"Ehh. Ada apa ini?!".
Semua mata langsung tertuju pada gadis yang baru saja datang bergabung.
"Apa yang kalian lakukan?!" Ucap gadis itu lagi dan menarik seorang pria yang baru saja terkena body shaming.
"Kami tidak melakukan apa-apa. Kami hanya ingin memberikan pelajaran untuknya. "
"Pelajaran?."
"Iya. Dia sudah berani melaporkan pada bos kami tentang kalakuan kami. Dan karena dia juga kami langsung di depak dari tempat bekerja kami."
Setelah mendengar penuturan salah satu dari beberapa pria tersebut membuat gadis itu terdiam. Yah bagaimana lagi. Memang susah juga kalau seperti ini. Batinnya.
Gadis tersebut menoleh ke wajah pria yang sedari tadi di genggam tangannya. "Bener yang mereka katakan?". Tanyanya.
"Sebuah usaha tidak membutuhkan pegawai yang curang." Jawab pria tersebut dengan santainya.
Gadis itu hanya bisa kesal tertahan.
"Baiklah. Disini kalianlah yang salah. Jadi sekarang bubar!." Ucap gadis itu tegas.
"Az. Apaan kau ini?!. Dia harus diberi pelajaran!." Seorang pria yang memang mengenali gadis tersebut tampak tidak terima. Matanya menatap tajam gadis yang sedang berusaha menjadi pahlawan kesorean tersebut. (Karena waktu kejadian pada jam sebelum Maghrib).
Gadis itu juga tidak mau kalah. Matanya juga langsung menghunus ke arah wajah pria tersebut. "Masih mau berurusan denganku?." Tanyanya dengan menekankan setiap katanya.
Mereka langsung menghembuskan nafas kasar dan berbalik pergi begitu saja. Yah. Siapa yang berani berurusan dengan gadis cantik berkulit putih bersih dengan hijab simpel yang selalu menutupi seluruh rambutnya itu ?.
Tanpa mengucapkan sepatah kata lagi Gadis itu juga pergi meninggalkan pria yang baru saja di tolonglah begitu saja. Dan melangkah memasuki sebuah komplek perumahan elit yang berjarak tak jauh dari tempat kejadian.
_____________________
"Assalamualaikum..."
"Waalaikumsalam. Itu wajah apa keset kamar mandi?."
"Ahh mama...aku lagi kesel aja tadi. "
"Kesal kenapa?. Jangan bilang kamu membuat masalah lagi ?. Mama udah bosen dengernya."
Wanita paruh baya yang tak lain adalah ibunya, kembali melanjutkan kegiatannya di depan kompor.
Gadis itu melipatkan kedua tangannya di sisi-sisi tubuh ibunya dan memeluknya erat dari arah belakang.
"Apa ini?. Awas sana!. Mama lagi masak."
"Mama.."
"Hemm?."
"Ma."
"Iya Azri. Ada apa?."
"Ma. Azri mau kerja yaa. Azri bosen di rumah terus. Azri pengen punya kegiatan."
"Apa mama tidak salah denger ya?. Tiap hari malah kamu sibuk sampai lupa rumah." Sintia-mamanya Azri berbalik badan sehingga kini berhadapan dengan putrinya.
"Yahh, mama. Itu kan beda lagi. Itu hobi ma. Beda sama kerja. "
"Tapi hobi kami juga dapat gaji kan?."
"Iya sih. Yah tetep aja beda lah, ma. Ayolah izinin Azri kerja yaa!"
"Tanya sama papa sana!. Kalo papa ngizinin berarti boleh."
"Yaudah nanti Azri tanya ke papa. "Ucap Azri seraya berjalan ke arah meja makan. "Ma. Nanti malam Azri izin ke Nanzea, ya."
"Mau apa lagi?. Bukannya kamu ngelatih gak sama malam juga kan?."
"Iya sih. Tapi Azri ke sana bentar kok. Azri cuma mau ngambil hp yang ketinggalan. Tadi Azri lupa dibawa."
"Yaudah iya. Tapi nanti di antar sama Zuhdi yaa."
"Iya. Makasih ma."
Waktu terus beringsut dengan pasti. Tepat setelah selesai sholat isya Azri sudah kembali rapi untuk keberangkatan menuju tempat dimana ia selalu mengapresiasikan hobi nya.
"Dek. Jadi gak ke Nanzea nya?" Seseorang menyembulkan kepalanya dari balik pintu kamar.
"Iya jadi kak. Ayo?!"
"Ayo?!."
Keduanya berjalan menuju mobil yang terparkir di halaman rumah. Sesaat kemudian perjalanan langsung dilakukan.
"Kak. Tadi siang aku hampir saja ribut sama Dhani."
"Kenapa lagi?."
"Dhani sama temen-temennya melakukan body shaming ke pria lemah. "
"Ohh." Jawab kakaknya datar.
"Kok ohh doang sih?!"
"Yah emang udah kebiasaan kamu kaya gitu kan?."
"Iya sih."
Setelah menempuh perjalanan selama lima belas menit akhirnya sampai juga di tempat yang dituju.
"Aku masuk dulu ya kak."
"Iya."
Azri masuk ke dalam padepokan bela diri tempat dirinya memberikan pelatihan pada para generasi muda yang ingin memiliki kemampuan untuk melindungi diri sendiri juga orang lain yang membutuhkan.
Ternyata saat masuk ia telah di suguhkan penampilan seseorang yang terlihat sangat gagah berdiri di depan para muridnya. Pria itu sedang memberikan pengarahan dan beberapa gerakan sebagai contohnya.
Sejenak Azri telah melupakan tujuannya datang ke tempat ini. Ia malah lebih sibuk memperhatikan pesona pria yang berjarak lumayan jauh disana.
"Dek. Udah belum?."
Suara itu membuat lamunan Azrina terhenti. "Kak. Iya ini. Aku sudah mengambilnya."
"Ya udah ayo pulang?!."
"Bentar dulu ya kak. Aku mau lihat itu dulu." Azri menunjuk dengan dagunya.
Zuhdi mengikuti arah yang ditunjukkan adiknya. "Itu, kaya...Aqlan."
"Kakak kenal?!".
"Iya kalo itu beneran Aqlan, aku kenal. Dia pemilik restoran seafood yang ada di pusat kota."
"Tempatnya Dhani kerja?!."
"Iya. "
"Kakak dekat dengannya?."
"Nggak dekat sih. Cuma kenal aja. "
"Ohh"
"Udah ahh. Ayo pulang?!". Ucap Zuhdi sambil menarik tangan adiknya keluar dari tempat tersebut.
"Ihh kak. Nanti dulu..!"
"Nanti-nanti gimana?!. Ini udah malam!." Zuhdi masih menarik tangan Azri sampai di dekat mobil.
"Kakak ihh!. Aku masih mau lihat lagi!."
"Zina mata!."
"Yeah aku kan Lihatnya gak pake syahwat kali!!."
"Sama aja!. Cepet masuk!."
"Iya iya." Dengan perasaan dongkol akhirnya Azri menurut memasuki mobil.
Zuhdi juga langsung menyusul dan duduk di kursi kemudi. Tidak lama mobil sudah membaur di keramaian jalan raya.
"Dek."
"Hemm."
"Kita mampir dulu ke kafe yaa."
"Udah malam!." Ucap Azri ketus.
"Ini masih sore kok. Baru jam setengah sembilan."
Azri mendengus kesal dengan sikap kakaknya. Dia bilang ini masih sore?!. Terus tadi pas di Nanzea ngomong apa?!. Sewot Azri di dalam hatinya.
"Terserah." Ujar Azri akhirnya.
"Oh yaudah gak jadi. Kita pulang aja." Ucap kakaknya lagi seenak jidat.
"Ihh. Kakak itu maunya apa sih?!!. Tadi katanya pengen ke kafe?!."
" Yah kamunya kaya gitu. Kaya orang ga ikhlas di ajaknya."
" Udah lah. Terserah kak Zuhdi aja!."
"Kita pulang aja. Di rumah juga ada tamu. Ga enak kalo kita gak ikut hadir."
Azri langsung menatap wajah kakaknya." Tamu siapa kak?." Tanyanya.
Zuhdi hanya mengedikkan bahu sebagai jawabannya.
"Sumpah. Kalo kamu bukan kakakku. Rasanya aku pengen banget mukul sampe bonyok semua!."
"Terserah."
Lagi lagi sikap kakaknya itu menyulut emosi di dalam diri Azri.
"Kak Zuhdi...!!"
"Aaaaa...!!!"
Ciiiit..
Jedug.
"Dek !. Kamu gak papa?!" Tanya kakaknya khawatir.
Azri mengusap usap keningnya sendiri. "Kakak ihh. Sakit keningku!." Sewot Azri.
"Sakit ya..?" Zuhdi segera menggantikan tangan Azri mengusap usap kening adiknya itu. "Lagian. Kamu sendiri sih. Udah tau kakak lagi nyetir malah dicubit. Keras banget lagi."
"Yah kakak dari tadi sikapnya ngeselin banget!."
"Kamu yang mancing mancing buat kakak kesel!."
"Enak aja!. Orang kakak yang duluan ngeselin!."
"Kamu tuh..."
Tok tok tok
Keduanya menoleh ke arah jendela di samping Azri. Zuhdi langsung memencet tombol untuk membuka kaca jendelanya.
"Permisi.."
"Iya pak?. Ada apa ya?." Tanya Zuhdi pada pria paruh baya yang memakai Seragam lengkap penjaga lalu lintas.
"Anda memarkirkan mobilnya di area terlarang tuan." Ucap penjaga lalu lintas itu.
"Oh. Iya maaf pak. Saya tidak sengaja. "
"Iya. Kalau begitu silahkan lanjutkan lagi perjalanan nya, tuan."
"Iya pak."
"Jangan di ulangi lagi ya tuan. Jika ingin melakukan kegiatan dengan istrinya sebaiknya di tempat yang sesuai yaa." Nasihat penjaga lalu lintas itu.
"Ehh?!!" Azri dan Zuhdi terpekik bersamaan.
"Bapak kalo gak tau apa-apa jangan sembarangan ngomong yah?!. Kami bukan suami istri. Kami itu kakak beradik!." Hardik Azri yang merasa tidak terima.
Berbeda dengan sang adik. Zuhdi malah sedang mengunci erat kedua bibirnya agar tidak menyemburkan tawa.
Penjaga itu terlihat kebingungan menatap wajah Azri dan Zuhdi secara bergantian. "Ehh. Kakak adik ya?. Maaf, berarti saya salah paham ." Ucapnya penuh penyesalan.
"Iya.!" Sembur Azri lagi sembari memalingkan wajahnya ke depan.
"Yaudah pak. Kalo gitu kami pergi dulu ya.." ucap Zuhdi akhirnya.
"Iya tuan. Sekali lagi saya meminta maaf atas kesalahpahaman nya."
"Iya tidak apa apa, pak. " Jawab Zuhdi lagi dan mulai menjalankan mobilnya lagi.
Tiba di halaman rumah ternyata benar. Jika saat ini memang sedang ada tamu. Terlihat di sana ada dua mobil yang tampak asing bagi penglihatan Azri.
"Kak. Tamu siapa sih?!."
Lagi lagi kakaknya itu hanya mengedikkan bahu dan berlalu begitu saja membuat Azri semakin emosi campur frustasi. Azri melangkah di belakang kakaknya.
Saat sampai di ruang tamu terlihat ada tiga orang yang Azri tidak mengenali sama sekali. Azri mendekat ke mamanya karena ibunya itu menyuruhnya untuk duduk di sampingnya. Sedangkan kakaknya tadi sudah melangkah ke ruang lain. Mungkin ke kamarnya sendiri. Bathin Azri.
"Ma. Mereka siapa?." Tanya Azri berbisik di telinga ibunya yang tertutup oleh hijab.
Ibunya tersenyum alih alih menjawab pertanyaan Azri.
Azri memperhatikan wajah wajah asing itu. Saat diteliti lagi, salah satu dari wajah itu sepertinya familiar di Indra penglihatan Azri. Fikiran Azri kembali menimang-nimang dimana kiranya dirinya bertemu dengan wajah tersebut. Setelah beberapa menit akhirnya ia bisa mengingatnya. Iya. Pria itu adalah pria yang sama seperti tadi saat di Padepokan Bela Diri. Pantes tadi kak Zuhdi gak mau ngomong lebih lanjut soal pria itu?!. Fikir Azri.
"Azri..."
Panggilan itu membuat Azri tersadar dari lamunannya. "Iya, Ma?." Tanyanya bingung.
"Kamu kenapa?. Ada tamu malah melamun." Tegur ibunya.
"Ng. Nggak papa, Ma."
"Azri."
"Iya, pa?."
"Kenalkan. Ini teman papa sama keluarganya. Namanya pak Arman juga Bu Selma." Ucap papanya. Azri hanya tersenyum sopan ke arah tamu orang tua nya itu.
" Sebentar lagi mereka juga akan jadi keluarga kita. "Ucap ayahnya lagi.
"Maksudnya, apa?" Tanya Azri bingung.
"Iya. Kami berencana akan menikahkan kamu dengan putranya pak Arman, namanya nak Aqlan." Jelas ayahnya.
Kabar apa ini?!. Menikah?!. Yang benar saja!!. Azri hanya bisa marah di dalam hatinya tanpa berani mengucap kata kata tersebut.
"Menikah?!"
"Iya, nak." Jawab ayahnya lagi.
Tanpa sepatah kata pun Azri langsung bangkit dari duduknya dan meninggalkan ruangan tersebut menuju kamarnya sendiri yang berada di lantai dua. Ia tak ingin memikirkan perasaan orang orang yang ada di ruang tamu.
Tadi sore baru saja dirinya meminta izin untuk bekerja pada sang ibu. Dan sekarang?. Bagaimana nanti dirinya akan bekerja jika sudah berstatus sebagai seorang istri?!.
Tanpa terasa air matanya mengalir begitu saja. Entah apa yang ia tangisi saat ini. Yang jelas adalah dirinya tidak bisa menolak lamaran itu jika ayahnya malah menerima.
Azri menenggelamkan wajahnya ke bantal. Isakan yang keluar dari sepasang bibirnya juga mengiringi keheningan malam ini.
"Dek." Bersamaan dengan suara itu Azri juga merasakan sebuah sentuhan di lengannya. Perlahan Azri menjauhkan bantal itu dari wajahnya.
"Kakak..." Panggilannya dan langsung menghambur pelukan ke tubuh kakaknya. "Kakak. Apa kakak tau tentang ini?.." tanyanya sambil terisak di pelukan kakak tercinta nya.
"Iya. Kakak tau.."
"Kenapa kakak gak ngomong?!. Kalian jahat tau gak?!!." Ujar Azri sembari memukuli lengan zuhdi yang sedang mengurung tubuh mungilnya. "Aku masih belum siap, kak... Aku masih pengen bebas."
"Iya kakak tau. Tapi mama sama papa sudah merencanakan semua ini dari semenjak kamu masih SMA, dek."
"Azri gak mau kak... Azri gak mau...!"
"Sudah tenanglah. Kalo kamu memang tidak bersedia kita bicara baik baik sama papa kalo kamu menolaknya. " Ucap Zuhdi masih dengan telapak tangan mengusap lembut punggung adiknya. "Ayo turun. Gak enak masa ada tamu Kok malah di kamar."
"Azri gak mau turun. Azri mau di sini aja kak."
" Kakak ga ngerasain sih gimana perasaan Azri..!"
"Kata siapa?. Kakak tau kok. Makanya kalo kamu gak mau, kamu turun terus bilang gak mau. Gitu. Ayo ahh?!" Zuhdi menarik tangan Azri yang membuat gadis itu akhirnya terpaksa bangkit.
Azri menghembuskan nafasnya kasar. Percuma ada penolakan. Karena kakak nya itu sudah pasti akan selalu mendominasi.
"Iya, iya..!!"
"Ya udah, sana cuci muka dulu..!"
"Iya."
Lagi lagi Azri hanya bisa menurut. Selesai cuci muka Azri membenarkan sebentar tampilan wajahnya di depan cermin lalu di belakang kakaknya keluar dari kamar.
Belum sampai di ruang tamu. Bahkan kaki azri baru saja menapaki beberapa anak tangga Azri kembali menghentikan langkahnya karena mendapati seseorang sedang berdiri tidak jauh di depannya.
"Maaf. Bisa kita berbicara, Azri?. " Tanya pria itu. Matanya menatap lekat wajah Azri.
Azri menoleh ke arah kakaknya yang di balas anggukan oleh Zuhdi. Azri kembali menoleh ke arah wajah pria di hadapannya. Azri mengangguk.
Pria itu langsung menarik sudut sudut bibirnya setelah mendapat jawaban dari Azri .
"Kalian ngobrol di teras samping." Ucap Zuhdi sebelum berlalu pergi.
Sesuai ucapan kakaknya Azri mengajak Aqlan ke teras samping. Setelah sampai keduanya duduk di lantai dengan tatapan mengarah ke air mancur yang berada di taman. Cukup lama keduanya hanya ditemani hening dan sepi. Tapi itu tidak bisa dibiarkan lebih lama lagi. Fikir Azri.
"Bagaimana kita akan menikah sedangkan aku saja tidak mengenalmu." Ucap Azri akhirnya.
"Tapi aku mengenalmu. Kau adalah guru putriku."
"Ehh?!." Azri reflek menoleh ke wajah pria di sampingnya. " Putri?. Apa Kau seorang duda ?" Tanya Azri penasaran.
"Bukan. Saya belum pernah menikah tapi saya memang memiliki seorang anak yang juga merupakan salah satu murid kamu di Nanzea." Jelas Aqlan.
Azri tak bersuara lagi. Pikirannya sedang berkelana entah kemana. Kalo Aqlan memiliki seorang anak sedangkan belum pernah menikah. Berarti...?. Oh tidak. Dirinya tidak ingin memiliki suami yang seperti itu. Dirinya ingin memiliki suami yang baik-baik.
"Azri."
"Iya?"
"Apa kamu bersedia menjadi istri saya?. " Pertanyaan Aqlan membuat Azri menunduk dalam.
"Maaf sebelumnya. Tapi kita tidak saling mengenal sama sekali. "
"Sudah saya bilang. Saya mengenal kamu, jauh beberapa tahun lalu. Bahkan sebelum sekarang, saya juga sudah meminta kamu."
"Kapan?"
"Saat kamu sedang melakukan touring sekolah ke luar kota."
Azri kembali terdiam. Lalu berkata "aku tidak bisa menjawab sekarang. Aku butuh waktu untuk memikirkan nya."
"Iya tentu saja. Saya akan memberi kamu waktu untuk memikirkan nya. Tapi saya minta. Jangan lama lama ya." Aqlan menatap wajah Azri penuh harap.
"In Syaa Allah."
Aqlan menyunggingkan senyumnya. "Baiklah. Kalau gitu saya pulang dulu ya.." ucapnya.
"Oh. Iya. Mari..?!" Jawab Azri sembari bangkit dan melangkah ke dalam rumah dan di ikuti oleh Aqlan di belakangnya.
Sepeninggalan Aqlan, Azri kembali memasuki kamarnya. Tubuhnya langsung ia hempaskan di atas tempat tidur. Selang beberapa menit alam mimpi sudah datang menjemput.
_______________
Sebulan telah berlalu dari malam dimana keluarga Aqlan datang untuk melamarnya namun hingga sampai detik ini pun dirinya masih belum juga mendapatkan jawaban dari setiap doanya di sepanjang malam. Bahkan hari ini masih sama dengan hari hari sebelumnya. Azri masih sibuk mengajarkan ilmu bela diri kepada anak didiknya di Nanzea dari pagi dan baru akan pulang ke rumah pada sore harinya.
Azri masih terus memberikan pengarahan pada anak anak didiknya dan sesekali memberikan contoh yang diperagakan langsung dengan tubuhnya sendiri. Azri meminta seorang gadis kecil yang umumnya sekitaran delapan tahun untuk maju dan memperagakan seni beladiri yang telah dikuasai oleh gadis kecil itu.
Gadis kecil yang ia tahu bernama Wafa itu maju dan berdiri tidak jauh di samping nya.
"Iya. Lakukan." Ucap Azri memberikan pengarahan.
Wafa mengangguk dan siap memulai gerakan nya. Tubuh kecil yang lentur namun tegas itu terlihat meliukkan tubuh dengan sangat elegan bersamaan kepalan jemari mungilnya yang memukul keras ke depan. Kaki Wafa juga ikut andil memulai pergerakannya dengan menendang sekuat tenaga ke arah depan seolah olah ia sedang berhadapan langsung dengan musuh.
Setelah selesai dengan kegiatannya, Wafa tampak mengatur nafas dan menghembuskan dengan perlahan sebanyak tiga kali. Wafa melangkah kembali ke tempatnya sebelum maju tadi.
"Baiklah. Latihan hari ini Selesai. Ingat. Jangan gunakan ilmu yang kalian punya untuk hal yang merugikan. Dan jangan pernah main main dengan ilmu yang kalian punya karena itu akan menjadi kesalahan fatal nantinya. Gunakan ilmu bela diri kalian jika memang sudah dalam keadaan mendesak karena bahaya. Mengerti?!" Ujar Azri pada semua anak didiknya.
"Mengerti kak!!" Jawab semuanya serempak.
Setelah selesai mengajar di kelas tiga dasar dan membubarkan mereka, Azri merehatkan tubuhnya untuk beberapa menit karena ia akan kembali mengajar pada kelas yang lainnya. Terus seperti itu hingga waktu menjelang petang.
Azri bergegas bangkit dan kembali memasuki kegiatan selanjutnya yaitu mengajar anak didik kelas senior.
"Assalamualaikum semuanya..." Ucapnya dan dijawab oleh mereka yang berjumlah hampir lima puluh orang yang berada di hadapannya. Dan mereka menjawab salam Azri seperti biasa dengan semangat yang terbumbung tinggi untuk menyambut ilmu yang akan mereka dapatkan dari gurunya itu.
"Kalian sudah pemanasan?"
"Sudah mbak!!."
"Baiklah. Kalo gitu kita langsung aja ya?!. Silahkan siapa yang maju pertama?."
Salah seorang pria melangkah maju dan langsung berhadapan dengan Azri.
"Siapa namamu?"
"Haidar, mbak. "
"Baiklah Haidar. Kita mulai ya?"
Haidar menunduk sesaat sebagai penghormatan terhadap seorang guru. Dan memulai persiapan nya.
Sistem seperti inilah yang di terapkan Azri pada pengajaran terhadap kelas senior. Karena di kelas ini Azri sendiri lah yang akan menjadi lawan mereka yang sudah di bilang memiliki ilmu beladiri terbaik. Meski sebenarnya mustahil bagi mereka melumpuhkan kekuatan Azri, tapi mereka tampak nya selalu semangat untuk berusaha semaksimal mungkin.
Keduanya sudah terlibat dalam pergulatan sengit dengan pukulan dan tendangan yang mematikan. Gerakan menghajar dan menghindar keduanya gunakan dengan sangat elegan dan tanpa keraguan sama sekali.
Azri sedikit menarik sudut sudut bibirnya menilai kepiawaian yang dimiliki Haidar saat bertarung dengan dirinya. Karena Haidar lumayan bisa menyeimbangi serangan yang ia berikan secara bertubi-tubi. Bahkan Haidar juga kerap kali berhasil menghajar tubuh Azri dengan sangat kuat.
Azri segera melakukan serangan mematikan yang tidak terduga untuk melumpuhkan Haidar bahkan membuat Haidar langsung tumbang.
Azri mengulurkan tangannya, membantu Haidar kembali berdiri. "Terbaik." Ujarnya setelah Haidar kembali berdiri tegak.
"Tetap kalah olehmu mbak."
"Tidak masalah. Kamu sudah menunjukkan yang terbaik Haidar. "Ucap Azri sembari menyunggingkan senyum lagi.
Haidar ke kawanan nya.
Sesi pertarungan melawan Azri kembali dilakukan dengan orang orang yang berbeda. Kegiatan berlangsung hingga jam waktu kegiatan itu selesai. Meski semua anak didiknya itu tidak ada yang bisa mengalahkan dirinya, Azri tetap bangga karena mereka semua sudah sangat pandai bahkan azri bisa menilainya jika mereka sudah sangat mendalami ilmu yang telah ia ajarkan.
" Kalian benar - benar membuat ku bangga dengan hasil yang sangat memuaskan. Saya harap kalian bisa menggunakan ilmu beladiri ini dengan baik. Jangan gegabah dengan ilmu yang sudah kalian pelajari karena itu akan membuat kesalahan yang fatal. Jadi gunakan ilmu yang kalian punya dengan sebaik mungkin. "
Semuanya tampak seksama memperhatikan nasihat dari gurunya itu. Dan mengangguk-anggukkan kepala sebagai tanda akan menuruti apa yang diperintahkan oleh Azri.
"Apa ada yang ingin tanyakan sebelum pertemuan ini berakhir?" Tanya Azri kemudian.
Seorang pria mengangkat tangan sembari berkata " Mbak Azri. " Panggilnya.
Azri melirik siapakah Yang akan mengajukan pertanyaan kepada dirinya itu. Setelah menemukannya Azri mengangguk memberi izin pria tersebut untuk berbicara.
" Mbak. Bisakah kami mempelajari jurus yang mba Azri lakukan pada Haidar tadi ?. Sepertinya kami baru tahu akan jurus tersebut, mbak."
Azri tersenyum lalu berkata "apa kalian benar benar ingin mempelajarinya?."
"Iya, mbak."
"Baiklah. Kamu yang tadi bertanya. Kemarilah."
Pria itu langsung beranjak dari tempat dan menghampiri Azri.
" Saya akan melakukannya lagi dengan kamu. Yang lain coba perhatikan yang teliti yaa. Lihatlah gerakan nya dengan baik!." Ujar Azri pada semua anak didiknya lalu kembali menatap pria yang kini ada di hadapannya." Kita akan melakukan pertarungan seperti biasanya. Jadi jangan ragu untuk mengeluarkan semua ilmu kamu." Ucap Azri lagi yang di angguki oleh pria tersebut.
Setelah mendapat aba aba dari Azri, pria itu langsung melancarkan Serangannya yang bisa dikatakan mematikan meski tentunya itu tidak membuat Azri tumbang begitu saja. Azri menarik sudut sudut bibirnya setelah menemukan titik yang tepat untuk mengeluarkan jurus yang seperti disebutkan sebelumnya.
"Perhatikan!." Ucap Azri dengan suara sedikit lantang. Dan sesaat kemudian ia langsung melakukan aksinya dengan gerakan sangat elegan namun mampu membuat setiap mata membelalak tidak percaya karena dengan sekali hentakan saja Azri sudah menumbangkan tubuh pria itu dengan lihainya.
Azri mengulurkan tangannya untuk membantu pria itu bangkit seperti yang selalu ia lakukan setiap kali selesai membuat murid yang sedang menjadi musuh itu tumbang.
"Bagaimana?. Apa kalian memahami apa yang sudah saya lakukan tadi?" Tanyanya pada semua yang menyaksikan.
"Jurus satu.." seseorang hanya bergumam seolah takut suara itu di lantangkan jika ternyata ia salah.
Azri yang menyadari itu kembali menarik sudut sudut bibirnya. Ternyata ada yang paham. Batinnya. " Iya. Itu memang jurus satu. Dari awal pertemuan sudah saya katakan. Jika jurus satu memiliki variasi yang bermacam-macam. Dan tadi adalah salah satunya. Bahkan dari setiap jurus yang kalian lakukan itu tidak lepas dari jurus satu. Benarkan?!. "
Beberapa orang mengangguk membenarkan ucapan Azri.
"Jurus satu bisa kalian variasikan dengan akal kalian sendiri. Dan dari variasi tersebut kalian akan menemukan titik manakah yang memang ingin kalian lumpuhkan. Semoga bermanfaat. Assalamualaikum."
Semuanya langsung menjawab salam Azri bersamaan dengan kepergian Azri menuju tempat istirahat khusus bagi para pelatih.
Azri duduk dan langsung menenggak habis air mineral kemasan botol hingga tandas tak tersisa. Setelahnya ia berkemas untuk segera melakukan perjalanan pulang ke rumah karena hari sudah mulai sore.
Azri melangkah keluar dari langgar padepokan menuju tempat dimana mobil kesayangannya terparkir. Setelah memasukinya Azri langsung melakukan perjalanan, membaur di kepadatan jalan raya yang sedang di padati oleh pengendara beroda tiga maupun empat karena sore hari memang waktunya orang orang pulang dari kesibukan.
Hanya dua puluh lima menit mobil Azri sudah memasuki halaman rumah. Azri segera turun dan melangkah menuju pintu utama. Ada satu hal yang tidak di sadari Azri saat masuk ke dalam jika ada sebuah mobil mewah berwarna silver juga sedang terparkir di halaman rumah orang tuanya. Bahkan Azri dengan santainya masuk ke dalam sembari bibir bersenandung sholawat yang terdengar sangat merdu. Ya. Inilah salah satu kelebihan Azri di samping Azri memiliki ilmu beladiri yang mumpuni Azri juga memiliki pita suara yang bagus sehingga setiap kali ia bersenandung maka suaranya itu terdengar sangat merdu dan menenangkan.
Azri sedikit mengernyitkan alis saat melihat keberadaan ibunya yang duduk di sofa ruang tamu. Azri menghampiri sang ibu dan menyalami tangan nya. "Assalamualaikum...ma."
Ujarnya.
"Waalaikum salam. Duduk dulu nak. Kita kedatangan tamu sekarang."
Tamu?!.
Azri menoleh ke belakang dan ternyata benar jika sekarang ada seorang tamu yang ia tahu siapa pria yang sedang menatap dirinya se intens itu. Keberadaan Aqlan yang duduk di kursi yang membelakangi pintu membuat Azri tadi tidak menyadari akan keberadaanya. Azri yang ingat akan sebuah tata krama yang selalu di terapkan di dalam keluarganya itu akhirnya menurut dan duduk di samping ibunya . Karena ia juga berfikir jika kedatangan Aqlan ke rumah sudah dipastikan berhubungan dengan dirinya.
"Apa kalian ingin ngobrol berdua?. Biar mama ke dalam dulu."
Azri dan Aqlan mengangguk bersamaan tanpa keduanya sadari. Ibunya Azri yang sudah mendapatkan jawaban atas pertanyaan nya langsung bangkit dan pergi ke ruangan lain.
Kini di ruang tamu hanya dihuni oleh keduanya. Untuk sesaat baik Azri maupun Aqlan masih belum bersuara. Namun setelah melewati beberapa menit akhirnya ada yang mengalah untuk memecahkan keheningan antar keduanya.
" Apa kedatanganmu ingin menanyakan tentang keputusan ku? " Tanya Azri akhirnya.
"Iya. Apa kau sudah memutuskan untuk jawabannya?. "
Azri terdiam. Sebenarnya ia sama sekali belum menemukan jawabannya sama sekali. Tapi ia juga tidak bisa menggantungkan harapan untuk Aqlan.
Bismillahirrahmanirrahim....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!