Malam itu terasa semakin dingin. Mereka naik mobil pick up masih dengan suasana santai. Hiburan tadi benar-benar memukau. Dan sulit untuk di lupakan. Rasanya enggan untuk pergi. Namun apa daya. Jika waktu memaksa mereka untuk terus meninggalkan, dan harus pergi ke rumah supaya yang mengharap kan disana segera tertuntaskan rasa kekhawatiran serta sekian lama menunggu itu.
Kemudian kendaraan tersebut melaju dengan kencang, setelah melewati barisan para penonton yang juga tengah asik menatap lengger pujaannya itu. Mereka seakan tak perduli pada apa yang melintas di belakangnya. Asal bisa selalu melihat pada si cantik sudah cukup. Tak perduli kali ini tengah berdiri dimana. Di jalan, pada tempat kotor, atau di tempat sampah yang dibuat dari bahan cor itu. Yang lewat biarkan saja. Toh tidak saling mengganggu. Hanya saja jika kebetulan meleng akan semakin menghabiskan bahu jalan. Dan kendaraan besar seakan melewati sebuah lorong panjang yang lebih mengerikan karena begitu sempit jalan tersebut.
“Wah mau lewat gerbang batas hutan ini,“ ujar Aqi. Setelahnya, mereka akan melewati daerah hutan yang sangat angker. Padahal kalau hari-hari biasa sih, tak terlampau menghawatirkan. Bahkan suasananya demikian saja. Tapi bagi seberapa orang yang mengalami hal mistis akan merasa dibawa pada suatu dunia yang memang benar-benar pekat dan berbeda dengan keadaan aslinya. Itulah mengapa daerah itu sangat terkenal keangkeran nya bahkan hingga ke pelosok TV sudah mengetahuinya. Demikian terkenalnya. Walau demikian kalau suasana normal akan terasa nyaman saja. Walau tidak ada bangunan dari beton serta keramik, dan sinyal belum tentu ada, karena memang lokasi hutan. Ada penggarapnya. Beberapa bahkan di pakai oleh masyarakat untuk aktivitas tersendiri. Dimana mereka memfungsikannya supaya keseharian dapat tercukupi dari hutan pekat tersebut.
“Loh... kok banyak kabut ya?“ ujarnya lagi. Kabut ini hanya putih pekat saja. Tidak berbau sama sekali. Jadi bukan kabut asap yang baunya sangat khas hasil pembakaran. Kali ini juga tak berbau dupa seperti pada tontonan sebelumnya di lengger itu. Atau hio-hio yang ditancapkan di pemakaman dengan aroma yang berbeda juga. Pemandangan kala itu terbatas. Pada kegelapan hutan, di tambah dengan kabut, maka terasa semakin buram pada mata saja. Kalaupun tak ada kabut, suasana itu sudah pekat. Dimana tak ada penerangan sama sekali. Membuat sekeliling tak nampak. Penerangan kali ini berdasarkan sinar mobil yang tak seberapa terang jika di banding dengan mobil baru yang sudah menggunakan lampu teknologi mutakhir dengan energi kecil, namun bisa menghasilkan sinar demikian cemerlang.
“Aneh.“
Kabut yang sangat pekat. Seakan menutup jalan mereka. Lampu mobil itu seakan tak ada arti. Dan hanya mampu menembus beberapa meter saja. Memang daerah itu sesekali turun kabut. Bahkan lebih pekat dari ini. Terutama kala pagi. Dimana mentari belum mampu membuyarkan kerumunan putih itu. Atau sesaat setelah hujan usai. Maka rintik-rintik embun masih bersisa dan uapnya membentuk kabut pekat.
Aqi terus saja menjalankan kendaraan tersebut dengan kecepatan biasa. Namun pada sebuah kelokan yang tak seberapa tajam dia kesulitan menyetir. Mobil melaju terus seakan tak bisa dia kendalikan. Dan terus menerobos hingga meluncur tajam pada sebuah turunan yang aneh. Dan baru terhenti dengan sendirinya saat Aqi mencoba untuk mengembalikan posisi ke jalan yang tak nampak tersebut.
Sesaat mereka diam. Mencoba menata nafas.
“Gimana Qi?“ tanya Lalan.
“Entahlah… Perasaan mobil bergerak ini?“ ujar Aqi merasakan ada goyangan yang lumayan kuat di badannya.
“Itu getaran mesin Qi. Tapi mobil tetap diam kayaknya ini,“ kata Lalan yakin. “Bagaimana mau cepat sampai. Kalau diam begini.“
Aqi melihat kondisi mobil dengan melongok kepala. “Terpuruk kita disini.“
“Waduh bagaimana ini. Mana suasananya bertambah muram,“ ujar Lalan yang semakin panik saja melihat situasi demikian.
“Belum mandi kali lu Qi,“ tuduh si Lalan yang orang-orang bilang kalau ada suasana buruk bakalan dihubungkan dengan kondisi badan.
“Enak saja,“ kata Aqi memprotes. Meskipun semenjak pagi belum tersentuh air. Tapi tadi pagi perasaan sudah mandi. Dan parfum nya juga banyak.
“Ini gara-gara kamu pegang-pegang apem cewek itu kan?“ ujar Aqi mencoba mengungkit kejadian sebelum itu, pada tempat di luar sana. Yang tadi mereka singgahi.
“Aku kan berkehendak esok lusa akan ikut lagi,“ ujar Lalan tak ingin terlampau dipersalahkan melulu dan masih ada keinginan untuk terus ikut jika nanti si Aqi pergi ber bisnis.
“Wah gawat nih. Mana si Lilin mau ikut kumpulan lagi.“
“Ibu-ibu?“
“Iya. Kumpulan para istri.“
“Kalau yang belum jadi anggota juga ditanya-tanya suruh nomornya di masukkan grup, biar bisa ngerumpi bareng.“ Itulah hebatnya teknologi. Meskipun tak bisa kumpul bersama, namun masih bisa berkomunikasi antar rekan satu team itu. Sehingga masih bisa merencanakan sesuatu, melanjutkan penyelesaian dari apa yang sudah dibicarakan. Dan memperoleh hasil maksimal setelahnya. Beda dengan era kuno yang mesti bertemu baru bisa berbicara antar mereka. Kali ini, tidak harus. Bahkan segala sesuatu juga bisa diselesaikan dari jarak jauh. Dan itu sangat mungkin.
“Terus Pacitan sudah pesan banyak itu, ada klepon gula dibuntel plastik, cenil dan banyak lagi. Yang semuanya mesti dibereskan urusannya.“
“Telat dong nanti kita Qi, dalam membereskan urusan, kalau kita tak segera sampai di rumah nantinya,“ kata Lalan yang ikut khawatir tentang urusan rumah tangga orang lain jika mereka ngaret begini, meskipun bukan atas kehendak diri sendiri, namun oleh situasi yang kali itu benar-benar menyeramkan.
Memang tak biasanya banyak kabut begini. Ada paling-paling kalau pagi menjelang. Atau kala orang-orang hutan tengah membakar segala sesuatu, hingga api membesar dan kabut asap terus menggulung daerah tersebut. Kali ini peristiwanya berbeda. Bukan mau menyalahkan siapa atau apa. Tapi apa yang ada didepan mata mereka kini yang jadi persoalan.
“Ayo Qi cepat. Kita mesti segera melewati hutan ini biar segera sampai rumah dan urusan perkumpulan itu segera teratasi,“ katanya lagi agar si Aqi bisa menjalankan kendaraannya untuk segera melewati hutan angker dan misterius itu. Meskipun kalau siang biasa saja kondisinya. Bahkan orang kencing di situ juga tak pernah ada masalah. Biasanya orang yang kencing akan mendapat masalah. Karena dianggap kurang sopan, atau kurang ajar karena mengencingi si penunggu. Tapi beberapa orang meyakini, justru dengan kencing di daerah tertutup itu, akan membesarkan satu dari banyak persoalan. Khususnya masalah kesehatan. Sehingga apa yang tertahan kemudian membeku akan hilang saat itu juga. Dan organ bagian dala juga tak terbebani dengan kinerja yang tersendat. Makanya orang lebih memilih berhenti sejenak untuk membuang di tempat sepi tersebut agar rasanya nyaman, juga penyakit tak terendap, untuk kemudian melanjutkan acara selanjutnya.
Namun bagi sebagian orang yang mengalami jadi sesuatu pengalaman yang sangat berarti. Dan itu lebih dari satu orang. Makanya sebagian dari mereka bilang hutan itu sangat angker.
“Coba aku keluar untuk sekedar meneliti kalau-kalau bisa kita atasi sendiri kesulitan yang tengah kita hadapi...“
“Hati-hati Qi,“ ujar Lalan. Entah mengapa kali ini dia sedikit mengkhawatirkannya. Takutnya malah ada apa-apa dengan orang berumur itu. Sebab namanya hutan selain sepi juga penuh dengan mara bahaya yang bisa saja sebentar kemudian akan menjadi hidup dengan keganasannya yang sangat mengerikan. Pohon-pohon itu bakalan terlihat semakin besar saja. Atau akan menjadi semakin mengerikan jika diperhatikan dengan seksama. Iya kalau hidupnya uma berebut nafas, kalau sampai mengambil semuanya bakalan gawat. Karena sudah menjadi catatan umum bahwa jika malam maka mereka saling membutuhkan oksigen. Apalagi kalau ada binatang berbahaya, maka akan semakin bertambah muram saja. Sebut saja harimau, atau kalaupun tak sejahat itu, babi hutan yang jelas-jelas bukan pemangsa manusia, juga bisa menjadi beringas dan bisa melenyapkan nyawa, jika mana tahu langsung main seruduk atau menghajar dari belakang yang tentu akan membuat kesakitan serta luka parah buat yang kena. Dalam hal ini tentu saja Si Aqi yang berada dalam resiko yang lebih besar tanpa perlindungan juga tanpa adanya pengaman apapun. Beda dengan di dalam masih ada pintu dan kaleng mobil.
“Iya.“ Aqi cukup mengiyakan tanpa perlu mengungkapkan apapun lagi. Sebab tak ada gunanya. Karena kalau kesulitan tersebut tak segera di atasi maka akan bertambah sulit. Karena bisa lama berada dalam kegelapan malam juga di tempat yang biar begitu. Meskipun binatang buas hampir tak pernah terdengar, setidaknya ular-ular berbisa dan binatang kecil lain yang memiliki sengat juga sering di temukan baik siang maupun malam. Dan itu tak menutup kemungkinan jika para binatang mengerikan tersebut tengah mencari makan di malam gelap atau keberadaan makanan memang kala itu. Nokturnal.
“Jangan sampai aku yang khawatir.“
“Nggak papa.“
“Kalau ada apa-apa bilang ya Qi,“ ujarnya lagi. Masih dengan kekhawatirannya.
“Oke. “
Aqi turun dan mulai melihat-lihat kendaraannya yang sudah kosong tanpa muatan, karena gula sudah dia setor ke pembeli. serta memperhatikan bagian bawah kendaraan tersebut. Kalau bisa saat itu juga ketahuan ada penghalang yang merintangi perjalanan kendaraan itu, tentu akan segera di atasi. Apalagi selama ini kendaraan itu dari awal hingga sekarang selalu bisa diatasi kesulitannya. Baik mengenai kerusakan atau cuma kendala teknis lain.
“Iya Qi dorong,“ ujar Lalan berharap segera bisa meninggalkan tempat sunyi, sepi, sangat mencekam dan tak terdengar siapapun selain mereka berdua berikut mesin kendaraan yang sudah berhenti. Bahkan suara binatang malam seakan tak terdengar. Dengan demikian nuansa mengerikan cukup sedikit menipis dibandingkan kalau ramai suara binatang yang menambah tingginya irama kengerian di batin mereka.
“Wah repot ini.“
Mereka kebingungan antara hendak meminta bantuan atau cukup meminta tolong yang jelas tak terdengar ada siapapun disitu. Aneh memang. Meskipun hutan itu terkenal sangat angker, tapi kali ini jaman sudah berubah. Dimana lalu lintas di malam sepi pada jalur tersebut sudah sangat ramai. Setidaknya tiap lima menit pasti ada kendaraan yang melintas. Ini menjadikan malam yang sedikit berbeda dibanding seribu satu malam yang lain tentunya.
“Kenapa Qi?“ tanya Lalan melihat Aqi berhenti dalam kebingungannya kala meneliti mobilnya yang kelihatannya tak ada apa-apa yang menghalang. Baik tumpukan batu, batu besar atau sekedar kayu yang melintang. Sebab ini hutan. Dimana banyak kayu. Dan bisa saja salah satunya roboh untuk melintang jalan. Sehingga tanpa sadar roda itu terhalang. Itu andai ada kayu. Bisa juga batu-batu penyangga aspal yang sebelumnya dipakai buat penguat, namun terlepas dari posisinya yang menjadikan jalanan tak rata untuk lebih menghambat roda bulat mereka yang tak seberapa tinggi itu. Sebab, bagaimanapun, roda mereka tak akan mampu melintasi penghalang yang lebih separuhnya.
“Entahlah? Terperosok kali?“ kata Aqi yang semakin tak mengerti akan misteri yang kali ini tengah mereka hadapi. Begitu kelam suasananya. Sekelam perasaan yang tengah beku membiru dan diselimuti kabut kengerian ini.
“Memang menyimpang jalan tadi Qi?“ tanya Lalan yang sedari awal duduk di kursi dekat supir, jadi tak selalu memperhatikan kalau setir Aqi hendak dituju kemana.
“Aku juga tak tahu,“ kata Aqi yang bertambah bingung. “Perasaan sih menyusuri jalanan halus terus, tapi kenapa jadi terpuruk begini ya?“ ucapnya lagi yang semakin bingung di buatnya untuk menjawab pertanyaan Lalan yang mestinya tak perlu di jawab. Tapi kondisi mereka kali ini yang memaksa mesti menjelaskan kalau sebenarnya tadi dia seakan melangkah biasa saja. Tanpa menyimpang dan terus mengikuti jalur jalan yang halus. Hanya karena kabut aneh itu saja yang membuat dia serasa bingung dan mengira jurang dalam itu seperti jalanan rata yang sulit sekali menyetir kendaraannya untuk melanjutkan laju seiring dengan jalanan yang menikung. Kenyataan inilah yang tengah dia pikirkan, sampai-sampai kendaraan itu kali ini berada di luar jalur yang benar, dan tengah ada di hutan yang sulit sekali menemukan jalanan tadi. Atau bisa jadi mesti kembali lagi, hanya saja posisi mundur untuk terus menanjak akan lebih sulit rasanya. Belum lagi kekuatan yang tak jelas akan sampai di punak jalanan itu atau tidak. Dengan melaju juga belum tentu siap karena memerlukan energi yang besar juga dengan bodi kendaraan yang tak ringan itu. Selebihnya tentu hambatan pada roda yang bisa menjadi persoalan. Karena kala malam, embun juga mulai turun meskipun tak hujan sudah bisa membuat licin roda. Itu kala terang. Apalagi jika hujan, maka akan bertambah parah saja kondisi nya. Seakan roda yang baru sekalipun akan tak kuasa mencengkeram tanah untuk terus meninggalkan satu posisi menuju ke lokasi lainnya.
“Aku ikut turun Qi,“ kata Lalan yang lalu membuka pintu dan mengikuti dimana Si Aqi meneliti mobil pada bagian roda yang nampak biasa saja. Berharap ada bantuan yang bisa dia berikan demi suksesnya perjalanan selanjutnya kendaraan itu. Kalau memang mesti di dorong, dia akan ikut mendorong berdua Aqi.
“Wah bertambah pekat saja ya malam-malam berkabut dan jarak pandang dari tempat ini benar-benar tak nyaman ih...“ Aqi kemudian melihat-lihat sekitar lokasi mereka berada dimana jarak pandang tak lebih dari dua meter. Sehingga dia perlu mendekat jika untuk memastikan suasana. Si Lalan mengikutinya. Sebagai orang situ dan seringkali melintasi tempat tersebut, pasti akan bisa menghafal beberapa titik yang sering mereka lihat sebelumnya.
“Lo mobil kita mana?“ Aqi terkejut saat menoleh ke belakang kendaraannya sudah tak ada disitu atau tadi dia lumayan jauh bergerak sehingga kabut di malam pekat ini menambah pandangannya tertutup oleh sesuatu misteri yang aneh ini.
“Wah ayo cari,“ kata Aqi diantara panik dan kebingungan. Sangat disayangkan kalau kendaraan kesayangan yang harganya berjuta-juta itu mesti lenyap begitu saja. Tanpa jejak. Tanpa bau. Sehingga tak mampu mencium keberadaannya. Mungkin tadi memang sangat jauh. Atau sudah tertutup segala sesuatu yang mampu menghalangi pandangan mereka. Sehingga benda besar yang masih pada tempatnya jadi tak nampak.
“Kemana Qi. Kita sendiri kebingungan,“ ujar Lalan yang semakin panik saja menghadapi apa yang kali ini tengah mereka hadapi.
“Ya asal gerak lah,“ ujar Aqi daripada berdiam diri di tempat aneh tersebut, juga hanya akan menambah kebingungan diri sendiri. Lebih baik mencari dengan beralih lokasi. Barangkali memang demikian. Jika mereka menuju satu tempat yang mereka curigai, maka keberadaan milik mereka pasti akan segera didapatkan.
“Ih....“
Hanya itu yang terdengar sebagai tanda keluhan tak terucap namun sangat menyesak di hati. Bagaimana tidak sedih, apa yang dipunyai hilang. Apalagi benda tersebut sudah sangat lama menemani mereka dalam perjalanan hidup mengarungi bahteranya. Kini mesti lenyap. Andai mesti mengadakan lagi, juga harus ada dana serta penyesuaian diri kembali dengan kendaraan baru tersebut. Yang pastinya memerlukan waktu yang tidak jarang tak serta merta.
“Kemana? Tambah bingung ini.“
Akhirnya sedikit demi sedikit mulai berjalan. Memutari daerah yang tak jelas dengan banyak pepohonan diselingi remang-remang cuaca. Apa yang ada mereka dekati. Apa yang aneh langsung diselidiki, dan mesti tahu apa itu. Dan sejauh ini tak menemukan apa yang dicari. Dan mesti tak mengeluh untuk terus berusaha mendapatkan. Apalagi benda kesayangan itu memang miliknya.
“Itu barang kali,“ ujar Aqi melihat suatu keanehan didepannya yang nampak remang-remang dan menyerupai suatu bentukan yang sangat diharapkan.
“Lo kok bukan. Cuma pohon ini.“
Begitu didekati dan selubung kabut mulai tersibak yang nampak hanya pohon besar dengan dedaunan lebatnya. Memang banyak pohon-pohon yang aneh di sekitar hutan itu. Namanya juga hutan, maka pohon, batu dan tanah berbukit sangat meraja lela keberadaannya yang demikian saja dapat tumbuh tanpa mesti ada pemiliknya.
“Tapi kok gerak?“
Mereka bertambah terkejut melihat bentuk pohon tersebut tiba-tiba saja mulai meliuk-liukkan posisinya yang membuat semakin meremang bulu roma mereka.
“O kena angin.“
Begitu saat di lihat dengan seksama dan gerak tadi diikuti dengan hembusan kuat menerpa mereka.
“Karena kita ketakutan apa ya Qi.“
“Begitulah, sehingga apa yang ada di pandangan ini, menjadi semakin mengerikan saja.“ Selain ketakutan, pada malam yang tak jelas memandang segala sesuatunya, kala melihat sebuah bentuk dengan belum sepenuhnya jelas akan membuat pemikiran langsung mengarah pada bentuk aneh yang semakin membuat pemikiran terbelenggu pada kesan yang menciutkan nyali. Dan itu terjadi kala suasana seperti demikian yang antara pekat dan kurangnya pandangan pada jarak yang sangat terbatas ini. Sementara peralatan yang mestinya sangat membantu manusia dalam melihat di seputaran, sama sekali tak mereka punya. Itu juga yang membuat manusia hanya berkutat di sekitaran itu saja. Semakin luas apa yang dilihat manusia, maka dia semakin tahu mesti berbuat apa. Makanya sebisa mungkin segala peralatan canggih dipergunakan dalam mendeteksi kekurangan yang dimiliki manusia. Kala semua alat yang sangat berguna itu tak dipunyai, maka manusia hanya mengandalkan sekitarnya saja yang dia pahami. Selebihnya menunggu waktu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!