Seorang perempuan cantik dan seksi masuk ke dalam sebuah taman. Di mana taman tersebut adalah taman pribadi milik pengusaha muda dan terkenal. EGI YOGA PRATAMA.
"Silahkan Nona, Tuan Egi menunggu di dalam." ucap seseorang yang berdiri di samping Ella.
"Apa ada sesuatu?" tanya Ella langsung setelah bertemu dengan Egi. Karena Egi mengajak Ella untuk bertemu.
Ella, perempuan yang sangat dicintai oleh Egi. Perempuan yang membuat perasaan Egi menjadi resah.
"Duduk dulu Ell." Egi menarik kursi di depannya dan menyuruh Ella mendaratkan pantatnya di kursi.
Ada beberapa orang yang datang dan menyiapkan makanan di atas meja mereka. Ella hanya memandang dan tersenyum.
"Lebih baik kita makan dulu." ajak Egi.
Mereka berdua makan di tengah-tengah hamparan bunga matahari. Ella melihat sekeliling. Perasaannya mendadak sangat tidak nyaman.
Ella tersenyum canggung pada Egi. Sebagai seorang perempuan dewasa, dirinya bisa menebak kenapa Egi mengajaknya makan berdua. Dengan suasana romantis, meskipun hari masih terang.
"Maaf Eg, aku sudah kenyang." Ella hanya mengambil gelas berisi air dan meminumnya.
Egi menghentikan tangannya yang sedang menyendok makanan ke dalam mulutnya, dan meletakkannya di atas piring.
Egi menarik nafas. Mencoba menenangkan degupan jantungnya. "Ell, apa kamu masih berhubungan dengan Vano?" tanyanya.
"Kenapa?" bukannya menjawab, Ella malah balik bertanya pada Egi.
"Mungkin kamu sudah tahu jika aku menyukaimu." ungkap Egi membuat Ella terdiam dan mencoba mendengarkan perkataan Egi.
"Apa kamu mau memberi kesempatan padaku Ell?" kata Egi penuh harap.
Bingung. Itulah yang dirasakan Ella saat ini. Di sisi lain, Vano juga masih getol untuk mengejarnya. Meskipun Ella pernah bilang bahwa hubungan mereka sudah berakhir. Tapi tidak di pungkiri, dirinya masih memiliki rasa terhadap Vano. Kekasih dari Ella.
"Eg, maaf." ucap Ella lirih.
"Bukankah hubungan kalian juga sudah berakhir." ucap Egi berharap jika Ella memberi jawaban yang menyenangkan untuk dirinya.
"Tapi Vano masih menginginkan ku. Dan sekarang dirinya sedang memperbaiki diri." ucap Ella dengan sungkan, tidak berani menatap wajah Egi.
Egi tersenyum hambar. "Sudah ku duga." batin Egi.
Egi berani mengambil keputusan untuk berterus terang pada Ella. Dirinya tidak ingin kecewa terlalu dalam. Meskipun saat ini dirinya memang kecewa.
Tapi setidaknya, dirinya tidak akan berlarut-larut, berharap terus menerus mendapat cinta dari Ella.
"Apa kamu akan memberi kesempatan padanya?" tanya Egi memastikan.
Melihat Ella terdiam sembari menatap ke bawah, Egi sudah bisa menebak jawaban dari Ella. Terlihat sangat jelas suasana canggung di antara keduanya.
"Mungkin seperti ini akan lebih baik. Dari pada Egi terus berharap pada diriku. Sementara, aku sendiri juga belum bisa sepenuhnya melepaskan Vano." batin Ella.
"Tapi kita masih bisa bertemankan kan Ell?" ucap Egi mencairkan suasana.
Dirinya tidak ingin kehilangan sosok Ella yang menurutnya mempunyai sifat yang baik. Setidaknya Egi tidak akan canggung saat mereka berdua bertemu kembali ke depannya.
"Pasti." jawab Ella tersenyum.
"Maaf ya Eg, maaf." imbuh Ella.
"Tidak ada yang perlu di maafkan, ataupun meminta maaf. Kita tidak salah Ell. Hati tidak bisa memilih." ucap Egi dengan bijak.
"Sahabat." Egi mengulurkan tangannya. Dengan senyum di bibir, Ella menyambut uluran tangan dari Egi.
"Sahabat." ucap Ella.
"Semoga kamu mendapatkan perempuan yang lebih baik." imbuh Ella.
"Semoga." kata Egi.
"Mungkin sekarang kamu bisa menolak ku. Tapi kita tidak tahu siapa jodoh kita." batin Egi masih berharap.
Melupakan Ella sangat sulit bagi seorang Egi. Apalagi dirinya sering bertemu dan bertatap muka dengan Ella.
"Sayang, kamu kenapa?" tanya Nyonya Tiwi. Mama dari Egi. Belakangan ini beliau memperhatikan putra semata wayangnya terlihat murung.
"Cerita sama mama?" sang mama duduk di kursi sebelah Egi.
Hidup berdua dengan sang mama sedari kecil membuat Egi terbiasa untuk menceritakan semua masalahnya pada sang mama.
Papa Egi sudah lama meninggal. Beliau meninggal sejak Egi masih berumur tiga tahun, karena sebuah kecelakaan. Sejak saat itulah Nyonya Tiwi harus menjalankan perusahaan suaminya. Di samping dia harus mengelola butik miliknya sendiri.
Tapi Nyonya Tiwi tidak menjalankan perusahaannya seorang diri. Ada asisten almarhum suaminya yang membantu dirinya.
Karena sebelum kecelakaan terjadi, papa Egi pernah berpesan pada Nyonya Tiwi. Supaya tidak terlalu percaya dengan saudaranya. Dia hanya perlu percaya pada satu orang. Yaitu asistennya.
Tapi sayang, asisten almarhum papa Egi juga meninggal saat Egi berumur 13 tahun. Tapi mama Egi yang sudah terbiasa dengan dunia bisnis bisa menghandle perusahaan.
Tapi ada suatu kejadian yang mengharuskan Nyonya Tiwi melepas satu perusahaan cabangnya. Dan itu karena ulah saudaranya sendiri. Sejak saat itulah, Nyonya Tiwi semakin berhati-hati dalam menjalankan bisnis.
Apalagi status dirinya yang merupakan janda cantik dan kaya. Membuat beberapa lelaki mendekatinya. Entah mereka tulus atau hanya ingin memperkaya diri.
Tapi sampai detik ini, mama Egi memutuskan untuk hidup berdua. Hanya dengan sang putra. Seakan menutup rapat-rapat pintu hatinya untuk lelaki.
Egi di bimbing sang mama menjalankan bisnisnya mulai dirinya berumur 15 tahun. Nyonya Tiwi dengan telaten dan sabar memperkenalkan bisnis pada sang anak.
Hingga Egi bisa mengelola bisnisnya sambil mengenyam pendidikan. Tapi karena memang otak Egi encer. Dirinya tidak kesulitan untuk menjalani keduanya secara bersamaan.
"Katakan pada mama. Mungkin mama bisa bantu." ujar sang mama.
"Ma, Egi mau keluar negeri." ucapan Egi membuat Nyonya Tiwi terkejut. Lantaran sebelumnya Egi tidak pernah berbicara apapun terkait hal tersebut.
"Ada apa sayang, kamu mau ninggalin mama." ucap Nyonya Tiwi dengan tatapan sendu.
"Ada masalah dengan perusahaan kita di sana. Dan kelihatannya sedikit serius. Egi tidak ingin kejadian yang dahulu terulang ma." ucap Egi, teringat jika salah satu perusahaan mereka di ambil alih oleh saudaranya sendiri.
Sebenarnya Egi tidak berbohong, jika perusahaannya yang berada di luar negeri sedang dalam masalah. Dan sepertinya alasan tersebut bisa Egi gunakan untuk menghindar sementara waktu dari Ella.
"Apa orang kamu tidak bisa menanganinya?" tanya Nyonya Tiwi.
"Ada sesuatu yang janggal ma. Dan Egi ingin memastikan." ucapnya untuk menyakinkan Nyonya Tiwi.
"Lagi pula perusahaan disini bisa mama ambil alih sementara. Mama tenang saja, mama tinggal memantau. Sementara Egi akan tetap bekerja dari sana." imbuh Egi.
"Baiklah, jika itu kehendak kamu. Yang terpenting kamu tetap kabari mama." pinta sang mama.
Egi tidak menceritakan masalahnya dan Ella. Dirinya takut jika sang mama malah akan membenci Ella. Padahal selama ini Egi melihat jika Ella dan mamanya mempunyai hubungan baik.
Karena Ella yang seorang model kelas atas, sering di pakai oleh sang mama dalam memperkenalkan baju desain miliknya.
Meskipun bukan desainer ternama, tapi Nyonya Tiwi mendesain beberapa pakaian yang di jual di butiknya sendiri.
******
Egi,,, semoga kamu bisa melupakan Ella. Dan mendapat penggantinya.
Setelah melakukan perjalanan lumayan jauh dengan memakan waktu lama, Egi segera membersihkan badannya dan tertidur lelap.
Suara dering ponselnya membangunkan dirinya. "Mama." tertera tulisan MAMA pada layar ponselnya. Segera di gesernya gambar hijau di layar ponselnya.
"Ada apa ma?" tanya Egi dengan santai tanpa beban. Seketika Egi menjauhkan ponselnya dari telinga mendengar suara melengking dari ujung ponsel.
Tentunya, sang mama pasti memarahi Egi. Lantaran, dirinya tidak mengabari atau menghubungi sang mama jika dia sudah tiba.
Egi hanya diam, sementara Nyonya Tiwi masih mengomel. "Iya ma, maaf." ucap Egi ketika sudah tidak mendengar omelan dari sang mama.
"Ya sudah ma, Egi mau melanjutkan tidur." Egi dengan seenaknya mematikan panggilan dari mamanya. Sungguh anak tidak berakhlak.
Pasti di ujung telepon Nyonya Tiwi sedang ngomel kesal karena sang anak mematikan panggilan teleponnya secara sepihak.
Lagi, sedang nyenyak dalam tidurnya, bel apartemennya berbunyi berkali-kali. Membuat Egi kesal, hingga mengambil bantal dan menutupkannya pada wajahnya.
Tapi percuma, suara bel apartemen masih terdengar di telinganya. "Sial. Siapa lagi. Senang sekali mereka mengganggu waktu istirahat ku." kesal Egi, mengambil bantal dan melemparkan pada dinding. Meluapkan rasa kesalnya.
Dengan langkah malas dan rasa kesal, Egi membuka pintu, dengan raut wajah ditekuk. Menampakkan sosok lelaki tampan, yang tak kalah dari dirinya.
Tanpa permisi dia menyelonong masuk ke dalam apartemen Egi. "Kenapa kamu tidak memberitahu jika akan ke sini?" tanya Ditya, sahabat Egi.
"Ckk... Menganggu saja." Egi melempar bantal kursi ke arah Ditya. Dan dengan gesit Ditya menampisnya, hingga tidak mengena pada wajahnya.
"Dari mana kamu tahu?" tanya Egi.
"Asisten kamu. Tadi kita bertemu di restoran." jelas Ditya.
Hari-hari Egi di lewati dengan bekerja dan bekerja. Hanya itulah yang Egi dapat lakukan untuk melupakan sosok perempuan yang telah mencuri hatinya.
Hingga dirinya mendengar kabar jika Ella akan menikah dengan Vano. Bahkan Ella sendiri yang menghubungi dirinya lewat ponsel, memberitahu kabar jika dirinya akan menikah. Sekaligus mengundang dirinya untuk datang ke acara sakral tersebut.
"Tuan, anda tidak apa-apa?" tanya Beni, asisten Egi.
"Dia akan menikah. Huft,,, apa luka di hati ini akan sembuh?" Egi menengadahkan kepala. Melihat ke langit-langit ruang kerjanya.
Tok,,tok,,tok,,
"Masuk." ucap Egi mempersilahkannya.
Seorang perempuan dengan pakaian sedikit ketat, namun masih terbilang sopan masuk dengan membawa map di tangannya.
"Tuan, ini berkas yang harus anda tanda tangani." ucap Selly, sekertaris yang bekerja di perusahaan Egi. Selly menaruhnya di atas meja, segera dia undur diri dan meneruskan pekerjaannya.
"Kalau begitu, saya permisi dulu Tuan." pamit Beni. Tapi langkahnya terhenti saat atasannya mengeluarkan suaranya lagi.
"Apa aku harus datang?" tanya Egi, entah pertanyaannya di tujukan pada siapa.
"Cinta,, memang sangat hebat. Padahal cuma satu kata. Bisa membolak-balikkan kehidupan seseorang." batin Beni menghela nafas panjang.
Benipun bingung harus berkata apa. Apalagi dirinya tidak tahu tentang cinta. Dia memang sudah berkeluarga. Namun bukan kerena cinta dia menikah. Tapi dirinya di jodohkan oleh kedua orang tuanya.
"Semoga perkataan gue nggak salah." batin Beni.
"Tuan, lebih baik Tuan ikuti kata hati Tuan saja." saran Beni dengan bijak.
"Kata hati." Egi tersenyum getir. "Kamu tahu Ben, apa kata hatiku?" tanya Egi tanpa memandang ke arah asistennya tersebut.
"Tidak tahu Tuan." jawab Beni.
"Rebut Ella. Jadikan istriku. Hanya milikku." ucap Egi datar.
"Itu bukan cinta Tuan, tapi obsesi." celetuk Beni segera memukul kecil mulutnya sendiri.
"Makanya, jangan pernah bilang. IKUTI KATA HATI." ucap Egi kesal.
"Salah lagi." gumam Beni masih bisa di dengar Egi.
"Karena kamu memang salah. Sana pergi." Egi mengibaskan tangannya.
"Kamu sama sekali tidak membantuku. Malah semakin membuat mood ku hancur." omel Egi.
"Permisi Tuan." pamit Beni.
"Panggilkan Selly. Siapa tahu dia lebih pintar dari pada kamu." sindir Egi.
Tidak lama setelah kepergian Beni, Selly masuk ke ruang kerja Egi. "Tuan memanggil saya." kata Selly dengan sopan.
"Sell, mantan kekasihku mau menikah. Apa aku harus datang ke acara tersebut?" tanya Egi menatap Selly.
"Mampus kamu Sell, salah jawab pasti kena omel. Kenapa tadi pak Beni nggak bilang soal ini." omel Selly dalam hati.
Selly mengira jika Boss memanggil dirinya karena masalah pekerjaan. Ternyata dugaannya meleset.
"Maaf pak, saya nggak tahu pak. Soalnya, mantan saya belum ada yang menikah." jawab Selly mendapat pelototan dari Egi.
"Ckk,,, lagian siapa yang ingin tahu tentang mantan kamu. Saya bertanya tentang saya." seru Egi bertambah kesal.
"Mana saya tahu pak. Mau datang ya datang saja. Ribet banget." gumam Selly masih terdengar di telinga Egi.
"Apa?" tanya Egi.
"Tidak pak." ucap Selly dengan jantung berdebar.
Berdebar bukan karena jatuh cinta, tapi berdebar karena takut akan mendapat amukan karena amarah dari Bossnya.
"Maaf pak, boleh saya keluar. Pekerjaan saya masih banyak." kata Selly mencari alasan. Berlama-lama di dalam ruangan, bersama boss yang sedang mode galak akan sangat berbahaya.
Meski berkata benar, pasti tetap salah. Riweh.
"Tidak Beni, tidak kamu. Ternyata sama saja. Kalian benar-benar tidak berguna. Sudah sana, keluar." ucap Egi dengan kesal.
"Permisi pak." segera Selly segera meninggalkan ruangan atasannya.
"Pak Beni, kenapa bapak tidak bilang." geram Selly, ternyata Beni masih ada di depan meja kerjanya.
"Kamu dapat marah juga." tebak Beni saat Selly keluar dari ruangan Egi dengan wajah di tekuk.
"Tidak usah mengejek pak. Bukankah kita sama" tebak Selly tersenyum remeh pada Beni, asisten atasannya.
"Lagi pula kenapa pak Beni saja yang ngasih solusi. Biasanya orang sudah menikah itu lebih peka terhadap kata CINTA." ungkap Selly yang tidak mengerti jika Beni menikah karena di jodohkan.
"Lah, memang kamu tidak pernah pacaran. Biasanya perempuan lebih tahu." kekeh Beni.
"Saya kalau pacaran, pacaran saja. Nggak perlu pakai cinta. Nanti malah jadi ribet pak." celetuk Selly.
"Maksudnya?" tanya Beni benar-benar tidak mengerti maksud perkataan Selly.
"Ya kalau pas lagi sendiri. Nggak punya pasangan. Terus ada yang ngajak pacaran. Saya terima saja. Yang penting orangnya ganteng. Dan dompetnya tebal. Beres." oceh Selly.
"Nanti kalau putus nggak akan merasakan sakit hati." imbuh Selly.
Hayyooo,,, siapa yang kayak Selly. Nggak ada perasaan cinta, tapi ada cowok yang mengungkapkan perasaan langsung di terima. Alasannya,,, lagi kosong nih hati.
"Bapak pasti nggak pernah ya. Ya pastilah. Bapak kan sudah punya istri. Pasti saling cinta. Hingga akhirnya menikah." ucap Selly sok tahu, dengan suara bahagia.
"Selly Marsella, saya di jodohkan." ungkap Beni menatap tajam ke arah Selly dan membalikkan badan. Melangkahkan kakinya meninggalkan Selly yang masih terpaku di tempat.
"Astaga Selll." dengan pelan Selly menepuk jidatnya sendiri.
Egi memutuskan untuk tidak datang ke acara pernikahan Ella dan Vano. Hatinya pasti belum bisa sekuat baja menyaksikan perempuan yang di cintanya menikah dengan lelaki lain. Selain dirinya.
Lagi pula dia tidak ingin bertemu dengan Vano. Calon suami Ella. Pasti Vano akan mengejeknya. Dan memandang rendah padanya. Karena mereka pernah berseteru karena Ella.
"Maaf Ma, Egi tidak bisa pulang. Egi lagi banyak pekerjaan. Bilang sama Ella. Egi minta maaf." ucap Egi beralasan saat sang mama menghubunginya.
Menanyakan pada dirinya. Apakah akan pulang dan menghadiri acara pernikahan Ella atau tidak. Perempuan yang juga Nyonya Tiwi pernah harapkan untuk menjadi pendamping sang putra, menjadi menantunya.
"Bertemu dengan Vano. Ckk,,, lelaki menyebalkan sedunia. Kenapa Ella mesti menikah dengan dia."
Dengan tiba-tiba pintu di buka dari luar. "Kenapa?" tanya Ditya yang selalu masuk ke ruangan Egi tanpa mengetuk pintu terlebih dulu.
"Mikirin pekerjaan." ucap Egi beralasan.
Egi tidak mungkin menceritakan masalahnya pada sahabatnya ini. Lantaran Ditya termasuk orang yang sedikit eror dalam pemikiran. Pasti dia kan memberikan saran yang tidak baik untuk Egi.
Misal dia mengerti, pasti dia menyuruh Egi untuk merebut Ella. Dan dengan senang hati dirinya akan membantu. Sabahat menyesatkan.
Ditya memang terkenal karena sering berganti pasangan. Dan pasangannya selalu perempuan dari kalangan atas. Bahkan mereka adalah perempuan kaya dan dari keluarga ternama.
Padahal sudah santer berita tentang Ditya, sang casanova sejati. Tapi anehnya, tetap saja para kaum hawa dengan senang hati berkencan dengan pria tersebut.
"Heh,,, sekertaris kamu semakin cantik dan seksi." celetuk Ditya yang melihat Selly di meja kerjanya. Meski memakai pakaian tertutup, tapi Selly masih memakai pakaian sedikit ketat. Memperlihatkan lekuk tubuhnya.
"Jangan macam-macam." ucap Egi melempar pena ke arah Ditya. Tapi dengan mudah Ditya tangkap.
"Kamu menyukainya?" tanya Ditya.
"Tidak. Tapi jangan dia. Kasihan. Lagi pula dia bukan perempuan yang berasal dari kalangan atas." ujar Egi takut jika sekertarisnya akan menjadi buruan Ditya selanjutnya.
Meski Egi juga tidak tertarik sama sekali dengan sekertarisnya, tapi dirinya juga tidak ingin Ditya mempermainkan Selly.
"Seksi." Ditya menggunakan pena yang baru di tangkapnya untuk mencoret kertas di atas meja kerja Egi. Menggambar badan perempuan dengan dada besar, perut rata, dan pantat besar. Dan tanpa kepala. Hanya badannya saja.
Dan tak lupa, Ditya menambah tanda bulat kecil di bagian dadanya yang besar. Sungguh, pemikiran yang sangat amat mesum.
Segera Egi menyambar pena di tangan Ditya. Takutnya jika kertas yang di coret Ditya adalah kertas penting.
"Ditya...!!!" geram Egi.
"Aku pergi dulu. Da..." segera Ditya meninggalkan ruangan Egi. Dengan santai, merasa tidak bersalah dan berdosa. Karena terlihat Egi sudah mengeluarkan taringnya. Dan pasti sebentar lagi akan mengeluarkan tanduk.
Dan ternyata benar, kertas yang di coret Ditya adalah kertas penting. Egi memegang kepalanya. "Ditya, sungguh. Kamuuuu." geram Egi kesal.
Dipanggilnya Selly. "Buat yang baru." Egi menyerahkan kertas yang di coret Ditya pada Selly.
Selly menajamkan penglihatannya saat selembar kertas sudah berada di dalam tangannya. Memandang kertas dan Egi bergantian. Pasti tahulah, apa yang ada di pikiran Selly.
"Itu bukan kerjaan saya, Ditya yang melakukan." Egi berbicara dengan menunduk. "Cepat keluar, dan ganti yang baru." seru Egi. Dirinya sungguh di buat malu dengan kelakuan sahabatnya tersebut di depan sekertarisnya.
Hancur sudah imej dingin dan ceuk yang selama ini ditunjukkan oleh Egi. Hanya karena secarik kertas, dimana di atasnya terdapat sebuah coretan tangan, maha karya dari Ditya.
"Permisi Tuan." Selly segera keluar dari ruangan Egi dan membuat laporan yang baru. Pasti Egi sangat malu. Lagian Ditya ada-ada saja.
"Ternyata Tuan Egi mesum juga." batin Selly mendaratkan pantatnya di kursi kerja miliknya.
Kembali Selly memandang gambar coretan tangan di kertas tersebut. "Montok dan seksi." gumam Selly tersenyum geli. Memainkan bibirnya dan pena di dahinya.
"Sebenarnya apa yang di pikirkan Tuan Egi. Jangan-jangan." Selly cekikikan sendiri, menebak apa yang ada dalam pikiran atasannya tersebut.
"Khemm, kerja yang benar." tegur Egi, tanpa Selly sadari, Egi sudah berdiri di depan meja kerjanya.
"Iya Tuan." segera Selly meletakkan jari jemarinya di atas keyboard komputer.
Kepala Selly menengok pelan. Memastikan atasannya sudah berjalan menjauh dari meja kerjanya. "Hufffftttt." Selly menyandarkan badannya ke kursi.
"Sejak kapan dia ada di sini. Kenapa aku tidak menyadarinya." gumam Selly, karena Selly terlalu fokus dengan pikirannya pada gambar di atas kertas tersebut.
"Jangan-jangan Tuan frustasi. Ditinggal kekasihnya menikah. Eh tunggu, mantan kekasih." tebak Selly, menatap kembali selembar kertas bergambar badan perempuan seksi.
Segera Selly menyelesaikan pekerjaannya. Dirinya takut jika Egi kembali, sementara dirinya belum menyelesaikan pekerjaannya.
Egi dan Beni meninggalkan perusahaan. Mereka meluncur menuju tempat, dimana mereka akan menemui rekan kerja mereka.
"Bagaimana dengan perusahaan kita di sana?" tanya Egi pada Beni yang sedang menyetir.
"Sangat baik. Masih seperti sebelumnya, sebelum kita berada di sini Tuan. Nyonya Tiwi sangat bisa di andalkan." puji Beni pada mama dari atasannya.
"Mama. Satu-satunya perempuan hebat dalam hidup ku." Egi teringat saat dirinya masih kecil. Dan selalu di tinggal bepergian oleh sang mama.
Tapi karena sudah terbiasa, dan juga sang mama memberitahunya tentang pekerjaan yang dilakukannya. Egi tidak pernah keberatan atau mengeluh.
Meski terkadang dirinya merasa iri dengan temannya. Yang selalu bisa di temani oleh mama mereka.
Ciiiittttzzz.....
"Bennn.." seru Egi kaget. Di saat dirinya sedang membayangkan masa kecilnya yang suram. Beni, sang asisten justru mengerem mobil secara mendadak.
Beruntung Egi dengan cepat memegang kursi di depannya. Sehingga badannya tidak terbentur dengan kursi di depannya. Karena posisi Egi sekarang, berada di kursi belakang.
Tapi laptop yang berada di pangkuannya, meluncur bebas ke bawah. Egi mengulurkan tangan mengambil laptop tersebut. "Hufftt..." Egi menarik nafas dalam-dalam, mengeluarkannya secara perlahan.
"Maaf Tuan, ada orang yang tiba-tiba menyeberang." ucap Beni memandang seseorang yang semakin menjauh dari mobil mereka.
Egi pun juga melihatnya. Seseorang memakai jaket basar, menutupi seluruh badannya. Apalagi topi di jaket tersebut di tutupkan di kepalanya. Dan dia juga memakai celana besar. Entah dia seorang lelaki atau perempuan.
Tak lama setelah orang itu tak terlihat, ada beberapa orang lelaki memakai setelan jas dengan rapi melintas di depan mobil mereka. Sepertinya mereka sedang mencari sesuatu.
"Pasti mereka mencari orang tadi." celetuk Beni sok tahu.
"Dasar, sok tahu. Jalan." ucap Egi.
"Tuan, apa kita perlu menolongnya?" tanya Beni aneh, yang membuat Egi menajamkan penglihatannya ke tempatnya duduk.
Tanpa bicara lagi Beni melajukan mobilnya ke tempat tujuan mereka.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!