malahan sepertinya tidak terjadi apa - apa padaku, tidak sesakit biasanya hanya ada sedikit nyeri saja." jawab Yaris tertawa karena dia tau bagaimana semalam Yourina merawat dirinya.
"Benarkah? Syukurlah, syukurlah Yaris.!" Riri teriak girang dan memeluk Yaris.
"Eh, pu-putri." wajah Yaris memerah karena mendapatkan pelukan erat dari Riri atau Yourina.
"Apa yang terjadi? Putri berteriak apa Yaris sudah meninggal?" prajurit itu bangun dan melangkah masuk kedalam tenda Yaris.
"Ji." panggil Yaris dengan tersenyum.
"Yaris,,," Ji berdiri terpaku melihat Yaris selamat dan juga tersenyum cerah.
"Hehehe,,," Riri juga tersenyum dengan sangat senang.
Prajurit itu menangis melihat apa yang dia saksikan didalam tenda Yaris. Dia menyeka air matanya dan berlari keluar tenda dengan berteriak, "Putri menyelamatkan Yaris. Yaris selamat.!" teriak Ji keluar tenda Yaris sambil berteriak girang. Mendengar itu semua orang terkejud dan merasa legah.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!