"Kedatangan saya dan putra saya kemari, ingin melamar putri bapak untuk anak saya." Pria paruh baya itu berucap kepada orangtua Adera. Dia melamar Adera secara mendadak dan yang terpenting adalah Adera pun tidak mengenal mereka.
Ya, memang sih Adera sedikit mengetahui mereka. Pria paruh baya itu adalah pengusaha kaya raya yang terkenal dengan banyaknya perusahaan besarnya bahkan perusahaannya bukan cuma ada di negara ini, dia pun juga punya perusahaan besar dinegara-negara lain.
Disebelahnya terdapat seorang pemuda berumur yah, kira-kira dua puluh tujuhan lah. Adera pun sebenarnya tidak mengenal dirinya karna dia jarang sekali berada dimedia.
Tapi dia... sering sekali menjadi perbincangan teman-teman kampusnya. Yang katanya juga pengusaha muda yang sukses. Yah, walau Adera tahu, pasti pemuda itu hanya numpang nama orang tuanya. Dia tidak yakin.
Yang Adera tahu, bapak paruh baya itu bernama Jay Algibran Mahardika dengan putranya bernama Regan Geraldo Mahardika. Siapa sih yang tidak mengenal mereka?
Memang sih anaknya kurang terkenal karna sedikit yang mengenalnya. Mungkin dia orang yang tidak terlalu suka terekspos media tapi tetap saja bagi Adera dia hanya numpang nama orangtuanya.
Tapi kehadiran mereka yang secara tiba-tiba itu membuat Adera terkejut setengah mati. Bagaimana tidak? Bapaknya pun juga terkejut dengan kehadiran mereka dan lagi apa katanya tadi? Dia ingin melamar Adera?
"A-apa? K-kenapa?" Kata Adera dengan terbata karna saking terkejutnya mendengar bapak Jay melamarnya.
"Melamar?" Beo Bapak Adera yang duduk disebelah Adera tentunya. "Sebentar bapak ini kenal sama anak saya emangnya?" Tanya bapak, takut-takut pak Jay salah alamat, mungkin.
Pak Jay menghebus nafasnya. "Saya pun bingung dengan ini, pak. Saya hanya mengikuti kemauan putra saya." Jawab Pak Jay.
Tatapan Adera dan bapaknya secara bersamaan berpindah pada putra Pak Jay yang bernama Regan itu.
Pemuda bernama Regan itu malah menaikan sebelah alisnya karna ditatap secara bersamaan dengan anak dan bapak tersebut.
"Saya juga gak kenal anak bapak." Jawabnya acuh, terlihat sekali dimata Adera, pemuda itu adalah pemuda angkuh. Lihat saja caranya berbicara.
Adera menganga tidak percaya.
Bapak Adera beralih menatap Adera. Dia juga terlihat bingung sama halnya dengan Adera. "Kayaknya ini orang agak rada-rada. Masa ngelamar orang yang gak dikenal." Bisik bapak Iqbal kepada Adera.
Adera mengangguk setujuh. "Usir aja lah, pak. Gila mereka tuh." Secara tidak sadarnya Adera malah membesarkan suaranya.
"Maaf, kehadiran kami membuat bapak bingung. Tapi saya tetap melamar putri bapak sesuai kemauan putra saya." Pak Jay berkata membuat Adera langsung merasa tidak enak. Bagaimana pun perkataannya berusan sangat tidak mengenakan.
Bapak Iqbal menatap pak Jay dan Regan dengan serius. Karna ini adalah masalah yang serius. "Saya dan putri saya memang terkejut dan bingung dengan kehadiran anda kerumah saya, dan tiba-tiba melamar putri saya padahal mereka tidak saling mengenal." Ujar bapak Iqbal dengan serius.
"Saya memang tidak mengenalnya, tapi saya akan tetap melamarnya menjadi istri saya." Ucap Regan juga serius terlihat dari wajahnya.
"Apa-apaan sih. Gila lo ya, gak kenal tiba-tiba ngelamar. Jangan-jangan lo gila ya? Mending ke rumah sakit sana! Jangan ke rumah gue!" Adera membuka suara lagi dengan tidak sopan.
"Adera! Yang sopan." Bapak Iqbal mengingatkannya. Yang benar saja putrinya itu berbicara seperti itu di depan dua orang beribawa.
Mendengar perkataan yang keluar dari mulut Adera malah membuat Regan menyeringai. Dia menatap Adera. "Terima atau gak, saya akan tetap menikahi putri bapak. Dan pernikahannya akan dilaksanakan besok." Ucap Regan yang malah membuat Adera makin tidak percaya.
Karna sudah tidak tahan lagi karna kegilaan pemuda itu, Adera menjadi emosi. "Gila! Sakit jiwa nih kayaknya!" Tanpa sadar Adera menaikkan nada bicaranya kepada Regan didepan pak Jay.
"Dera!" Pak Iqbal menenangkan putrinya tersebut.
"Maaf tuan muda, saya masih kurang paham dengan apa yang anda bicarakan." Kata Pak Iqbal pada Regan.
Regan menaikkan satu kakinya keatas paha kaki satunya. "Satu milliar. Itu cukup kan untuk menikahi putri bapak? Atau kurang? Kayaknya cukup untuk bayar hutang bapak." Ujar Regan dengan angkuhnya membuat Adera yang mendengarnya merasa bapaknya sedang direndahkan.
"Regan tidak seharusnya kamu berbicara begitu dengan bapak Iqbal!" Marah Pak Jay pada putranya. "Mohon maafkan atas perkataan putra saya, pak iqbal." Ucap pak jay pada bapak Iqbal.
"Ah pak Jay, tidak apa-apa." Sahut bapak iqbal.
Adera menundukkan kepalanya. Dia tidak terima bapaknya direndahkan begitu. Memang benar bapaknya mempunyai banyak hutang kepada bank bahkan sampai bernominal tiga ratus juta.
Tapi ketahuilah, itu bukan hutang bapaknya semata karna ada seseorang bahkan dia teman bapak sendiri yang berhutang dengan nama bapak dengan embel-embel akan segera membayar hutangnya namun dia menipu, kebesokkan paginya dia pergi keluar kota membuat bapak Iqbal dikelilingi hutang yang nominalnya tidak sedikit. Yang tidak bisa keluarga mereka bayar.
Adera meremas celana bahannya. Tentu dia marah dengan ucapan Pria itu yang seakan merendahkan bapaknya. Lalu dia mengangkat kepalanya menatap pemuda yang duduk tepat disebrangnya.
Adera pun tiba-tiba bangun dari bangku kayu dan dia mendekati Regan yang duduk dibangku kayu disebrangnya bersama pak Jay.
Secara tiba-tiba dia naik keatas pangkuan Regan membuat semua yang ada diruangan itu terkejut dengan apa yang barusan Adera lakukan termasuk Regan sendiri.
Adera menatap manik coklat Regan dalam-dalam namun juga menatapnya tajam. Kedua tangan mungilnya mencengram kerah kemeja putih yang Regan kenakan.
Dengan aksi Adera sekarang, bapak Iqbal juga Pak jay tidak bisa berkata-kata lagi. Mereka berdua hanya terdiam menatap kearah Adera dan Regan.
Adera menatap Regan dengan rahangnya yang tegas. "Lo mau nikah sama gue kan? Oke, kita nikah!" Ucap Adera dengan tegas membuat seisi manusia yang ada diruangan itu terkejut bukan main.
Mendengar ucapan Adera barusan, Regan menyeringai tipis. Dia menatap Adera dengan tatapan menantang.
Tangan mungil Adera masih mencengkram kerah kemeja Regan. Nafasnya memburu, dan dia terus bertatapan dengan Regan. "Ayo kita nikah!"
"Gila! Lo serius?!" Heboh Rina, sahabat sejiwa semati Adera yang merupakan gadis paling heboh sejagat raya. Gadis pemilik suara cempreng yang luarbiasa itu adalah sabahat Adera saat masih smp.
Saat Adera memberi tahu apa yang terjadi kemarin malam tentang seorang pria yang tidak ia kenali melamarnya langsung kepada bapaknya. Dan reaksi Rina tentu saja terkejut juga tidak percaya pada sahabatnya.
Mungkin jika Adera bercerita pada orang lain selain Rina, Adera akan dianggap beranggan-anggan saja atau dianggap berhalusinasi. Tapi memang itu nyata bahkan benar-benar sangat nyata.
Adera menarik nafas dalam-dalam. Dia hanya bisa meratapi nasibnya sekarang. Salahnya juga karna menerima lamaran itu dengan hal yang memalukan hanya karna tidak terima bapaknya direndahkan.
Huft, dan sekarang Adera hanya bisa menerimanya saja tanpa tahu bagaimana kelanjutannya jika dia menikah dengan pria yang tidak dikenalnya.
Plak!
Tiba-tiba saja Rina menampar pipi Adera membuat Adera meringis dan juga terkejut tentunya. "Lo gak lagi mimpi kan?" Kata Rina dengan wajah serius.
Tuh kan, bahkan sahabatnya sendiripun tidak percaya dengan lamaran itu.
Adera berdecak sebal karna mendapat tamparan mendadak dari sang sahabat. "Gue serius. Emang muka gue kayak orang lagi bercanda?" Decak Adera.
"Tapi itu beneran nyata? Lo gak lagi ngedongeng kan? Oh my god, sulit dipercaya!" Heboh Rina membuat Adera buru-buru menutupi mulutnya yang cempreng itu.
Sekarang kan mereka berada dikantin kampus, dan Rina heboh begitu tanpa merasa bersalah. Dan karna kehebohan Rina barusan itu, mereka berdua sekarang menjadi pusat perhatian seisi kantin.
Adera meringis pelan. "Lo bisa gak sih jangan heboh! Suara lo itu cempreng, inget!" Kesalnya sambil menjauhkan tangannya dari mulut Rina
Rina hanya bisa menyengir tidak berdosa pada Adera. "Yah, habis gue masih kurang percaya. Seorang Adera Danialova yang kucel dan gak ada daya tariknya dilamar mendadak sama pemuda yang gak dikenal? Sumpah ya, demi apapun gue masih kurang percaya." Kata Rina
"Ya, sama gue juga gak percaya. Tapi ya gimana, emang itu kenyataannya." Ucap Adera dengan pasrah. Dia menyeruput jus alpukat milik Rina tanpa izin.
"Gue tau sih itu emang berat banget. Tapi why, lo malah terima lamarannya, oon!" Rina mencubit pipi Adera dengan gemas.
Dia hanya tidak habis pikir dengan sahabatnya itu. Membuat keputusan tanpa memikirkannya dahulu, tapi memang itulah ciri khas dari seorang Adera Danialova.
Adera menatap Rina, dan dia baru kepikiran kenapa dia bisa membuat keputusan tanpa memikirkannya berulang kali? Astagah, Adera menyesalinya.
Adera mencebikkan bibirnya, dia memeluk Rani yang duduk disebelahnya. Dan mengeluarkan airmata bohong tapi dia memang benar-benar sedih dan menyesal.
"Huhu, Rina.... gue harus gimana dong sekarang? Gue nerima lamarannya dia, dan dia bilang gak bakal nerima perubahan keputusan gue." Tangis ala bohongan Adera.
Walaupun dia benar-benar ingin menangis betulan, tapi dia tidak akan menangis didepan sahabat dan orang lain sampai kapanpun.
"Kasiyan banget sih sahabat gue ini.." ucap Rina sambil mengusap-usap rambut Adera seperti membelai seekor kucing.
Adera menjauh dari Rani sambil menganggukkan-anggukkan kepalanya.
"Adera.." panggil seorang pemuda berkaca mata yang sudah entah dari kapan berdiri dihadapan meja Adera dan Rina
Adera menatap orang yang memanggilnya, tentu saja dia mengenal pemuda berkaca mata itu. Dia adalah teman sekelas dan sejurusan dengan Adera. Dan lagi dia adalah ketua bem di kampus ini.
"Eh, Toni, kenapa?" Sahut Adera.
Sedangkan Rina yang menyadari kehadiran Toni itu, langsung membenarkan rambutnya. Anggap saja Toni itu sama seperti idola kampus karna ketampanan dan kecerdasaannya walaupun dia memakai kacamata.
"Gue boleh duduk disini?" Ucap Toni dengan senyum tipisnya.
"Oh boleh dong, bebeb Toni." Rina menyahut. Biasalah perempuan yang salah tingkah karna gebetannya.
"Thanks." Kata Toni singkat pada Rina, dan tatapannya beralih pada Adera.
Adera melirik Rina yang tidak bisa diam disebelahnya. Mungkin dia salah tingkah karna gebetan mengucapkan terimakasih padanya bahkan dia sampai tersenyum-senyum sendiri sambil memperhatikan Toni dekat-dekat.
"Kenapa Ton? Gak biasanya lo gabung sama kita." Kata Adera, dia satu-satunya gadis yang tidak tertarik sama sekali dengan ketampanan yang dimiliki Toni.
"Ya, mau gabung aja. Emang kenapa gak boleh nih?" Toni mengangkat sebelah alisnya sambil tersenyum manis pada Adera.
"Ah gak dong, Toni ganteng." Bukan Adera yang menyahut melainkan Rinalah yang menyahut.
"Lenje deh," goda Adera pada Rina.
Rina memutar bola matanya. "Sibuk deh." Setelah mencibir Adera, Rina kembali memperhatikan Toni.
"Oh iya, Ra. Lo udah bikin proposal yang disuruh dosen?" Tanya Toni.
"Emm, belom, Ton. Pusing gue tuh, gak ngerti gue." Jawab Adera.
Toni tertawa pelan dengan jawaban dan ekspresi Adera. "Mau sekalian gue bikinin?" Toni menawarkan diri.
Adera memicingkan matanya kearah Toni. "Gak minta biaya kan?"
Lagi-lagi Toni tertawa pelan. "Ya gak lah, Ra. Santai aja."
"Padahal gak mau ngerepotin, tapi yaudah deh."
"Eh, Toni, bikinin gue juga dong." Kata Rina ikut-ikutan membuat Adera dan Toni mengangkat kedua alisnya. Pasalnya kan Adera dan Rina berbeda jurusan.
Adera dan Toni berada dijurusan perkantoran sedangkan Rani berada dijurusan kecantikan.
"Yang bener aja lo. Kita kan beda jurusan, oon."
"Ya gak papa. Emang lo doang yang bisa dibikinin proposal sama bebeb Toni?" Sengit Rina.
"Ya jadi lo cemburu nih? Tenang aja kali, lagipun gak akan ada cowok yang suka sama gue. Gak usah khawatir." Ujar Adera sambil meneguk tengukan terakhir jus alpukat milik Rina.
"Lo gak usah ngerendahin diri begitu. Makin miris nanti gue nya."
"Kata siapa gak ada yang suka sama lo?" Toni menyela Adera yang ingin membalas perkataan Rina.
Adera menatap Toni dengan penuh tanya. "Lo lagi ngeledek ya, Ton? Wah, bisa gak terima nih gue."
"Tau lo! Bebeb Toni gak boleh ngeledek Adera begitu dong!" Rina menimpali.
"Siapa yang ngeledek, orang gue---" ucapan Toni terhenti ketika mendengar suara kehebohan dan kebisingan seisi kantin secara tiba-tiba. Tapi kebisingan itu lebih mendomasi teriakan gadis-gadis.
Entah siapa yang datang ke kantin ini, namun Toni tidak peduli. Yang penting dia kesal karna ucapannya terhenti karna kebisingan itu.
Karna penasaran dengan kebisingan seisi kantin secara bersamaan kedua sahabat itu menoleh kearah pusat kebisingan tersebut.
Dan seketika mata Adera melebar melihat siapa yang membuat seisi kantin heboh dan lagi orang itu terlihat berjalan menghampirinya.
Buru-buru Adera menutupi wajahnya dengan tangannya. "Mampus kenapa dia datang kesini!" Gumam Adera. Dia berusaha menutupi wajahnya dengan tangan. Berharap-harap kalau orang itu tidak menemukannya.
"Ra, Ra.." Rina memukul-mukul bahu Adera berulang kali.
"Apa?" Galak Adera.
"Itu cowok ganteng parah!" Heboh Rina, matanya tidak lepas dari sosok pemuda yang berjalan kearah meja mereka.
"Bodo-bodo, Na. Sembunyiin muka gue!"
"Lo kenapa sih, Ra?"
Adera menggeram mendengar celotehan Rina. Dia hanya berusaha menutupi wajahnya dari sesosok itu.
"Ra, dia jalan kesini, Ra. Oh my god." Heboh Rina lagi.
Tiba-tiba suasana menjadi hening seketika ketika pemuda yang menjadi pusat perhatian siswi-siswi dikampus ini berhenti membuat keributan karna pemuda itu memberhentikan langkahnya tepat disebelah Adera duduk.
Semua siswi yang melihat pemuda itu mendekati Adera, menahan nafasnya. Bahkan Rina pun juga sama halnya dengan mereka, dia menahan nafas melihat pemuda tampan itu berhenti tepat disebelah Adera duduk.
Merasa sudah tidak ada kebisingan yang menusuk gendang telinganya, Adera membuka tangannya yang tadinya ia gunakan untuk menutupi wajahnya. Dia mengusap-usap dada, bersyukur karna orang gila itu tidak mengenalinya.
"Na, gue balik ke kelas dulu ya. Ayo, Ton, bareng." Kata Adera kepada Rina dan juga mengajak Toni kembali ke kelas.
Namun ketika dia terbangun sambil memakai tas ranselnya dan ingin keluar dari meja kantin, Adera di kagetkan dengan sesosok makhluk gila itu yang sudah berdiri dihadapannya layaknya sesosok dedemit karna tidak dirasakan kehadirannya.
Adera hampir saja terjungkal melihat Regan menatapnya dengan wajah dingin. "L-lo?" Kaget Adera setengah mati.
Buru-buru Adera menutupi wajahnya dengan tangannya. "Mampus kenapa dia datang kesini!" Gumam Adera. Dia berusaha menutupi wajahnya dengan tangan. Berharap-harap kalau orang itu tidak menemukannya.
"Ra, Ra.." Rina memukul-mukul bahu Adera berulang kali.
"Apa?" Galak Adera.
"Itu cowok ganteng parah!" Heboh Rina, matanya tidak lepas dari sosok pemuda yang berjalan kearah meja mereka.
"Bodo-bodo, Na. Sembunyiin muka gue!"
"Lo kenapa sih, Ra?"
Adera menggeram mendengar celotehan Rina. Dia hanya berusaha menutupi wajahnya dari sesosok itu.
"Ra, dia jalan kesini, Ra. Oh my god." Heboh Rina lagi.
Tiba-tiba menjadi hening seketika ketika pemuda yang menjadi pusat perhatian siswi-siswi dikampus ini berhenti membuat keributan karna pemuda itu memberhentikan langkahnya tepat disebelah Adera duduk.
Semua siswi yang melihat pemuda itu mendekati Adera, menahan nafasnya. Bahkan Rina pun juga sama halnya dengan mereka, dia menahan nafas melihat pemuda tampan itu berhenti tepat disebelah Adera duduk.
Merasa sudah tidak ada kebisingan yang menusuk gendang telinganya, Adera membuka tangannya yang tadinya menutupi wajahnya. Dia mengusap-usap dada, bersyukur karna orang gila itu tidak mengenalinya.
"Na, gue balik ke kelas dulu ya. Ayo, Ton, bareng." Kata Adera kepada Rina dan juga mengajak Toni kembali ke kelas.
Namun ketika dia terbangun sambil memakai tas ranselnya dan ingin keluar dari meja kantin, Adera di kagetkan dengan sesosok makhluk gila itu yang sudah berdiri dihadapannya layaknya sesosok dedemit karna tidak dirasakan kehadirannya.
Adera hampir saja terjungkal melihat Regan menatapnya dengan wajah dingin. "L-lo?" Kaget Adera setengah mati.
Regan mengangkat sebelah alisnya keatas. Ekspresinya benar-benar datar berbeda saat berada di rumah Adera malam itu.
"N-ngapain lo disini?"
"Ngajak lo pulang." Jawab Regan enteng seperti tidak ada beban hidup.
"Hah? Gue masih ada kelas."
"Dosen lo udah ngijinin lo pulang." Kata Regan dengan dingin.
Adera menganga. Apa-apaan sih pria itu, seenaknya saja pada dirinya. Sebenarnya apa sih tujuan orang gila itu ingin menikahi Adera?
"Ayo pulang!" Regan memegang tangan mungil Adera membuat Adera tersentak kaget karna itu pertama kalinya seorang lelaki mengandeng tangannya.
Regan menarik tangan Adera namun tiba-tiba sebuah tangan lainnya menahannya seakan tidak membiarkan Adera pergi bersama lelaki itu.
Adera menatap tangannya yang digenggam dua orang lalu dia menatap Toni yang berdiri disebelahnya.
Sedangkan Regan memutar balik badannya lagi menghadap Adera dan dia pun menatap Toni dengan tajam, lelaki yang berdiri disebelah Adera dengan menatap Regan tajam.
"Jangan seenaknya bawa Adera. Dia masih ada kelas." Toni berkata dengan dinginnya.
Regan tersenyum kiri. "Terus kenapa? Ada sangkut pautnya sama lo?" Regan menaikkan sebelah alisnya.
Ucapan Regan membuat Toni diam sejanak. Benar, itu tidak ada sangkut pautnya dengannya namun ada perasaan lain yang membuatnya tidak rela Adera dibawa lelaki lain.
"Yaiyalah ada, orang dia teman gue." Adera menyambar membuat dahi Regan mengkerut.
"Lo temanan sama cowok?" Tanya Regan, dia menatap Adera lekat-lekat.
"Iya, emang kenapa?" Adera menantang mendekatkan wajahnya lebih dekat lagi.
Regan berdecih, dia melirik Toni yang terdiam hanya menatapi Adera saja. Entah kenapa dia menjadi kesal mendengar Adera mengakatakan bahwa lelaki itu adalah temannya.
"Mulai sekarang jangan deket-deket dia lagi!" Entah itu sebuah perintah atau peringatan tapi Adera menjadi kesal karna sifat seenak jidatnya dia itu.
"Emang lo siapa berani nentang gue?"
"Gue suami lo." tuturan Regan barusan membuat seisi kantin terkejut setengah mati bahkan Rina dan Toni juga, mereka tidak bisa berkata-kata lagi.
"Ayo pulang!" Regan kembali menarik tangan Adera meninggalkan kantin dengan suasana kantin yang menjadi riuh lagi.
......................
"Lepasin gue, gue pengen balik ke kelas woi!" Adera berusaha berontak saat Regan menariknya ke parkiran dimana mobil Regan terparkir disana.
"Gak!" Bantah Regan, dia terus menarik tangan Adera dengan kencang mungkin sekarang pergelangan tangan Adera membiru karnanya.
"Ah, sakit tangan gue sakit, lepasin!" Ringis Adera, dia tetap berontak walaupun pergelangan tangannya merasakan sakit.
Regan tidak mengubris Adera, dia mengambil smart key dan memecet tombolnya. Ketika sudah menemukan mobilnya, Regan membukakan pintu untuk Adera. "Masuk." Titahnya.
"Gak mau! Gue gak mau!" Adera masih memberontak dan itu membuat Regan kesal.
Dengan kasar Regan menekan tubuh Adera agar masuk kedalam mobil. Ketika Adera sudah masuk kedalam mobil, Regan menutup kembali pintu mobilnya lalu dia berjalan memutar ke kursi mengemudi.
Dengan perlakuan Regan barusan tentu membuat Adera marah dan semakin membenci lelaki itu. Bagaimana tidak? Belum nikah saja perlakuan dia sudah kasar begitu.
Setelah duduk dikursi mengemudi dan menutup pintunya kembali, Regan menatap Adera yang terlihat marah padanya. Terlihat sekali dia sangat marah ketika dia tidak mau menatapnya.
"Pakai sabuk pengamannya." Kata Regan namun tidak dipedulikan Adera.
Regan hanya bisa menghela nafas pelan dan dia mendekatkan tubuhnya ke tubuh Adera membuat Adera yang tadinya sedang dalam mode marah langsung tersentak terkejut bukan main.
Manik berwarna coklat Regan terus menatap Adera dengan jarak yang sangat dekat. Sangat dekat bahkan mereka berdua bisa merasakan hembusan nafas mereka yang menerpa kulit masing-masing.
Dengan secepat kilat Regan memakaikan Adera sabuk pengaman walaupun mata mereka masih bertatapan.
Setelah itu, Regan menjauhkan tubuhnya kembali ketika sudah memakaikan sabuk pengaman Adera dengan benar dan sekarang gilirannya memakai sabuk pengaman ditubuhnya.
"Lo mau ngapain?" Tanya Adera membuat Regan kembali menatapnya sambil mengangkat sebelah alisnya.
"Apa?" Sahutnya.
"Lo tadi mau ngapain deketin gue? Cari kesempatan ya?" Mata Adera memicing kearahnya.
"Segitu senangnya lo gue deketin kayak gitu?" Regan malah menyeringai.
Adera memutar bola matanya. Siapa yang senang di dekati orang gila kayak dia? Hihh, najis. Batin Adera.
Regan terkekeh pelan melihat calon istrinya itu lalu tangannya mengambil sesuatu dari dalam dasboard. Sebuah surat yang ditutupi map berwarna merah itu langsung ia berikan kepada Adera.
Adera menerima map itu dengan kening mengkerut. "Apaan nih?" Tanyanya seakan enggan membaca isi dari map tersebut.
Regan berdecak. "Baca!"
Dengan malas Adera membuka map itu dan membacanya dengan seksama. Seketika matanya membulat membaca isi dari surat tersebut.
...Pihak pertama: Regan Geraldo Mahardika....
...Pihak kedua: Adera Danialova....
...Perjanjian seorang suami dan istri. Yang harus dituruti istri....
...1.Tidak boleh melawan suami dalam keadaan apapun....
...2.Tidak boleh ikut campur masalah suami, apapun itu....
...3.Harus patuh apa yang dikatakan suami....
...4.Harus melayani suami dengan baik. (Kalau suami tidak senang, istri harus mendapatkan hukuman.)...
...5.Harus tidur di satu ranjang bersama suami....
...6.Beri pelukan dan ciuman pada suami setiap pergi dan pulang kerja. Plus saat tertidur....
...7.Tidak boleh berkata kasar pada suami kalau melanggar juga akan mendapatkan sansi dari suami....
...8.Istri tidak boleh berselingkuh meskipun suami berselingkuh....
...9.Setiap pagi dan malam, istri harus memandikan suami dan itu wajib!...
...10.Memberikan pelayanan yang membuat suami puas dan itu juga wajib!...
...11.Tidak boleh berjalan dengan lelaki lain terkecuali bersama suami....
...12.Memahami apa yang di inginkan suami....
...13.Jangan berharap suami akan tergila-gila pada istri. Jangan bermimpi karna itu tidak akan pernah....
...Jika istri melanggar peraturan di atas, istri akan mendapatkan gajaran yang setimpal. Dan jangan harap bagi istri akan bahagia jika tidak bersama suami. Cam kan itu....
Adera tidak bisa berkata-kata lagi membaca surat perjanjian itu atau mungkin surat ancaman bagi Adera.
Adera langsung menatap Regan yang tersenyum seakan puas membuat perjanjian dan peraturan itu. Bahkan Regan menyeringai jahat menatap wajah Adera yang terkejut dengan perjanjian yang ia buat itu.
"Gila lo ya. Nikah aja belum, udah banyak perjanjian. Pokoknya gue gak mau. Batalin aja nikahnya lah!" Adera melempar surat itu ke Regan.
"Kayaknya lo masih gak paham perkataan gue waktu itu ya?" Regan mendekatkan bibirnya ke telinga Adera. "Kalo lo ngebatalin pernikahannya, gue pastiin lo masuk penjara seumur hidup." Ancam Regan membuat Adera merinding.
"Kok lo gitu sih? Seenaknya aja? Kalo gue gak bahagia gimana? Kalo gue tersiksa gimana?"
"Itu bukan urusan seorang suami, ok?"
Adera menjadi makin marah dan kesal pada Regan. Ingin sekali dia memukul wajah Regan yang sok ganteng itu.
"Yang lainnya udah nunggu nih." Kata Regan.
"Siapa yang nunggu? terus buat apa?" Tanya Adera bingung.
Regan menatap Adera dengan senyumam jahilnya. "Tentu aja, pernikahan kita, sayang."
Mata Adera melebar. Tidak mungkinkan orang gila itu menyelenggarakan pernikahannya sekarang juga? Tidak mungkin kan orang itu benar-benar gila melakukannya sekarang? Ya tuhan, bagaimana nasib Adera sekaranggggg!....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!