Sansa POV (London, England)
Mereka berfikir, kebersamaan kita hanya karena hasrat menggebu dari gadis muda sepertiku dan pria dewasa sepertimu. Aku tidak perduli, sayang.
Aku tidak perduli kata dunia tentang kita.
Kita adalah kita, hanya kita dengan cinta kita.
Perbedaan usia di antara kita, bukanlah jurang pemisah, tapi api gairah yang ada di antara kita akan memperkuat cinta kita.
Oh, Sayangku. Bagaimana aku bisa hidup tanpa dirimu?
Bagaimana aku bisa melangkah tanpa genggamanmu?
Bagaimana aku bisa bernapas tanpa melihat mu?
Oh, jiwaku. Aku hanyalah jasad tanpa jiwa jika kau tak bersamaku.
Cinta, itu adalah rasa yang tak beralasan, tak bertujuan.
Cinta hanya memberi tanpa berniat meminta kembali, mungkin itu bagi orang lain.
Tapi bagiku, cinta adalah rasaku terhadap dia, yang telah menjagaku setiap kali ayahku bertugas di luar kota.
Alexander Ghan.
Aku sudah 20 tahun. Aku mengerti perasaan mencintai dan hasrat yang tak bisa aku jelaskan.
...***...
Itu dia, sang pangeran telah menjemputku. Walaupun tak berkuda putih, tapi dia adalah pangeran tertampanku.
Aku baru saja menyelesaikan ujian akhir semesterku, dan dia berjanji akan membawaku berbelanja jika aku bisa menyelesaikannya dengan baik.
Aku masuk kedalam mobilnya, dan memberikan kecupan singkat di rahangnya yang di tumbuhi bulu-bulu halus itu.
Sebagai sahabat ayah, dia telah mengenalku sejak aku masih mengompol.
"Jadi, apa yang ingin tuan putri beli di mall?" Dia bertanya sambil mennyalakan mobil.
" Entahlah, Alex. Kita lihat saja nanti," jawabku.
"Jangan memanggilku Alex, Sansa," ucap Alex, ah, aku benci mendengar peringatan itu.
"Ok. Uncle!" Aku berkata dengan sarkastik. "Aku tidak mau pergi ke mall," tukasku sambil memberengut dan membuang muka.
Alex hanya terdiam dan ia melajukan mobilnya menuju rumahnya.
Setelah memarkirkan mobil, aku segera melompat keluar, dan berlari menuju kamarku, kamar khusus yang ia berikan padaku di rumahnya, yang akan menjadi tempat tinggalku saat ayah menitipkanku padanya.
Dab yeah, dia tahu aku benci setiap kali dia melarangku memanggil namanya namun ia tetap saja melarangku.
Aku menghempas tubuhku ke ranjang dan sedetik kemudian terdengar pintu terbuka.
"Sayang...." Aku bisa merasakan ranjang yang bergerak, namun aku masih menyembunyikan wajahku di bantal." Maaf." Alex berkata dengan lirih dan ia membelai rambutku.
Aku segera duduk dan berhambur kedalam pelukannya.
"Kita adalah kekasih, kenapa aku tidak boleh memanggil namamu?" Alex hanya bergumam tak jelas. Aku pun memainkan jemariku didadanya, membuat gerakan abstrak dan aku bisa merasakan tubuhnya yang mulai menegang.
"Kita telah menjalin kasih selama 2 tahun, Alex. Dan sekarang aku 20 tahun. Aku berhak mendapatkannya." aku membuka kancing bajunya tapi Alex menghentikanku.
"Tidak, sayang! Aku tidak ingin merusakmu dan aku tidak ingin menyentuhmu tanpa persetujuan Andrian."
Lagi-lagi dia membawa nama ayah!
Aku Sudah membujuknya untuk memberi tahu ayah tentang hubungan kita, tapi dia selalu mengatakan akan mencari waktu yang tepat.
"Kalau begitu beri tahu ayah dan nikahi aku Alex!" aku mencium lehernya dan menyesap aromanya yang sangat memabukkan.
Tanpa menjawabku, Alex merebahkan tubuhku di ranjang, ia menindih tubuhku, mengecup keningku dengan lembut, kedua kelopak mataku dan berakhir di bibirku.
Alex menyapukan bibirnta di atas bibirku, membuat darahku berdesir, jantungku berdebar, dan seluruh tubuhku meremang.
Dia memang duda tua yang bahkan seumuran dengan ayahku, tapi aku mencintainya sebagai pria, aku ingin menikah dengannya, memiliki dua orang anak yang lucu, memberikan cucu untuk ayahku.
Aku tahu, mungkin hubungan kami terlarang, dia sahabat ayahku. Oh, demi Tuhan! Ayah mungkin akan membunuhnya jika dia meniduriku, tapi Alex tidak salah. Ini salah ayah yang selalu sibuk bekerja dan menitipkanku pada Alex karena aku tak punya ibu, wanita hebat itu pergi saat usiaku 3 tahun. Yang aku miliki sekarang hanya ayah dan Alex.
"Ah..." Aku melenguh saat ciuman Alex turun menyusuri leherku, dengan sengaja aku menggoda pusat dirinya yang telah keras dan menonjol itu. Namun tiba-tiba Alex berdiri menjauh. "Kenapa berhenti?" Protesku.
"Jangan menggodaku, Sansa! Kita belum menikah!" Tegasnya kemudian ia pergi meninggalkan aku yang sudah sangat ingin merasakan bagaimana rasanya bercinta.
"Ck...." Aku hanya bisa berdecak kesal, karena selama dua tahun kami menjalin hubungan, Alex enggan menyentuhku lebih dari ciuman dengan alasan ia menghormati ayah dan ingin memilikiku dengan cara terhormat.
Tbc...
Aku keluar menuruni tangga sembari bermain ponsel hingga akhirnya ku dengar teriakan Alex yang memintaku tidak bermain ponsel saat berjalan di tangga, aku abaikan peringatan itu karena aku masih kesal pada Alex yang meninggalkanku tadi.
"Sansa! Apa kau tidak bisa simpan dulu ponselmu itu?" Teriak Alex namun aku masih menulikan pendengaranku dan terus menuruni tangga, namun saat di tangga terakhir, tiba-tiba aku terpeleset dan hampir saja terjatuh namun Alex dengan sigap menangkap tubuhku.
"Sudah aku bilang, Sweety!" Seru Alex namun aku justru menampilkan senyum tak berdosaku.
"Gendong, aku lapar,"rengekku sembari melingkarkan lenganku di leher Alex.
"Sweetheart, kau sudah besar, berat badanmu juga bertambah sementara usiaku sudah tua," goda Alex yang membuatku langsung mencebikkan bibir.
"Jadi menurutmu aku gendut dan berat?" Tanyaku dan seketika Alex tertawa renyah kemudian ia mencium pipiku dengan gemas dan menggendongku menuju dapur.
"Princessku memang sudah besar, tapi tidak gendut, sangat seksi," ujarnya yang seketika mengembalikan senyum di bibirku, ku kecup lehernya dengan sensual yang membuatnya mengerang tertahan.
Aku tersenyum senang dan ku lancarkan aksiku, aku menghisap kulit lehernya yang beraroma maskulin itu, dan ku pastikan meninggalkan jejak disana.
"Sansa! Hentikan, Sweety. Jangan meninggalkan bekas!" Tegurnya namun seperti biasa, aku tak perduli hingga akhirnya Alex menjatuhkanku di kursi. "Gadis nakal!" Serunya sembari menarik hidungku.
"Alex, apa kau tahu tadi apa yang di ceritakan Emi padaku?" Tanyaku sembari menarik piring dan menyodorkannya pada Alex, sebagai pertanda aku ingin piring itu di isi makanan.
Yeah, beginilah sikapku padanya, semena-mena, manja, dan aku tahu Alex menyukai itu, dia memperlakukanku bak ratunya.
"Aku harap Emily tidak menceritakan pengalaman bercintanya dengan kekasihnya," tukas Alex dan aku pun tertawa karena tebakannya itu benar.
"Dia bilang Samuel sangat hebat, dia terus menjerit dan keesokan harinya dia tidak bisa berjalan. Ah, pantas saja saat itu dia tidak pergi ke kampus," ujarku yang langsung di hadiahi sentilan di keningku.
"Lain kali, sumpal mulut Emily jika menceritakan hal tidak senonoh seperti itu," ujar Alex kemudian ia duduk di sampingku, tentu piringku sudah berisi Fish and chips, menu makan siang favoritku.
"Itu bukan hal tidak senonoh, Honey. Tapi sebuah pengalaman yang luar biasa dan aku benar-benar ingin merasakan itu," ucapku dengan tenang sembari memakan kentang goreng buatan kekasihku ini.
Alex menghela napas berat, ia mencondongkan tubuhnya padaku, mendekatkan wajahnya dengan wajahku hingga aku bisa merasakan hembusan napas hangatnya menerpa wajahku.
"Kau sungguh ingin bercinta denganku, hm?" Tanya Alex yang seketika membuat wajahku merona dan tentu dengan semangat aku mengangguk. Alex kembali menghela napas berat, ia mengusap kepalaku dengan sayang.
"Aku pun begitu, Sweetheart. Aku sungguh ingin bercinta denganmu, membuatmu menjerit nikmat di bawahku, aku ingin terus memasukimu sampai kau merasa gila." Aku menahan napas mendengar apa yang di katakan Alex, bahkan hanya dengan hal seperti ini, inti tubuhku sudah berkedut, seolah tak sabar ingin menjemput kenikmatan yang di janjikan pria paruh baya ini, yang sayangnya sangat aku cintai.
"Tapi nanti, setelah aku mendapatkan izin dari Dorian, karena kau bukan hanya belahan jiwaku, tapi juga belahan jiwa ayahmu, Dorian, kau faham?" Aku kembali cemberut. ah, alasan yang sama tapi aku tahu, dia benar.
"Baiklah," ucapku kemudian yang membuatnya tersenyum. "Tapi Emi juga menceritakan hal lain padaku dan aku penasaran," ucapku, Alex langsung menyipitkan matanya padaku, aku terkekeh dan mengecup ujung hidungnya dengan gemas. "Dia bilang...." Aku menelan ludah. "Jari Samuel juga membuatnya gila, apa jarimu juga bisa membuatku gila?"
"SANSA!?" teriaknya kesal namun aku justru tertawa senang kemudian aku menikmati ikan di depannku ini. "Oh, Sweetheart. Kau membuatku gila," keluhnya.
"Padahal kau belum memasuki aku, tapi kau sudah gila, hm?" Godaku sembari mengedipkan mata.
"Habiskan makananmu karena sebentar lagi ayahmu datang untuk menjemputmu!"
...Tbc......
...Penasaran dengan si manis Sansa yang nakal?...
"Ada apa dengan lehermu?" Aku menahan tawa mendengar pertanyaan Daddy pada Alex, dan ku lihat Alex langsung menutupi lehernya yang terdapat bercak kemerahan karena ulahku.
"Itu ... di gigit nyamuk," ucap Alex dan Daddy hanya mengangguk mengerti. Setelah itu ia mengajakku pulang dan sebelum itu, tentu ku peluk dan ku cium pipi Alex sembari mengucapkan terima kasih, layaknya gadis baik.
"Oh ya, makan malam di rumah malam ini ya, Uncle." ajakku dan Alex langsung mengangguk setuju. "Bawakan aku sekuntum bunga mawar juga, ya!" Pintaku lagi dan lagi-lagi sahabat Daddy ini mengangguk.
"Suahlah, Alex. Jangan kau terus ikuti apa yang di inginkan Sansa, nanti dia jadi manja," sambung Daddy.
"Hanya sekuntum bunga mawar, itu bukan masalah, Dorian," jawab Alex namun matanya menatapku. "Baiklah, kami menunggumu untuk makan malam." lanjut Daddy kemudian kami pergi dari rumah Alex.
Daddy baru saja pulang dari luar kota, dari bandara ia langsung ke rumah Alex untuk menjemputku seperti biasa.
Sejak Mom meninggal, Daddy tidak mau menikah karena ia masih sangat mencintai Mom. Dan satu-satunya yang ia miliki serta percaya hanyalah Alex, sahabatnya sejak mereka masih sekolah dulu, karena itulah ia menitipkan aku pada Alex.
"Bagaiamana kuliahmu, Sayang?" Tanya Daddy sambil tersenyum.
"Lancar, Dad," jawabku.
Ku tatap wajah Daddy yang masih sangat tampan meskipun hampir memasuki usia setengah abad, beberapa helai rambutnya mulai memutih, keriput sedikit terlihat di ujung matanya namun itu tak sedikitpun mengurangi ketampanan dan kharismanya.
Aku tahu, Daddy mungkin akan sangat kecewa jika tahu hubunganku dengan Alex, namun aku juga tahu, dia pasti akan mengerti bahwa putrinya ini telah jatuh cinta untuk pertama dan terakhir kalinya, Alex belahan jiwaku.
Ku buka atap mobil kemudian berdiri dan merentangkan kedua tanganku, ku nikmati pemandangan London di siang hari ini. Aku mengangkat wajahku, ku rasakan cahaya matahari dan angin yang membelai wajahku.
Ku dengar tawa Daddy saat melihat kelakuanku dan ia berkata, "Sepertinya kau bahagia sekali hari ini, Sayang."
"Tentu saja, Dad. Aku selalu bahagia saat bersamamu."
...***...
Alex datang saat makan malam dan sesuai permintaanku, ia membawa sekuntum mawar untukku. Aku menghirup aroma mawar itu namun tatapanku tertuju pada Alex, bahkan aku mengedipkan mata padanya.
Tak hanya itu, malam ini aku memakai kemeja putih polos dan ku biarkan kancing atasnya terbuka, menampilkan dadaku yang aku harap bisa mengganggu Alex.
Namun apa yang aku dapatkan? Alex langsung melepas jaketnya dan menutupi dadaku, aku langsung cemberut dan mempersilahkan dia ke meja makan.
"Kenapa kau memakai jaket Alex, Sansa?" Tanya Daddy padaku, aku sudah membuka mulut untuk menjawab namun Alex mendahuluiku.
"Katanya dia sedikit kedinginan tadi," ucapnya bahkan ia memakaikan jaket itu dengan benar padaku. "Jadi, dia harus menutup tubuhnya." lanjutnya dengan tatapan yang penuh arti padaku.
Aku pun menyajikan makanan untuk dua pria tertampan dan tersayangku ini, aku duduk tepat di depan Alex, dan sesekali aku dengan sengaja mencuri pandang padanya, bahkan dengan nakalnya, aku menyusuri kaki hingga paha Alex dengan kaki telanjangku.
Ku lihat Alex terkejut dan menegang, ia berusaha bersikap tenang bahkan terus mengobrol dengan Daddy. Hal itu membuatku semakin ingin mengganggunya.
Aku pun menikmati makananku, namun kini ku arahkan kakiku pada pusat tubuhnya dan secara spontan Alex menegurku.
"Sansa! Hentikan!" Serunya, kulihat kening ayah berkerut sementara Alex tampak gelagapan.
"Apa?" Tanya Daddy yang terlihat kebingungan.
"Entahlah, Dad. Ada apa denganmu, Uncle? Apa kau sudah merindukanku sampai menyebut namaku secara tiba-tiba seperti itu?" Tanyaku dengan sangat tenang, sementara kakiku masih bertengger di atas pahanya.
Alex menelan ludah, jakunnya bergerak naik turun, bahkan ia menjilati bibir seksinya itu. Alex menatapku dengan tajam, seolah ingin melahap ku.
"Ada-ada saja," ucap Daddy kemudian sambil terkekeh.
Kami pun melanjutkan makan malam dan ku hentikan goda'anku pada priaku itu, aku tak tega melihat raut wajahnya yang tampak tersiksa.
"Oh, ya. Jam berapa penerbanganmu besok?" Tanya Daddy pada Alex yang membuatku mengernyit bingung.
"Penerbangan? Kemana?" Aku menatap Alex dengan tajam, karena sepertinya ada informasi yang aku lewatkan.
"New York," jawab Alex lirih dan seketika aku pun merasa lemas. "Hanya beberapa hari," ucap Alex yang sudah pasti tahu aku kesal sekarang.
Bagaiamana aku tidak kesal? Dia akan pergi ke New York dan tidak memberi tahuku?
"Berapa lama?" Tanyaku dengan dingin.
"Mungkin hanya dua minggu," jawab Alex yang langsung membuat selera makanku hilang.
"Mungkin dia merindukan Elaine," sambung Daddy sambil terkekeh dan rasa kesalku langsung memuncak.
Seriously? Aku akan berpisah dengannya selama dua minggu dan mungkin dia akan bertemu dengan wanita tua itu? Elaine, mantan istrinya?
"Hufff," Aku membuang napas berat.
"Tidak, kami hanya punya urusan pekerjaan," ucap Alex, ia menatapku dengan lembut, seolah tahu hatiku di landa cemburu pada mantan istrinya itu.
Alex adalah seorang investor yang memiliki saham di berbagai perusahaan dan salah satunya di perusahaan mantan istrinya.
"Aku mau tidur," tukasku dan segera aku berlari ke kamar tanpa memperdulikan panggilan Daddy dan Alex.
Oh, my old man! Dia membuatku gila, dan aku bisa mati karena cemburu pada mantan istrinya itu. Kapan aku bisa menjadi istri Alex?
Tbc...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!