Awan hitam tampak menggantung di langit yang tak di hiasi bintang malam ini. Hawa dingin mulai menyebar, merasuk ke dalam tubuh seakan menyayat hingga ke tulang, Malam ini sepertinya akan turun hujan lebat.
Orang-orang yang berjalan berlalu lalang di jalan ini bertanya-tanya siapa wanita dengan gaun pengantin di tengah jalan yang menyita perhatian itu?
Ada yang menatap aneh, ada juga yang menatap iba, pasalnya gadis itu menangis saat semesta siap menumpahkan air dari atas langit.
Wanita dengan gaun pengantin putih lengkap dengan riasannya itu bernama Afsheena Daisy,dia berjalan hingga menuju tengah jalan seperti orang yang hendak mengakhiri hidup, bagaimana tidak, harusnya hari ini adalah hari bahagianya sebagai seorang pengantin wanita.
Namun semua itu kandas, ketika sang kekasih yang menjadi mempelai pria-nya malah tidak hadir di saat akad yang sakral hendak di lakukan.
Dan yang tak kalah mengagetkan Sheena-- sapaan akrab gadis berdarah Pakistan itu, adalah ketika Andre, pria yang sangat dia cintai itu malah datang ke pesta pernikahan saat tamu undangan sudah mulai pergi,dan dia tidak datang sendiri melainkan bersama seorang wanita yang Sheena sangat tahu siapa dia, Yaitu Raina, sahabatnya sendiri.
"A-apa maksudnya ini Andre? Kenapa kamu tidak datang saat akad akan di mulai? Dan sekarang kamu datang saat malam semakin larut, saat para tamu undangan sudah tidak ada? Kenapa kamu melakukan ini? Kamu membuat ku dan keluarga ku malu!"
"Sebelumnya maafkan aku, tapi aku tidak bisa melanjutkan pernikahan ini."
"Apa!" Semua orang terkejut, begitupun dengan ayah Sheena yang sudah melayangkan sebuah pukulan di wajah Andre.
Namun Andre tetap bergeming, walaupun mendapatkan pukulan di rahang yang begitu telak, Andre tidak melawan malah menatap pria paruh baya yang seharusnya menjadi ayah mertuanya ini.
"Beraninya kau mengatakan hal itu di saat semuanya sudah di persiapkan dengan matang. Di mana tanggung jawab mu!"
Andre menatap pak Hamid, juga semua orang yang ada di sana.
"Sebelumnya saya benar-benar meminta maaf, saya tidak bisa lagi melangsungkan pernikahan ini, karena saya sudah mencintai wanita lain, dan dia adalah Raina." Menatap wanita yang di genggam tangannya.
"Saya sudah mencintai Raina yang tak lain adalah teman Sheena, jauh sebelum pernikahan ini di rencanakan, saya sebenarnya tidak lah mencintai Sheena sama sekali, saya pun terpaksa menjalani perjodohan dengannya karna permintaan dari ibu saya yang tidak bisa saya tolak."
Semua orang tercengang dengan penjelasan yang di layangkan Andre saat ini, para hadirin, beserta para undangan yang tersisa juga seluruh keluarga besar dari kedua belah pihak yang merasa di permalukan menatap sinis ke arah dua orang tak tahu malu itu.
Plak! Afsheena menampar Andre di depan semua hadirin yang masih tersisa di sana. Gadis itu menangis tak perduli dengan riasannya yang kini sudah akan luntur.
"Jahat kamu, setelah semua yang kita jalani selama ini, kamu bilang kamu gak mencintai aku sama sekali? Dan malah menjalani hubungan dengan sahabat ku sendiri?"
"Kenyataannya memang aku tidak pernah mencintai kamu, aku hanya mengikuti keinginan keluarga ku untuk belajar mencintai kamu, tapi ternyata itu tidak bisa, karna hatiku sudah terpatri untuk Raina seorang," ucap Andre enteng seperti tak ada beban.
Afsheena menatap tak percaya, tenggorokannya seakan tercekat, sesak di dada semakin terasa ketika melihat genggaman tangan mereka yang semakin erat.
Pantas saja, mereka sangat akrab dulu, Andre sangat perhatian dengan Raina, Sheena kira itu semua murni karna persahabatan, sebab sebelum di umumkannya perjodohan untuk dirinya dan Andre, mereka bertiga adalah kawan baik sejak SMA.
Tak menyangka dia akan mengalami semua ini. Rasanya sungguh menyakitkan terlebih lagi ketika orang yang mengkhianati mu adalah orang terdekat mu sendiri.
"Ini semua gara-gara lo!" Afsheena yang sudah tak bisa mencerna lagi, langsung menubruk ke arah Raina dan menarik rambut wanita itu.
Semua orang langsung panik begitupun dengan Andre yang terbelalak, berusaha memisahkan mereka berdua.
"Awww-- sakit Sheena." Raina yang sebenarnya adalah rubah licik, tak melawan sama sekali saat Sheena menganiaya dirinya, padahal Raina lah yang mengambil Andre dari Sheena. Saat pria itu sudah akan mencintai Sheena, Raina dengan segala bujuk rayuannya berhasil menggoda Andre hingga mereka melakukan hubungan di luar pernikahan. Hingga Andre benar-benar jatuh tenggelam dalam pesona yang di buatnya sampai melupakan perasaannya pada Sheena.
"Sheena,kamu apa-apaan, jangan bermain kasar begini!" Andre menyentak tangan Sheena dengan kasar Membuat wanita itu terkejut.
"Gara-gara dia kamu jadi berubah gini kan? Harusnya aku Ndre, harusnya aku wanita yang kamu cintai, bukan dia." Sheena terisak hebat, namun hal itu tak bisa membuat Andre juga luluh, yang ada Andre menatapnya dengan tatapan jijik. Sementara Raina tersenyum diam-diam di atas penderitaan temannya kini.
"Tapi perasaan tidak bisa di paksakan Sheena," ucap Raina dengan lemah lembutnya, namun membuat Sheena seakan muak dan ingin mencakar wajah sok cantik itu.
"Sudah! Lebih baik Kalian pergi dari sini!" Pak Hamid membentak, mendorong tubuh Andre dan Raina dengan emosi yang sudah meledak-ledak.
"Pak Hamid,tolong maafkan putra saya!"
"Tidak, tidak ada permintaan maaf, keluarga anda juga, silahkan pergi dari sini!" Ucap pak Hamid pada pak Hasan, ayah Andre.
"Untuk mu jika kau memang membatalkan pernikahan ini silahkan, putriku tidak akan mengemis pada pria bajingan seperti mu, bagaimana pun omongan orang nanti dia tetaplah putriku tercinta, dan akan ku pastikan putriku akan mendapatkan pria yang lebih baik dari pada dirimu!"
Andre tersenyum miring. "Silahkan saja jika memang ada." Congkaknya.
"Kalau begitu kami akan pergi dari sini, dan untuk mu Afsheena, semoga bisa mendapatkan pria yang lebih baik seperti yang ayahmu ucapkan tadi."
Lalu mereka pergi dengan santainya meninggalkan Afsheena dengan keterpurukannya.
Setelah semua yang terjadi itu, Sheena lebih memilih kabur meninggalkan area resepsi,tak memperdulikan teriakan ayah dan ibunya, Sheena yang terkadung malu dan sakit hati atas gagalnya pernikahan ini, memilih pergi, berjalan tak tentu arah hingga berakhir di sini.
"Aaaaargggggh, breng*sek lo Andre!" teriak Sheena menggelegar membuat semua pasang mata menatapnya, terkejut.
Namun Sheena tak perduli, terus melangkahkan kaki hingga kini ia berdiri di sebuah gedung yang menjulang tinggi.
"Benar, di tempat inilah aku bisa melepaskan semuanya."
*
*
*
Dengan gaun pengantin putih yang masih lengkap menutup tubuh, Sheena masuk ke are yang sering di bilang adalah surganya anak milenial.
Di sisi lain seorang mafia yang terkenal berdarah dingin dan kejam datang ke bar yang sama yang saat ini di masuki Sheena.
Dengan tinggi 188 cm, berwajah oriental dengan campuran darah Australia yang mengalir, badan kekar dengan otot-otot yang membingkai Membuat seorang Jayden Alexander terkenal sebagai mafia termuda namun mematikan dengan wajah serupa dewa yunani yang membius siapa saja yang melihatnya.
Terbukti dengan begitu ramainya sorak sorai para wanita malam yang menyambut kedatangan Jayden saat ini.
"Aaaa ... Tua Jayden akhirnya ke bar ini juga."
"Gilak, ganteng banget, walaupun gak di bayar aku rela melayani jika pelanggannya adalah dia."
Begitulah sorak sorai juga teriakan memuja para kaum wanita yang ada di sini, dengan pakaian terbuka dan ketat juga make up menor, mereka berjejer di samping kiri dan kanan menyambut sang leader mafia itu.
Di belakang Jayden terdapat seorang pria dengan kacamata yang bertengger di hidung bengirnya, yaitu Kevin harrison, orang kepercayaan Jayden sekaligus sebagai kaki tangannya dalam kalangan mafia.
Sebagai seorang leader mafia, kekejaman Jayden tentu sudah menjadi fakta yang paling ditakuti oleh banyak orang yang mengenalnya, bagi para organisasi mafia lain, kehadiran Jayden adalah bencana untuk mereka, karna Jayden bisa dengan mudah merebut, merampas semua yang mereka punya dengan begitu mudahnya.
Oleh karenanya mereka tak pernah berani mengganggu ataupun masuk ke dalam otoritas Jayden, karna itu sama saja dengan mencari mati.
Terkecuali seorang wanita dengan gaun pengantin yang melekat pada tubuhnya, yang dengan lancangnya menghampiri Jayden. Menghalangi jalan pria itu.
Semua orang yang ada di bar itu terkesiap, Sheena yang kini sedang dalam pengaruh alkohol merasa terusik dengan teriakan penuh puja para wanita untuk Pria di depannya ini. Dan itu membuatnya muak.
"Oh jadi kau yang membuat kehebohan?" dengan tubuh limbung Sheena menatap wajah Jayden.
Sementara pria itu menatap Sheena dengan tatapan datar namun dengan kilatan tajam bak pedang yang siap menghunus tubuh musuhnya.
"Kau siapa?"
***
Afsheena Daisy, nona pengantin malang
Jayden Alexander sang leader mafia
Mendengar pertanyaan lelaki itu, Sheena yang di pengaruhi alkohol hampir tergelak.
"Aku?" Menunjuk diri sendiri. "Mungkin saja bidadari yang akan membawa mu ke surga."
Semua orang hampir ikut tergelak mendengar penuturan random wanita itu, terkecuali Jayden yang masih menatap datar. Tanpa aba-aba lagi, Kevin segera menghampiri tuannya, wanita setengah sadar ini akan membuat Jayden marah dengan tingkah gilanya.
"Mau saya usir wanita ini tuan? Sepertinya akan menganggu anda." Tawar Kevin.
"Tidak perlu." Jayden menjawab dingin, mendengar itu Kevin tak membantah lagi, lalu memundurkan langkah melipir ke belakang.
Jayden menatap penampilan wanita berbalut gaun pengantin itu, sudut bibirnya terangkat sedikit. "Menarik."
Afsheena masih dalam keadaan sadar tidak sadar, beberapa tenggak gelas berisi bir yang ia minum dengan paksa membuat kesadarannya hampir hilang.
Rasa sakit, amarah, dan kekecewaan menjadi satu mengingat penghianatan yang di lakukan oleh Andre dan Raina, lelaki yang ia cintai juga sahabat yang paling dia percayai, sungguh mengingat itu kembali membuat kepala Sheena seakan ingin pecah, menahan rasa yang bergejolak.
"Nona pengantin, sebaiknya kau minggir karna kau menghalangi jalan ku!"
"Waaah, congkak sekali bicaramu, kau ini sebenarnya siapa sih? datang-datang membuat kehebohan, sampai rasanya kepala ku ingin pecah mendengarnya." Sheena dengan terhuyung-huyung, berkata melantur menatap dengan mata sayu pria di depannya ini. tangannya menunjuk-nunjuk ke dada Jayden membuat pria itu menatap tajam.
"Lancang sekali!" seorang pria datang, yang tak lain adalah pengurus bar ini juga bawahan setia Jayden, melihat tuannya yang di hina membuat Giorgio meradang. Namun Jayden merentangkan tangan, pertanda Giorgio tidak perlu ikut campur dalam masalah ini.
"Kau sebaiknya bubarkan kerumunan ini, dan amankan situasi," titah Jayden pada Georgio.
"Dan Kevin ... seret wanita ini!" titah Jayden dengan suara beratnya, semua orang bergidik, mereka tahu seperti apa Jayden saat pria itu sedang marah, sangat menakutkan dengan aura mengintimidasi yang begitu kuat.
Byurrr! tiba-tiba entah dorongan dari mana sehingga membuat Sheena menumpahkan gelas yang berisi bir hingga mengenai kemeja hitam Jayden. semua orang terkesiap, lagi-lagi terkejut dengan aksi berani wanita itu, sementara Georgio sudah sangat geram ingin mengusir Sheena dari sini.
"Jangan semena-mena padaku ya, aku bukan kantong kresek yang seenaknya di seret-seret!" Sheena dengan nada ngelantur mengancam di depan muka Jayden, Kevin pun yang sudah mulai jengah, menarik tangan Sheena untuk keluar.
"Tunggu ... tunggu, jangan menarik tangan ku!" Sheena menghempaskan tangan Kevin membuat pria itu terkejut.
"Hei, sebenarnya kalian ini siapa sih? seenaknya saja melakukan hal kasar." sentak Sheena yang kini kesadarannya sudah sampai lima puluh persen.
"Anda yang siapa, nona? datang-datang membuat kerusuhan." sentak kevin kembali.
"Aku ... " mendadak wajah Sheena menjadi sedih. "Aku pengantin, aku akan menikah tahu," lirihnya.
"Aku ini pengantin wanita, lihat gaun ku cantik sekali." Kevin melongos mendengar penuturan Sheena yang semakin melantur, lalu tanpa aba-aba lagi menarik kasar tangan Sheena untuk keluar dari sana.
Jayden hanya diam, menatap nyalang dengan sudut bibir berkedut, dua orang wanita cantik dengan pakaian minim menghampirinya, mengusap wajah Jayden yang basah dengan handuk kecil.
"Astaga, lihat wajah tampan tuan Jayden yang kotor ini, semua itu akibat wanita tak tahu diri yang datang entah dari mana," cerocos wanita di sampingnya, berambut panjang dengan gaun mini yang mengekspos buah dadanya.
"Benar, sepertinya wanita itu gila karna di tinggal nikah, terbukti dengan pakaiannya, dia malah melampiaskannya pada tuan Jayden kita yang terhormat," ucap panjang lebar wanita di samping kanannya, bergincu merah menyala senada dengan gaun malamnya.
"Sudah!" Jayden membentak. "Kalian boleh pergi!" usirnya pada kedua wanita itu.
Mereka mengangguk dengan takut-takut, lalu kerumunan pun perlahan bubar setelah Georgio menyuruh mereka untuk kembali.
"Maaf tuan, ini akibat kelalaian saya." Giorgio menunduk dengan rasa bersalah.
"Tak usah meminta maaf, perketat saja keamanan, aku tak ingin hal seperti ini terjadi lagi di bar milik ku."
Giorgio mengangguk patuh. "Baik,tuan."
***
Sementara Sheena di paksa untuk keluar oleh kedua bodyguard suruhan Kevin, dorongan dua orang pria berbadan besar itu membuat Sheena hampir terjengkang.
"Pergi! jangan sampai kesini lagi." sentak kevin.
Sheena yang terlampau terkejut hanya diam, lalu pintu keamanan pun di tutup, meninggalkan Sheena di luar dengan langit yang semakin mendung, di sertai rinai hujan yang semakin besar.
Jayden di ruang VVIP nya menatap nyalang pada seluruh bawahannya yang ada di sana, pria itu duduk dengan menopang kaki di kursi kebesarannya di apit oleh dua wanita penghibur di sisi kanan-kirinya.
"Bagaimana bisa seorang wanita yang tak memesan tiket sebelumnya bisa masuk ke dalam wilayah ku! di mana kinerja kalian hah!" bentak Jayden setelah mendengar apa yang terjadi. Dia tak habis fikir dengan semua ini.
Semua orang bergidik, dengan kemarahan Jayden kali ini, niat hati ingin menjernihkan pikiran dengan bersantai di bar ini, malah membuat kekesalannya semakin memuncak akibat wanita yang baru saja mempermalukannya itu.
"Maaf tuan, saya juga tidak mengerti bagaimana wanita itu bisa masuk, sepertinya dia masuk dengan mengendap-ngendap bersama pengunjung lain, hingga bisa melewati keamanan kita dengan begitu mudahnya."
"Apapun alasannya, aku tak peduli, aku tak ingin kejadian seperti ini terjadi lagi, apalagi banyak musuh-musuhku yang menantikan kejatuhanku," ucap Jayden dengan berdecak, mengingat kubu lawan yang pernah menjebaknya hingga membuat satu bar terbesar miliknya hangus di lalap si jago merah, membuat darah Jayden seketika mendidih.
"Ingat perkataan ku tadi, kalian semua boleh pergi!"
Semua orang berseragam rapih itu mengangguk patuh dan membungkuk hormat lalu melenggang pergi.
"Kalian berdua juga, pergilah!" sentak Jayden pada kedua wanita penghibur itu.
"Apa kita tidak bersenang-senang dulu tuan," salah satu wanita berucap dengan nada sensual, meraba dada bidang Jayden yang di tumbuhi bulu-bulu halus membuatnya semakin se k si.
Plak!" Jayden menghempaskan tangan wanita itu.
"Beraninya kau menyentuh tubuh ku! pergi dari sini!"
Mendengar penolakan tegas yang di lontarkan Jayden membuat wanita itu terkesiap kaget, mereka menjadi takut lalu memilih pergi.
Begitulah Jayden, walaupun dia seorang bos mafia yang bisa dengan mudahnya bergonta ganti wanita setiap saat dan bisa mendapatkannya dengan mudah, tapi Jayden tidak seperti itu.
Terbukti Jayden tak pernah tidur dengan wanita manapun, bahkan tidak akan dia biarkan seinci pun tubuhnya di pegang oleh sembarang wanita. Tidak akan dia biarkan.
Hal itu tak lepas dari janjinya pada seorang gadis di masa lalunya. gadis yang selalu menempati posisi terbesar di hatinya walaupun mereka tak pernah bertemu lagi.
Jayden membuang nafas prustasi, setiap mengingat kembali kenangan menyakitkan itu, dadanya seperti terhimpit oleh batu besar yang membuatnya sesak.
Mengingat sesuatu, Jayden merogoh kantong celananya mengambil sebuah anting dan menatapnya dengan seksama.
Anting perak yang berkilauan itu ia temukan setelah kepergian wanita aneh yang menganggunya saat tadi, wanita dengan gaun pengantin yang datang ke bar lalu menarik perhatiannya.
"Mungkin kah anting ini adalah miliknya?" monolog Jayden, tetap memperhatikan dengan mata elangnya.
Jayden lalu tersenyum semrik. "Nona pengantin tidak waras, sepertinya kau sudah masuk dalam daftar ku!"
Hujan turun semakin deras, Sheena menatap ke arah garis cakrawala, tetes-tetes air hujan yang mengenai wajahnya seakan sedang mentertawakan hidupnya yang kini mengenaskan.
Kepalanya terasa berat, ternyata hanya beberapa tenggak minuman saja bisa membuat dia semabuk ini, maklum baru kali ini Sheena mencoba minuman seperti itu, Sheena memang bukanlah wanita dengan pergaulan luas, wanita itu lebih cenderung berada di rumah, terkesan anak rumahan namun bukan gadis pendiam.
Sheeena lebih dominan ceria, terkadang petakilan, karna insiden ini saja membuat semua sifatnya itu seakan hilang seketika.
Gara-gara sebuah pengkhianatan. Menghembus nafas berat, sheeena rasanya seperti ingin tertidur dan tak ingin bangun lagi. Tapi bagaimana dengan keluarganya?
Bagaimana keadaan Ayah, ibu juga Dimas, adiknya? Mereka pasti sedang mencarinya sekarang, sementara Sheena kini sedang terjebak hujan yang entah sampai kapan bisa reda.
Sheena menghembuskan nafas kasar, mendongak, membiarkan beberapa tetesan air hujan mengenai tangannya, lalu wanita itu kembali mundur untuk berteduh.
Sheena tak sengaja meraba telinga, ia baru sadar ternyata anting miliknya ilang satu, padahal itu adalah pemberian ayahnya, ia sangat menyayangkan.
"Harusnya malam ini malam pertama kita." monolog sedih, ia teringat tentang Andre, lelaki penuh kelembutan yang berhasil memenangkan hatinya, siapa sangka malah menjadi boomerang sangat menyakitkan untuknya.
Mengingat tentang Andre kembali juga penghianatan lelaki itu membuat Sheena kesal, lalu ia melepas semua perhiasan pengantinnya kemudian membuangnya ke sembarang arah. Kini hanya tersisa gaun putih yang melekat di badannya.
Wanita itu lalu duduk di pinggir amperan tokoh yang tutup, malam semakin jelas di tambah hujan yang semakin deras mengguyur bumi, entah sampai kapan dirinya akan terjebak di sini.
Sementara pak Hamid dan istrinya di rumah tak henti-hentinya mencari keberadaan sang putri, mereka yang terkenal cukup berada di wilayah itu, tak segan untuk menyewa beberapa orang untuk mencari putri kesayangan mereka, Bu Nafisah-- ibu Afsheena, tak henti-hentinya menangis atas hilangnya sang putri.
"Pah, Sheena di mana pah? hujan semakin lebat tapi putri kita tak kunjung kembali," lirih Bu Nafisah dengan berderai air mata.
Pak Hamid menepuk bahu istrinya guna menenangkan, meski tak bisa di bohongi hatinya pun dirundung cemas yang luar biasa seperti sang istri.
"Tenang mah, kita sudah menyewa orang-orang terbaik, Sheena pasti ketemu, putri kita tak jauh dari sini."
Begitupun dengan Dimas, bocah berusia sebelas tahun itu juga cemas akan di mana keberadaan kakaknya. Ingin rasanya Dimas memukul wajah bang Andre, lelaki yang sudah menyakiti hati kakak tersayangnya.
Meskipun Dimas masih kecil tapi pemikirannya dewasa, dia paham apa yang terjadi, siapa yang berani menyakiti kakaknya akan ia balas berkali-kali lipat.
"Tunggu aku besar ... Aku pasti akan memberi pelajaran pada bang Andre."
Lalu tatapan tajam Dimas perlahan mengendur dengan air muka nelangsa. "Kakak kamu di mana ... Ibu sangat mengkhawatirkan kakak,juga kita di sini." Monolognya menatap tetesan hujan yang semakin besar.
Jedder! Sheena menutup kuping rapat-rapat demi menghalau suara menggelegar petir yang seakan memekakkan indera pendengaran. Kilatan cahaya di awan hitam membuat tubuh Sheena semakin merinding. Dia sangat takut.
Sheena lantas merapat hingga ke dinding, memeluk lututnya dengan ketakutan yang luar biasa. menatap genangan air di selokan, lalu suara seperti benda di banting tiba-tiba mengagetkan Sheena.
"Wah ... wah,wah, ada kucing liar rupanya di sini?" segerombolan orang berpakaian urakan datang, menghampiri Sheena, membuat wanita itu sontak terkejut.
Sheeena buru-buru berdiri, menyingkap ujung gaunnya, dan bersikap waspada, Sheena menelan ludahnya kasar, telapak tangannya mendadak berkeringat karna takut yang mendominasi.
"Siapa kalian!" Sentak Sheena dengan mata memicing, perlahan dia melangkah menjauh melihat gerombolan itu semakin mendekat ke arahnya.
"Tenang aja neng,kita gak gigit kok." salah satu dari mereka menatap Sheena dengan mata liarnya.
"Jangan mendekat, aku tahu kalian ini pasti penjahat!"
Lalu gerombolan berisi lima orang pria dengan tampilan preman itu tertawa.
"Lo gak bisa kabur lagi neng, mending ama kita sini yuk, senang-senang dulu, kita anget-angetan mumpung lagi hujan."
"Benar gak?" salah satunya menarik alis.
"Yoi." diikuti oleh seruan-seruan yang menyutujui.
Alarm bawah sadar Sheena berbunyi, mengumpulkan kesadaran yang semakin habis karna mabuk, mata Sheena bertumbuk pada sebilah kayu di sampingnya.
Sementara orang-orang itu semakin dekat ke arahnya, Sheena dengan secepat kilat mengambil bilah kayu itu dan langsung memukulnya pada salah satu di antara.
Pria itu menjerit kesakitan mendapat pukulan telak di pundak, "Sial, tangkap dia!" desisnya dengan mata menyala-nyala, lalu yang lain segera mengangguk langsung mengejar Sheena yang sudah pergi menjauh.
***
Sementara di ruang VVIP miliknya yang di jaga ketat, Jayden duduk di dekat jendela, salah satu orangnya masuk, ijin untuk menyalakan perapian karna suhu dingin akibat hujan.
Jayden duduk dengan menumpuh kaki, menikmati sebotol bir di tangan, kemampuan minumnya memang tak pernah di ragukan, Jayden sudah sangat akrab dengan dunia malam yang sudah menjadi bagian dari hidupnya.
Jayden lalu melihat ke arah luar jendela, pria yang semula menatap malas mendadak terhenyak dengan mata tajamnya yang melebar, di sana dia melihat wanita bergaun pengantin itu sedang berlari dengan ketakutan, walaupun air hujan menghalangi tapi Jayden bisa melihat jelas raut ketakutan wanita itu.
"Kenapa dia tidak pulang? kenapa dia berlari seperti itu?"
Lalu pria itu menggeleng. "Bukan urusan ku."
Jedder! petir kembali menyambar-nyambar, mata Jayden terbuka lalu melihat segerombolan pria yang juga terlihat sedang berlari, Jayden akhirnya menyadari situasi. Wanita itu dalam bahaya.
Sepertinya dia sedang di kejar-kejar oleh preman itu. Namun lagi-lagi Jayden menggeleng. "Bukan urusan ku."
Seperkian detik dia hanya diam saja menonton dari atas sana, Indera pendengarannya lalu menangkap lolongan seorang gadis yang meminta pertolongan. Jayden dengan kepala di tumpuh di tangan akhirnya membuka mata.
Pada akhirnya dia tidak bisa diam saja. "Bedebah!" mendesis dengan mata menyalang, Jayden akhirnya berdiri mengambil jas hitamnya juga sebuah pistol.
***
"Tolong! siapapun tolong aku!" di amperan tokoh yang sudah sepi, Sheena tetap meneriaki guna meminta tolong, kesadarannya hampir hilang, rasa sakit di kepalanya kian mendera, tapi orang-orang itu semakin mendekat.
"Gak Sheen, kamu gak boleh pingsan!" sentaknya pada diri sendiri. jika dia kehilangan kesadaran para pria bejat itu pasti akan menerkamnya habis-habisan.
Hujan mulai reda, tetes-tetesnya sudah tak selebat tadi, tapi preman itu semakin gencar untuk mengejarnya.
"Sial, walaupun dia kecil tapi larinya cepet banget!"
"Padahal dia pake baju kaya pengantin yang ribet, tapi kenapa larinya cepet banget!"
"Udah, jangan banyak omong, masa kalian kalah sama gadis ingusan! cepet tangkap dia!"
Sheena hampir ingin menangis, orang-orang itu semakin dekat, apakah di sini tidak ada yang mendengar seruannya? padahal malam juga gak larut-larut amat.
Seketika bayangan Sheena mengingat tentang ayah, ibu dan Dimas, melihat senyuman mereka bertiga, membuat air mata Sheena tak bisa di tahan.
"Ayah,ibu tolong aku."
Brukk! Sheena terjungkal, kakinya tersandung hingga membuat ia terjatuh. ia menengok ke belakang, para preman itu sudah mengerumuninya.
"Nah ketangkep juga akhirnya!"
Sheena menggeleng kuat-kuat, air matanya sudah turun dengan deras.
"Tolong, jangan apa-apakan saya." mohonnya.
"Tenang gak akan sakit kok." Mereka tertawa. hingga tiba-tiba suara mereka memelan di iringi oleh suara tembakan yang menggema.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!