NovelToon NovelToon

Menikah Tak Semudah Bayangan

Kenangan jauh dari angan-Angan

Angga meratapi nasibnya yang kini jauh dari segala angan-angan. Dia termenung dan membayangkan 2 tahun silam ketika dia melamar sang kekasih.

2 tahun silam di sebuah permainan pasar malam. Angga dan putri terlihat sangat malu-malu hanya untuk sekedar memakan jagung bakar di tangan mereka.

"Dek?" panggil Angga kepada Putri.

"Iya, mas?" jawab Putri malu-malu.

"Apa janggugnya gak enak? Kegosongan ya jagungnya?" tanya Angga yang melihat jika Putri hanya menggerogoti jagung dikit-dikit.

"Oh, gak kok, mas. Jagungnya enak, cuma aku malu aja," jawab Putri.

"Malu kenapa putri? Kita udah hampir satu tahun pacaran, tapi kamu masih saja malu-malu sama aku. Aku pegang tangannya aja gak boleh," tutur Angga.

"Kata bapak kan gitu mas. Kalo jalan gak boleh macem-macem. Kalo niatnya mau makan, ya makan aja, ngapain harus pegang-pegang tangan," jawab Putri.

Masya Allah. Angga benar-benar merasa jika Putri adalah calon istri yang sangat Sholehah untuknya. Sungguh beruntung dirinya karena berhasil mendapatkan hati sang Putri.

Fix. Aku akan melamar putri secepatnya setelah dia lulus sekolah. batin Angga, karena Putri saat ini masih mengikuti ujian nasional.

"Ya sudah, kita pulang yuk? Kata bapak juga kan gak boleh pulang malam-malam. Jam 8 harus segera pulang," lanjutnya putri.

Padahal mereka baru pergi setelah bada isya. Sekarang baru jam 8, berarti mereka baru jalan selama waktu kurang dari 30 menit.

Angga yang tidak ingin membuat Putri marah pun langsung menuruti maunya meski sebenarnya dia masih ingin berlama-lama dengan Putri untuk menikmati permainan pasar yang jarang-jarang ada di desa mereka.

Permainan pasar malam hanya akan ada ketika ulang tahun desa. Itu pun tidak mesti setiap tahun ada.

Menggunakan motor king, Angga membawa motor dengan sangat lambat supaya bisa berlama-lama dengan Putri.

Putri pun hanya bisa diam. Dia juga berpikir jika Angga pelan membawa motor itu karena takut akan celaka.

"Putri, kalo kamu sudah lulus, boleh gak aku lamar?" tanya Angga ragu-ragu.

Putri kurang paham harus menjawab apa.

"Gak tau mas, Putri ikut bapak aja. Kalo boleh insya Allah Putri mau," jawab Putri malu-malu.

Angga pun langsung tersenyum samar-samar.

"Dek, mamas ini beneran cinta loh, dek. Mas hancur kalo dek Putri menolak lamaran mamas," ucap Angga mencoba untuk meyakinkan Putri betapa seriusnya dirinya.

"Yah, kok gitu mas. Jangan hancur geh mas, Putri mau kok nikah mas Angga. Mas Angga orangnya baik juga ganteng," jawab Putri yang masih malu-malu.

Angga sangat senang ketika dirinya di puji oleh sang pujangga hati. Tapi sayang, meski motor sudah melaju sangat lambat, tetapi mereka sudah sampai di depan rumah Putri.

Angga sebenarnya masih ingin ngobrol dengan Putri, tetapi bapak Putri sudah menunggu mereka sedari tadi di depan teras. Mau tidak mau Angga pun harus mengakhiri pertemuan dengan sang pujangga hati.

"Om, saya langsung pamit ya? Assalamualaikum," ujar Angga yang bahkan enggan untuk turun dari motor. Bukan karena apa, hanya melihat kumis sang bapak saja sudah membuat kaki Angga terasa lemas.

"Putri, lihat teman kamu itu. Tidak ada sopan-sopannya sama orang tua!" sindir bapak.

"Makanya kumis bapak di kerok, geh. Semua orang pada takut kalo liat kumis bapak," jawab Putri mencoba membela sang pacar.

"Justru itu! Kalo bapak gak galak, nanti banyak laki-laki kurang ajar yang sering mengapeli anak bapak ini," jawab sang bapak. "Masih sekolah sebenarnya gak boleh pacar-pacaran. Udah kaya bapak gak kasih yang jajan aja!"

Putri pun sedikit ragu untuk berbicara, tapi mau gak mau Putri harus coba dulu.

"Pak, masuk yuk. Ada yang ingin putri omongin."

Sang bapak pun menurut dan masuk. Di sisi lain, Angga ternyata belum pulang. Dia berhenti di dekat rumah Putri tetapi gak terlihat karena ada semak-semak.

Angga mencoba untuk menguping apakah Putri mau menuruti perkataannya untuk meminta izin.

"Bapak, kata mas Angga, dia gak mau pacaran lama-lama. Jadi nanti pas Putri lulus, dia mau melamar Putri, bagaimana pak?" tanya Putri ragu-ragu.

Bapak pun memainkan kumisnya sambil menatap sang anak.

"Hem... Ternyata dia lelaki yang bertanggung jawab. Tapi semua bapak serahkan semua kepadamu," jawab sang bapak.

Di balik jendela, Angga pun kegirangan dan pulang dengan hati yang berbunga-bunga. Mulai saat ini, dia akan menyiapkan segalanya untuk melamar sang kekasih.

Angga dan Putri sama-sama membayangkan hidup bahagia dalam satu atap bersama. Melalui suka duka bersama-sama. Sepertinya hidup akan sangat mudah jika di lalui bersama-sama.

.....

Sampai akhirnya hari H pun tiba, acara resepsi pernikahan pun berlangsung. Dua mempelai terlihat sangat bahagia duduk di singgah sana.

Tetapi namanya saja di desa, ada saja orang-orang julid yang suka bergosip.

"Masih kecil udah di nikahi. Baru lulus harusnya biarin di suruh kerja dulu," ujar lambe turah 1.

"Anakku tak suruh kuliah dulu. Biar enak kalo di nikah bisa ikut kerja cari duit sendiri. Jaman sekarang kalo gak sekolah tinggi mau jadi apa!" lanjut lambe turah 2.

"Halah, palingan udah hamidun duluan. Kalo nggak, mana mungkin!" sahut lambe turah 3.

"Masak iya sih, Yu. Padahal Putri kayaknya orangnya kalem, baik. Bapaknya Lo padahal galak banget!" ujar Lambe turah 1.

Masih sambil mengiris bawang merah, mereka pun sangat khusyuk bergosip sampai tidak sadar jika Angga sudah ada di belakang mereka. Angga kebelakang karena dia ingin membuang air kecil.

"Ya Allah, berilah azab yang setimpal untuk orang yang suka bergosip dan dzolim. Amiin...!" suara Angga pun menganggetkan ketiga lambe turah itu.

Ibu-ibu itu hanya bisa menundukkan kepala mereka berpura-pura tidak dengar dan tidak tahu kehadiran Angga.

.....

Sampai akhirnya, malam pertama pun tiba. Di khayalan Angga, malam pertama adalah hal yang benar-benar sangat syahdu.

Angga pun membayangkan ketika dirinya mencium istrinya yang masih terlihat malu-malu.

Sampai akhirnya dunia nyata pun membuyarkan lamunan Angga.

MAK KLUNTAAAAANG...

KLUANTAAAANG...!

MEOOOOOOOOOOONG......!"

"DASAR KUCING AS******.... !" teriak Putri sambil mengejar kucing yang sudah lari terbirit-birit sambil membawa ikan di mulutnya.

"Putri! Ada apa sih?" tanya Angga kaget.

"Bilangin sama ibu kamu, mas! Kalo gak bisa kasih makan kucing, Gak usah pelihara KUCING...!" tukas Putri dengan mata yang menyala.

"Apa sih, dek. Cuma kucing kok heboh," sahut Angga.

"Apa kamu bilang apa, mas? Terus aku harus diam aja kalo lawuh satu-satunya di ambil kucing!? Kamu mau makan pakek apa, Maaass!?" Putri semakin berapi-api ketika sang suami tidak membelanya dan malah membela kucing itu.

"Ya sudah, sudah. Aku akan makan nasi sama kecap aja," jawab Angga mencoba untuk mengalah, karena memang perekonomian mereka lagi tercekik. Musim pandemi jarang orang yang mau membangun sesuatu. Karena pekerjaannya adalah jadi tukang bangunan di desa mereka.

"Kecap habis!" sahut Putri.

"Hem, ya udah sama garem aja."

"Garem tinggal sak cumut mas. Besok pagi masak pakek apa kalo garem kamu makan juga?"

"Ya, udah! pakek nasi aja udah cukup!" sahut Angga pasrah.

Di meja makan, Angga hanya bisa menelan nasi dengan susah ketika melihat sang istri dengan nikmat makan nasi dengan satu ikan asin.

.

.

.

.

.

.

JANGAN LUPA LIKE AND KOMEN ☺️☺️🙏

Please, Mengertilah!

"Mas!?" Putri berbicara sambil tangannya memilih duri yang ada di ikan asin..

"Iya, dek?" Angga pun menatap sang istri.

"Besok ada pesanan kue untuk ulang tahun."

"Alhamdulillah. Kalo gitu besok mas bantu jagain Aurel ya. Kebetulan besok mas gak ada kerjaan." Angga mencoba untuk memberi perhatian.

"Bukannya mas memang gak ada kerjaan dari dua bulan yang lalu? Tumben mau bantu-bantu?" sindir Putri.

"Ya sesekali bantu kan gak papa."

"Mas, harusnya mas Angga itu bantu aku setiap hari, bukan sekali-kali! Kerja nggak, main terus, ngabisin uang gak jelas!" sentak Putri kesal.

"Mamas ini gak main loh, dek! Mamas lagi tanya-tanya kerjaan sama teman. Siapa tau mereka punya loka. Lagian mamas bukan ngabisin uang gak jelas, tapi teman mas minjam buat ongkos berangkat kerja ke luar kota. Kata dia, kalo ada loka mamas pasti akan di kabarin," jelas Angga.

"Kamu itu cuma di peralat sama teman kamu mas. Buktinya sampai sekarang dia gak ngabarin mamas."

"Hem, ya kalo dari sananya gak ada kerjaan mau gimana lagi." Angga terlihat menghela nafas.

"Mas, aku minta uang buat modal beli bahan bikin kue?" pinta Putri.

"Em, mamas lagi gak megang uang sepersen dek. Kamu ngutang aja dulu tempat warung mbak Atun, ya?"

Putri pun mendelik ke arah Angga membuat Angga salah tingkah.

"Loh! Uang hasil nderes kemarin mana? Bukanya minggu ini giliran Mas Angga yang dapat jatah nderes karet!?" tanya Putri yang mulai terlihat kesal.

"Nganu dek, uangnya di pinjem sama mbak Anggun buat beli magiccom. Katanya Magicom ibu rusak," jelas Angga.

Anggun adalah kakak perempuan Angga yang tinggal di rumah orang tua Angga yang bertepatan dengan sebelah rumah yang Angga dan Putri tumpangi.

"Ya ampun, Maaaas! Magicom ibu itu gak rusak mas, cuma kalo pas nasinya udah matang colokannya harus di cabut, kalo nggak nasinya akan cepat basi. Aku udah ngomong sama ibu supaya colokannya di cabut aja kalo nasinya udah matang. Kalo nasinya dingin juga bagus kok buat kesehatan!" Putri nampaknya mulai berapi-api.

"Ya masalahnya mbak Anggun gak bisa makan nasi dingin, dek!" Angga masih mencoba untuk membela keluarganya.

"Ya Allaaah!"

"Aaarggh! Panas-panaaas!" Putri mencoba mengontrol emosi dengan mengipaskan wajahnya pakai tangan.

"Mas!" Putri kembali menatap wajah sang suami.

"Kamu tahu, utang kita di warung mbak Atun sudah tembus dari 200ribu. Kamu tau, ibu-ibu kalo sedang menggosip, ngomongin apa!? Ngomongin aku mas!" Putri memperagakan ibu-ibu kampung sedang menggosipi dirinya.

"Hey, kalian tau gak! Putri akhirnya memecahkan rekor hutang terbanyak di warung saya!"

"Eeeh, masak iya mbak Atun. Padahal kayaknya anaknya kalem, gak suka hutang, gak suka bergosip!"

"Kata siapaaaa, kalem? Dia itu suka ngebantah sama mertuanya, apa lagi sama mbak iparnya, gak ada sopan-sopannya!"

"Masak sih, yuu? Yang bener, kamu kata siapa?"

"Aku kemarin liat sendiri, Putri marah-marah sama mbaknya cuma gara-gara uang 50 ribu. Pas aku tanya sama Anggun, katanya uangnya hilang 50 ribu dan dia langsung menuduh Anggun. Apa ngak ngelunjak namanya tiba-tiba menuduh mbaknya sendiri maling."

Setelah mempraktekan gaya ibu-ibu yang menggosipkan dirinya, Putri langsung kembali duduk di samping suaminya untuk melihat reaksinya.

Angga pun sedikit bingung harus berkata apa. Sebenarnya Dldia tahu jika bukan mbaknya yang mengambil uang istrinya. Tapi dia sendiri yang mengambil uang istrinya untuk di berikan ke mbaknya.

"Ee.. Mmm.. itu kan cuma gosip tetangga, kamu jangan dengerin dan ambil hati ya? Besok aku akan coba meminjam uang sama ibu buat modal kamu bikin kue," ucap Angga mencoba untuk menenangkan sang istri.

"MAS!" Putri pun nampak sangat kecewa dengan respon sang suami.

"Aku masak pakai panci karena gak punya Magicom! Tapi kamu dengan mudahnya memberikan uang jatah kita ke mbak cuma gara-gara dia gak bisa makan nasi dingin!? Setiap mbak meminjam uang langsung kamu kasih! Kalo aku minta uang buat beli beras, kamu seolah-olah berfikir aku memintanya untuk membeli berlian! Kamu ini sebenarnya perduli gak sih sama aku!? Aku ini istri kamu loh mas, sudah jadi kewajiban kamu memberi aku nafkah!" Putri akhirnya melupakan unek-unek yang sudah dia pendam.

"Huuusstt!" Angga pun langsung membungkam mulut Putri karena takut jika ada yang mendengar. "Jangan keras-keras, gak enak di dengar tetangga!" tegur Angga.

Putri pun akhirnya mengatur nafasnya untuk mengontrol emosinya.

"Mas, bukannya setiap minggu kita bergantian menderes karet? Seminggu bapak, seminggu mbak, seminggu kita. Kalo jatah kita kamu kasih ke mbak, terus kita makan apa mas!? Kamu kerja aja nggak, aku sendiri gak mesti dapat pesanan kue karena lagi musim pandemi kaya gini. Di tambah mbak Atun terus-menerus menagih uang warung. Aku harus kaya mana, mas!?" Terlihat Putri yang sangat lelah dengan semua keadaan ini.

Apalagi statusnya yang menyandang mama muda, tentu itu sangat berpengaruh kepada psikis Putri. Mentalnya jelas sangat di pertaruhan untuk menghadapi segala cobaan yang ada.

"Sudah-sudah, mamas sangat ngerti perasaan adek. Mamas janji setelah ini gak akan meminjami mbak sebelum uang yang sebelumnya di kembalikan. Besok Mamas juga akan minjam uang ke ibu buat modal kamu buat kue. Oya, kata mbak kita di suruh pakai Magicom yang lama. Besok akan mas ambil sekalian."

"Ngak! Aku gak mau! Jangan di ambil, mas!?" Putri beranjak dari duduknya dan berjalan ke kamarnya.

Angga pun menyusul Putri ke dalam kamar.

"Loh, kenapa ngak mau dek!?" tanya Angga.

"Ya kalo Magicom lama di ambil, pasti nanti utangnya gak di pulangin sama mbak! Aku itu paham mas sama sifat mbak kamu. Pokoknya aku gak mau, aku cuma mau uang kita di pulangin! Aku gak masalah masak nasi di panci." Putri dengan kesal merebahkan tubuhnya di samping anaknya yang sudah tertidur pulas.

Angga yang tidak ingin berdebat lagi dengan istrinya pun langsung keluar kamar dan membiarkan Putri tidur.

Padahal Putri sama sekali tidak memejamkan matanya. Dia justru sedang menguras danau yang ada di matanya. Rasanya benar-benar sangat lelah berada di situasi seperti ini.

Hanya demi keutuhan keluarga dan demi sang anak yang masih bayi, Putri harus menyimpan semua duka untuk dirinya sendiri.

Putri bisa saja mengadu pada bapaknya. Tapi jika sampai Putri mengadu, maka hubungannya dengan Angga akan langsung berakhir. Atau bapaknya akan ikut urusan rumah tangga mereka. Putri tidak ingin merusak nama baik Angga di depan keluarganya

Jadi jika Putri berkunjung ke rumah bapak ibunya. Dia sama sekali tidak menceritakan ketegangan yang selalu terjadi di rumah tangganya karena campur tangan mertua dan kakak iparnya.

Di sisi lain,

Angga menuju dapur berniat untuk membuat kopi. Cukup melihat gula yang hanya tinggal beberapa sendok, Angga pun mengurungkan niatnya.

.

.

.

.

.

.

.

.

JANGAN LUPA LIKE DAN KOMEN.

KARYA INI MENGADAKAN EVENT.

11 PEMENANG AKAN DI UMUMKAN KETIKA KARYA INI TAMAT.

10 PEMENANG AKAN MENDAPATKAN PULSA SEBESAR 10.000.

DAN JUARA SATU AKAN MENDAPATKAN HADIAH SPESIAL SEBESAR 25.000.

CARANYA..

BERI DUKUNGAN DAN HADIAH KEPADA AUTHOR SEBANYAK-BANYAKNYA 🥰🥰🥰

Marah ada Alasannya.

Karena di rumah tidak ada kopi dan gula hanya tinggal beberapa sendok, akhirnya Angga berjalan menuju rumah orang tuanya yang tepat ada di sebelah rumah yang dia sewa.

Terlihat Bapaknya Angga sedang duduk sendiri di depan teras.

"Assalamualaikum, pak?" sapa Angga.

"Walaikum salam, belum tidur Le?" tanya si bapak.

"Belum, pak. Pak, ibu udah tidur belum?" tanya Angga.

"Belum, masih nonton tv itu di dalem sama mbak mu."

Angga pun berjalan ke dalam dan melihat ibu dan mbaknya sedang menonton tv.

"Angga, kamu belum tidur to dek?" tanya Anggun.

"Belum, mbak. Bu, kopi masih gak?"

"Masih Le, buat aja sendiri di belakang," sahut sang Ibu.

Angga pun membuat kopi sendiri dan kembali ke ruang tv.

"Buk, Angga pinjam uang buat modal Putri buat kue ya. Dia ada pesanan kue besok, kalo udah di bayar nanti langsung di kembalikan," ujar Angga menyampaikan kedatangannya.

"Maaf ya dek, gara-gara mbak kamu jadi susah." Anggun berakting menyedihkan.

"Gak papa mbak. Nanti kalo mas Erpan transfer bisa di kembalikan uangnya. Lagian dulu waktu Angga sekolah, mbak juga bantu biayain sekolah Angga," jawab Angga sok seperti sudah punya uang banyak. Padahal istrinya hampir sering kelaparan di rumah.

"Istrimu pasti marah kan uangnya mbak pinjem?"

"Dikit mbak. Tapi gak papa kok, yang penting pinjami aku buat modal dia buat kue besok."

"Berapa?" tanya Ibu.

"Seratus aja buk."

"Ya udah ibu ambilkan dulu."

Usai memberikan uang seratus ribu, Angga langsung meneguk habis kopinya yang sudah mulai dingin.

"Buk, mbak, Angga pulang dulu ya."

"Itu Magicom yang lama jadi mau di bawa gak Ngga?" tanya Anggun.

"Em, kata Putri nggak mbak. Katanya takut listriknya naik," jawab Angga berbohong. Padahal sebenarnya Putri hanya takut kalo hutangnya tidak dibayar.

"Alah, Magicom loh listriknya seberapa." Anggun nampak sewot.

Angga cuma tersenyum lalu pergi, karena dia sedang tidak ingin mendengar keluarganya menjelek-jelekkan istrinya

"Pak, Angga pulang dulu."

"Iya, Le. Sudah malam gek bubuk. Besok tolong gantiin bapak nderes ya, Le? Mbak kamu ada acara di sekolahan Puji. Bapak lagi gak enak badan mau nderes," ujar si bapak.

"Oh, iya pak. Tapi nanti hasil nderesnya bagi dua ya? Hehehe."

"Gampang!" jawab si bapak.

Angga pun pulang dengan wajah yang sumringah.

Ketika Angga masuk rumah, dia melihat istrinya yang sedang mengganti popok anaknya yang mengompol. Karena anaknya tidak menggunakan Pampers.

"Apa Aurel bangun?" bisik Angga.

"Nggak, mas. Cuma pipis aja sama minta nyusu," jawab Putri yang sudah terlihat lebih tenang.

"Kalo udah mamas tunggu di depan ya?"

"Iya, mas."

Setelah menggantikan anaknya popok. Putri pun langsung menuju ruang tamu.

"Dek, ini uang buat belanja besok." Angga memberikan uang seratus ribu kepada Putri.

"Makasih, mas. Ini dari ibu apa dari mbak Anggun?" tanya Putri.

"Aku minjam sama ibu. Mbak Anggun pasti akan mulangin uang kita kalo sudah dapat kiriman dari mas Erpan."

Putri kembali menghela nafas berat.

"Aku gak mau tau, pokoknya nanti untung dari jualan kue bakal buat nyicil bayar hutang ke warung mbak Atun!"

"Tapi, dek. Mas udah bilang sama ibu kalo uang kue sudah bayar, uang ini bakal mas balikin. Uang ini buat bayar listrik kata ibu," jelas Angga.

"Ya mamas minta aja uang sama mbak Anggun. Hutang dia sama kita 1.700.000 ribu, kalo di tagih cuma bilang tarsok-tarsok( bentar besok)! Aku juga butuh makan, mas!" Putri mulai kembali kesal.

"Hem, ya udah. Nanti biar mas ngomong sama mbak."

"Dari kemarin, kemarinnya, dari berbulan-bulan yang lalu mas Angga juga ngomongnya gitu. Nanti aku ngomong sama ibu, nanti aku ngomong sama mbak Anggun, ini udah dua bulan utangnya gak di bayar dan malah minjam lagi. Memangnya mas Erpin gak hasil apa kerjanya di luar kota sana!?" Keluh Putri.

"Ya ini kan musim pandemi, dek. Lagi susah cari kerjaan."

"Udah tau lagi susah gitu sok minjemin temen, minjemin mbak! Belum-belum istrinya susah mau makan! Tau, Ah! Aku mau tidur." Putri pun kembali ke kamar dan tidur.

Angga menghela nafas. Dia sangat bingung dengan kondisinya saat ini. Dia berfikir, apakah dia terlalu baik dan terlalu royal dengan orang di luar sana?

Tapi Angga berfikir jika keroyalannya kepada teman-temannya akan membuahkan kebaikan untuknya di kemudian hari. Karena teman adalah rantai terpenting dalam urutan siklus kehidupan. Pikir Angga.

..............

Subuh ini Angga terlihat akan mulai berangkat nderes karet.

Putri yang baru selesai sholat subuh pun langsung menghampiri suaminya.

"Loh, mas Angga mau kemana?" tanya Putri.

"Mau berangkat nderes, dek."

"Loh, bukannya Minggu ini jatah bapak ya?" tanya Putri.

Karena lahan karet hanya ada sepetak. Jadi keluarga memutuskan untuk bergantian mengambil getah. Minggu pertama Bapak, Minggu kedua Mbak Anggun dan Minggu ketiga Angga. Hal ini terus berlanjut jika sampai Angga masih tidak juga mendapatkan pekerjaan.

"Iya, bapak bilang lagi gak enak badan, dan mbak Anggun lagi ada acara di sekolahan Puji. Jadi mamas yang gantiin bapak, tenang aja, kita nanti dapat separonya," ujar Angga.

"Jangan di ambil mas, kasihan bapak. Itukan jatah dia."

"Kamu itu gimana sih, dek! Bentar-bentar marah karena gak ada uang, pas ada rezeki malah di tolak!?" Angga semakin tidak mengerti dengan istrinya.

"Ya bedalah mas. Aku marah karena hak aku kamu kasihkan ke orang lain. Sedangkan ini jatah bapak, hak bapak, bukan hak kita mas! Itung-itung kamu membantu bapak. Lagian kita sebagai anak belum pernah bisa kasih apa-apa ke orang tua. Kalo gak bisa kasih uang ya bantu dengan tenaga. Banyak pahalanya loh mas kalo kita berbakti kepada orang tua." Kini Putri semakin fasih menasehati sang suami.

Angga hanya bisa terdiam. Diamnya bukan karena setuju dengan ucapan Putri, Angga hanya tidak dapat mengerti dengan sikap wanita yang selalu ingin benarnya sendiri.

"Ya sudah, terserah kamu aja. Tapi nanti kalo bapak ngasih ya aku gak nolak. Kalo kamu gak mau duitnya ya biar buat aku aja," ucap Angga yang langsung menaiki motor grandongnya untuk berangkat ke ladang.

Putri berjalan ke arah suaminya dan mencium tangannya.

"Ya udah, hati-hati di jalan ya mas?"

"Iya dek. Assalamualaikum!"

"Walaikum salam."

Usai membersihkan rumah. Pagi ini Putri bergegas akan ke warung yang menjual bahan-bahan untuk buat kue di tempat langganannya.

Tidak jauh dari rumah, tapi akan cukup melelahkan juga jika di tempuh dengan berjalan kaki.

Ketika sedang berjalan sembari menggendong bayinya. Putri melihat Kakak ipar dan ibu mertuanya melewati dirinya tanpa mau menegur ataupun menoleh kearahnya seolah-olah mereka tidak melihat Putri di pinggir jalan.

Putri pun hanya bisa mendengus kesal melihat kakak ipar dan ibu mertuanya yang selalu bersikap acuh tak acuh kepadanya. Jika Putri tidak menegur duluan, jangan berharap mereka akan menyapa Putri dan juga anaknya.

.

.

.

.

.

.

.

JANGAN LUPA LIKE DAN KOMEN.

KARYA INI MENGADAKAN EVENT.

11 PEMENANG AKAN DI UMUMKAN KETIKA KARYA INI TAMAT.

10 PEMENANG AKAN MENDAPATKAN PULSA SEBESAR 10.000.

DAN JUARA SATU AKAN MENDAPATKAN HADIAH SPESIAL SEBESAR 25.000.

CARANYA..

BERI DUKUNGAN DAN HADIAH KEPADA AUTHOR SEBANYAK-BANYAKNYA 🥰🥰🥰

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!