NovelToon NovelToon

Segenggam Rasa

Adik Kakak

Seorang gadis baru saja keluar dari kamar miliknya, bergegas menuruni anak tangga sambil sesekali melihat jam dipergelangan tangan kirinya, setengah jam lagi dia terlambat masuk kelas. Ah, sial! Kenapa harus kesiangan lagi sih? Padahal tadi setelah menunaikan ibadah subuh dia ingin tidur sebentar saja, tapi ternyata hingga berjam-jam lamanya.

"Pagi Mah," sapanya pada sang Mama saat sudah sampai ruang makan.

"Pagi sayang." Mama tersenyum menatap putrinya yang kini sudah tumbuh dewasa, tapi kelakuannya masih seperti gadis remaja.

"Kok Lo di sini? Enggak sekolah?" dia mengernyitkan dahi saat melihat seseorang yang tak asing baginya baru saja keluar dari kamar mandi dekat ruang makan, dengan pakaian santai tanpa seragam SMA.

"Biasa mau nganterin tuan putri kuliah. Sekolah mah gampang." Dia duduk di kursi sebelah gadis itu, tanpa sungkan menyentong nasi dan mengambil beberapa lauk.

Gadis itu hanya berdecak, tak mau menanggapi lebih sikap pemuda itu.

"Ma, aku berangkat ya, udah mau telat nich." Gadis itu menyomot roti yang sudah dia olesi dengan selai lalu meninggalkan meja makan dan menyalami sang Mama.

"Eh! Kak Gita tunggu dong! Gue yang anterin!" teriak pemuda itu, dia meninggalkan meja makan bahkan sarapannya baru dia makan dua suapan saja.

"Enggak usah! Lo terusin sarapannya aja." Gita, gadis itu langsung melesat menggunakan motor metic yang selalu dia gunakan saat darurat seperti saat ini.

Pemuda itu menghela nafas kasar saat melihat Gita sudah melesat meninggalkan halaman rumah tersebut dengan motornya, tak menghiraukan dirinya. Akhirnya dia memilih kembali ke ruang makan, tak enak jika makannya tak dihabiskan.

"Udah, kamu lanjut sarapan aja. Mama beres-beres di dapur ya. Kamu sendiri enggak apa-apa, kan?" ucap Mama.

Pemuda itu mengangguk, "Iya Ma, maaf jadi ngerepotin," ucapnya sungkan.

"Kaya sama siapa aja kamu itu Ky Ky, udah lanjut makannya, Mama tinggal ya," Mama pun berlalu meninggalkan Riky di ruang makan seorang diri, sebab Mama sudah sarapan tadi pagi bersama Bu Nurul dan Pak Ahmad, sebelum kedua orang itu pergi ke restoran mereka.

Sudah tak asing bagi Gita sekeluarga akan kehadiran Riky di rumah. Bahkan pemuda itu seperti penghuni tetap rumah tersebut, saking seringnya datang ke rumah itu. Tujuannya tentu saja menemui Gita, gadis berumur dua puluh satu tahun itu telah menarik perhatiannya sejak pertama kali berkenalan. Meskipun dia sadar, dirinya hanya dianggap adik oleh gadis itu, sebab usia yang terpaut cukup jauh.

Usai sarapan, Riky memilih untuk berpamitan, dia berencana menjemput Gita di kampus, sebab sekolahnya masih libur dan akan masuk Minggu depan. Dia tak akan menyia-nyiakan kesempatan ini untuk terus berdekatan dengan Gita, siapa tahu gadis itu bisa tertarik padanya.

🥀🥀🥀

"Riky sayang, kan udah Kak Gita bilang berulangkali kalau Kak Gita itu menganggap Riky seperti adik Kak Gita sendiri, enggak lebih. Ya, sebab Kak Gita suka sama seseorang," ucap Gita menjawab pertanyaan Riky yang baru saja mengungkapkan perasaanya entah untuk keberapa puluh kali, sampai Gita bosan mendengarnya.

"Apa sih kurangnya gue Kak? Ganteng iya, di suruh romantis juga bisa, tajir udah tentu, apalagi coba?" tanya Riky pura-pura kesal dengan Gita.

"Kurangnya satu, karena kamu adik Kak Gita. Titik, enggak pakai koma, apalagi tanda tanya," jawab Gita.

"Oke fine! Kalo boleh tahu siapa yang Kak Gita suka? Penasaran cowok seperti apa sih yang Kak Gita cinta itu?" tanya Riky lagi.

Saat ini mereka berdua sedang berada di sebuah kafe, makan siang berdua setelah kuliah Gita usai. Terpaksa Gita menitipkan motornya, sebab Riky yang memaksa untuk pergi bersama.

"R a h a s i a!" ucap Gita membuat Riky berdecak kesal.

"Ky, itu bang Indra bukan sih? Coba deh liat!" Gita menunjuk seseorang yang duduk tepat di belakang Riky, berjarak tiga meja dari mereka berdua.

Riky pun menoleh, lalu dia mengangguk, "Iya, dia datang semalam, katanya...." Belum juga Riky melanjutkan ucapannya, Gita sudah lebih dulu memotongnya.

"Kita samperin yuk, aku kangen sama dia." Gita meninggalkan Riky begitu saja membuat pemuda itu makin kesal, tapi tetap mengikuti Gita dari belakang.

Gita terlihat bahagia saat melihat Indra duduk berdua dengan temannya. Tak peduli dengan Riky yang nampak kesal. Biarkan saja, nanti juga sembuh sendiri. Sudah biasa menghadapi Riky yang seperti itu, bagaimana coba kalau sampai dia jadian sama Riky? Bisa-bisa dia seperti emak yang mengasuh anaknya, ribet.

"Bang Indra?"

"Eh, Gita! Di sini juga?" Indra terkejut melihat Gita datang tiba-tiba dan langsung duduk di sisinya tanpa permisi.

"Harusnya aku yang tanya, Bang Indra kapan ke Bandung? Kenapa enggak ngabarin sih? Udah lupa sama aku? Jahatnya, lupa sama adik sendiri." Gita mengerucutkan bibirnya, pura-pura kesal dengan Indra, padahal dia begitu bahagia mendapati Indra ada di tempat itu.

Indra hanya tersenyum menanggapi Gita, gadis yang usianya terpaut satu tahun lebih muda darinya itu terlihat menggemaskan saat ngambek, bahkan terlihat imut seperti anak kecil yang menggemaskan.

"Sama dia?" Indra menunjuk Riky yang baru saja datang. Dia menatap adiknya itu dengan tatapan tak terbaca, tentu saja Riky tak mau kalah, dia pun membalas tatapan sang Abang.

Gita mengangguk.

"Kalian pacaran?" tanya Indra lagi.

"Iya!"

"Enggak!"

Mereka berdua menjawab secara bersamaan dengan jawaban yang berbeda, membuat Indra mengernyitkan dahinya. Tak tahu harus mempercayai siapa.

"Duduk Ky, kalian udah makan apa belum? Kalau belum biar gue panggilan pelayan, kita makan bareng," Indra tak ingin membahas masalah mereka berdua lebih mendalam saat ini, sebab merasa tak enak hati dengan temannya yang sejak tadi diam menyimak perdebatan mereka bertiga.

Selama makan, Riky terus saja memperhatikan Gita yang bersikap berbeda, terlihat begitu manis saat berbicara dengan Abangnya. Apakah mungkin jika lelaki yang disukai Gita adalah abangnya sendiri? Jika benar begitu, dia harus lebih semangat lagi untuk mendapatkan Gita, tak mau kalah dengan abangnya.

Riky makin kesal, saat Indra memperlakukan Gita tak biasa, mereka terlihat seperti sepasang kekasih yang sedang makan siang berdua. Sedangkan dirinya dan teman Indra hanya lalat yang mengganggu. Membuat selera makannya menghilang.

Greek

Riky mendorong kursinya dengan kasar, membuat tiga orang itu menoleh secara bersamaan.

"Mau kemana Ky?" tanya Gita saat melihat tatapan Riky penuh kekesalan. Dia kira Riky masih kesal dengan penolakannya tadi, padahal bukan itu yang membuat Riky kesal.

"Pulang! Ayo gue anterin pulang." Riky hampir saja menarik tangan Gita jika gadis itu tak menghindar.

"Aku pulang bareng Bang Indra, aja. Belum selesai juga makannya, kamu juga makanannya masih utuh tuh, makan dulu lah," jawab Gita, dia melihat makanan di piring Riky masih utuh, sepertinya baru di sentuh belum dimakan.

Mau tak mau Riky duduk kembali, tak rela meninggalkan Gita bersama abangnya. Sebab dia memiliki firasat tak baik, tentu saja tidak baik bagi hatinya.

"Iya, habisin dulu makannya Ky, nanti Gita biar Abang yang antar, mau ketemu Tante," Indra terlihat santai meski mengetahui jika adiknya itu merasa kesal, entah apa yang membuat pemuda itu kesal.

🥀🥀🥀🥀

Hay teman-teman aku come back, membawa kisah Gita bersama Indra dan Riky. Untuk yang menunggu Hafidz nanti ya setelah ini. Pasti aku buatin kisah tentang Hafidz sama Ziva, tapi entah kapan. Di tunggu aja.

Minta dukungannya dong, dengan cara like dan komen. Selebihnya aku enggak akan minta, tapi tak menolak kalau kalian kasih😁.

Calon Suami

Hari ini Gita begitu bahagia setelah bertemu dengan Indra, meski perlakuan Indra padanya tetap sama seperti dulu saat Hafidz masih di sini, tapi buat Gita itu sudah cukup. Tak apa Indra tidak memiliki perasaan yang sama padanya, yang penting pemuda itu masih ada di dekatnya hingga saat ini. Soal urusan cinta, biarlah waktu yang menjawabnya, jika Indra berjodoh dengannya pasti mereka akan bersama, tapi jika tidak dia akan menerima dengan lapang dada, mungkin.

Saat ini Gita ingin menikmati perasaannya pada pemuda itu, belum ingin berpaling dengan siapapun, apalagi Riky yang menurutnya masih bocah dan cintanya hanya sebatas cinta monyet belaka, jika menemukan yang lebih sudah pasti akan berpaling.

"Gue pindah kerja di Bandung sekarang, kantor cabang di sini lagi butuh banyak karyawan," terang Indra tadi saat Gita bertanya kenapa pemuda itu ada di Bandung, tentu saja pernyataan tersebut membuat Gita makin optimis bisa meraih hati Indra.

"Sayang, Mama masuk ya," ucapan sang Mama menyadarkan Gita dari haluan tingkat tinggi bersama pujaan hatinya.

"Iya Ma, masuk aja,"

Mama ikut naik ke atas ranjang, melihat Gita yang sedang mengotak-atik keyboard laptop miliknya, padahal tadi gadis itu sedang berkhayal, tapi saat mendengar suara Mama dia pura-pura sedang mengerjakan sesuatu.

"Udah diterima pengajuan kemarin?" tanya Mama.

"Alhamdulillah udah Ma, cuma di revisi sedikit. Yang ngajuin skripsi baru beberapa orang, jadi judul yang aku buat masih masuk, belum ada yang membuat ide sama," jawab Gita.

"Mama mau ngomong sebentar, boleh?" tanya Mama, memastikan Gita tak terganggu dengan pembicaraan ini nantinya.

"Ih Mama! Boleh banget dong, biasanya aja ngomong enggak pakai ijin. Kalo pake ijin gini udah pasti ada hal yang sangat penting nih. Ada apa sih Ma?" jawab Gita, gadis itu pun menutup laptopnya yang sudah dia matikan sebelumnya.

Mama tersenyum melihat reaksi Gita, biasanya dirinya itu memang tak pernah ijin saat akan berbicara, tapi kali ini rasanya berbeda. Meminta ijin hanya sebagai alasan, sebab pembicaraan yang akan dibicarakan nanti sangatlah sensitif menurutnya, dia bahkan merasa takut untuk berbicara. Sudah sejak beberapa hari yang lalu akan membicarakan hal ini pada putrinya itu, tapi dia belum memiliki keberanian.

"Mama mau tanya, misalnya nih ya, cuma misalnya aja. Misalnya ada orang yang suka sama Mama, terus dia mau melamar Mama, kira-kira menurut kamu gimana?" tanya Mama mengawali pembicaraan mereka.

Gita tersenyum, dia sudah bisa menebak, pasti saat ini ada seseorang yang telah melamar Mama secara pribadi, tapi Mama belum bisa memberikan keputusan.

"Mama berhak bahagia. Aku akan ikut bahagia kalau Mama juga bahagia, apalagi selama ini Mama sudah menderita. Kini saatnya Mama bahagia. Mama boleh nikah lagi, asalkan dengan orang yang benar-benar baik, yang bisa membuat Mama bahagia." Jawab Gita, gadis itu pun langsung memeluk sang Mama.

"Emang siapa sih om-om yang melamar Mama? Aku jadi kepo nih, kenalin sama aku dong Ma," Gita tersenyum menatap sang Mama yang juga tersenyum padanya.

"Emang ada yang melamar Mama? Mama kan cuma bicara misalnya aja, eh kamunya udah mikir kejauhan gitu," timpal Mama.

"Kirain beneran ada yang mau ngelamar Mama, Kalapun iya, aku setuju-setuju aja, asalkan dia baik dan bisa buat Mama bahagia,"

Mama belum memudarkan senyuman di bibirnya, ternyata apa yang dia pikirkan tidak terjadi, putrinya itu justru sangat antusias saat mengetahui kalau ada orang yang akan melamarnya. Dia kira, Gita akan menolak mentah-mentah keputusannya.

"Memang ada seseorang yang sudah melamar Mama, tapi Mama bilang sama orang itu, kalau Mama belum bisa menjawabnya, harus minta ijin sama kamu dan abangmu dulu. Karena kebahagiaan kalian juga kebahagiaan Mama, jika kalian tak mengijinkan Mama menikah lagi, Mama tidak masalah asalkan kalian bahagia,"

"Tadi sore, Mama sudah menelpon Abang mu, dia juga sudah setuju bahkan om itu juga sudah bicara sama abang mu, sudah minta ijin secara langsung," jelas Mama.

"Kok sama aku enggak sih Ma? Curang ih, aku kan juga pengen kenalan sama dia, siapa sih Ma?" Gita amat sangat penasaran dengan seseorang yang sudah melamar sang Mama, seperti apa orang itu? Apakah sudah punya anak, atau bujangan yang usianya di bawah Mama. Oh tidak! Jika yang melamar Mama seorang bujangan, berarti dia akan memiliki Papa berondong.

Gita menggelengkan kepala, tak bisa membayangkan jika Papanya masih muda, takutnya nanti malah hanya menginginkan harta Mama, ah tidak boleh terjadi. Mamanya kan masih terlihat cantik meskipun usianya sudah menginjak kepala empat, tapi jika yang mau menikahi Mama seorang yang masih muda, Gita tidak mau, titik!

"Apa yang kamu pikirkan?" tanya Mama saat melihat Gita menggelengkan kepala berulangkali.

"Ma! Mama boleh nikah, tapi ada syaratnya," ucap Gita mencoba memberi pilihan pada sang Mama.

"Lho, kok jadi gitu? Tadi bukannya udah setuju, kenapa sekarang harus pake syarat? Kalau kamu enggak setuju, Mama lebih baik menolak saja," Mama sedikit terkejut dengan ucapan Gita yang meminta syarat.

"Bukannya enggak setuju Ma, boleh nikah asalkan sesuai sama syarat yang aku berikan. Syaratnya mudah kok, Mama boleh nikah asalkan sama om-om yang sudah tua, kalo yang masih muda, NO! BIG NO! Pokoknya." Gita menggelengkan kepala kuat-kuat, tak mau membayangkan memiliki Papa muda.

Mama justru tertawa melihat ekspresi Gita, gadis itu terlalu berlebihan menurutnya. Mana ada sih anak muda yang mau menikah sama dirinya yang sudah keriput ini? Kalaupun ada, mungkin dia memiliki maksud dan tujuan tertentu dengan menikahinya.

"Kok Mama malah ketawa sih? Aku serius Ma," rengek Gita, tak terima dirinya ditertawakan.

"Kamu tenang aja sayang, mana ada sih anak muda yang mau sama Mama yang sudah tua ini. Adanya kakek-kakek yang banyak menyukai janda seperti Mama ini, lagian Mama juga mikir sepuluh kali untuk menerima lamaran orang yang usianya jauh lebih muda dari Mama," ucap Mama yang sesekali masih tertawa menertawakan ucapan Gita.

"Ish, Mama jangan salah. Kakek jaman sekarang malah ogah sama janda kaya Mama, mereka carinya yang usianya masih belasan tahun, terus ngasih mahar yang luar biasa, biar lamarannya keterima. Kalau aku jadi ceweknya sih ogah, mau mahar triliunan rupiah pun, yang muda masih banyak, kenapa malah mau sama yang udah tua." Kini Gita bergidik ngeri membayangkan kakek-kakek nikah dengan gadis usia belasan tahun.

"Saat, kamu itu ngomongnya ngaco! Udah ah, Mama mau ke kamar. Nanti kita atur pertemuan sama Om itu, kalau dia sudah enggak sibuk. Saat ini dia lagi sibuk, kamu yang sabar aja dulu, dijamin calon Mama bukan seperti yang kamu bayangkan." Mama beranjak dari duduknya, lalu meninggalkan kamar Gita.

Gita membayangkan seperti apa calon suami Mama, apakah sudah punya anak? Jika iya, berarti dirinya akan memiliki banyak saudara nantinya, ah jadi seneng, enggak bakalan kesepian lagi. Apalagi nanti kalau saudaranya laki-laki yang lebih tua darinya, dia akan memiliki Abang lagi dong, dan pastinya akan terbebas dari Riky yang selalu mengikutinya kemanapun. Ah, senengnya.

🥀🥀🥀🥀

Siapa kira-kira calon suami Mama? Adakah yang bisa menebak?

Calon Suami Mama

"Lo enggak sekolah?" tanya Indra saat melihat Riky masuk ke ruang makan dengan pakaian santai, tak mengenakan seragam sekolahnya.

"Libur," jawab Riky singkat, entah kenapa dia merasa kesal dengan abangnya itu setelah kejadian kemarin siang.

"Tumben hari libur bangun pagi, mau kemana Lo?" cibir Indra, sebab sepengetahuannya Riky tak pernah bangun pagi di hari libur, selalu memanfaatkan hari libur untuk tidur seharian.

"Jangan bilang mau ke rumah Gita? Lo beneran suka sama Gita?" belum juga Riky menjawab, Indra sudah kembali bertanya.

"Suka-suka gue Bang, mau suka atau enggak, bukan urusan Lo juga, kan?" Riky melirik sang Abang sekilas, sudah kesal dengan pemuda itu dari kemarin, sekarang malah diintrogasi membuatnya makin kesal.

"Belajar yang bener dulu, enggak usah mikirin yang lain. Jangan kecewakan Papi lagi! Satu lagi, kalo mau suka sama cewek, gue saranin jangan Gita, kamu enggak bakalan bisa mendapatkan dia," Indra memperingati Riky tanpa alasan.

"Kenapa? Karena Lo suka sama dia? Terus gue enggak boleh deketin dia gitu? Ayolah bang, kita bersaing secara sehat kalo emang Lo juga suka sama dia, jangan main curang," Riky tak terima begitu saja di suruh mundur mengejar Gita.

Indra menghela nafas panjang, "Gue udah anggap Gita adek sendiri, jadi enggak mungkin gue suka sama dia. Di mata gue, Gita itu seperti Aisah, meskipun umur mereka beda jauh tapi sikap mereka hampir sama," ucapnya.

Indra mendadak sendu mengingat gadis kecil bernama Aisah itu, adiknya yang telah lama mendahului mereka.

Riky berdecak mendengar alasan Indra, tapi dia bersyukur setidaknya cinta Gita ke Indra bertepuk sebelah tangan, jika memang benar lelaki yang di cintai Gita adalah abangnya itu.

"Gue berangkat ya Ky, nanti Papi pulang, Lo jemput di Bandara jam satu, gue enggak bisa soalnya." Indra meninggalkan ruang makan, lalu berangkat ke kantornya. Dia harus datang pagi, mengingat dirinya adalah karyawan baru, tak mau membuat citra buruk di awal-awal masuk kerja.

Riky tak merespon ucapan sang Abang, pikirannya justru masih tertuju pada Gita. Dia ingin memastikan apakah benar lelaki yang dicintai Gita itu abangnya sendiri. Jika benar seperti itu, sebisa mungkin dia menjauhkan Gita dari Indra.

Setelah itu pun Riky keluar rumah, tujuannya tentu saja rumah Gita. Tak peduli dengan larangan Indra, yang penting dia bisa bertemu dengan Gita, dan mendekati gadis itu, berharap bisa luluh dengannya.

🥀🥀🥀

"Siapa laki-laki yang Lo suka Kak? Bang Indra kan?" tebak Riky.

Saat ini Riky sudah berada di rumah Gita, mengganggu gadis itu yang sedang mengerjakan skripsi di taman belakang.

"Sok tau Lo," jawab Gita tanpa menoleh ke arah Riky.

"Tinggal bilang iya apa susahnya sih Kak? Gue bukannya sok tau nich ya, respon Lo saat ketemu sama Bang Indra itu beda banget, udah ketebak tau enggak sih! Cuma sayang, Bang Indra enggak peka kalo Lo suka sama dia, ck," ucap Riky mengingat kejadian kemarin siang.

"Tapi bagus deh, berarti kesempatan gue lebih besar buat dapatin Lo. Gue enggak akan nyerah meskipun seribu kali Lo tolak," Riky berbinar saat membayangkan dirinya bisa mendapatkan cinta seorang Sagita, gadis cantik yang mencuri perhatiannya. Meski umur mereka terpaut jauh, tapi wajah mereka terlihat seumuran, sebab Gita masih terlihat seperti anak SMA.

Gita bergeming, dia memang sudah mengetahui jika Indra tak memiliki perasaan yang sama dengannya. Tapi entah kenapa saat Riky mengatakan itu, lubuk hati terdalamnya Terada tertusuk jarum, perih. Dia hanya berharap suatu saat ada keajaiban yang membuatnya berjodoh dengan Indra.

"Malah bengong! Beneran bang Indra kan?" Riky masih saja kepo, dia masih penasaran meskipun sudah menebak jawabannya.

"Kalo iya kenapa Ky? Gue enggak peduli mau Bang Indra membalas cinta gue atau enggak sekarang, yang penting gue akan menikmati cinta ini sampai gue merasa lelah mencintai dia," jawab Gita, berusaha meruntuhkan pertahanan Riky yang ingin teru meraih cintanya.

"Ck, menyiksa diri," decak Riky.

"Gue enggak peduli Ky," Gita tak mau kalah, membuat Riky kembali berdecak, rasa kesalnya makin bertambah saja.

Riky memilih diam, membiarkan Gita melanjutkan pekerjaannya. Pembahasan tentang Indra membuat moodnya makin hancur, apalagi setelah pengakuan Gita.

"Cabut yuk Kak, kemana gitu, gue bosen," ucap Riky setelah cukup lama mereka berdua terdiam dan sibuk dengan pekerjaan masing-masing.

"Lo aja gue sibuk Ky, habis ini juga gue mau ke kampus," tolak Gita, lagi-lagi gadis itu berbicara tanpa menatap kearah Riky.

"Yaudah, gue anterin ke kampusnya," Riky mengalah, yang penting bisa bersama Gita hari ini.

Gita pun tidak menolak saat Riky mengantarnya ke kampus, sebab dia hampir saja terlambat. Untung Riky ngebut, membuatnya tidak jadi terlambat masuk kelas.

🥀🥀🥀

Sore hari sepulang dari kampus, Gita mendapati sang Mama sudah berada di rumah. Tumben sekali, biasanya sang Mama akan pulang sore atau bahkan malam setelah Maghrib, tapi belum jam tiga sore sang Mama sudah berada di rumah, ini kan aneh.

"Tumben Mama udah pulang? Mama enggak kenapa-napa kan?" tanyanya khawatir sang Mama sakit.

"Enggak sayang, Mama sengaja pulang lebih awal. Sebab mau mempersiapkan makan malam spesial, nanti ada yang mau datang ke rumah, kamu bantuin Mama sama Ibu masak ya," jawab Mama.

"Jangan bilang kalau yang mau datang itu calon Papa baru ku?" tebak Gita.

Mama hanya tersenyum menanggapi, setelah itu kembali masuk ke dapur, membantu Bu Nurul masak.

Bukan hanya sang Mama yang terlihat bahagia, tapi juga Gita. Gadis itu sudah tak sabar ingin bertemu dengan calon Papa barunya. Lelaki seperti apakah yang sudah membuat Mama jatuh cinta? Jadi penasaran, apakah lelaki itu lebih tampan dari Papa atau malah lebih jelek? Ah, tapi enggak mungkin kalau lebih jelek. Gita menggelengkan kepala, tak setuju dengan pemikirannya.

"Disuruh ngocok telur malah gelang geleng gitu. Kenapa Kepa kamu sakit?" tanya Mama yang tak sengaja melihat Gita menggelengkan kepala berulang kali.

"Ah enggak Ma, tadi aku lagi nikmatin musik aja, saking asiknya tanpa sadar kepalaku geleng-geleng," kilahnya, tak ingin berkata jujur dengan pemikiran anehnya.

Malam menjelang, semuanya sudah dipersiapkan di atas meja ruang makan, bahkan Mama juga sudah tampil cantik dengan jilbab berwarna krem yang menghiasi wajah cantiknya.

Berbeda dengan Mama yang sudah siap menunggu kedatangan tamu, Gita justru baru saja keluar dari kamar mandi. Gadis itu baru saja menyelesaikan ritual mandinya.

"Non, tamunya sudah datang. Non disuruh turun," ucap Art di rumah itu, tepat di depan pintu kamar Gita.

"Iya Bik, sebentar lagi aku turun," jawab Gita.

Gadis itu buru-buru memoles wajahnya, lalu merapikan lagi tatanan rambutnya, setelah merasa hasilnya cukup bagus dia pun keluar kamar, sudah penasaran dengan wajah lelaki yang ingin melamar Mama.

Baru saja masuk ruang makan, gadis itu langsung menghentikan langkahnya saat melihat ke arah meja makan.

🥀🥀🥀

Bersambung......

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!