NovelToon NovelToon

Jenar Ayu

Was-Was

Adalah keluarga kecil yang terdiri dari ayah, Ibu, satu putra dan satu putri, memutuskan untuk menghabiskan masa liburan sekolah putra putri mereka di sebuah vila mewah milik mereka.

Keluarga konglomerat itu menghabiskan hari pertama liburan mereka dengan penuh kegembiraan.

Mereka memutuskan tidak menyalakan televisi dan ponsel mereka karena mereka ingin, liburan mereka bisa membuat hubungan orangtua dan anak menjadi semakin akrab.

Namun, mereka tidak menyadari akan adanya bahaya. Mereka tidak mengikuti perkembangan berita yang mengabarkan bahwa seorang psikopat, pembunuh berdarah dingin berhasil melarikan diri dari penjara.

Psikopat dan pembunuh berdarah dingin itu, selalu memakai gergaji mesin dan topeng berwarna putih setiap kali dia menorehkan karya seninya.

Psikopat itu melarikan diri ke arah puncak dan bersembunyi di kebun teh yang berada tidak jauh dari vila mewah milik konglomerat muda yang tengah berlibur bersama istri dan kedua anaknya.

"Pa, kok belum tidur? Sudah jam sebelas lho ini" Istri konglomerat muda itu menghampiri suaminya yang masih duduk di teras depan vila mewah mereka.

"Iya. Ayo kita masuk dan tidur" Konglomerat muda itu mulai merasakan keanehan saat ia sayup-sayup mendengar suara gergaji mesin dan gonggongan anjing. Dia kemudian memeriksa gerbang depan dan berkata ke satpam penjaga Vilanya, "Kalau ada yang aneh, langsung hubungi pos polisi terdekat, ya, Pak"

Baik, Tuan" Sahut satpam itu

Lalu konglomerat muda itu melangkah ke teras depan untuk duduk sebentar dan istrinya kemudian menghampirinya.

Konglomerat muda itu bertanya ke istrinya, "Akamu dan Jenar udah tidur?"

"Sudah" Sahut sang istri.

Konglomerat muda itu memberikan nama yang unik untuk putra dan putrinya yang terlahir kembar, yang putra ia beri nama Akamu (artinya merah) Bagus Pramananta dan yang putri ia beri nama Jenar (artinya kuning) Ayu Pramananta. Akamu lahir lima menit lebih cepat dari Jenar, oleh karena itu, Jenar memanggil Akamu, Kakak.

Lalu, sepasang suami istri yang bernama Krisna dan Shinta itu, tertidur pulas dengan saling memeluk.

Hari kedua liburan keluarga konglomerat muda itu, dibuka dengan acara barbekyu di halaman belakang rumah mereka yang menghadap ke danau. Aroma barbekyu itu menggoda indra penciumannya si psikopat yang bersembunyi tidak jauh dari vila milik konglomerat muda itu, namun psikopat itu tidak berani mendekat saat ia melihat keamanan dan penjagaan di vila milik konglomerat muda itu sangat ketat.

Psikopat itu hanya bisa menatap dari kejauhan dan dari rerimbunan pohon di balik topeng putih kebanggaannya.

Krisna sang ayah, kembali mendengar suara anjing menggonggong dari kejauhan dan hatinya kembali dihinggapi perasaan was-was. Krisna langsung menggendong Akamu dan Jenar kemudian berlari masuk ke dalam rumah sambil berteriak, "Ma, kita masuk!"

Shinta bergegas mengikuti langkah suaminya sambil membawa di piring berisi daging barbekyu.

Krisna langsung menutup pintu belakang rumahnya saat Bi Ijah mematikan kompor khusus untuk barbekyu dan menyusul masuk ke dalam rumah.

Bi Ijah langsung melangkah ke dapur sambil membawa piring yang berisi sayuran dan ikan yang sudah dimasak dengan bumbu bakar.

Krisna menurunkan Akamu dan Jenar lalu berkata sambil menepuk pantatnya Akamu, "Ajak adik kamu ke ruang makan!"

Akamu langsung menggendong Jenar ke ruang makan.

Shinta sang istri, berdiri di depan suami tercintanya dan bertanya, "Ada apa? Apa kamu melihat sesuatu? Kenapa kamu tampak ketakutan tadi?"

Krisna mengelus rambut istri tercintanya, mencium pelipisnya Shinta, merangkul dan sambil mengajak Shinta berjalan ke ruang makan, ia berkata, "Nggak papa. Aku cuma merasa dingin dan aku nggak ingin kamu dan anak-anak masuk angin, jadi aku minta kalian segera masuk ke rumah tadi"

"Oh. Aku kira ada apa" Shinta menghela napas lega.

Akamu menagih janji ayahnya, "Yah, katanya mau ngajak aku dan Jenar mancing, kapan?"

Krisna menatap Akamu dalam diam. Dia meragu setelah kemarin petang dan pagi tadi, dia merasakan ada sesuatu yang patut diwaspadai ada di sekitarnya.

"Yah!"

Teriakan Akamu membuyarkan lamunannya dan Krisna secara refleks berkata, "Iya, nanti"

"Nanti? Kapan?" Tanya Jenar.

"Ayah masih capek. Nanti kalau Ayah udah nggak capek, Ayah pasti ajak kalian mancing" Sahut Shinta.

Akamu lalu merosot turun dari kursi makan, menggandeng Jenar untuk mengajak Jenar bermain di kamar, mereka karena, hujan tiba-tiba turun dengan sangat deras dan perasaan was-was di hatinya Krisna semakin menjadi-jadi.

Krisna lalu menelepon pos satpam melalui intern phone yang terpasang di tembok di dekat pintu masuk rumahnya, "Mang, di luar aman, kan?"

"Aman, Tuan" Sahut Mang Udin, nama satpam yang berjaga di pos satpam vila mewahnya Krisna.

Namun, kata aman yang meluncur dari mulut Mang Udin belum mampu membuat hati seorang Krisna Pramananta menjadi tenang.

Krisna akhirnya menyalakan ponselnya untuk mengubungi asisten pribadinya dan bertanya, "Apa di perusahaan lagi ada masalah?"

"Nggak Tuan. Semua aman" Sahut Alex, nama dari asisten pribadinya Krisna Pramananta.

Krisna menyusur kasar rambut lurus hitamnya dengan jari jemarinya dan bergumam lirih, "Semua aman, tapi kenapa perasaanku terus terasa nggak enak seperti ini? Ada pada sebenarnya?"

Krisna lalu menelepon pengacara pribadinya, penasehat hukum kepercayaannya, "Bro, surat warisan yang pernah aku minta kamu untuk membuatnya, apa udah beres?"

"Sudah dong. Walaupun aku heran kenapa kamu bikin surat warisan di usia kamu yang masih muda dan sehat bugar, tapi aku sudah siapkan semuanya" Sahut Handoko, nama dari pengacara kepercayaannya Krisna Pramananta.

"Aku hanya ingin menyiapkan semuanya dengan baik. Kita kan nggak tahu umur kita sampai kapan" Sahut Krisna.

"Jangan ngelantur Lo. Aku nggak suka tiap kali kamu ngomong kayak gitu" Sahut Handoko.

"Kalau sesuatu terjadi padaku, kamu tahu kamu harus apa, kan?" tanya Krisna kemudian.

"Iya, aku sudah tahu. Stop ngomong nggak jelas kayak gitu! Umur kamu tuh masih sangat panjang karena kamu orang baik, masih muda, dan sehat bugar" Sahut Handoko dengan nada kesal.

Krisna terkekeh geli dan berkata, "Makasih untuk doa kamu, Bro"

Krisna meletakkan ponselnya di meja kerja dia dan bergumam, "Semua sudah aman. Harusnya aku tenang, tapi kenapa perasaanku masih was-was kayak gini, ya?"

Keesokan harinya, cuaca kembali cerah dan sisa hujan semalam membuat hawa sejuk menyapa keluarga kecil yang bahagia itu. Akamu kembali merengek mengajak ayahnya untuk mancing.

Akhirnya Krisna berkata, "Oke. Kita berangkat sekarang aja mumpung masih pagi, jadi pulangnya nanti nggak kemalaman"

"Yeeeeaaayyy horeeeeee!" Akamu dan Jenar melompat tinggi dengan wajah riang.

Krisna menyiapkan mobil van besar sebagai kendaraan yang telah dimodifikasi dan bisa sekaligus menjadi tempat tinggal. Sedangkan Shinta menyiapkan bekal, minuman baju ganti dan semua yang mereka perlukan.

"Kenapa bawa koper besar itu, Ma?" Tanya Krisna.

"Siapa tahu kita pengen tidur di mobil Van ini dan menikmati pemandangan di pantai selama satu atau dua hari sebelum kita balik ke kota" Sahut Shinta.

Krisna tersenyum dan berkata, "Oke lah, aku akan menuruti apa kata Istri tercintaku"

Shinta mencium bibir Krisna lalu berkata, "Aku mencintaimu, Mas"

Krisna memeluk tubuh rampingnya Shinta dan mencium keningnya Shinta dan berkata, "Aku juga mencintaimu"

Saat Akamu dan Jenar masuk ke dalam Van, Krishna melepaskan pelukannya untuk mulai melajukan mobil Van mewahnya itu.

Satu jam kemudian, mereka telah sampai di pantai. Krisna memarkir mobil Van mewahnya di tempat yang nyaman walaupun ia harus merogoh kocek cukup dalam untuk membayar biaya parkirnya, tapi demi keluarga tercintanya, ia rela melakukan apapun.

Mereka kemudian turun dari dalam mobil Van dan mengeluarkan kursi lipat, mengeluarkan alat pancing lengkap dan mahal, lalu mereka mulai memancing.

Mereka berhasil mendapatkan cukup banyak ikan. Shinta kemudian memasak ikan itu dan Krisna mengajak anak-anaknya bermain bola sembari menunggu ikan bakar masakannya Shinta, matang.

Akamu saking semangatnya, ia menendang bola sangat tinggi dan bola itu terlempar cukup jauh dari tempat mereka bermain.

Akamu hendak berlari masuk ke dalam rimbunnya pepohonan tinggi nan liar dan Krisna langsung berteriak, "Akamu stop!"

Akamu menghentikan langkahnya dan menoleh ke ayahnya, "Tapi, Yah, aku masih ingin main bola"

"Kamu tunggu di sini! Biar Ayah yang mengambil bolanya" Krisna berlari kecil masuk ke dalam hutan kecil buatan manusia itu dengan tanpa berpikir panjang. Dia hanya ingin mengambil bola demi membahagiakan anak-anaknya.

Tanpa Krisna sadari, ia telah melangkah masuk cukup dalam. Dia juga tidak menyadari ada orang lain di sana, karena ia fokus mencari keberadaan bola miliknya. Saat kedua bola matanya berhasil menangkap bola miliknya, dia berlari kecil untuk memungut bola itu dan saat ia mendekap bola miliknya itu, ia mematung.

Krisna melangkah mundur dengan pelan saat ia melihat seorang pria memegang gergaji mesin berdiri di depan jasad wanita dengan kepala yang sudah terpisah dari raga. Bau amis darah segar menusuk hidungnya Krisna dan membuat Krisna Bergegas berbalik badan untuk berlari sekencang-kencangnya, namun karena panik, dia berlari ke arah yang berlawanan dengan tempat di mana mobil Van dan keluarganya berada.

Krisna semakin panik saat ia merasakan seseorang mengejarnya dan saat ia menoleh ke belakang, ia semakin panik. Pria bertopeng putih yang menenteng gergaji mesin berlari mengejarnya.

Ketakutan

Krisna terus berlari sekencang-kencangnya dan saat ia mulai merasa lelah, ia menghentikan laju larinya untuk berputar badan. Dari jarak pandang dua ratus meter di tengah kabut yang mulai turun, dia melihat siluet sosok bertopeng yang berlari dengan menyeret gergaji mesin berlari mendekatinya.

Dengan bermodalkan ingin menyelematkan diri demi keluarga tercinta, ia melemparkan bola yang dia dekap dan mengarahkannya ke topeng putih yang tampak kotor terkena bercak merah yang Krisna yakini, itu adalah bercak darah.

Di jarak kurang dari seratus meter, bola yang Krisna lempar dengan sangat keras, tepat mengenai sasaran. Pria bertopeng itu menghentikan laju larinya di jarak kurang dari tiga ribu kaki saat topengnya terkena lemparan bola dan secara refleks dia menundukkan wajah. Topeng putih mengerikan itu meluncur jatuh ke tanah dan di saat pria itu menegakkan wajahnya, Krisna bisa melihat dengan jelas kulit putih bersih, hidung lancip sempurna, alis tebal, wajah oval, bibir tipis penuh, rahang kotak dan dagu lancip proposional. Mata Krisna dan mata pemilik topeng mengerikan itu beradu pandang untuk sepersekian detik dan tanpa Krisna sadari, Krisna bergumam, "Dia masih muda dan sangat tampan"

Pria dengan gergaji mesin itu membungkukkan badan dengan cepat untuk menyembunyikan wajahnya dan untuk memungut topengnya. Pria jangkung bertubuh atletis itu memakai kembali topengnya dengan membungkuk dan saat ia kembali menegakkan badannya, sosok pria yang dia kejar, saksi hidup kreasi seninya, telah lenyap dari hadapannya.

Pria bertopeng itu menyeret gergaji mesinnya sembari melangkah ke depan dan celingukkan. Dia mulai berteriak kesal, "Percuma kau bersembunyi! Aku bisa mencium wangi parfum mahal kamu pas angin menyapa hidungku. Kita tunggu saja!"

Krisna masih bisa mendengar suara gerakan sosok mengerikan itu dan ia terus berlari dan terus berlari tanpa berani menoleh ke belakang. Ia mulai merasakan detak jantungnya tidak teratur, terasa semakin kencang. Napasnya tersengal-sengal. Ia pun mulai cepat berkeringat dan keringat itu terasa panas di badannya.

Krisna mulai merasa lelah dan tidak sanggup untuk berlari lebih jauh lagi. Dia akhirnya memutuskan untuk melompat masuk ke semak-semak untuk meredakan lelah dan debaran jantungnya.

Krisna mengumpat kesal saat ia menyadari, dirinya sudah berada dekat sekali dengan mobil Van mewahnya. Krisna bergegas bangkit berdiri dan berlari ke ara yang berlawanan karena ia tidak menginginkan keluarganya berada di dalam bahaya.

Pria bertopeng dengan gergaji mesin itu menyeringai di balik topeng putih kesayangannya saat hidungnya menemukan wangi parfum mewah. Dia langsung berbalik badan untuk mengikuti arah angin yang akan menuntunnya ke wangi parfum mewah itu dengan berlari kencang sambil menyeret gergaji mesinnya.

Sementara itu, Shinta mulai menata ikan hasil bakarannya di atas piring, lalu ia naik ke dalam mobil untuk mengecek anak-anaknya. Shinta tersenyum senang melihat Akamu dan Jenar, memindahkan baju dari dalam koper besar ke dalam lemari baju mini yang ada di atas jok belakang mobil Van mewah mereka.

"Wah, makasih Sayang. Kalian pinter banget sih" Shinta berucap setelah ia memeluk Akamu dan Jenar dari arah belakang.

Akamu dan Jenar terkekeh geli dan Jenar berkata, "Kata Ayah, kita harus selalu rukun dan saling bantu, kan?"

"Iya, benar. Kita nggak boleh egois juga" Sahut Akamu.

Shinta bersyukur memiliki anak kembar yang rukun dan saling menyayangi seperti Akamu dan Jenar. Bahkan Jenar dan Akamu memiliki kemampuan yang tidak biasa. Saudara kembar itu bisa merasakan apa yang saudara kembarnya rasakan. Hal itu Shinta temukan saat Jenar diajak pergi sama Eyang Kakungnya (Kakeknya). Jenar dipisahkan dengan Akamu selama semalam saja kala itu dan di saat Jenar sedih, Akamu ikutan sedih dan di saat Akamu menangis, Jenar pun ikutan menangis, padahal mereka terpisah jarak yang cukup jauh kala itu.

Shinta tersenyum bangga melihat anak kembarnya tumbuh sehat dan saling mengasihi satu sama lain. Setelah ia mencium pucuk kepala Akamu dan Jenar, Shinta berucap, "Ayah kok lama banget ambil bolanya, ya?"

"Ayah sekalian cari buah-buahan kali, Ma" Sahut Akamu.

"Dan sayur" Sahut Jenar.

Shinta mengusap kepala kedua anaknya dan berkata, "Mama akan susul Papa dulu, ya? Kalian tetap di dalam mobil dan jangan keluar dari dalam mobil sebelum Ayah dan Mama datang kembali! Oke?"

"Oke!" Sahut Akamu dan Jenar secara bersamaan.

Shinta lalu turun dari dalam mobil Van mewahnya dan berjalan masuk ke dalam hutan mini buatan manusia yang terlihat cukup rimbun dan mulai terlihat gelap di saat kabut mulai merayap memenuhi area wisata yang sebenarnya masih ditutup untuk umum karena sedang menjalani tahap renovasi. Namun, segepok rupiah dari Krisna Pramananta, membuat pihak pengelola tempat wisata itu akhirnya bersedia melunak dan membuka kawasan wisata pantai itu khusus untuk Krisna Pramananta sekeluarga.

Suasana sepi karena tidak ada wisatawan lain selain keluarganya, membuat Shinta mulai merinding saat ia terus melangkahkan kakinya untuk masuk lebih dalam lagi ke hutan mini buatan manusia itu.

Shinta mengedarkan pandangannya sambil menyalakan senter yang ada di ponselnya sembari bergumam lirih, "Ini adalah kawasan hutan industri ternyata. Aku lihat hutan ini ditumbuhi pepohonan yang memiliki tujuan dan manfaat untuk industri. Hutan ini dibuat untuk memenuhi kebutuhan akan bahan baku industri kehutanan, seperti bahan baku kayu maupun nonkayu, tapi, hutan ini lumayan rimbun dan mengerikan juga ternyata. Lalu, di mana Mas Krisna?" Shinta terus melangkah jauh ke dalam hutan buatan itu.

Akhirnya, Krisna Pramananta kembali berhadapan dengan sosok mengerikan itu dan kali kedua ini, mereka berada di jarak yang sangat dekat.

"Kau lihat, kan! Aku bisa menemukan wangi parfum mahal kamu itu!" Pria bertopeng itu menyeret gergaji mesinnya dan dengan pelan ia melangkah maju sambil berteriak ke Krisna.

Di saat Krisna menyadari bahwa ia berada di jarak kurang dari lima meter dari langkah pria bertopeng itu, ia melangkah mundur. Karena, jika ia berputar badan dan lari, pria bertopeng itu bisa melompat dan langsung membawa kepalanya dari arah belakang.

Pria bertopeng itu menyeringai dari balik topengnya dan berteriak, "Kau sudah tamat"

"Teruslah kau dekap keangkuhan kamu itu karena, jikalau keangkuhan tiba, tiba juga cemooh, tetapi hikmat ada pada orang yang rendah hati. Jadi, bertobatlah kau! Jangan membunuh lagi! Rendah hatilah dan Biarkan hikmat datang padamu!" Krisna berteriak sambil terus melangkah mundur.

Pria bertopeng itu diam membisu dan terus melangkah maju sambil menyeret gergaji mesinnya.

Krisna mulai bergidik ngeri dan karena terus melangkah mundur tanpa melihat ke belakang, tumit kaki kirinya Krisna terantuk batu dan ia terjatuh di atas rumput yang basah karena kabut.

Pria bertopeng itu tersenyum lebar di balik topengnya dan dengan sekali lompat, ia telah berdiri tegap menjulang di depannya Krisna.

Krisna mendongak dengan kedua alis terangkat ke atas, keringat menetes dari sana dan bibirnya bergetar ketakutan saat ia berucap, "Tolong, jangan membunuh lagi! Jangan, kumohon!" Dan tanpa Krisna sadari ia terisak dan membeku di depan sosok yang mengerikan yang masih menjulang tinggi berdiri di depannya.

Jleb!

Sebilah belati tiba-tiba menusuk dada kirinya Krisna dan saat belati itu dicabut dari sana, Krisna sontak menjerit kesakitan, "Aaaarrrghhhh!" Segera Krisna menutup dada kirinya dengan kedua telapak tangannya dan terus menjerit kesakitan.

Shinta tersandung sesuatu dan saat ia mengarahkan senter ponselnya dia menjerit kaget dan duduk terjatuh di depan jasad wanita tanpa kepala. Dan Shinta semakin menjerit ketakutan saat kedua bola matanya menemukan kepala wanita itu dengan mata melotot menatapnya. Shinta dengan posisi pantat menempel di tanah lembab dan sedikit basah, langsung memakai kedua telapak tangannya berjalan ke arah belakang untuk menyeret pantatnya menjauh dari jasad wanita itu dan bergegas bangkit berdiri untuk berlari ke arah yang tidak ia ketahui ujungnya.

Hati Kelam

Bukan hanya indra penciumannya yang tajam, psikopat itu juga memiliki indra pendengaran yang sangat tajam Di saat Shinta berteriak ketakutan dari jarak yang cukup jauh darinya, psikopat itu menoleh sekilas ke belakang lalu dengan cepat ia menatap kesal mangsa di depannya dengan berucap, "Gara-gara kamu, aku masih harus berburu lagi setelah ini"

Jleb! Tusukan kedua mengucurkan darah segar di perutnya Krisna. Krisna menjerit lebih kencang dari jeritan yang sebelumnya. Lalu ia terkapar di atas tanah, menatap topeng di depannya dengan bergumam lirih, "Bi....biarkan aku.....hi......."

Ngunggggg!!!!!! suara raungan gergaji mesin langsung memotong kalimatnya Krisna tepat di saat kepalanya Krisna terpisah dari raganya. Darah kembali terciprat mengenai topeng yang ia kenakan dan Finishing touch dari maha karya keduanya di hari itu, membuat psikopat itu tersenyum puas di balik topeng putihnya.

Shinta menyaksikan pembunuhan sadis telah merenggut nyawa suaminya itu. Seketika itu juga, warna di kedua bola matanya Shinta meluntur seiring dengan menebalnya rasa takut yang membakar jiwanya. Tangannya gemetar saat tangan itu membungkam mulutnya yang ingin berteriak dan menjerit menangis.

Shinta sontak teringat akan anak-anaknya. Dia bergegas mengusap air matanya dan segera berbalik badan untuk berlari cepat ke mobil Van mewahnya. Dia ingin menyelamatkan anak-anaknya.

Saat Shinta berhasil sampai ke mobil Van mewahnya, dia melihat Akamu dan Jenar tengah bermain kejar-kejaran di sekitar mobil Van mewah mereka.

Shinta terus berlari mendekati anak-anaknya sambil berteriak, Akamu! Jenar! Cepat masuk ke dalam mobil!"

Akamu dan Jenar langsung berlari masuk ke dalam mobil dan di saat mama mereka melompat masuk ke dalam mobil, anak kembar itu bertanya secara bersamaan, "Ada apa, Ma? di mana Papa?"

Shinta langsung meminta Jenar masuk ke dalam lemari panjang yang ada di bawah jok mobil dan sebelum ia menutup rapat lemari panjang itu, Shinta berkata, "Jangan keluar dari sini jika bukan Mama yang memanggilmu untuk keluar!" Shinta menutup rapat pintu lemari itu setelah ia menerima anggukan kepala dari Jenar.

Shinta lalu menoleh ke Akamu dan tersenyum bangga saat ia melihat Akamu sudah masuk ke dalam lemari panjang yang berhadapan dengan lemari panjang yang sudah diisi Jenar.

Akamu berucap, "Aku akan menunggu Mama datang baru aku keluar dari sini"

Shinta tersenyum lebar lalu ia menutup rapat lemari panjang yang telah diisi oleh Akamu.

Shinta mengumpat kesal dan seketika itu juga ia menyesal, kenapa dia tidak pernah belajar menyetir mobil. Shinta lalu melompat turun dari dalam mobil dan berlari menuju ke pos penjagaan, tapi sesampainya ia di sana, ia tidak menemukan seorang pun berjaga di sana.

Shinta bergegas berbalik badan dari sana dan berlari ke kantor pengelolaan dan di tengah laju larinya, dia berdoa semoga ada orang di dalam kantor tersebut. Shinta mengetuk pintu kantor pengelolaan itu dan mulai menggedornya dengan geram saat tidak ada sahutan dari dalam. Shinta lalu mencoba memutar kenop pintu berbentuk bulat dan dia berteriak, "Sial!!!!!!" saat ia menemukan pintu itu terkunci.

Shinta kemudian berbalik badan untuk berlari keluar dari kawasan pantai dan di saat itu, ia melihat sosok mengerikan dengan topeng dan menyeret gergaji mesin, melangkah pelan ke arahnya Shinta berjalan mundur selangkah demi selangkah karena, panik. Dia berusaha tegar saat sosok mengerikan di depannya itu Kembali mengingatkannya akan nasib naas yang menimpa suaminya. Dia geram, marah pada sosok itu, tapi dia justru terus melangkah mundur dengan isak tangisnya. Shinta berteriak di sela isak tangisnya karena, panik, bingung, takut, dan marah secara bersamaan menghantam jiwanya.

Akamu keluar dari persembunyiannya saat ia mendengar suara jeritan mamanya dan ia melompat naik ke atas jok untuk melihat keadaan di luar lewat kaca jendela. Akamu menatap nanar saat ia melihat kepala mamanya ditebas dengan gergaji mesin. Akamu langsung merosot turun dari atas jok dan berbisik, "Jenar keluarlah!"

Jenar keluar dari persembunyiannya dan bertanya, "Mana Ayah dan Mama?"

"Ssssstttt! Masuklah ke dalam koper, cepat!" Akamu membuka koper besar milik ayahnya dan tanpa banyak tanya, Jenar melompat masuk ke dalam koper. Sebelum Akamu menutup koper itu ia berpesan ke Jenar, "Jangan mengeluarkan suara apapun yang terjadi dan jangan bergerak-gerak di dalam koper, oke?!" Jenar menganggukkan kepalanya.

Setelah selesai menutup koper besar itu, dengan menyisakan sedikit celah agar Jenar bisa bernapas, Akamu berputar badan dan saat ia bangkit berdiri, sosok pria bertopeng telah melompat masuk ke dalam mobil dan bau darah menusuk hidungnya Akamu. Akamu bergidik ngeri melihat cairan kental yang menodai topeng putih mengerikan yang dikenakan oleh pria itu Lalu Akamu mendongak untuk menatap gergaji mesin yang terangkat ke atas dan meneteskan cairan kental berbau amis. Akamu mematung saat ia menatap gergaji mesin yang telah menebas kepala mamanya.

Jenar bisa merasakan ketakutannya Akamu, tapi di saat Jenar bergerak ingin keluar dari dalam koper itu, Akamu langsung berputar badan dan melompat di atas koper untuk memeluk koper itu dan Ngunggggg!!!!!! suara raungan gergaji mesin dengan sekejap memisahkan kepala Akamu dari tubuh mungilnya.

Psikopat itu lalu melompat keluar dari dalam mobil Van tanpa mencurigai ada manusia lain di dalam mobil Van itu karena dia tidak mencium aroma manusia lain di dalam mobil Van itu.

Psikopat kejam itu menyeret gergaji mesinnya menuju ke kelamaan hutan buatan manusia dengan menyeringai puas. Dia berhasil menorehkan empat karya seni yang indah di hari itu dan atmanya yang gelap, yang selalu haus akan darah itu, tiada henti melepaskan kepuasannya.

Seperti air mencerminkan wajah, demikianlah hati manusia mencerminkan manusia itu. Psikopat yang sebenarnya terlahir sangat cerdas itu teringat kata-kata bijak yang pernah diucapkan oleh ibu kandungnya itu saat ia menatap pantulan wajah tampannya tanpa topeng di beningnya air pantai. Dia menenteng tas punggung yang berisi topeng putih kesayangannya dan sarung tangan hitam kebanggannya. Psikopat berhati kelam itu telah melemparkan begitu saja gergaji mesinnya di dalam hutan buatan manusia sebelum ia berdiri di pinggir pantai.

Psikopat yang masih muda, berumur dua puluh tahun itu teringat kembali akan wajah ibu kandungnya yang bagai pinang dibelah dua dengan wajahnya.

Seketika itu pula dia menggeram kesal, lalu berteriak frustasi saat ia teringat kembali perlakuan kejam ayah kandungnya yang suka judi dan mabuk-mabukkan kepada dirinya dan kepada ibu kandungnya. Ingatan bocah remaja berhati kelam itu terhenti di hari saat ayah kandungnya memenggal kepala ibu kandungnya di depan matanya dengan memakai gergaji mesin dan di saat ayah tirinya itu hendak menebas kepalanya dengan gergaji mesin yang sama, polisi datang tepat waktu dan menembak mati ayah kandungnya di depan matanya. Seketika itu, ia jatuh pingsan dan terbangun dengan pribadi yang baru. Pribadi yang selalu haus akan darah.

Koper dibuka oleh Handoko pengacara kepercayannya Krisna yang juga sekaligus sahabat terbaiknya Krisna Pramananta. Handoko dan Alex, berjongkok di depan koper besar miliknya Krisna Pramananta dan melihat Jenar meringkuk di koper itu.

Alex mengecek napasnya Jenar dan menoleh ke Handoko dengan senyum lega, "Non Jenar masih hidup, Pak"

Handoko menghela napas lega dan dengan perlahan, Handoko menyentuh bahunya Jenar , "Jenar, ini Om Han dan Om Alex datang. Bangunlah!"

Jenar membuka kedua kelopak matanya, lalu bangun dan memutar badan untuk melihat wajah Om Handoko dan Om Alex, "Om, kenapa ada di sini? Kenapa ada banyak polisi di sini? Di mana Kak Akamu, Ayah, dan Mama?"

Handoko langsung mendekap tubuh mungilnya Jenar dan hanya bisa menangis tanpa mampu mengeluarkan sepatah kata pun untuk memberikan jawaban atas pertanyaan yang terlontar dari bibir mungilnya Jenar Ayu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!