"Kenapa harus sekarang? Kamu liat Shaka, Sarah. Dia masih butuh ASI mu, Usia nya baru 6 bulan, apa uang yang aku kasih selama ini masih kurang, kamu minta berapa ngomong Sar, pasti aku kasih."
Arga terus mencegah Sarah untuk pergi ke LA demi meniti karir nya yang sempat goyah karena harus mengandung Shaka, Anak nya bersama Arga.
Hati Sarah sedikit berdenyut saat mendengar nama Shaka, tidak di pungkiri sebenarnya ia tidak tega meninggalkan Putra nya, namun Sarah masih belum puas jika tujuan nya belum tercapai.
Sarah menutup rapat koper nya lalu duduk ranjang, di tatap dalam-dalam putra kecil nya yang tampan itu, Sarah menarik nafas panjang lalu membuang nya secara perlahan.
Sarah menggapai tangan Arga lalu di genggam nya dengan erat.
"Maafin aku mas, tapi ini kesempatan ku, dan aku takut kesempatan ini nggak akan dateng 2 kali, aku janji Mas kalo cita-cita ku udah tercapai aku pasti cepat pulang untuk kamu dan Shaka, kamu percaya aku kan Mas?"
Arga menatap Sarah, wanita yang di nikahi nya karena perjodohan, tidak ada cinta di antara mereka saat awal pernikahan, namun perlahan-lahan Arga maupun Sarah mulai membuka hati masing-masing, apa lagi dengan kehadiran Shaka di tengah-tengah mereka.
Dengan berat hati Arga mengangguk, Arga tahu betul jika Sarah sangat tergila-gila dengan profesi nya di bidang modeling. Arga tau bukan karena Arga tidak mampu memberi nafkah cukup untuk Sarah, namun itulah impian nya.
Di awal pernikahan Sarah sudah menjelaskan kepada Arga bahwa ia sanggup tidak menunda kehamilan, namun dengan syarat jika sewaktu-waktu sesudah melahirkan Sarah akan meniti karir nya kembali Arga harus mengizinkan.
Namun Arga tidak menduga jika secepat ini Sarah akan pergi, Anak nya masih berusia 6 bulan, masih sangat membutuhkan Ibunya, masih sangat membutuhkan ASI.
"Mas..."
Sarah mencoba menyadarkan Arga yang sedari tadi diam dengan tatapan kosong nya.
"Aku izinin kamu Sar, mungkin aku anter Shaka tinggal di rumah Mamah, aku nggak tega kalo Shaka di rawat Baby Sister, lebih baik Shaka di rawat Nenek nya."
Sarah tersenyum lega, di peluk nya tubuh kekar Suami nya.
"Makasih Mas, apapun itu asal kamu dan Shaka nyaman, aku janji akan jaga diri baik-baik, aku akan selalu setia untuk kamu dan Shaka, i love you Mas Arga."
Arga hanya membalas dengan tersenyum kecut.
******
Ricko Kakak Angkat Arga yang akan mengantar mereka menuju Bandara, kebetulan Ricko juga ingin menuju Bandung, sudah lumayan lama Ricko dan Arga tidak mengunjungi rumah Orang tua mereka karena pekerjaan di perusahaan menumpuk, penerbangan Sarah di jadwal kan pukul 05:00 WIB dini hari.
Sejak kemarin tidak banyak kata yang di keluarkan Arga, jujur saja Arga masih sedikit kecewa dengan keputusan Sarah, berbeda dengan Sarah yang terlihat begitu sumringah, Sarah yang sadar akan perubahan sikap Arga mencoba mencair kan suasana.
"Mas Arga, jangan lupa vidio call aku tiap hari ya, salam juga buat Mamah Papah, sampaikan maaf aku nggak sempet pamit dulu karena buru-buru."
"Iya, kamu di sana hati-hati, jaga diri, kabarin kalo udah sampe."
"Iya mas, Shaka sayang kamu baik-baik, sehat-sehat sama Daddy ya, Mamy berjuang dulu, oke."
Ucap Sarah sembari mengelus pipi gempal Anak nya yang masih tertidur pulas, ya Arga membawa Shaka karena setelah mengantar Sarah mereka akan langsung melanjutkan perjalanan menuju Bandung.
"Bang Ricko, aku pamit ya, minta doa nya."
Ucap Sarah hati-hati, Seperti biasa Ricko hanya diam, cuek seakan-akan tidak mendengar ucapan Sarah. Sarah yang sudah biasa mendapat perlakuan dingin pun memilih diam mengalah.
Ricko hanya memutar bola mata malas, dari pertama kali dia bertemu sarah hingga saat ini dia sama sekali tidak menyukai wanita itu, wanita yang kini berstatus istri Adik angkat nya.
Saat mereka sampai di bandara Ricko hanya menunggu di mobil, sedangkan Arga membantu Sarah membawa koper yang cukup besar.
Sarah memeluk erat tubuh Arga, begitupun dengan Arga, di kecup kening Sarah, beberapa detik hingga kecupan itu di sudahi Arga, Sarah mencium punggung tangan suami nya lalu melambaikan tangan.
Lambaian itu berangsur menghilang, lalu Arga bergegas menuju mobil kembali segera pulang untuk memboyong Anak nya menuju Bandung, menuju kediaman orang tua nya.
Oek.. oek...oek...
Telinga Arga menangkap suara bayi yang tak asing bagi nya, dan benar saja Ricko sudah sibuk berjoget-joget ria demi menenangkan Baby Shaka yang menangis, dengan sedikit berlari Arga menghampiri mereka.
"Sory Bang, gua kelamaan ya."
"Diemin dulu ponakan gua." seru Ricko.
"Gendong bentar lagi, gue bikinin susu nya dulu Bang"
"Hahah nikah bukan nya jadi kepala rumah tangga malah jadi Ibu rumah tangga."
Arga menggeleng, ya begitulah Ricko dan Arga, dua sejoli yang tak terpisahkan, Ricko adalah Anak dari karyawan orang tua Arga, saat Ricko berumur 7 tahun orang tua Ricko meninggal karena kecelakaan pesawat.
Sejak saat itu orang tua Arga memutuskan merawat Ricko, mereka sudah menganggap Ricko seperti anak sendiri, dan juga sangat menyayangi Ricko sama seperti mereka menyayangi Arga, usia ricko 2 tahun lebih tua dari Arga, Arga juga sangat menghormati Ricko sebagai Kakak.
"Cup cup Anak jagoan, ini susu nya udah jadi, sini sama Dady ya, kita lanjut ke rumah Nenek."
Arga mengambil alih Shaka lalu mereka melanjut kan perjalanan menuju Bandung yang kurang lebih akan memakan waktu 2 jam 30 menit.
Mobil mereka memasuki halaman rumah, Arga dan Ricko turun bersamaan, sebelum masuk Arga menghirup udara dalam-dalam terlebih dahulu, Arga tahu betul jika sebentar lagi akan ada pertanyaan yang mencecar dirinya tanpa henti.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam."
Ricko tersenyum simpul mendengar suara Wanita yang sangat di cintai nya, Wanita itu buru-buru melangkah mendengar suara seseorang yang sangat di kenali nya.
"Ricko, Arga, Shaka."
Mamah sangat bahagia melihat para kesayangan nya berada di depan mata, dengan langkah Ricko berhambur memeluk Mamah, di susul dengan Arga.
"Kok tiba-tiba Bang, Arga, dan ini cucu Nenek, uluh-uluh ganteng nya cucu Nenek, sini sayang sama Nenek."
"Kalian pasti capek, sekarang mandi dulu Nak, biar seger, sehabis mandi kita kumpul di atas, Papah sama Salwa ada di atas."
"Iya mah, Ricko mandi dulu ya Mah."
Ucap Ricko sangat lembut.
"Iya Nak..."
"Arga juga." Sambung Arga.
Baru Arga akan melangkah Mamah langsung mencegah.
"Tunggu Arga, dimana Sarah?"
"Nanti Arga jelasin Mah, sekarang Arga mandi dulu."
"Ada apa ini Ga, dimana Sarah?"
"Mah....." Melas Arga.
"Mamah tunggu kamu di atas!"
Sepergi nya Arga untuk membersihkan diri Mamah juga langsung memandikan cucu nya agar lebih segar, selesai memandikan Shaka Mamah segera naik ke lantai atas menuju balkon luas kediaman mereka tempat biasa keluarga berkumpul.
Salwa yang sedang serius berbincang dengan Papah langsung berdiri saat netra nya menangkap kehadiran Shaka dalam gendongan sang Mamah.
"Shaka." Sorak Salwa antusias.
"Shaka kapan dateng nya mah, tumben pagi-pagi, Kak Arga juga nggak ngabarin, mau ngasih kejutan cerita nya."
"Nggak, Abang Ricko, Kak Arga sama Shaka cuma mereka yang kesini, dan ini bukan kejutan."
Raut wajah Mamah sudah menunjukkan keseriusan. Sadar situasi sedang tidak baik-baik saja Papah mengkode Salwa agar tidak banyak bertanya dulu.
"Di mana Arga, Mah?" Tanya Papah.
"Mandi." Jawab Mamah singkat.
Tak lama Arga datang dengan botol susu di tangan nya.
"Sini Wa, Shaka mau nyusu dulu."
"Biar Shaka sama Salwa, kamu Arga jangan ngalihin pembicaraan, sekarang kamu duduk ! Dan jelasin sama Mamah !"
Arga membuang nafas kasar, lalu duduk di dekat Mamah.
"Kemana Sarah Ga."
"Sarah ke LA mah."
"Ada apa dia kesana?"
"Sa...Sarah Berkarir lagi Mah."
"Apa ! Berkarir kamu bilang, di saat anak kalian masih usia segini, Sarah pergi demi karir, dan kamu ngizinin Ga, Astaga Arga !!"
"Maaf Mah, sekuat apapun Arga cegah, Sarah tetep akan nekat pergi, Arga bisa apa Mah."
"Kamu laki-laki Ga, kepala rumah tangga, harus nya kamu lebih tegas lagi."
"Sudah lah mah, Mamah ngak bisa sepenuh nya nyalahin Arga." Papah kini ikut bersuara.
"Tapi Pah...."
"Mah, yang di bilang Papah ada benernya, lagi pula dulu Mamah kan yang ngotot jodohin Arga sama Sarah."
Ricko yang baru datang langsung memotong ucapan Mamah.
"Tapi bang, Mamah nggak nyangka kalo Sarah...."
"Aku cuma minta doa sekarang Mah, semoga Rumah tangga ku baik-baik aja, demi Shaka."
Arga memilih pergi menenangkan diri, jujur saja Arga cukup terguncang dengan permasalahan Rumah tangga nya saat ini, Arga melangkah menuju taman belakang lalu menyalakan rokok.
"Apa mungkin Rumah tangga kita akan baik-baik aja Sar, kenapa kamu gini, baru aku mulai mencintai mu, tapi kamu malah menghempaskan aku ke dasar jurang Sar."
Tak lama ponsel Arga berdering, tertera nama Farhan sekretaris Arga, Arga pun segera menjawab panggilan itu.
"Hallo Han."
"Maaf pak, apa Bapak tidak masuk kantor hari ini?"
"Tidak Han, saya sedang di bandung, mungkin nanti sore baru akan ke Jakarta lagi, tolong kamu gantikan saya dalam metting apapun hari ini Han."
"Baik Pak, kalau begitu saya akan tutup panggilan ini."
"Ya."
Tut....
*****
"Jangan terlalu menyalahkan Arga Mah."
"Iya Bang, maafin Mamah, Sarah tega-tega nya ninggalin Arga, kurang apa Arga."
"Mamah yang sabar."
Ucap Ricko menenangkan Mamah nya.
"Em... Mah Ricko pamit ya."
"Mau kemana Bang, jarang pulang sekali nya pulang ke Bandung kok pergi terus."
"Itu Mah, mau nemuin temen."
"Salwa ikut ya Bang."
"Eh nggak usah." Sinis Ricko.
"Nebeng doang."
"Nggak, Ricko pamit ya Mah."
"Iya, hati-hati di jalan."
Ricko bergegas pergi sebelum Salwa mengikuti nya, tak lupa ia menghampiri Papah di ruang kerja untuk berpamitan.
"Mau kemana sih Abang Mah, nebeng aja nggak boleh."
"Udah jangan ganggu Abang mu, mungkin dia mau nemuin pacar nya."
"Hah... pacar, emang ada yang mau sama Bang Ricko."
"Hus....jangan ngomong sembarangan, pasti banyak yang mau lah, anak ganteng dan bijaksana siapa yang nggak mau."
"Bukti nya nggak nikah-nikah Mah, hehe tapi memang sih Salwa sering liat bang Ricko ngeliatin foto cewek di Hp nya hehe"
"Ricko, Abang kamu itu sangat pintar, bijaksana, dia nggak akan ngambil keputusan terburu-buru, apa lagi untuk urusan seumur hidup, bahkan dunia akhirat, Mamah percaya, apapun keputusan yang di ambil nya itu adalah pilihan yang terbaik untuk dia, sedangkan Kakak mu Arga, terkadang suka ambil keputusan buru-buru, tanpa memikirkan kedepan nya."
"Iya kayak pas Kak Arga di jodohin, langsung nurut aja hm..."
"Arga dan Sarah itu udah di jodohin sedari kecil, Orang tua Sarah meninggal bersama Orang tua Ricko, Kecelakaan pesawat itu cukup membuat Mamah dan Papah kehilangan karyawan penting di perusahaan kita.
Perusahaan kita memang selalu memberi bonus untuk Karyawan dengan kerja terbaik setiap tahun, kebetulan saat itu Papah nya Ricko juga Papah Sarah menjadi salah satu nya bersama 6 orang lain nya, dengan mengajak anak istri mereka berangkat menuju jepang, Ricko tidak ikut karena harus ada ujian kenaikan di sekolah nya, sedangkan Sarah masih terlalu kecil untuk di ajak bepergian jauh dan di halangi oleh Nenek nya untuk ikut.
Rasanya sesak sekali kalo Mamah ingat insiden itu, Mereka semua tewas, tak ada satupun yang selamat, Mamah masih ingat tangisan pilu Ricko saat itu, tangisan yang membuat Mamah dan Papah menginginkan Ricko menjadi Anak kami, seperti nya Dunia mendukung, ternyata Ricko tak ada keluarga lagi di kota Jakarta, hanya ada saudara jauh di kampung halaman Mamah nya, itupun mereka menolak merawat Ricko dengan alasan keterbatasan ekonomi.
Mamah dan Papah sangat menyayangi Abang mu, bahkan Mamah dan Papah terkadang tidak mengingat sebenarnya Ricko bukan anak kandung kami, sedangkan Sarah, Orang tua nya dengan Mamah, Papah sudah bersahabat sejak lama candaan kami yang akan menjodohkan anak Mamah anggap serius karena sangat pilu melihat anak berusia 2 tahun harus menjadi yatim piatu."
Salwa terus mengelus pundak Mamah nya, bukan kali pertama Mamah menceritakan insiden itu, namun sesering apapun Mamah menceritakan nya Salwa tetap ikut merasa sedih saat mendengar nya.
******
Seorang wanita sedang duduk di tepi Danau, di lihat nya jam yang melingkar di pergelangan tangan nya, seperti biasa jika akan bertemu dengan kekasih nya ia datang lebih awal, agar tidak membuat pria yang di cintai nya menunggu.
Saat sedang asik menatap Danau yang jernih dan luas seseorang menutup mata nya dari belakang.
"Mas...."
Cup....
Satu kecupan mendarat di pipi wanita itu
"Udah lama sayang?" Tanya pria yang tak lain adalah Ricko itu.
"Belum mas."
"Kita mau kemana."
"Disini aja, masih pengen berdua, aku kangen." Ucap wanita itu malu-malu membuat Ricko sangat gemas.
"Peluk dong kalo kangen."
Ricko merentangkan tangan nya, wanita itu langsung memeluk Ricko, dan di balas Ricko dengan pelukan erat di tambah kecupan manis di dahi. Wanita itu bernama Naira, Ricko dan Naira sudah menjalin hubungan kurang lebih 1 tahun lamanya.
Setelah cukup berbincang-bincang Ricko menyampaikan maksud nya mengajak Naira bertemu.
"Sayang, aku mau ke rumah orang tua mu, kita yakinin mereka lagi ya."
Naira langsung melepas pelukan nya, lalu menatap sendu wajah Ricko.
"Yakin?"
"Ayo." Ricko mengangguk lalu menggenggam tangan Naira, mereka berjalan beriringan menuju parkiran.
"Mobil siapa?" Tanya Naira.
"Hm... ayo naik."
Bukan nya menjawab Ricko malah membuka pintu mobil mempersilahkan Naira untuk duduk.
"Mobil siapa mas?" Tanya Naira lagi.
"Mobil nyewa Nai."
"Mas jangan ngehamburin uang cuma untuk hal yang unfaedah, lebih baik kita simpen buat masa depan kita nanti kan."
"Sesekali sayang." Jawab Ricko santai.
Ya begitulah cara Ricko menilai wanita, dengan berpenampilan seadanya, bersikap seolah-olah ia anak dari keluarga kalangan bawah, dan selalu mengendarai motor matic milik satpam di rumah orang tua nya setiap akan menemui Naira, baru kali ini Ricko membawa mobil, karena dengan cara ini Ricko yakin orang tua Naira akan merestui hubungan nya dengan Naira yang tak di restui, Orang tua Naira menilai Ricko hanya lah laki-laki miskin hanya modal tampang mendekati anak mereka.
'Memang wajah mu itu tampan, tapi apa kamu mau ngasih makan anak kami dengan wajah mu, saya yakin motor butut mu itu harta kamu yang paling berharga, sudah sana pergi, jangan temui Naira lagi.'
Begitulah kata-kata kasar Ibu Naira saat Richo menemui Orang tua Naira, yang Naira ketahui pun Ricko bekerja sebagai pegawai Rumah makan di DKI Jakarta.
"Mas, kalo Ayah sama Ibu ngomong kasar jangan di ambil hati ya."
"Iya Sayang." Jawab Ricko santai.
Tak lama Mobil Ricko memasuki halaman Rumah depok minimalis bercat Kuning, Richo dan Naira turun.
Dengan jantung yang berdegub kencang Naira memasuki rumah dan memanggil orang tua nya, sedangkan Richo menunggu di kursi teras rumah.
Naira melihat Ayah dan ibu nya sedang makan siang.
"Ayah, Ibuk."
"Udah pulang Ra, ayo sini makan siang."
"Em... Bu, Yah, ada Mas Ricko di depan."
"Mendengar nama Ricko Ayah Naira segera menghentikan makan siang nya lalu menatap tajam Naira."
"Jadi kamu habis menemui anak itu, memang ngelunjak kamu ya Nai, mana anak itu biar Ayah habisi dia, masih ada nyali nya datang kesini !!"
"Iya Yah, kasih pelajaran saja, biar kapok dia." Dukung Ibu Naira.
"Jangan Yah, mas Ricko datang baik-baik, jangan di kasari."
"Hallah...." Ayah Naira melepas tangan Naira yang berusaha mencegah nya.
Dengan Dada Naik turun Ayah Naira melangkah menuju teras, di lihat nya Ricko sedang duduk lalu menarik kerah kemeja Ricko.
"Laki-laki miskin tidak tau di untung, masih berani kamu datang kesini, hah...."
"Saya ingin melamar Naira Om."
"Cih... Melamar kata mu."
Bugh..... Bugh...... Bugh....
Ayah Naira memukuli Richo dengan membabi buta, jika bukan Ayah Naira yang melakukan nya mungkin saat itu Ricko akan memberi perlawanan.
"Saya datang baik-baik kesini Om, akan ada yang saja jelaskan."
Tanpa mendengar ucapan Ricko Ayah Naira kembali memukuli Ricko dengan sadis.
"Ayah.... Sudah yah, jangan di pukuli kasihan Mas Ricko Yah."
"Biar saja biar mati sekalian."
Bugh... Bugh.... Ayah Naira kembali memukuli Ricko hingga darah segar mengalir dari hidung dan mulut Ricko.
"Jangan yah, Ya Allah mas ricko."
Naira yang berhasil melepas cengkraman Ibu nya segera menghampiri Ricko yang sudah terkapar tak berdaya.
"Mas... Mas Ricko." Panggil Naira sembari menangis sesegukan.
Ricko dengan berat membuka mata lalu tersenyum pada Naira, namun perlahan Ricko menutup mata dan tak sadarkan diri.
"Mas... Mas Ricko... Ayo Yah bawa ke Puskesmas, Mas ricko pingsan Yah, bu."
Ibu Naira menutup mulut nya.
"Yah pingsan."
"Biar saja bu."
"Yah kalo dia mati kita juga yang repot."
Ayah Naira terdiam sejenak benar juga ucapan Istri nya.
"Cepat Yah, mumpung tetangga belum ada yang liat, bisa heboh nanti sekampung Yah."
"Ayah, Ibu ayo dong malah debat."
"Ayo kita bawa ke puskesmas." Seru Ayah Naira.
"Bawa pake Mobil itu aja yah."
"Mobil sapa itu."
"Naira nggak tau bu, tapi mas Richo dateng bawa mobil itu tadi."
Mereka segera mengangkat Richo lalu membawa ke puskesmas terdekat.
*****
Sampai di Puskesmas Ricko segera di tangani Dokter.
"Apakah kalian keluarga Saudara Ricko?" Tanya seorang perawat.
"Bukan Buk." Jawab Naira.
"Kalau begitu apa ada nomor ponsel keluarga pasien yang bisa di hubungi?"
"Em... mungkin ada di ponsel Mas Ricko Buk."
Naira segera meraba saku celana Ricko untuk mencari ponsel milik Ricko, Namun Naira malah menemukan Ponsel bermerk Ap yang Naira tau harga nya sangat mahal, setau Naira ponsel Ricko bermerk V*vo yg harga nya hanya 2 jutaan saja.
"Ponsel sapa ini." Gumam Naira
Namun saat Naira mencoba menghidupkan ponsel mahal itu mata Naira menangkap potret nya dan Ricko yang sedang tertawa, di ambil saat mereka terakhir bertemu.
"Bagaimana ada?"
"Eh iya Buk, saya cari sebentar."
Naira membuka Aplikasi berwarna hijau di Ponsel itu dan menemukan Chat dengan nama Arga, Naira terus mencari ke bawah dan ia menemukan nama Papah.
"Mungkin ini Buk."
Naira menyerahkan Ponsel itu agar suster segera menghubungi keluarga Ricko.
"Hallo selamat siang Pak."
"............."
"saya Perawat di Puskesmas desa X ingin mengabarkan bahwa pemilik ponsel ini yang bernama Ricko sedang di rawat di Puskesmas di daerah X, Saya harap Bapak ataupun keluarga bisa datang secepat nya."
"..............."
"Baik terimakasih."
Perawat segera mengembalikan ponsel Ricko kepada Naira.
"Ayo kita pulang." Ucap Ayah Naira.
"Nanti Yah, tunggu keluarga Mas Richo dulu."
"Nanti kalo keluarga nya datang dan nggak mampu bayar biaya nya bagaimana, Ayah nggak mau keluar uang."
"Ayah jangan gitu yah, sekali aja tolong Mas Richo."
"Udah Yah kita tunggu keluarga nya dulu, Ibu juga penasaran seperti apa keluarga Anak ini, kalo mereka mau minjem uang kita pergi aja, biar mereka bingung mikirin biaya nya."
"Terserah Ibu."
Naira hanya menggeleng mendengar ucapan Orang tua nya.
******
Sedangkan Papah, Mamah, Arga dan Salwa yang sedang dalam perjalanan terlihat begitu cemas.
"Ricko tadi baik-baik aja Pah, apa Ricko kecelakaan?"
"Yang tenang Mah, kita doakan yang baik-baik aja."
"Ricko.... Ada apa sama kamu nak... kenapa bisa sampai di rawat."
Dengan terus menangis Mamah tak henti mendoakan keselamatan anak sulung nya.
Saat mereka tiba di Puskesmas mereka langsung menuju UGD, Mereka semakin histeris melihat Ricko terbaring tak sadarkan diri dengan wajah lebam dan sisa-sisa darah di wajah dan kemeja nya.
Ayah dan Ibu Naira yang melihat kedatangan mereka menggunakan mobil mewah merasa tercengang, siapa Ricko sebenarnya? mereka bertanya-tanya dalam hati. Sedangkan Naira yang memang belum pernah bertemu keluarga Ricko memilih diam.
Arga langsung mengurus surat rujukan sang kakak menuju Rumah Sakit, Papah yang sadar akan kehadiran Naira beserta Orang tua nya segera menghampiri mereka.
"Maaf apakah Ibu dan Bapak ini yang membawa putra saya kemari, jika benar begitu saya sangat berterimakasih." Ucap Papah tulus.
"Ka... kami...." Ibu Naira menjawab dengan terbata-bata.
"Oh iya pak, kami yang membawa Ricko kemari, kebetulan Ricko dekat dengan anak saya."
Ayah Naira menunjuk Naira yang diam mematung sembari memegangi ponsel dan jaket milik Ricko.
Salwa yang mendengar nama Naira langsung memperhatikan wajah Naira.
"Salwa sering liat wajah nya di HP Bang Ricko Pah." Seru Salwa.
Papah cukup mengerti akan situasi ini, dapat di simpulkan bahwa Naira adalah teman dekat Ricko.
"Pah, Bang Ricko udah bisa di rujuk, kita harus bawa ke Rumah Sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut, takut ada luka serius Pah, menurut Dokter Bang Ricko kemungkinan habis di pukuli habis-habisan Pah."
"Apa ! Di pukuli habis-habisan, siapa yang berani memukuli Ricko Pah?"
"Sabar Mah, nanti jika Ricko sudah sadar kita bisa tanya langsung, dan jika ada luka serius di tubuh Ricko kita akan bawa masalah ini ke jalur Hukum."
"Sakit sekali rasanya Pah, anak yang kita besarkan dengan kasih sayang, secuil saja Mamah tidak pernah kasar dengan Ricko, tapi sekarang orang lain sudah berani membuat anak kita terbaring lemah hiks...hiks...hiks..."
Ayah dan Ibu Naira menelan Saliva mereka, kini mereka sadar, bahwa Ricko berasal dari keluarga konglomerat, mendengar kata Jalur Hukum membuat Ayah Naira ketakutan, dan memilih pamit undur diri, namun saat mereka akan pergi Papah memberi mereka imbalan uang berwarna merah sebanyak 10 lembar dengan basa-basi Ayah Naira menolak, namun Papah memaksa mereka agar menerima nya.
Baru saja Naira dan Orang tua nya akan pergi terdengar suara lemah Ricko memanggil Naira.
"Nai..."
Gumam Ricko, masih jelas terdengar, mendengar Ricko menyebut nama Naira, Papah meminta izin agar Naira tinggal terlebih dahulu bersama mereka, dengan senang hati Orang Tua Naira mengizinkan.
"Pah Bang Ricko di bawa Ambulance, Mamah, Salwa dan Teh Naira ikut ambulance, Papah bawa mobil Arga, dan Arga bawa mobil Bang Ricko."
Naira mengerutkan kening nya, rasanya jika Ricko sudah pulih akan banyak pertanyaan yang di ajukan nya kepada Ricko, apa ini Mobil Bang Ricko setahu Naira Ricko hanya punya motor matic sederhana yang di bawa Ricko menemui nya dari awal kenal.
Setelah mengurus perpindahan Ricko menuju Rumah Sakit Arga memutuskan untuk kembali menuju DKI, karena tidak bisa meninggalkan perusahaan, sebelum Arga pergi ia memilih menemui putra semata wayang nya terlebih dahulu.
Kurang lebih 30 menit lagi Arga akan tiba di kediaman nya, namun Arga berhenti terlebih dahulu di sebuah cafe untuk mengisi perut.
Beberapa menit kemudian Arga sudah menghabis kan makanan nya, sembari fokus melihat ponsel Arga melangkah menuju kasir untuk membayar makanan yang sudah di pesan nya.
Prang...
Tanpa sengaja Arga bertabrakan dengan pramusaji yang membawa beberapa gelas jus, jus itu tumpah membasahi kemeja Arga.
"Maaf Pak, saya mohon maaf saya tidak sengaja Pak."
Pramusaji itu terus meminta maaf sembari mengusap-ngusap kemeja Arga yang basah, Arga menatap wajah wanita itu, kulit putih, mata coklat.
'Cantik' Batin Arga.
"Ah tidak apa-apa saya juga yang salah, harus nya saya yang minta maaf, saya tidak memperhatikan jalan."
"Terimakasih Pak."
Baru saja Pramusaji itu akan pergi mengambil alat untuk membersihkan pecahan gelas seorang pria yang di yakini manager cafe itu datang.
"Shena !!" Suara pria itu mengagetkan semua orang.
"Kamu sudah saya beri kesempatan terakhir, dan masih saja membuat kesalahan, sekarang kamu saya pecat, silahkan pergi dari sini dan jangan kembali lagi!!"
"Tapi Pak, saya...." Wanita yang bernama Shena itu mencoba membela diri namun segera di potong oleh pria itu.
"Tidak ada alasan lagi, silahkan kamu pergi, kamu SAYA PECAT!!"
"Maaf, kejadian tadi tidak sepenuh nya salah dia, saya yang menabrak dia karena tidak memperhatikan jalan." Arga mencoba membela Shena.
"Tapi ini bukan kesalahan dia yang pertama, kami sudah tidak bisa mempertahankan karyawan yang ceroboh."
Shena menetes kan air mata nya, dari pada terus di permalukan di depan umum ia memilih mengalah.
"Baiklah Pak, saya permisi, mohon maaf jika selama ini saya banyak mengecewakan Bapak dan teman-teman."
"Tunggu..." Arga mencoba mencegah Shena, namun Shena tidak menghiraukan dengan cepat Shena menuju ruang ganti mengambil tas nya lalu pergi, melihat Shena akan keluar Arga segera membayar ke kasir dan mengejar Shena.
"Tunggu Mbak, kenapa Mbak secepat itu nyerah, nyata nya memang saya yang salah kan."
Shena yang akan menyebrang tersenyum kecut ke arah Arga.
"Nggak apa-apa Pak, saya iklas, mungkin memang Sudah waktu nya saya berhenti kerja di sana."
"Kamu jalan kaki?"
"Iya Pak, kalo gitu saya permisi."
"Tapi ini udah malem, nggak baik perempuan jalan sendiri malem-malem kayak gini."
Shena hanya tersenyum lalu bergegas pergi, meninggalkan Arga yang masih berdiri di pinggir jalan, Arga segera mengejar Shena dengan mobil nya.
Arga melihat Shena berjalan kaki sembari sesekali mengelap pipi nya, Arga yakin Shena sedang menangis saat ini.
"Ayo saya antar pulang." Pekik Arga namun tidak di hiraukan oleh Shena.
Arga menghadang Shena dengan mobil nya lalu turun dan kembali menawarkan untuk mengantar Shena.
"Ayo saya antar kamu."
"Loh kok Bapak maksa sih, jangan-jangan Bapak ada niat jahat ya sama saya."
"Hah niat jahat, untuk apa saya jahatin kamu."
"Buktinya maksa-maksa."
"Kamu liat wajah saya, apa keliatan kalo saya orang jahat."
Shena menatap wajah Arga, memang tidak tersirat wajah kejahatan sedikitpun di sana, melihat Shena yang mulai luluh Arga mengulurkan tangan nya.
"Argani"
Shena menerima jabatan tangan Arga.
"Afshena."
"Ayo kita duduk di sana, kamu harus nenangin fikiran kamu dulu."
Shena mengangguk lalu mengikuti Arga untuk duduk di halte Bus.
"Kamu tunggu sebentar di sini."
Arga berlari menuju mobil nya lalu mengambil 1 buah minuman botol untuk Shena.
"Minum dulu." Tawar Arga.
"Makasih Pak."
"Jangan panggil saya bapak, terlalu tua, panggil saya Arga."
"Em.. iya Arga."
Arga tersenyum sembari memperhatikan Shena meneguk minuman botol, benar-benar cantik dan imut, dengan mata yang agak merah karena habis menangis malah menambah kecantikan Shena.
"Maaf Sarah, aku harus mencari pengganti mu sementara, aku pria normal."
"Rumah kamu di mana?"
"Aku nggak punya rumah, asal ku dari kampung, sengaja ngadu nasib di ibu kota, aku tinggal di mess sekarang aku udah di pecat, apa boleh ya aku tidur di mess semalem lagi sebelum aku cari kosan, soal nya aku nggak ada kenalan, aku cuma kenal sama temen-teman cafe aja, kerja juga baru 1 bulan lebih." Shena menunduk kan kepala nya.
"Memang nya kamu ngelakuin kesalahan apa sih sampe manager kamu mecat kamu dengan cara tidak hormat gitu."
"Maaf, aku nggak bisa cerita."
Arga mengangguk, dia tidak bisa memaksa Shena untuk bicara, takut jika Shena malah akan menjauh dari nya.
"Shen, ini udah jam 09 malem, gimana kalo kamu ikut aku aja, kamu pulang ke rumah ku, tenang aja aku nggak akan macem-macem, ini demi keselamatan kamu juga kan."
"Kamu siapa sebenernya?"
Arga mengerutkan dahi nya.
"Maksud kamu?"
"Maksud ku ini aneh aja, kita baru kenal tadi mungkin baru 1 jam, kenapa kamu udah baik banget sama aku."
"Aku cuma pengen nolongin kamu, tapi kalo kamu merasa keberatan its oke, aku permisi, hati-hati ya."
Arga berdiri lalu melangkah menuju mobil dan siap untuk pergi, namun Shena justru mengetuk pintu mobil.
"Ada apa?"
"Aku... aku ikut sama kamu."
Arga tersenyum kemenangan.
"Masuk."
Arga melajukan mobil nya, tentu saja tujuan nya bukan ke rumah tempat tinggal dengan Sarah, tapi menuju rumah Arga yang lain, rumah di mana tempat nya bersenang-senang dengan teman-teman nya maupun wanita sebelum menikah dulu, jauh dari permukiman penduduk membuat Arga bebas melakukan apapun di sana.
45 menit berlalu, hari semakin gelap, jalan yang mereka lalui pun semakin jauh dari keramaian kota.
"Kok rumah kamu jauh banget."
"Sebentar lagi sampe."
Tak lama mobil Arga berhenti di depan rumah 2 lantai yang cukup besar, berada di tengah perkebunan dengan perpohonan rindang namun sangat terawat. Arga turun lalu membuka gerbang, dan kembali melajukan mobil nya, saat sudah terparkir sempurna Arga turun dan menutup gerbang kembali.
"Ayo turun." Arga membukakan pintu mobil untuk Shena.
Shena turun lalu memperhatikan keadaan sekitar.
"Udah jangan liat-liat ke arah sana, nanti malah liat yang baju putih rambut panjang lagi."
"Jangan buat aku takut."
"Hehe bercanda ayo masuk."
Shena mengikuti langkah Arga, ia tercengang kenapa rumah sebagus ini jauh dari permukiman penduduk, saat memasuki rumah mata Shena terbelalak.
'Wah... Bagus banget ini rumah, kaya banget kayak nya Arga.'
Shena melihat sebuah foto besar.
'Kayak nya foto keluarga, itu Arga, mungkin itu Orang tua Arga, dan em... mungkin Adik atau kakak nya ya.'
Arga tersenyum melihat Shena yang mematung di depan foto keluarga nya.
"Ini aku, ini papah ku, mamah ku, Abang ku dan Adik ku, mungkin adik ku seumuran kamu."
Shena mengangguk.
"Cantik-cantik dan ganteng-ganteng."
"Eh ngomongin aku ganteng."
Shena menutup mulut nya.
"Nggak."
"Hehe, ayo kita naik, aku tunjukin kamar kamu, dan kamu langsung mandi ya, di dalem kamar ada lemari, di sana banyak baju cewek, pake aja mana yang kamu suka, baju kamu di mess nggak usah di ambil, karena aku mau ngasih kerja baru buat kamu."
"Tapi Sayang banget kalo nggak di ambil, aku beli nya susah, harus kerja keras dulu."
"Aku ganti 10 kali lipat." Ucap Arga dengan santai.
"Ini kamar kamu, sekarang kamu masuk terus mandi, udah bau asem."
"Iya."
Arga berlalu, ia menuju balkon lalu menelfon Mamah untuk menanyakan kabar Ricko.
"Hallo Mah, Assalamualaikum, gimana Bang Ricko Mah?"
"Waalaikum salam Ga, Alhamdulillah Abang kamu udah siuman, Alhamdulillah juga nggak ada luka serius."
"Terus Bang Ricko abis berantem sama siapa Mah?"
"Katanya sama temen nya Ga, ada salah faham, Abang kamu nggak mau bahas lebih jauh, yang penting dia baik-baik aja kata nya."
"Oh oke."
"Kamu udah sampe Ga?"
"Udah Mah."
"Yaudah kalo gitu ya Ga, Mamah sama Papah mau pulang, Abang kamu yang nyuruh, katanya kasian Arsha nanti nyariin."
"Terus Bang Ricko siapa yang jaga Mah."
"Salwa sama Nak Naira Ga."
"Wah kayak nya Mamah mau dapet mantu nih bentar lagi."
"Doain aja Ga, yaudah ya Ga, Assalamualikum."
"Waalaikum Salam Mah."
Tut....
******
Setelah mandi badan Arga terasa lebih segar, saat keluar dari kamar Arga melihat pintu kamar Shena masih tertutup rapat.
Tok...tok...tok...
"Shena."
"Iya." Terdengar sahutan dari Shena
"Aku tunggu kamu di balkon."
Lalu Arga menuju balkon, duduk dengan santai sembari menyalakan rokok, terdengar dering ponsel nya pertanda panggilan masuk.
"Hallo Mah."
"Ga ini Shaka agak rewel, mungkin kangen sama Sarah, apa Sarah belum bisa di telfon."
"Arga rasa belum Mah, mungkin besok jam 07:30 Sarah baru mendarat, liatin wajah Arga aja Mah, biar Arga ngomong sama Shaka."
"Iya Ga."
Terlihat wajah Shaka yang merah, seperti nya sudah lumayan lama menangis.
"Shaka sayang, jangan nangis terus ya, Mamy belum bisa kita telfon, besok kalo Mamy udah sampe Dady suruh langsung telfon Shaka ya, sekarang Shaka bobo sama Nenek ya."
Seperti mengerti ucapan Dady nya Shaka langsung diam dan menyedot botol susu nya, Arga tersenyum melihat putra nya yang sangat menggemaskan.
"Arga."
Arga langsung mematikan panggilan menyadari ada Shena di belakang nya.
'Semoga Mamah nggak liat, gawat kalo Mamah liat.'
"Iya Shen."
"Kamu telfonan sama Mamah kamu ya?"
"Oh iya, ehm..." Arga berdehem untuk menghilangkan kegugupan nya.
"Oh...."
Sekian menit mereka sama-sama diam.
"Shena."
"Iya."
"Gimana kalo kamu kerja disini, tugas kamu cuma bersihin rumah ini, ngurusin aku dan keperluan aku, gimana?"
"Haa... kerja disini, Tapi apa reaksi warga kalo mereka tau kita tinggal serumah walaupun aku pembantu tapi kita masih sama-sama lajang kan."
"Hahaha.... Shena Shena, warga mana yang bakal protes, tempat ini aja cuma orang-orang penting ku yang tau, Keluarga ku aja nggak tau Shen."
"Haaa, oh ya."
"Iya." Arga mengangguk.
"Em... tapi...."
"Berapa gaji kamu di cafe?"
"1 juta 5 ratus ribu."
"Oke, aku bayar kamu 5 juta perbulan."
"Haa... 5 juta." Shena menatap Arga tak percaya.
"Iya, kenapa kurang?."
Dengan cepat Shena menggeleng.
"Ngak, malah itu lebih dari cukup, Makasih Tuan."
"Apa kata kamu, coba ulangin."
"Makasih Tuan."
"Astaga Shena, panggil aja Arga, aku lebih nyaman."
"Tapi nggak sopan, kan kamu majikan aku."
"Kalo gitu panggil aku Mas, Mas Arga, itu lebih baik dari pada Tuan."
"Iy...iya Mas."
Kruk....
Arga menahan tawa mendengar suara perut Shena.
"Shen kamu laper?"
"Iya Mas, dari siang belum makan."
"Kenapa nggak bilang, di kulkas semua nya ada dan lengkap, tapi kamu harus masak dulu."
"Nggak apa-apa Mas, dapur nya di sebelah mana?"
"Ayo aku anter."
Arga mengantar Shena menuju dapur, Shena segera memasak nasi, dan membuka kulkas, sepertinya dadar telor dengan kecap sudah cukup lezat untuk mengisi perut nya.
Sembari menemani Shena memasak, Arga menjelaskan tugas Shena untuk membantu Arga.
"Jam 6:30 pagi kamu harus nyiapin air hangat untuk mandi ku, terus bangunin aku, jangan lupa seragam kantor, mulai dari kemeja, jas, celana, sepatu, kaos kaki."
"Iya Mas."
"Dan kamu harus masangin dasi ku ya."
"Hah.. masangin dasi?"
"Iya, keberatan?"
"Ngak mas."
Arga yakin tak perlu memaksa, sebentar lagi Shena akan menyerahkan dirinya untuk Arga.
Jangan lupa like ya.... Cerita masih banyak kekurangan, mohon koreksi 🙏🏽🙏🏽
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!