Hai.** Semua selamat datang di karya aku lagi, ya walaupun masih banyak acak-acakan mohon di maklummi ya teman 2, karna sesungguhnya manusia tu gk luput dari salah.**
** Eakkk, itu sii yang sering aku dengar**
** Moga kalian suka dengan karya aku ini, tandai typoo ya temen2.**
1 tu 🐌
2 wa 🐢
3 ga 🐨
Doooooor 🐳
******.....**
...
..
.
Kaget gk? kaget gk? 😁😁
gk lah, y kli gitu aj kaget ya kan?
yuhu selamat membaca📖📖
...🌵...
...Ketegangan di Kantin.....
"La! Lalaa.. Ih nih anak mesti di senggol dulu baru nyaut" kesal Mely yang jelas mulutnya hampir mati rasa akbiat leleh berbicara. "Aduh udah padat gini masa ia gue balik lagi? LALA.." panggil Mely dengan suara khas nya yang terdengar basi di telinga Lala.
Lala menoleh dengan malas, sejak tadi ia sibuk menatap awan yang berjalan di atas sana. Namun, suara cempreng temannya itu mengalihkan tatapannya. "Pa'an Melysa Yohkiyaa!" saut Lala dengan sengaja menyebut nama panjang temannya itu.
Mely tersenyum lega. "Lo pesan apaan? gue lupa!" Lala menghela nafas kesal, mengingat Mely yang pelupa, ditambah lagi suaranya yang parau membuat telinganya berdenggung. Lala menurunkan tangannya yang sejak tadi menopang wajahnya.
"Biasa." Tangan mungilnya meraih benda pipih berwarna pink di dalam kantung roknya. Benda yang sejak tadi ia abaikan demi kenyamannya sendiri.
"Gak ada bosenya tuh anak tiap hari pesanya ini aja, ntar di rumah lauknya ini juga, pas lagi main ini juga, lidahnya gak kerasa kali ya? sampe segitu cintanya sama SOTO." Mely mengomel sendiri mengingat Lala yang selalu saja pesan soto.
"Ternyata bukan hanya cinta sesama manusia aja yang bikin buta tapi soto juga. Gila aja, makanan juga bisa bikin buta." Mely mengelus bahunya yang merinding memikirkan betapa gilanya pencinta soto kali ini. Mirisnya itu adalah temannya sendiri.
May mengerutkan kening melihat meja yang di duduki Lala. "La, ini bukanya meja Kak Rey, ntar dia marah loh" Tanya May, teman Lala setelah Mely. Jari Lala berhenti bergerak mendengar ucapan May. Ia meletakan ponselnya kembali, sembari menatap kesal pada May. Sepertinya, hari ini moodnya akan benar-benar hilang karna ulah kedua sahabatnya itu.
"Udah berapa kali sih gue bilang, lo boleh suka sama cowok tapi jangan cowok modelan pipet kek dia." Lala emang melarang kedua sahabatnya untuk menyukai Rey Alasan Lala ada dua, pertama untuk menghindari yang namanya patah hati. Karna Lala tau sendiri, cowok satu ini benar-benar buaya. Kedua, Rey sendiri adalah rivalnya sejak jaman suharto, jadi gak baik ia beri kemudahan untuk mengoda sahabatnya. "Satu lagi embel Kak nya itu di hapus deh, gak cocok." Protesnya.
"Ya, gimana? udah biasa soalnya, tapi besok-besok di usahain deh, biar kagak pake embel-embel kak deh." Tutur May. "Jugaan gue gak naksir kok ma tuh cowok, cuma suka sama bodynya doang, gak lebih. " Lala menghela nafas, melihat May yang setia berdiri.
"Duduk aja. Tenang. Ini kantin kan, bukan dia pemiliknya." Terang Lala sambil menepuk-nepuk bangku di sebelah nya. Ia tau jika saat ini May sedang ragu.
Melihat Lala yang memberikan kode mata membuat May buka suara. "Beneran gak papa nih?" Tanyanya yang kembali lagi merasa waspada . Jujur saja selama ini ia tak pernah sekalipun melihat Lala akur dengan Rey. Ia juga yakin jika suatu saat mereka akur pasti bakal timbul bencana.
"Ya elah, May. ini meja punya lek Jenggot bukan punya pipet. Jadi gak usah takut kek gitu lah, bawa santai aja." Jelasnya lagi yang kini menepuk-nepuk bangku di sampingnya untuk kedua kalinya.
"Ia deh, dari pada gue berdiri gak jelas, mending duduk ya kan?" Akhirnya May pun duduk di samping Lala dengan pasrah oleh keadaan.
Mely berjalan tergesa, ia merasa penasaran dengan kedua temannya itu, "Oh gitu. gue gak di ajak nih?" kesalnya sambil memunyunkan bibir tipisnya.
"Woi, pada ngegosipin apa?" Benar saja, dirinya yang baru sampai langsung bertanya demikian, namun jangan lupakan. Tangan nya juga sibuk membagi makanan.
"Minumnya mana? May yang melihat Mely hanya membawa makanan tanpa minuman pun sedikit protes.
Mely mencibir ucapan May barusan, bukannya niat membantu dirinya malah memperbanyak maunya. "Kan ada air liyur lo! minum aja tuh, gratis." Balasnya sambil kembali membeli minuman.
"Manis dingin, satu ya?" Pintanya yang saat ini sudah melihat Mely sudah bergabung dengan para murid lain yang sedang bertempur akan keramaian kantin.
Mely Berpura-pula tak mendengar, lihatlah temannya itu bukannya memberikan bantuan, tetapi malah membuatnya menjadi babu. "Sok imut lo. Muka asem hawa panas, sok merasa manis, dingin lagi." Mely kembali ngomel dibuat May. Sudah menjadi runtinitas bagi keduanya untuk bertengkar.
"Bukan orangnya yang manis tapi teh nya." Jawab seorang cowok yang berdiri tepat di belakang Mely. "Sok tau lo." Ujar Mely ketus dan kembali dengan tangan yang sudah penuh akan minuman para sahabat nya itu.
Langkah Mely terhenti melihat Rey dan tiga kucing nya memasuki kantin tapi ada yang lebih mencolok, siapa lagi kalau bukan Sabrina cewek cantik yang saat ini menyandang statusnya sebagai pacar Rey.
Mely mendelik "Dih.. amet-amet dah! genit banget tuh cewek." Sinis Mely sambil kembali berjalan ke meja dimana Lala dan May berada. Melihatnya saja membuat badan Mely menjadi gatal.
"Ooh.. gitu. main luan aja ya? gak sabaran nungguin gue." Mely membagi minuman yang ia beli tadi dan langsung duduk di depan Lala.
"Lo si, pesannya gak sekalian, keburu laper juga. Ya gak La?" Mata May terhenti di satu titik yaitu mangkuk milik Lala.
"La. lo pesan soto lagi?" Tanya may yang baru saja menyadari pesanan Lala. "Tanpa soto hidup tidak berwarna?" jawab Mely mewakili Lala. Lala menggelengkan kepalanya. "Bukan tidak bewarna, hanya saja bertenaga." Jelasnya.
Mely menggelengkan kepalanya. "Ya ampun La, pelan deh lo makannya. Kayak mau di gondol musang aja." Protes Mely yang melihat Lala makan dengan lahap.
"Liat nih. gue lagi bikin konten, lagian malas gue lama di kantin bawaannya panas, mana kipas angin nya gak kerasa lagi, gerah ahh" ucap Lala sambil mengipas-ngipas wajahnya dengan tangan kirinya. ia merasa panas menyerbu wajahnya.
"Gak ngaruh kipasan lo, yang ada bukanya nyebantu malah bikin tambah emosi ntar."
Mely memberikan minuman.
"benar tuh!" saut May sambil mengambil saus yang akan di masukan ke dalam bakso miliknya.
"Oo.. walah La..! gimana gak pedas kalo lo make sausnya udah abis setengah botol?" keselnya melihat tingkah Lala yang gak ada berubah nya. Nih anak gak takut kena asam lambung apa?
"Aneh. Makan soto, udah kaya makan miso." sambar Mely yang semula menghisap minumannya dengan santai. Namun, tiba-tiba menjadi tersedak akan jeritan beberapa siswi
di kantin.
"Rey.." Jerit salah satu siswi sambil menyenggol lengan teman nya.
"Boy.. mangkin ganteng aja."
"Ganti dong pacarnya, bosen gue ngeliat Sabrina aja yang digandengin, gue kan iri."
"Gue rasa dari semua pacar Rey cuma Sabrina yang paling awet."
"Di pelet tuh kak Rey nya, makanya langeng terus."
"Gimana gak langgeng, orang Sabrina modelannya kek gitu, persis majalah dewasa masa kekinian"
Huaha..
Saut demi saut terdengar sampai di telinga Lala. ''Aduh, berisik tau gak." Lala sedikit menjerit protes mendengar suara pujian untuk rivalnya. Wajahnya yang memerah di tambah panasnya cuaca siang ini benar-benar membuatnya emosi.
"Ih, yang namanya kantin yah berbisik lah, kalo mau sunyi no di pemakaman sono."
Jawab seorang cewek yang gak suka atas tindakan Lala. Lala tak menghiraukan omelan para cewek tentang dirinya ia kembali disibukkan dengan memakan sotonya.
Tap..
Tap..
Lala menghela nafas lemas sambil menghitung mundur. "satuuu.. duaa.. tigg.." Tuh kan insting Lala memang tajam.
"Ehem." Deheman yang Lala sudah hapal betul jika pemilik suara adalah rivalnya. "Bentar ya sayang, biar aku aja yang urus" Ucap Sabrina dengan suara di manja. Jika bisa, Lala sendiri yang mendengar ingin memuntahkan isi perutnya ke wajah Sabrina. Namun ia sayang dengan sotonya.
"Lo. Lo. Dan lo minggir ini meja kita?" ucap Sabrina dengan gaya ala model dewasanya. Rambut ikal warna caramel brown, baju yang nyaris memperlihatkan lekuk tubuh nya, juga suaranya yang lembut membuat siapa saja teralihkan jika mendengarnya namun tak kecuali Lala dan teman-temanya. berkuasanya, siapa pun yang melihatnya sudah jelas jika gadis yang baru saja berbicara itu tampil asik dan merasa besar diri karna di kawal 4 cowok di sampingnya.
Lala menyeruput es dengan santuinya, tangan kanannya yang masih sibuk dengan ponsel nya, ia menyimpan video miliknya, sepertinya ia akan mengulang vidionya karna hasilnya di luar ekspetasinya. Selain hal itu, Lala juga sengaja memperpanas suasana agar ulat bulu di sampingnya gak lain Sabrina. Salah satu cewek yang masuk ke dalan buku hitam tersampul Rival yang selama dua bulan belakangan ini.
Menyelinapkan anak rambut ke belakang, Lala beseru kuat "Kok Panas ya?" Lirik Lala sekilas ke sosok Sabrina di sampingnya. "Pantes. Ada ulat genit rupanya." Sindirnya yang langsung tertawa kecil setelahnya. kedua temannya pun ikut tertawa kecil.
"Tiati Mel, gerak dikit bisa bahaya." Panasnya lagi. "Ihh. takut gue. " Sambung Mely. "Sini peluk gue." Tambah May yang memasang wajah khawatir.
"Woi..! Gue ngomong sama lo?" tunjuk Sabrina, sedang tangan satunya memukul meja, merasa ditunjuk-tunjuk membuat Lala ingin menjambak rambutnya, menurutnya lebih baik orang lain menjelekkan dirinya melalui namanya tapi tidak dengan cara menunjuknya. Apalagi yang menunjuk adalah Sabrina. Sepertinya setelah ini, ia harus mandi kembang untuk menghilangkan gatal di badannya. Benar ulat bulu ya?
"Udah nunjuknya?" ucap Lala meletakkan jus nya di atas meja. Sabrina tersenyum, akhirnya mempan juga cara nya. "Kenapa? Pengen gue tunjuk lagi?" Tantangnya yang sedikit menyombongkan badannya kedepan.
"huek.. mau muntah gue liat senyum lo, sok manis banget." Ujar May sambil meludahkan air liurnya di samping Sabrina.
"Trus terang aja deh. Mau lo apa?" tanya Lala tanpa melihat Sabrina di sampingnya. "Ini tempat kita, kita mau duduk. Mending pergi sebelum sabar gue menuruni batas." Peringatnya. Lala membuang nafas malas. Apalagi melihat tampang Sabrina yang dengan percaya diri berlagak hebat di depannya.
Alisnya menurun menatap manik Sabrina dengan tajam. Ia berdiri menghadap Sabrina dengan melipat kedua tangannya di dada. "Itu.. itu.." Lala menujuk-nunjuk meja yang kosong, "Kosong kan? lagian gak bakal mati kalo gak duduk di sini." Lala kembali duduk dengan wajah menahan sabar.
"Udah deh minggir aja lo pada, udah siap juga makannya" Saut Boy salah satu teman Rey. Lala menatapnya sinis.
"Bener. lagian ini tuh lapak kita, lo gak ada hak buat ngatur duduk kita." Tekan Sabrina yang nyolot ingin merebut tempat duduknya Lala dan 2 temannya. Sinting mereka ya, siapa cepat dia berhak duduk dimana bangku kosong dong, kok enak aja menstempel tempat mereka.
"Kok bisa? Kok bisa gue nemuin ulat segatel selain ulat bulu ya, gede lagi. Kok ada ya?" Sindir Lala yang menyelipkan anak rambutnya ke belakang telinga, lalu menghisap es di depannya. "Amit-amit deh we, gak sanggup gue ngebayanginya, mirisnya udah ada aja di sini ya." Lagi Lala kembali berucap.
Sabrina berdecak sambil menghentakkan kedua kakinya. "Sayang!" panggil sabrina ke Rey. Dengarlah rengekannya itu membuat siapa saja ingin melihat pemilik suaranya. Sangging mem. jiji.kan.nya.
"Punya kuping kan? atau perlu, gue lakukan cara praktis gue? gue rasa lo belum pernah nyoba." Tantang Rey sambil memasukkan tangan kirinya ke kantong celana, sedang tangan kanan nya di gandeng oleh Sabrina. Senyum pembelaan langsung terlibat di sela gadis yang mengandeng lengan Rey.
"Kalo gue gak mau? Lo mau apa?" Ucap Lala masih pada pendirian nya.
"Udah la Rey, kita duduk dimeja lain aja, kan masih banyak yang kosong." Lerai Ryan sambil menepuk pundak Rey pelan.
Rey terkekeh "Jangan bilang ini cuma alasan lo buat nolongin dia lagi." Sindir Rey menatap Ryan sinis. Ia sudah menduga pasti akan ada pembelaan dari Ryan. Cinta pertama nya nih.
"Udah lo gak usah ikut campur." Sela Bagas sambil menarik tangan Ryan. "Gue bukanya mau ikut campur, tapi gu-" ' ucapan Ryan terhenti ketika seseorang cewek menumpahkan minuman ke bajunya.
Seorang yang belakang ini sering berpapasan dengan Ryan, entah kebetulan atau emang di sengaja. Ryan hanya menggeleng melihat bajunya yang basah. "Sorry banget, gue gak sengaja!" cewek itu membantu mengelap dengan tisu, entah dari mana tisu ia dapatkan, Ryan sendiri gak nolak ia membiarkan apa yang cewek itu lakukan. Sepertinya kali ini ia tak bisa membantu Lala.
"Bentar sayang!" Ucap Rey melepaskan gengaman tangan Sabrina di tangan nya dengan lembut. Rey berjalan semangkin mendekat. Saat ini posisinya sudah berada tepat di depan Lala, ia menyondongkan bandanya ke depan membuat Lala tersenyum sinis.
"Oh.. Lo mau angkatin ini. Jadi bener lo kerja di sini? Tunggu ya, bentar lagi juga siap." ucap Lala yang langsung cepat-cepat meminum esnya. Mendengar itu, membuat Rey semangkin geram.
"Mau lo apa?" tanya Lala tersulut emosi, keningnya sudah berlipat tiga, ulah dari orang di depannya. Gimana gak emosi bajunya basah kena minuman yang mau diminumnya, siapa lagi yang melakukannya jika bukan Ulah Rey.
Rey tersenyum simpul melihat wajah emosi orang di depannya ''Masih mau lagi?" tanya Rey dengan senyum miring nya. Lala tertawa tanpa suara, sambil memandang Rey dengan penuh kebencian.
"Demi apa? demi apa gue nemu iblis berwujud manusia seperti di depannya ini?" Entah sampai kapan kebenciannya ini hilang. Entah sejak kapan mereka saling membenci yang jelas Lala sangat tidak bisa menafsirkan orang dihadapannya ini.
"Entah mimpi apa gue semalam, kok bisa bisanya jumpa modelan beginian." Ucap Lala dengan berdiri dari tempat duduknya sambil melemparkan pipet miliknya, lalu dengan sengaja menabrak Rey didepanya dengan segaja.
"Kuat juga mental tuh cewek." Jelas Bagas melihat kelakuan Lala. Sejak tadi ia seakan melihat drama siang bolong yang panas bertambah seru.
"Kalo gini bakal repot jadinya." ucap May berbisik ke Mely.
"Bakal seru kek nya." jawab Mely tanpa filter. "Dong*k lo! temen lagi perang lo malah girang, ambilin cardigan gue gih di kelas, nerawang tuh baju La.. " Baik Mely maupun May keduanya ternganga.
Ctarr..
Semua siswa/i yang ada di kantin menoleh ke sumber suara. Ada yang geleng-geleng kepala, ada yang melongo tak percaya, menutup mulut sangging sunyinya, yang pasti pada ingin tau kejadian yang selanjutnya. Niat Rey yang dengan sengaja ingin menjenggal Lala agar jatuh, tapi malah ponselnya yang jadi korban, tapi Rey malah mangkin senang, diliputi rasa menang dari sudut wajah tak bersalahnya.
Ponsel nya yang baru saja jatuh, membuat Lala tersenyum paksa dengan keadaan yang menimpanya. Tanganya membolak balik ponselnya. Lala nyengir dan gak lama tertawa geli mendapat ponselya yang udah retak kayak sarang laba-laba, apalagi gak bisa hidup lagi. Mendapati itu kedua sahabatnya Lala langsung berdiri menghampiri Lala.
"Kelewatan banget" Ucap May dalam hati.
"Hati gue jadi tegang bro, kayak di sambar petir " tutur Mely melihat kelakuan Rey.
"Gak ngotak banget dah, heran gue." Timpalnya lagi.
"Emang lo pernah di sambar petir?" Tanya Mely heran. May menghela nafas seraya tersenyum kikuk mendengar ucapan Mely.
"Dah ah. Lo mah gak asik." Ujarnya lalu mendekati Lala. "Baju lo nepak tuh."Bisiknya yang tadi meminjam jaket kulit milik teman sekelasnya, jika menunggu Mely mengambil cardigan pasti semua mata akan menghujat dalaman baju Lala.
Orang orang dikantin malah geleng kepala, melihat kelakuan Lala, ada yang mengira bakal panjang ceritanya, atau gak minta ganti rugi tapi malah ke anehan yang ada.
"Aneh banget kak Lala, ponselnya jatuh malah ketawa, kalo gue langsung minta ganti gak peduli lagi, walaupun yang jatuhin Kak Rey!"
"Gue juga gak nyangka bakal gini kelanjutan nya Perfeck dah buat Lala."
"Tepatnya si tidak bisa berkata-kata, bersikap biasa biasa aja walaupun ponsel dalam kondisi terancam nyawa!"
Ahaha..
"Gue kasih gempol sepuluh buat Rey, sekali bertindak otak dan jantung gue pun ikut bebawa suasana, untung gue gak pernah cari masalah sama tuh cowok"
"Tapi kalo masalah hati udah sering sih!"
Riuh para siswa/i membahas kejadian barusan, yang tadinya sempat merasa tegang dan sunyi, kini malah sebaliknya. Begitulah ada yang pro dengan Rey dan juga ada yang kontra dengan Rey begitu juga Lala.
Di sini lah Lala bersama kedua sahabatnya tepatnya berada dikelas yang hanya berisi beberapa orang kelas. Sesampainya di kelas Lala langsung meletakkan kepalanya di atas meja, dengan kedua tangannya mengacak acak rambutnya kesel.
"Lo luan, cepatan, May?" May dan Mely sejak tadi berdebat dengan hebohnya, mereka dua berasa angkat tangan kalo sudah begini suasananya, seperti saat ini keduanya sedang beradu siapa dulu yang akan menenangkan Lala. "Eh.. ini kan kemauan lo" ucap May balik mendesak Mely.
"La..! ponsel lo gak bisa hidup lagi?" Tanya Mely dengan tampang lugu nya. "Bege baget sih lo, kok bisa gue temennan ama lo?" May menepuk jidat mendengar pertanyaan Mely.
"Minggir biar gue aja, lo gak becus." Keluh May kesal. Mely menyingkir dan kini gantian May yang akan ngajak ngobrol Lala. "Kan gue udah bilang keahlian gue itu setia!" Cengiran Mely membuat May mendelik.
"Kalo gue liat ini masih bisa deh, La.. coba deh kita bawa ke servis ponsel tetangga gue." ucap May setelah melihat ponsel Lala yang di letakkan di atas meja.
Lala mengangkat kepalanya perlahan, dan memandangi sahabatnya satu persatu, "Kalo ponselnya gak masalah, yang jadi masalah followers gue?" Ucap Lala dengan mimik di sedih sedihkan.
"Ya elah gak usah sok sedih deh, gue yakin masih bisa di betuli ini." Ucap May sambil menepuk-nepuk pundak Lala, berusaha menenangkan "Jagan sentuh gue." ucap Lala memasang muka kesel ke May.
"Dih. Gue cewek La. Gak bakal hilang juga kesucian lo kalo gue toyor otak lo."
"Berani lo toyor otak gue, gue bocori lambung lo." May menggelengkan kepalanya. "LO demam ya?" Setelahnya May menyengir melihat wajah ditekuk dari Lala.
Lala menatap kedua temannya bergantian, mengusap wajahnya pelan lalu berseru.
"Banyak yang sadar gak si? baju gue senepak ini? " Khawatirnya setelahnya membuka jaket kulit Lili dan menggantikannya dengan Cardigan May.
"Kalo yang lain sih gk tau gue, tapi si Rey ngeliat deh kayanya. " Lala langsung menunduk lemas, mampus gue. batinnya.
Lanjut??
tunggu ke bab selanjutnya ya, klik like, komen, vote dan hadiah. jangan lupa ya. makasih yang udah beri
🙏🙏
salam autor untuk pembaca...🙋🙋🙋
...🌵...
...Menang(menanggung malu).....
Sejak tadi kedua temannya itu terus saja bergentayangan di dekatnya, ia memijat pelipisnya yang merasa malas menanggapi ucapan teman-temannya, matanya menatap garang ke dua orang di dekatnya itu.
"Idih, ngambeknya jago juga ya?" Ucap May yang mulai menjauh dari hadapan Lala. Pasalnya Lala memasang muka siap menerkam. Begitu juga Mely, anak itu mengintil babonanya gak lain May.
Lala menyandarkan bahunya ke belakang, membuat lehernya kebelakang, kini, wajahnya menatap langit-langit di atasnya. sesekali ia tersenyum kecil mengingat musibah yang di alaminya. Miris sekali hidupnya. Lama ia larut dalam keheningan ia pun mulai menutup matanya dengan kedua tangannya yang berlipat di depan dadanya. Tak lama, dengkuran halus terdengar tenang dari dirinya.
Lala terlonjat kaget mendapati sosok Mely yang berlari sambil berteriak heboh. Temannya satu ini memang pandai sekali membuat moodnya turun drastis. Lala memijat lehernya yang sedikit kaku akibat tertidur dengan posisi seperti tadi, setelahnya ia menegakkan badannya mendapi jeritan Mely.
"Woi! Ryan tuh La, cariin lo tuh?'' Ucap Mely dengan heboh.
"Biasa aja kali, ngasih taunya, heran gue, " Kesal May yang ikutan kesal. Ia menatap nanar kutek di kukunya yang jadi berantakan, ia meringis lalu mencomot tisu di atas meja.
"Hai?" Sapa Ryan yang langsung duduk di depan Lala.
•
Ini sudah ketukan yang ke 111 atau lebih, ia berkali-kali melirik arloginya seraya menatap sosok didepannya dengan jengah. lelah mendengar ceramah yang sejak tadi menuhi isi telinganya, Cinta emang segabut itu ya? rela bela-mati suara demi cinta, cet.. cet.. cet.. cinta memang membuat siapapun lupa akan segalanya termasuk orang di depannya ini. Tangannya meraih ponsel yang sejak tadi berdering di dalam saku celananya. Ia berdecak malas menatap nama yang terpampang di layar menyala itu.
"Lo kelewatan banget Rey. Gak mestinya bersikap gitu sama cewek, walaupun lo segitu bencinya sama dia, tapi itu kelebihan banget." Ryan menghela nafas lemas, ia kembali menatap Ryan sebelum kembali bersuara. "Gue tau lo gak suka sama Lala, tapi coba lagi deh lo pikir? dia tuh cewek Rey, dikit aja lo lebih baik. Gue tau lo bukan tipe orang pedendam. " Ujarnya setelah sekian lama menghakimi Rey. kali ini ia mengubah posisi menjadi duduk di hadapan Rey.
"Dan mestinya, kalo lo masih punya masalah ya selesaikan secara baik-baik gak gini juga caranya." Kesal Ryan mengebu-ngebu.
Sedang Rey hanya membuang muka malas, mendengar kocehan Ryan yang gak ada henti hentinya. "Udah" Tanya Rey memandang Ryan dengan mata tanjamnya. ia menegakkan badannya yang condong ke samping karna baru saja selesai mengangkat telepon.
"Lo gak tau apa-apa, dan ya, lo cuma tau kalo lo cinta sama dia, tapi apa? pernah lo dianggap?"Rey terkekeh. "kebaikan lo tuh di turuni dikit, tinggi_tinggi sampe langit ga dak guna tuh sampe sekarang. " Rey tersenyum tipis melihat wajah kesal Ryan.
"Setidaknya.."Rey semangkin mendekati wajah Ryan. "sedikit untuk lo. Liat perjuangan lo sampai sekarang, secuil pun gak dianggap'' Ejek Rey di iringi tawa kecil setelahnya.
"Ah iya, gue lupa."Ryan menghentikan langkah kakinya. "Ingat posisi lo dari dulu sampai sekarang gak ada bedanya." Sindirnya lagi, ia menepuk pundak Ryan mengingatkan. "Semangat melakukan hal yang sia-sia. " setelahnya ia pun berlalu.
Setelah kepergian Rey, Ryan melangkah meninggalkan kelas dengan perasaan kesal. pasalnya yang di katakan Rey emang benar, sudah hampir empat tahun hingga saat ini ia menyukai Lala, tapi tak juga di anggap oleh nya. Sejauh ini mereka bahkan bisa di katakan tak banyak berinteraksi.
"Lo tunggu aja Rey, gue, bakal buktiin' kalo gue bisa." Ucap Ryan dengan pikiran penuh tekat akan tujuannya saat ini.
Beberapa orang sempat menyapanya sebelum Mely_teman Lala menyambut nya dengan heboh. "Pas banget. Lala lagi butuh pendamping untuk bersandar," Kekehnya "Eh, bukan, maksudnya tuh.. "Duh, gimana ya gue jelasinnya? Mely kembali tersenyum "Dari tadi si murung, tapi gue yakin deh kak, setelah liat lo buahh cring tuh wajah. " Cerocosnya lagi.
"Eh tunggu, ini mau nyamperin Lala ya? " Tanyanya, setelahnya ia menepuk kening lalu berlari memasuki kelas dengan wajah sumrigah.
Ryan melangkah menuju kelas Lala, beberapa siswi sempat menggoda nya tapi tak satu pun ia hiraukan, sama halnya yang dilakukan oleh Lala pada dirinya.
"Tuh kan, bener gue tadi sempet ngobrol lho." Adunya ia menatap May sedikit memberi ruang untuk dua orang itu nantinya. "Ya, gue dah liat kok. " Balasnya yang sempat membalas senyum singkat saat berkontak mata dengan Ryan. Setelah nya Lala hanya membolak balik ponselnya yang rusak, ia tersenyum kecut.
Matanya menyipit mendengar ucapan tiap ucapan dari dua temannya itu. sejak tadi yang ada di pikirkan hanyalah ponselnya yang sepertinya sudah berajal. Ia tak peduli dengan ucapan kedua temannya itu.
"Senyum lo, jangan murung aja, cogan tuh datang," Cacar Mely. "Sekali aja gitu, buat anak orang baper." Cengir Mely setelahnya meringis sambil membalas cubitan May. "Normal dikit Mel,, Ah lo mah." Kesal May.
"La, Sekali-kali respek dong sama kak Ryan, kasian tuh." Bisik May tepat di telinga Lala setelahnya ia langsung menjauh, takut Lala ngamuk. Tak lupa ia membawa kuteknya ke luar di susul Mely di belakangnya.
"Hei." Balasnya sambil menampilkan senyum manisnya. Yang di balas Lala dengan senyum Seperti biasa, pasti akan selalu tuh, nanya, gue duduk sini bole kan? Gak ganggu waktu lo kan? dan berbagai macam cara sopannya itu. Kadang Lala merasa jahat si ama orang di depannya ini, tapi ya cinta kan kagak bisa di paksa.
" Lo gak papa kan?" Lala memicingkan sebelah matanya, seraya mengangkat kedua bahunya "Gue, aman." Jawabnya. Ryan tersenyum lega mendengarnya.
"Hm.. ponsel lo nya gimana? masih bisa hidup? Oh iya, gue minta maaf ya atas kelakuan Rey tadi." Lala menautkan alis sebelah. Khawatir ama ponsel nih kayaknya.
Mata Lala menatap sekitarnya, ia merasa lega, setidaknya ia tak hanya berdua saja dengan Ryan, ia masi merasa canggung terlebih setelah Lala tak menjawab apa-apa akan perasaan Ryan saat itu. Eh bukan, Lala menolaknya, tapi masalahnya cowok satu ini gak ada kapok tuh sama tolakannya.
"Gue bakal gantiin nih ponsel, sekali lagi gue minta maaf atas kelakuan Rey." Ini bukan pertama kalinya Ryan meminta maaf atas kelakuan Rey padanya, jadi Lala hanya bersikap biasa biasa aja. Toh ia sudah bosan memberi tau Ryan bahwa dirinya tak perlu menjadi wakil maaf buat temannya itu, karna Lala yakin sekali jika Rey tak pernah menyuruh Ryan berbuat demikian. Baik banget kan? Gak kayak si Pipet itu, nyaris gak manusia.
"Lo gak salah kok Yan, gak usah minta maaf, apalagi lo minta maaf hanya untuk orang seperti dia, gak usah terlalu baik Yan, karna gue merasa terbebani akan sikap lo itu, mestinya gue yang minta maaf." Lala sedikit menunduk, ia memainkan kakinya di bawah meja dengan resah akan keadaan seperti ini.
"Karna gue gak bisa balas perasaan lo Yan.."Lala menatap Ryan sekilas. "..Maaf." Ujarnya yang mengarah ke arah lain ia tak sanggup melihat wajah penuh harap itu. Pasti sakit ya ditolak!
"Gue bakal nunggu La, nunggu sampe lo sadar akan perasaan ini, gue senang La, senang karena lo minta maaf ke gue, artinya harapan gue mangkin dekat lagi bukan?" Ryan berbicara dengan semangat. Mengapa Ryan menyimpulkan sesukanya sih? Gue dah nolak berkali-kali anjir. kasi tau gue gih, nih orang gak paham ya, dia tuh di tolak bukan kasi harapan, haduh.
Melihat Ryan yang berdiri dari duduknya membuat Lala menatap orang di depannya dengan senyum tipis.
"Gue balik ke kelas ya?" pamit Ryan dan mulai meninggalkan Lala di kelas.
"Yan." Langkah Ryan berhenti ia menaikan sebelah alis heran. "Jangan tunggu gue, jangan, pokoknya jangan, gue.. "Lala terlihat sedikit gelisah. "..Gue gak balas, walaupun untuk waktu yang lama, kita temenan aja ya."
Gue bener gak si??
•
"Cie cie yang lagi pdkt nih sama Aa Ryan. traktirannya dong kalo jadian ?" Mely sengaja menggoda Lala dan langsung dapat cubitan dari May bukan Lala. "Lo gak liat apa? seprustasi apa wajah tuh anak, ya kali mau pdkt an kayaknya baru di tolak cinta kali ya." Mely menatap Lala penuh kepo.
"Serius? lo tolak La? sakit banget gak si?" Tanyanya yang mendapat toyoran May.
"Gila aja baru di tolak bahagia." Saut May yang berusaha menghindari serangan Mely padanya.
Mely berdiam sedih setelah salah satu Guru menyuhnya mengutip sampah. Sedang May
dan Lala tertawa melihat ekspresi Mely yang berubah manyun. "Duh casiannya anak mama." Ucap May yang berusaha merangkul Mely yang lemah.
"Rase lo. bantuin gue dong tuan putri, kasihanlah anak Mama ini." Pinta May dengan cemberut di bibirnya. "Ogah ah. Males." Jawab May dengan bangga.
"May juga bantuin." Ucap guru tersebut yang tiba-tiba nongol kepalanya di pintu. "Mely tersenyum mengejek, saking bahagianya ia mengejek dengan bokongnya yang sengaja goyangkan.
"Udah Mel, gue gak tega liat lo pargoy." Ujar Lala yang sejak tadi menyaksikan kedua temannya itu. Berisik tapi asyik itulah mereka.
"Bokong tepos aja di pamerin, gue yang bohai biasa aja." Ucap salah satu siswi yang mau keluar kelas, ia merasa di ejek oleh Mely.
"Anjirr, siapa juga yang ngejek, orang lagi bahagia juga, melihat tuan putri kita ngutip sampah" Setelahnya Mely makin menjadi-jadi menggoyangkan bokongnya.
"Tepos!" Ejak May dengan suara pelan dan langsung berlari ke arah guru pembimbing yang berada di luar. "Tepos." Serunya kembali sambil cekikikan. Mengamati mereka tuh asyik ternyata ya.
•
Setelah bel berbunyi semua siswa/i sibuk membereskan bukunya masing-masing. begitu juga Lala, ia menyusun buku ke dalam tasnya, keningnya mengerut mendapati sebuah pulpen dengan pita biru di ujung pulpen tersebut, yang menjadi daya tariknya adalah pulpen itu di satukan bersamaan dengan coklat dan yang terselip sebuah kertas kecil. ia tersenyum manis sekilas setelah membacanya.
"Yah.. akhirnya pulang juga." Senang Mely dengan mimik lelahnya. Padahal sejak tadi anak itu molor di tempatnya.
"Ya iya lah, pulang. Emang lo mau tidur di sini." Saut Lala sambil merampas tas di mejanya. May tertawa sambil berjalan mundur. "Aauu.." Jerit May yang terjatuh karena nabrak bambang di belakang nya. Bambang_seorang wakil ketua kelas, yang jongkok karna mengikat tali sepatunya yang lepas.
Bukan Mely aja yang tertawa melihat adegan konyol didepanya Lala juga tertawa geli. Bambang yang telungkup ke depan dengan muka yang nempel ke lantai, sedang May menindih di belakang nya, dengan gaya ala model iklan yang ada manis manisnya.
"An**g lo!" Kesel bambang lalu pergi meninggalkan May yang belum minta maaf.
"Tolong. harap muka lo amankan." Ucap Lala melihat muka May yang malu tapi menurut Mely dan Lala malah terkesan lucu. "Puas deh, ketawa di depan penderitaan gue yang menang (menanggung malu)." Cebiknya.
"Setelah puas tertawa mereka bertiga pun menuju parkiran sekolah. Tapi sebelumnya Lala pergi ke kamar mandi, sedang dua temannya menunggu di parkiran.
Lala kembali ke parkiran dengan ocehan gak jelas. mulutnya komat kamit, tangan nya memukul-mukul angin di depannya, sedang kakinya berjalan dengan langkah cepat. Ia merasa tenaganya terkuras abis setelah menyumpai setan penunggu kamar mandi.
"Kurang ajar lo Rey, Liat aja, liat pembalasan gue besok." Gerutu Lala karena di hadang oleh Rey saat menuju kamar mandi, saat itu ia sedang terburu-buru menahan dirinya agar segera pipis. Mau balik ke parkiran tapi udah di ujungnya, mau gak mau ia pun mengahadapi pipet peot didepanya. Akhirnya Lala lolos dari Rey dengan berdebat singkat, ia masuk ke kamar mandi dengan cepat, tapi sialnya ia tak menyadari jika Rey mengikutinya masuk ke kamar mandi wanita. Maunya pria itu apa sih? Mau ganti Gender
"Sial!" Lala berucap setelah jatuh di depan pintu kamar mandi yang ia pakai, ia tak tahu jika Rey sudah menjegal nya dengan senyum liciknya, apalagi saat Rey menunjukkan video dirinya yang berbicara lembut tapi lebih terlihat seperti ..au lupakan, mendengar suaranya sendiri saja membuatnya tak bisa menempatkan muka dengan benar. Setelah menujukan video memalukan bagi Lala, Rey tersenyum meremehkan dan sempat sempat nya mengancam nya. Tuh kan bener Rey tuh setan tak kasat mata.
"Kenapa?" tanya kedua teman Lala saat Lala sudah masuk ke mobil, lalu keluar lagi ia ingin menghapus video memalukannya itu, tapi kembali lagi saat melihat Kepsek berjalan ke arah mobilnya "Cabut. May." Perintah Lala yang duduk di belakang.
"Lah. kok gue?" tanya May gak terima, karena sesuai jadwal, ini giliran Lala yang bawa, sedang Mely ia masih gak mahir dalam urusan kendaraan, jadi dia hanya santai tanpa harus berpikir akan membawa mobil. Walau jujur hanya Lala sendiri lah yang memiliki Sim sedang May masih amatiran.
"Kedepanya, gue dobble deh!" Ucap Lala masih dengan wajah kesalnya. "Wop bener ya. "Tanyanya menyakitkan.
"Ya, iya gue." setelahnya mereka pun bertukar tempat akhirinya mobil pun mulai berjalan meninggalkan kawasan sekolah.
Mobil yang mereka gunakan adalah mobil Lala, mobil dari hasil pencarian nya sendiri. Sebelum pulang dari rumah May, Lala menyempatkan ke servis ponsel di samping rumah nya, hatinya lega mendengar perkataan mas servis kalo ponselnya masih bisa diperbaiki .
Lala bersiul-siul sepanjang jalan menuju rumahnya, di antara meraka bertiga rumah Lala lah yang paling jauh dari jarak sekolah.
Lala tersenyum saat melihat mobil yang tak asing lagi dimatanya yang sudah berparkir jelas di kawanan rumahnya. Setelah menutup Pintu mobil miliknya, Lala berlari menuju rumahnya yang sudah ada di depan mata.
Senyumnya mengembang mendapati sosok manusia yang asyik ngobrol di teras rumahnya.
"Sore Om, Mi!" Sapa Lala seraya menyalami keduanya. "Mangkin hari mangkin cantik ya, udah gede aja nampaknya." Ucap Om El yang sudah setengah tahun ini gak ada main kerumah Lala, begitu singgah ternyata Lala lebih tampak berbeda.
"Kabar Om gimana?" tanya Lala duduk di samping sang Mami. "Baik, cuman satu yang gak baik.." Ucapan Om El sengaja ia potong. Lala menyipitkan mata. Duit kali ya? biasa kan gitu. Tapi gk deh, Om El setau gue tajir kok.
"Anak Om" Ucapnya di iringi tawa.
"Oo.. walah Lala dah dengerin serius padahal." Ucap Lala dangan kesal.
"Tapi Om, anak Om kenapa?" Tanyanya yang mulai penasaran. Karna selama ini Om El jarang sekali membahas anak-anaknya.
"Bandel. Kalo aja anak Om kaya kamu.."El menatap Lala sekilas, lalu manik matanya naik ke langit-langit di atas sana. "..kalem, cantik, pasti gak akan buat otak Om berdije, sikapnya tuh tah nurun dari siapa? heran Om." Curhatnya. Lala hanya tersenyum.
"Ujungnya, Lala di puji lagi nih, wah berdebar lo nih hati," Lala menumpuk kedua tangannya di dada. Tanggung jawab ya Om buat anak orang baper." Cerocosnya.
"Ya, nanti Om suruh anak Om yang nanggung. " Jawab El dengan cengiran, setelahnya ia menyeruput kopi yang tinggal ampasnya. Lah kok malah di serahin ke anaknya si?
"Kamu tuh, gak buang dari Mami kamu yang dulu, ceria, punya daya tarik sendiri." Lala berdiri kaget. Matanya melotot. "Jangan bilang Om salah satu mantan Mami?" Tudingnya dengan mata menyala. El hanya terkekeh sambil mengangguk.
"Tau aja, ketebak ya?" Jawaban Om El membuat Lala terdiam mencerna. Jangan bilang sekarang masi cinta, terus pacaran diam-diam, eh mami gue kok pelakor gitu si? kesal Lala yang berdebat pada diri sendiri.
"Jangan telan mentah-mentah tuh ucapan Om El, ngada-ngada yang ada Om El tuh udah kaya adik Mami lo, ya kali." Sambung Roni sambil meletakkan kopi di meja. Tuh. Kan Mami Roni tuh tau aja kewaspadaan dirinya kan?
Lala berdecak kesal, ia membuang wajah ke samping sambil menegakkan badannya. "Oh gitu. Bohongi Lala nih ceritanya?" Kesal Lala yang sudah selesai melepas dasi dan kaus kaki, ia hendak masuk ke kamar namun urung karna belum mendapat oleh-oleh dari Om El.
"Kata Mami kamu tuh namanya pemanasan, sebelum mendapat oleh-oleh gitu lo." Ujarnya.
"Sekarang pemanasan udah selesai, langsung ke pendinginan aja ya Om. Mana dong oleh -oleh buat Lala?" Pinta Lala sambil mengulurkan tangan kanannya meminta.
"Lala.. lala" Roni hanya menggelengan kepala mendengar permintaan Lala yang gak ada malunya.
"Aman, udah di titip kan ke mami kamu. " jawab Om El, setelahnya Lala mengacungkan dua jempol kepada Om El. "Lala tinggal ya Om, lanjut ceritanya tunda dulu, Lala ke kamar dulu mau ganti baju" Pamitnya lalu berlari menuju kamarnya.
♡♡♡
next..
^^^Mari kita sudahi dulu ya kakak sudah lelah gak kerasa butuh waktu lama juga ya nulis ini..^^^
see you
...lanjut ke bab tiga ya gais..(づ ̄ ³ ̄)づ...
^^^jangan lupa dukungannya, di tunggu. like, vote, hadiah, komentar^^^
tanda. iiii typoo
...tingal jejak seblum meletakkan bo💣💣💣...
^^^SEMUANYA BeRTEBARAN^^^
...biar bisa nolong klo butuh bantuan xi. xi. xi.😘😘...
...Hai semuanya, mari bersama kita menebar ibadah melalui jari kalian masing-masing....
...Sebelum lanjut membaca, baca dia dulu y, hehe...
💛💛
^^^Moga kalian gk bosen sama mereka yang akan menjadi kita ya muah buat kalian semua bay.. bay.. celamat membaca😁😊^^^
...🌵...
...Soto.....
Langkah kakinya terhenti di depan sebuah ruangan bernuansa unggu putih, matanya melirik ke kasur yang gak lain tempat ternyamannya setelah seharian lelah akan hari yang dilaluinya, bersamaan dengan suara tas yang ia lemparan asal di sampingnya. Bulu matanya bergerak gerak sesaat setelah memikirkan nasibnya hari ini, sial. Itulah kata yang keluar dari mulutnya. Ia mendesah lesu mengingat Rey_rival dirinya yang memiliki kelemahan dirinya. Lala menggulingkan badannya merasa kesal.
Lelah berputar-putar akan masalahnya, ia pun membuka matanya dan langsung terduduk tegak. Gak bisa, Jika Rey melihat dirinya yang seperti sekarang, mungkin dirinya sudah menjadi bara untuk panggangan dirinya, jika seperti ini ia akan kalah nantinya. Kini kaki jenjangnya mengarah ke kamar mandi, setelah tadinya duduk sebenar mengistirahatkan dirinya, ia pun meraih handuk pink kesayangan.
"Hah.." Benar saja, setelah berendam cukup lama, Lala merasa dirinya menjadi bertenaga, ia tersenyum puas, gak sia-sia dirinya mandi cepat. Tak lama Lala pun selesai akan kegiatan menyegarkan otak dan tubuhnya. Matanya berbinar melihat kasur yang masih rapih, di dirong oleh mulutnya yang terus menguap tanpa henti, padahal ia baru saja selesai mandi, namun kasur itu benar-benar menyihirnya untuk berbaring di sana, ia ingin tidur.
Brukk..
Sudah kebiasaan Lala di saat selesai mandi pasti mampir terlebih dahulu ke kasur, sekedar mengacak-acak atau memilih menenangkan diri seperti ini. Menurutnya ketenangan diri ia dapatkan dengan cara seperti ini. Matanya terpejam sesaat sebelum suara halus memanggilnya.
"Sayang.." Lala memutar bola mata malas, baru juga mau ke alam mimpi, namun terkena tilang oleh Polisi, Sepertinya sialnya bertabah lagi. "Bentar lagi Mi" sautnya yang menatap seisi kamrnya, entah karna terlalu sibuk ngonten atau tugas sekolah, ia merasa jika kamarnya ini benar-benar butuh belaiyan dirinya, beberapa sawang tampak di atas sana, kulit permen yang berserakan, bukunya yang terlihat di mana-mana juga beberapa pakaian kotor miliknya yang ia letak sembarang arah. Jika saja Maminya itu masuk ke kamarnya, mungkin ia akan di ruqiah saking gak perduli dengan kamarnya ini.
Ia baru sadar jika selama ini ia hanya pokus pada kasur miliknya saja, bahkan ia kembali tersadar jika lantai kamarnya sudah 4 hari tidak ia sapu, apakah ini benar-benar kamar seorang anak perempuan? Lagi, Lala menghela nafas lemas ia bangkit dari duduknya dan langsung membersihkan kamarnya itu.
Tap..
Tap..
Langkah kakinya berhenti di depan ruang keluarga, tampak Om El dan Mami Roni yang lagi pokus membahas masalah kerjaan mungkin, terlihat sesekali mata Mami memicing setelah membaca lebar kertas sodoran Om El. Tampak sesekali menganguk, tertawa lalu kembali pokus ke kertas di tangannya. Saat dirinya sudah mendekati kedua orang itu, sepertinya masalah yang di bahas sudah selesai, yang kini beralihkan pada layar besar yang menampilkan acara berita terkini. "Mi." Lala memeluk maminya dari samping dan ikut menonton bersama Roni dan Om El.
"Ih.. anak Mami ngagetin aja." Rosi sedikit terlonjak, ia mengulurkan tangan, merangkul Lala agar duduk di samping nya. walau pun sudah besar begini Lala masi demen sekali memeluk Maminya bagai guling di kasurnya.
"Nanti aku bakal baca lagi deh, udah ada simpen pertinggalnya kan?" Tanya Rada sambil menyusun kertas yang sedikit berserakan dengan satu tangan. Sudah Lala duga, kedua orang ini kembali membahas kerjaan mereka yang Lala sendiri tak terlalu mendengarkan, pokusnya hanya pada layar di depannya.
Entah sudah berapa lama Lala bergabung di sini, tapi tiba-tiba perutnya tak bisa di ajak kompromi. "Aduh! ini perut atau terompet jadi jadian sih? recok banget." Kesal Lala pada dirinya sendiri.
"Mi..'' Rengek Lala sambil mengoyang-goyang lengan tangan sang Mami. Mami hanya menggeleng melihat tingkah anak semata wayang nya yang kumat akan penyakit manjanya.
"Udah besar kok masih berasa tk? Udah mandi sendiri kok malah minta sabunin? heran." tanya Mami Roni panjang lebar, padahal yang ia tanya hanya "mau apa?" Roni terlihat kesal melihat tingkah kekanakan sang anaknya.
Lala memelas sambil mengeratkan genggaman tangannya di lengan Roni. "Laper nih, makan yuk? " Lala mengelus-elus perutnya yang berbunyi sedari tadi. Senyumnya mengembang ketika sang Mami berjalan mengarah ke dapur.
"Bentar ya El, aku nyiyapin makan dulu," pamit Mami Roni sebelum meninggalkan sahabatnya itu.
"Iya Mi, gak apa apa kok" Jawab Lala yang mewakili Om El. "Kan ada Lala disini." Sambungnya kembali.
Bukanya membantu Roni menyiapkan makanan ke atas meja makan, Lala lebih memilih menonton menunggu di depan tv bersama Om El. Jarang sekali ia bisa berdua dengan Om El, membuatnya banyak bertanya tentang Om El sendiri. Benar saja walaupun sudah di panggil puluhan kali dengan jawaban "sebentar " itu, kini Lala malah semangkin asyik menjelajah kisah hidup Om El, kedua tangannya pun penuh akan keripik kentang yang tersedia di atas meja.
Sampai ia pun teringat akan sosok Papinya itu, akankah ia akan seasyik ini jika mengobrol dengannya, apakah hidupnya akan jauh lebih hangat dari sebelumnya? semua itu masih saja menjadi tebakan belaka bagi dirinya karna ia sendiri menyimpulkan bahwa Papinya bukanlah seseorang yang layak masuk di keluarga hangat ini, tanpa sosok Papinya sepertinya hidupnya sudah cukup bahagia, ia tau bahwa kisah cinta antara Mami dan Papinya tak seindah cinta normal diluarran sana.
Tak apa, seperti saat ini saja ia sudah cukup, asalkan Roni bahagia ia sudah cukup bersyukur mendapati seorang ibu yang membesarkan dirinya dengan cinta dan sayang yang tak terbatas terlebih ia seorang diri.
Seribu cinta untuk Maminya.
"Om..!" Panggilan Lala mengalihkan pokusnya . "Kenapa?" tanya Om El heran melihat Lala yang berbicara setengah- setengah.
"Gak jadi Om, lupa." Gigi putihnya langsung terlihat, bersamaan dengan lambaian tangan kanannya. Niat awal ingin bertanya sedikit tentang siapa Papinya, namun urung ketika sadar ia tak perlu tau sosok itu dari orang lain, suatu saat nanti ia pasti akan mengetahui tanpa harus mencari tahu.
"Benar lagi Mi, Oke Mi'bentar, Bentar Mi 'masi mau jalan, bentar apa lagi sekarang? bentar gak nahan lapar?" Cerocos Roni yang kesel akan tundaan Lala. Lihat anak itu hanya senyum selebar daun pisang. "Bentar Mi 'tunda dulu ngomelnya kita makan dulu ya? " Jawabnya yang menarik kursi untuk diduduki oleh Roni.
"Cuci pir.. aman bagian Lala itu ya?" Balasnya cepat. "Makan yok Om, biar berhenti dulu omelannya. " Ajak Lala yang melihat Om El masih setia di sopa.
"Sotonya mana? Kok gak ada? mami simpan lagi ya?" Pertanyaan demi pertanyaan muncul dari bibir mungil Lala.
"Poni kamu itu di potong lo sayang, liat tuh nutupi mata, risih Mami liatnya." bukanya menjawab, Mami Roni malah mengomentari poni anaknya.
Lala memunyunkan bibirnya, "Soto, soto, dimana kamu bersembunyi? " Carinya yang membuka tiap hidangan do depannya.
''Astaga. Masi ngarep soto, ini udah jaman apa sayang, masa ia Mami tiap hari masak soto, soto, soto. Mami aja yang masak muak. masa Lala yang makan gak ada muaknya?" Kesal Mami Roni dan langsung memberikan sup ayam ke dalam piring putri semata wayang nya itu. Di mana si letak kespesialnya Soto itu?
El yang sedari tadi memperhatikan tingkah dua orang anak seibu itu hanya tertawa melihat tingkah mereka, ia jadi kangen dengan keluarga kecilnya.
Di hitungan ke 23 langkah, El menghentikan langkah kakinya di belakang kursi Lala. ''Besok Om beliin deh soto yang banyak, untuk sekarang makan yang ada aja dulu." Bujuk El
"Tuh kan, Om El emang bisa di andalkan, gak kayak.. "Lala terdiam sesaat setelah melihat tatapan di depannya itu, ia berdehem. "Kayak? Iya, kamu tuh gak bisa di andalin." Cerocos Rada yang menatap tajam anaknya itu.
"Di tunggu ya Om traktiran sotonya." Alihnya yang tak menghiraukan Roni di depannga. Bisa habis dirinya ini.
"Tuh kan? enakan Sup ayam dari pada soto!" jelas Mami Roni melihat Lala yang tampak berselera makan walaupun tak ada soto si makanan kesukaan anaknya itu.
Lala menyilangan kedua tangannya. "Kalo soto gak ada duanya Mi, itu makanan pavorit Lala banget, kecuali Bika ambon" komentar Lala dan kembali menyuapkan makanan nya ke dalam mulutnya. Walau jujur ia memang menikmati makanannya ini, enak.
"Kamu itu emang aneh. Kebanyakan orang lebih suka sup dari pada soto, mimpi apa lah Mami waktu ngandung kamu." Mami Roni tak henti-hentinya berdebat dengan Lala, kalau sang Mami suka sup ayam sedangkan lala sukanya Soto.
Mengenai Om El, ia pamit pulang saat Lala dan Roni makan malam tadi, tak lupa Mami membawakan sup ayam untuk El, sudah menjadi kebiasaan setiap kali bertamu ke rumah, pasti pulangnya akan di bawakan makanan.
"Om pulang ya, Lala. lain kali Om kenalin kamu sama anak Om, yang sering Om ceritain, sekarang dia lagi sibuk, sibuk ngebantuin Om di kantor." jelas Om El dan langsung memasuki mobil berwarna putih miliknya.
"Hati-hati Om, Makasih oleh-oleh nya." Jerit Lala dan sesudahnya mobil itu meluncur keluar pagar rumah Lala.
''Mi, Lala besok ma.. Mamiii." Jerit Lala dan mengejar maminya yang sudah masuk ke dalam rumah terlebih dahulu.
Hahaha..
Mami Roni tertawa melihat Lala yang berteriak kesal karana dirinya. Mami Roni sengaja meninggalkan Lala sendiri di depan, pasalnya baik mami ataupun Lala akan saling menghindar untuk menutup pagar rumahnya.
"Mana hadiahnya?" Pinta Lala mengulurkan tangan kanannya tepat di depan sang mami.
"Di dalam lemari Mami, kuncinya di dalam laci. mami lagi kerja jangan ganggu Mami." Terang Roni yang tak ingin kerjaannya tertunda akan hilangnya kepokusannya.
"Maaf mi, Lala ganggu" Sesal Lala dan membuka lemari untuk mencari oleh oleh dari Om El.
Lala tampak bingung melihat ada dua kotak "Mi kan ada 2, pilih yang mana?" tanya Lala meraih kedua kotak itu.
Hening tak ada jawaban. ''Mami punya Lala yang mana?" tanya Lala sedikit mengencangkan suara nya. masih sama, seperti tadi tak ada jawaban sama sekali.
"Ahhh..!" Lala menghela nafas kesal, ia membawa kedua benda itu di atas kasur Maminya, tidak peduli jika Maminya akan marah nantinya. "Mi punya Lala yang mana?" kali ini Roni merespon yang tak sesuai dengan harapannya.
"Mami kan dah bilang jangan ganggu Mami, pilih aja yang Lala suka, duanya pun gak apa." Jelas Mami Roni dengan nada sagar.
"Maaf Mi! Lala menutup pintu dengan membawa dua benda yang terlihat seperti kado menuju ke kamarnya.
Lala tersenyum melihat isi dari kado berwarna pink, Tas branded dengan merek Louis Vuitton, yang ia tau ini adalah keluaran terbaru. Lala menjerit ternyata tas yang hanya bisa ia lihat di ponsel tanpa ada niat membeli kini sudah berada tepat di depan mata nya. Ia yakin ini pasti untuknya karna kotak ini berwarna pink, warna kesukaannya.
"Satu lagi, ya ampun jam tangan, Lala memutar mutar jam tangan yang terlihat mahal itu, "Yaho.. gue post ah.." Senangnya.
Lala berencana mengambil ponsel, tapi seketika badannya lesu ketika sadar kalo ponselnya lagi mengalami penyakit kanker, di operasi sama mas jaja**.
Senyum nya luntur ketika merasa bosan tanpa kehadiran ponsel di sela hidupnya. Lala pun memutuskan untuk tidur lebih cepat, agar besok bisa langsung bertanya apakah ponselnya masi bisa atau emang udah habis masa hidupnya.
•
"Astaga! gue kesiangann." Lala berlari menuju kamar mandi, dengan cepat ia mengosok gigi dan..
"aduh..! jamal emang, aw.." gusi kirinya sakit akibat menyikat gigi dengan cepat-cepat "Bakal berabe urusannya kalo udah urusan sama pawang gigi." Keluhnya yang merasakan nyeri menghampiri gusinya. Membuatnya meringis nyeri.
"Gak bisa virtual siap mandi dong kalo kesiangan gini!" kesal Lala bertambah ketika virtual setelah mandinya terlewatkan.
"Sayang, sarapan dulu, baru pigi." Teriak Roni memperingati anaknya itu.
Lala menggeleng dengan tangan kirinya yang terus- terusan memegangi gusinya yang sakit, "Minum teh ajadeh, sarapan di sekolah, Lala ada piket hari ini." Tolak Lala yang meluncur ke luar rumah. Ia melemparkan kedua sepatunya di kursi dan menjalankan mobilnya. Mana ia menjadi sopir buat kedua temannya lagi.
"Aduh jemput dua ulat lagi gue. Sempat gak ya?" Lala menambahkan kecepatan mobilnya dan meluncur ke rumahnya May terlebih dahulu karana ingin membeli obat sakit gigi di apotik sebelah rumah May.
Sialnya apotek sepagi ini masih tutup. "Cepetan May gue dah kebelet boker nunguin lo disini!" Jeritan Lala mengema di ruang tamu May. Sudah jelas ia menjemput temannya kesiangan, namun yang di jemput masi dengan santainya berbetahan di kamar mandi.
"Sabar Lala, kalo mau boker noh di wc samping aja, gak bakal ngantri!" Pasalnya May lagi menempati wcnya.
"Aduh..! gue bukan mau boker beneran Asu.. tapi menunggu lo serasa menuju ajal gak balak tiba sebelum ajalnya. " Protes Lala kepada May yang kini beranjak dari kasur milik May.
"Lah kok gitu si. jangan jempul ajal dulu dong gue belum sempet cari jemput antar yang baik kek lo. " Protes May. Lala mendesis "Makin denyut nih gigi gue, kalo aja nih gigi normal hari ini dah gue tinggal lo. " Kesalnya.
Bersambung...
...Ayo kasih dukungan untuk karya ini....
...Sayang kalian.❤❤...
...Mari para pembaca setia. beri dukungan ke autornya. beri dukungan melalui like, komentar, favorit, dan vote bila perlu, karena itu akan berpengaruh untuk autor nya. makasih......
...Sayang kaliaannnn semuanya 💟💗💙❤...
Mari kita tumbuhkn cinta di antara mereka.
Tim Lala
Timnya Rey
Lanjut baca ya.
kalo gk...
inget..
ad malaikat di kanan dan kirinya, yang akan memelototi jika tak lanjut baca.
...bersyanda sayang...
...gabole maksa ya kan kiw kiw 😉...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!