Gadis cantik berkulit putih masuk kedalam gedung berlantai tiga. Inilah tempat ia akan menuntut ilmu disalah satu kampus swasta ternama. Dia adalah Sulastri bukan orang kaya atau orang ternama seperti para mahasiswa yang lain. Dia gadis desa yang berasal dari keluarga miskin yang masuk melalui jalur prestasi yakni mendapat beasiswa.
Baju coklat pasta, rok hitam, kerudung warna senada yang ia kenakan bukan pakaian mahal seperti mahasiswa yang lain. Namun baju yang ia pakai pun ia jahit sendiri. Walaupun berpenampilan selayaknya orang kampung namun ia tidak kampungan.
Gagal menikah dengan pria yang ia cintai, hanya karena kemiskinan yang membelit. Cibiran, hinaan, dari orang-orang termasuk calon mertuanya karena memandang bibit, bebet, bobot, yang masih beliau pegang teguh. Cacian nya bukan lantas membuat Sulastri membenci maupun dendam.
Namun ia lebih memilih menjauh dari calon suaminya yakni Arman Jaya Putra seorang guru yang ia cintai sejak SMP hingga SMK. Ia bertekat ingin terus belajar hanya hal ini yang akan mampu memperbaiki tarap hidupnya bangkit dari kemiskinan.
Sejak SMP dulu hingga SMK Sulastri pekerja keras mencari biaya sekolah sendiri, bahkan membantu bapak dan ibu untuk membiayai sekolah ketiga adiknya.
Kampus elite yang isinya orang-orang berkantong tebal dan berpakaian mewah tidak lantas menyurutkan niatnya. Kaki jenjangnya masuk kedalam kampus dengan langkah semangat.
"Ahahaha..." tawa ketiga gadis meledek Lastri mungkin karena penampilannya yang terkesan udik. Namun Lastri tak menghiraukan tetap melangkah hal semacam ini ia rasakan sejak SMP dulu.
"Heh! gadis kampung! percaya diri sekali kamu?!" ketiga gadis itu mendekat ketika Lastri sudah masuk. Mereka menghadang langkahnya.
"Maaf, saya tidak pernah menggangu kalian, jadi sebaiknya kalian bisa bersikap sopan," kata Lastri enteng.
"Jaga sikapmu!" salah satu ketiga geng itu meremas dagu Lastri.
Lastri tidak melawan, hanya menatap gadis itu dengan tatapan prihatin. Gadis yang berpenampilan mewah. Namun ternyata minim akhlak.
"Jika loe! ingin tetap belajar di kampus ini, loe! harus menjadi babu gue!" ucapnya lalu mendorong tubuh Lastri hingga terhuyung kebelakang.
Lastri menarik napas panjang, menatap ketiga geng jutek yang berjalan kedepan meninggalkan dirinya lalu duduk di kursi paling depan. Mungkin tujuannya agar bisa cepat menyerap ilmu yang dijelasan dosen, atau ada hal lain hanya mereka yang tahu.
Baru pertama masuk kampus Lastri harus mendapatkan perlakuan yang tidak baik, tidak ada bedanya ketika dibuli teman sekolahnya dulu karena terlambat membayar SPP. Namun, demi misinya untuk memberantas kemiskinan tidak menyurutkan semangatnya.
"Puk"
Wanita gendut menepuk pundak Lastri tersenyum ramah. "Hai.." ucapanya.
"Haii..." Lastri membalas senyuman itu.
"Ayo kamu duduk bersamaku" ucap gadis gendut lalu menarik tangan Lastri. Mereka pun duduk bersama.
"Kenalkan, namaku Nindy" gadis gendut memperkenalkan diri.
"Sulastri" mereka berjabat tangan.
"Jika ketiga wanita itu, berbuat macam-macam... sebaiknya, kamu jangan menyahut, dan lakukan saja apa perintahnya" kata Nindy memperingatkan.
"Kenapa begitu?" Lastri mengerutkan dahi, dijaman yang seharusnya menjunjung demokrasi yang sering kita dengar. Namun, mengapa masih juga ada penindasan ketika kita mengutarakan pendapat yang benar.
"Nanti kamu akan tahu sendiri, tapi perlu kamu tahu, menurut para senior mereka nggak lulus-lulus, seharusnya sudah kena DO, tetapi uang yang berbicara" tutur Nindy panjang lebar, kemudian mereka ngobrol seputar pribadi mereka.
"Kamu berasal dari jawa ya?" tanya Nindy kemudian menatap lekat wajah Lastri.
"Benar, pasti kamu tahu dari logat aku ya?" keduanya terkikik. Hingga terdengar ketiga gadis didepan.
"Heh! gendut! loe meledek gue ya?!" ketiga gadis itu mendekat kearah Nindy lalu mengangkat kerah bajunya.
Nindy bergetar ketakutan keringat sebesar-besar biji jagung pun menetes. Lastri kemudian memeluk pundak Nindy agar tenang.
"Apa loe berani sama gw?!" tantang geng itu. Namun Lastri tidak gentar.
"Sabar Mbak, kami tidak sedang membicarakan Anda kok" Lastri menatap wajah wanita yang menatap sinis kearahnya itu.
Geng wanita semakin geram, selama ini tidak pernah ada yang berani menyahut ketika mereka sedang bicara, apa lagi menentang ucapanya, namun mengapa wanita udik yang baru masuk kampus ini berani sekali. Geng jutek itu kembali ke depan.
Suasana kelas tampak riuh saat seorang dosen tampan dengan gayanya yang cool, masuk kedalam menghipnotis para mahasiswi.
"Waah... tampan sekali..." geng jutek ternganga menatap sang dosen.
"Selamat Pagi" ucapnya, suara berat yang mengenakan pakaian kemeja biru, dan celana bahan hitam tampak berwibawa kemudian meletakan buku yang beliau pegang diatas meja.
"Selamat pagi Pak..."
Sulastri yang awalnya menunduk saat sedang membaca tata tertib kampus yang harus di patuhi, mendongak mendengar suara familiar. Mas Arman? Lastri menutup mulutnya dia pun turut menganga agar jangan terlihat oleh para mahasiswa yang lain.
Pria tampan yang gagal menjadi suaminya lantaran sang bunda menentang itu tidak Lastri sangka, ternyata hadir dihadapanya. Ternyata dunia begitu sempit, Lastri pergi dari kampung halaman lantaran menjauh dari calon suaminya yang kaya raya itu. Namun justeru kini malah bertemu satu kampus disini.
Entah bagaimana Lastri saat ini harus bersikap?
.
Sulastri ternganga masih menatap dosen yang sedang menyampaikan materi didepan dengan gayanya yang humoris masih seperti dulu ketika mengajar di SMK. Lastri kemudian memulihkan kesadaran harus fokus, tujuannya jauh-jauh ke kota ini untuk menuntut ilmu.
Tangan lentiknya menggoreskan pena mencatat materi yang di jelaskan oleh dosen. Sesaat hening dosen berjalan kebelakang dimana Lastri duduk.
Puk.
Bolpen mendarat di pundak Lastri, saat semua sedang serius. Lastri pun mendongak menangkap wajah Arman yang sedang mengulas senyum kas kepadanya. Lastri kemudian menunduk pura-pura tidak mengenal. Mata sayunya mengerling ke segala arah khawatir teman-temanya ada yang melihat. Lastri tidak ingin teman-temannya tahu bahwa Arman calon suami yang gagal menikah.
Arman seolah mengerti maksud Lastri walaupun tanpa bicara, kemudian kembali ke depan melanjutkan mengajar, netranya sesekali melempar pandang kearah Lastri. Namun Lastri pura-pura tidak tahu.
Jam pelajaran pertama selesai Lastri merapikan buku. Jika teman-temannya masing-masing mempunyai lap top tetapi Lastri tidak punya.
"Selamat siang semua... materi selanjutnya kita akan bahas pertemuan berikutnya. Tetapi... saya akan memberi tugas untuk kalian membuat paper, tentang usaha kecil," tegas Arman sang dosen.
"Huuu..." suara riuh para mahasiswa, pasalnya baru pertama masuk kuliah sudah diberikan tugas oles pak Arman. Berbeda dengan Lastri ia tampak tenang-tenang saja.
Lastri mengangkat kepala setelah merapikan buku, bertepatan dengan Arman yang sedang menatapnya sejak tadi, sambil mengemas buku diatas meja, empat pasang mata itupun saling bertemu. Namun Lastri buru-buru mengalihkan pandangan.
"Tri, kita ke kantin yuk." Nindy menepuk pundak Lastri.
"Ayo" Lastri berjalan bersama Nindi semua pun keluar didepan pintu tampak berdesak-desakan. Mata Lastri menangkap pimpinan geng jutek sedang merayu Arman.
"Pak Arman, kenalkan, aku Bella" Bella mengedipkan mata genit seraya mengansungkan tangan ingin bersalaman. Pak Arman hanya menangkupkan tangan di depan dada. "Saya tahu nama kamu Bella" Arman menjawab dingin.
"Waah... Pak Arman... baru masuk sudah mengenal saya," Bella gr. Berjalan menyejajari pak Arman. Ya jelas semua tahu karena Arman membaca nemtek.
Pak Arman tidak lagi menjawab justeru melangkah keluar.
Bella kesal. "Pak Arman" panggil Bella berjalan cepat mengejarnya.
Lastri tersenyum samar, dan tertangkap mata Bella. Bella menginjak kaki sepatu Lastri yang sudah usang. Namun dengan cepat Lastri mengangkat sepatunya membuat Bella terhuyung dan pura-pura jatuh didepan Arman.
"Auw Pak, tolong... aku didorong sama wanita udik itu!" Bella duduk didepan Arman pura-pura meringis semua menonton drama itu tidak ada yang bersuara.
"Rudy... tolong bangunkan Dia" ucapnya. Arman melihat nemtek yang disemat dikantong Rudy, segera meninggalkan mereka.
"Mari kak, bangun" Rudy yang berwajah hitam berniat membangunkan Bella. Namun ditepis. "Minggir loe! dasar pria buluk!" sinis Bella lalu Bella dibangunkan oleh anggota geng nya.
"Ini gara-gara loe! awas! gw akan membuat perhitungan!" sarkas Bella menunjuk Lastri kemudian meninggalkan tempat itu.
"Dasaar... " Rudy geleng-geleng.
Lastri lantas tersenyum, kepada Rudy. "Kita gabung yuk" ajak Lastri.
"Siap" Lastri, Nindi, dan Rudy barjalan ke kantin mereka mencari tempat duduk yang kosong tetapi tidak ada.
"Kita duduk disini saja" kata Lastri mereka duduk bukan di kursi melainkan di rumputan.
Mereka lantas berbincang akrab ketiganya menjadi teman.
"Kamu mau pesan apa? sebagai tanda jadi persahabatan kita, aku ingin traktir kalian" kata Rudy panjang lebar.
"Apa saja Rud" Lastri menjawab tersenyum, ternyata masih ada orang baik di kampus ini. Bahkan baru masuk dia sudah mempunyai teman seperti Nindy dan Rudy Lastri semakin bersemangat ingin mengejar mimpinya.
"Kalau boleh... aku pesan mie ayam ya, Rud" Nindy malu-malu.
"Siap... aku pesan dulu" Rudy berbadan gempal dan hitam itu, walaupun terlihat galak tetapi baik, ia segera bergabung dengan teman yang lain antri memesan makanan.
"Sini Nin" Rudy melambaikan tangan. Nindy segera menghampiri, ternyata Rudy minta bantuan membawa mangkok.
"Kita makan..." kata Rudy, tiga mangkok mie ayam dan tiga gelas teh hangat tanpa gula sudah tersaji.
"Terimakasih ya Rud" mereka menyantap mie ayam tidak ada masalah walaupun duduk di rumput yang penting tidak ada kotoran.
"Ahahaha... lihat! tiga sahabat, yang satu gendut, yang satu hitam, dan yang satu lagi... Miskin!" hahaha, Bella meledek Lastri dengan menekan kata miskin. Saat mereka sedang melintas dimana Lastri duduk.
Lastri menatap sekilas wanita glamor itu seolah berkata Diam" namun tidak bersuara. Sedangkan Nindy dan Rudy tidak berani menatapnya.
Geng jutek pun pergi dengan membawa marah setiap kali berbicara dengan Lastri. Lastri seperti menantang. Bella dan geng nya segera duduk di kursi yang biasa ia duduki tidak ada yang boleh memakai selain geng mereka.
Sementara tidak jauh dari situ senior kampus yang tak lain Adnan Wijaya, putra pemilik kampus tersebut, sedari tadi memandangi Lastri.
"Ngapa sih loe nan? lihatin kesana terus..." kata Bobby menoleh sahabat disampingnya tertangkap sejak tadi menatap Lastri tidak berkedip.
"Loe penasaran nggak, sama cewek yang duduk disebelah sana?" tanya Adnan.
"Yang mana?" tanya Bobby lagi.
"Yang duduk bertiga di rerumputan" jawab Adnan masih betah memandangi Lastri.
Robby pun penasaran memutar bola matanya, tampak wajah familiar, ia kemudian menekan pelipisnya sendiri berpikir mengingat-ingat.
"Menurut loe, dia Lastri bukan?" Adnan kembali bertanya.
"Lastri?" Bobby mengerutkan dahi beralih menatap Adnan.
"Iya, kalau nggak salah... dia cewek jenius yang mendapat beasiswa di Yayasan Papa saat SMK," jawab Adnan.
Memang benar, Lastri alumni SMK di Yayasan Pondok Pesantren milik papa Adnan.
"Oh iya, gw baru ingat, dulu kan loe cinta banget sama dia," Bobby terkekeh setengah meledek.
"Iya, dan ironisnya... dia menolak cinta gw," Adnan geleng-geleng kepala. Pasalnya, banyak wanita yang menyukainya. Namun Lastri justeru menolaknya karena cinta Lastri untuk Arman beliau guru di Yayasan tersebut.
"Sudah... loe sekarang jangan coba mendekati Lastri pasti loe akan ada masalah dengan tunangan loe," kata Bobby.
"Huh! jangan sebut nama tunangan! enek gw!" Adnan tampak kesal ia ditunangkan dengan Bella. Lantaran orang tua mereka rekan bisnis.
Waktu istirahat selesai Lastri mengibas-kibas rok panjangan menghilangkan rumput yang nempel. Ia dan kedua temanya masuk kedalam kelas melanjutakan belajar kali ini dengan dosen yang lain hingga pelajaran selesai kemudian membubarkan diri.
Lastri dan ketiga temanya berjalan sambil ngobrol tersenyum entah apa yang mereka obrolkan.
"Hai kalian!" Bella dan geng nya menghadang langkahnya.
"Mau apa lagi kalian? bukankah saya sudah bilang... jangan menggangu kami, karena kami nggak pernah menggangu kalian," jawab Lastri, sementara Nindy dan Rudy menunduk.
"Heh! loe! loe! kerjakan tugas gw yang diberikan Pak Arman!" ucapnya dengan nada perintah kepada Lastri, Nindy dan Rudy.
"Saya tidak mau!" jawab Lastri tidak takut sedangkan Nindi bergetar ketakutan.
"Berani loe sama gue?!" Bella menantang.
"Saya tidak akan takut, selagi saya benar," jawab Lastri enteng.
"Kurang ajar loe, gw akan aduin loe sama pemilik kampus ini, agar loe dikeluarkan dari ini!" ucap Bella sarkastis kemudian meninggalkan Lastri.
.
Sulastri berpisah dengan kedua temanya menuju kediaman masing-masing. Sebenarnya Rudy berniat mengantarkan sahabat barunya itu, tetapi berlainan arah, tentu Lastri menolak. Lastri melangkah gontai menuju jalan raya di depan kampus menunggu angkutan.
"Ahahaha..." dasar miskin! hari gini, masih naik angkutan." Bella yang sudah di atas mobil pribadinya berhenti membuka kaca meledek Lastri.
Bella tancap gas sengaja mewati air yang menggenang tujuannya agar air genangan muncrat mengenai baju Lastri.
Peess.
Namun nasip sial justeru menimpa Bella, ban mobil depan masuk kedalam genangan, ternyata genangan tersebut cukup dalam. Tidak hanya sampai di situ ban mobilnya juga kempes.
Lastri pun terkejut, dia tidak mendoakan Bella yang jelek. Namun ternyata Bella justeru yang apes.
"Heh! bantu gw, dorong mobil!" Bentak Bella seenaknya dengan nada perintah.
Tin tin tiiiinn..." klakson dibelakang bersahutan, membuat Bella semakin kesal.
Lastri pun tidak menyahut justeru pergi meninggalkan Bella yang masih teriak-teriak.
Saat menunggu angkutan mobil sport berhenti didepanya. Pengguna mobil membuka kaca tampak dua orang duduk didepan.
"Lastri.. naik" titah salah satu pria yang duduk didekat kaca.
Lastri tidak menyahut hanya mengingat-ingat siapa gerangan pria yang mengetahui namanya.
"Aku Adnan Tri, kakak kelasmu ketika SMK, masa kamu lupa?" Adnan tersenyum, seperti tahu apa yang Lastri pikirkan.
"Oh iya, ingat kak Adnan? apa kabar kak?" tanya Lastri kemudian.
"Ayo dong naik, kita ngobrol didalam mobil, nanti aku antar kamu pulang." Adnan membujuk Lastri.
"Terimakasih kak, lain kali saja ya," tolak Lastri. Angkutan pun lewat Lastri segera menyetopnya.
"Kak Adnan, saya duluan ya" pungkas Lastri kemudian naik angkutan.
Angkutan berjalan, didalam tampak berjejal para penumpang hingga berhimpitan dan gerah, namun bagi Lastri hal seperti ini sudah biasa. Lastri ambil buku dalam tas kemudian ia gunakan untuk kipas-kipas.
Sepuluh menit kemudian Lastri turun dari mobil angkutan, dan untuk menuju kontrakan masih berjalan kaki 1km. Beginilah jika ingin mendapat kontrakan yang agak murah. Sebab jika kontrak dekat jalan raya Lastri tidak akan mampu bayar.
Tanpa mengenal lelah Lastri menyusuri jalanan sesekali mengusap keringat walaupun jauh jika dibawa santai akhinya sampai di kontrakan.
"Selamat sore Bu" sapa Lastri kepada pemilik kontrakan, yang sedang menyiram tanaman.
"Sore... kamu baru sampai Tri, wajah kamu merah begitu? kamu jalan kaki ya" tebak pemilik kontrakan.
"Iya Bu" Lastri terkekeh.
Lastri duduk diteras membuka sepatu yang hampir jebol. Maklum sepatu ini sepatu saat SMK, jika ada rezeki lebih Lastri berniat membeli.
"Baju yang kamu pakai bagus banget Tri, kamu menjahit dimana?" pemilik kontrakan mengamati baju yang Lastri kenakan sepertinya baju jahitan.
"Saya jahit sendiri Bu" jawab Lastri tersenyum.
"Waah... kamu bisa menjahit? boleh dong... menjahit baju untuk saya" ibu pemilik kontrakan tampak berbinar begitu juga dengan Lastri ia mendapat pelanggan baru.
"Bisa Bu" Lastri tampak bersemangat. Pemilik kontrakan menyerahkan bahan kepada Lastri, setelah mengambilnya kedalam.
"Saya sudah sering menjahit Bu, bu rt dan teman-temanya menjadi pelanggan saya," tutur Lastri.
"Kamu kok nggak bilang sama Ibu" sesal pemilik kontrakan. Lastri hanya tersenyum kemudian masuk kedalam. Ia tinggal dikontrakkan satu petak disekat menjadi tiga bagian. Yakni dapur bersebelahan dengan kamar mandi, dan juga kamar tidur.
Dikamar tidak ada tempat tidur, Lastri hanya menggunakan kasur lipat. Disudut kamar ada lemari pakaian kecil dan kaca kecil.
Paling depan adalah ruang tamu kecil disudut ada mesin jahit yang sudah usang namun masih bisa dipakai, mesin ini Lastri beli dari tukang loak. Mesin inilah yang untuk menyambung hidup Lastri selama di rantau. Ia sudah mempunyai langganan dari bu rt, beliau yang membantu Lastri mencari pelanggan teman-teman arisan nya.
Lastri beristirahat sebentar kemudian setelah sholat ashar, ia menuju mesin jahit. Lastri merentangkan bahan katun halus polos dari ibu pemilik kontrakan tadi.
Sesuai permintaan ibu tadi beliau ingin dibuatkan baju muslim. Tangan mungil Lastri menggunting bahan setelah mengukur badan ibu kontrakan, sesuai pola yang sudah Lastri gambar.
Dengan semangat Lastri menjahit hingga jam delapan malam.
Ia menunda pekerjaan nya dulu, sebab ia harus ke warnet mengetik tugas yang pak Arman berikan. Lastri keluar rumah mencari warnet terdekat setelah menemukan ia mengerjakan tugas paper tentang pengusaha kecil.
Paper selesai Lastri bergegas pulang waktu sudah jam sembilan malam. Sampai dirumah ia menyiapkan paper dan keperluan lain untuk kuliah besok.
Perut Lastri terasa keroncongan ia berjalan kedapur diatas kompor dalam penggorengan masih ada orek tempe yang ia masak tadi pagi. Lastri kemudian makan, jam 11 malam baru tidur.
*******
Keesokan harinya Lastri turun dari angkutan umum tepat didepan kampus. Ia melangkah percaya diri walaupun para mahasiswa yang lain rata-rata menggunakan kendaraan pribadi setidaknya motor.
Celana jins berwarna cream, dipadukan kemeja wanita biru dongker, tampak mecing dengan kulitnya yang putih.
"Assalamualaikum" Lastri mengucap salam kepada salah satu dosen wanita tersenyum ramah kemudian mencium punggung tangan sang dosen.
Walaikumussalam" jawab dosen wanita tersebut.
"Kamu mahasiswi baru?" tanya dosen yang masih muda itu berjalan disebelah Lastri.
"Betul Bu" jawab Lastri, mereka pun berpisah karena dosen menuju kantor, sedangkan Lastri belok kanan menuju kelas. Didalam kelas tampak sepi Lastri kemudian meletakan buku dan tugas dari pak Arman.
Lastri kemudian kembali keluar mencari Nindy dan Rudy mungkin mereka sudah sampai. Pikirnya. Lastri tidak tahu bahwa ada yang mengintai gerak gerik nya sejak turun dari angkutan tadi.
Setelah Lastri menjauh, geng jutek masuk kedalam kelas. Bella menjentikkan jarinya dan mengedipkan mata mengisyaratkan agar geng nya mulai beraksi.
Kedua gadis jutek itu membuka paper milik Lastri lalu mencoret-coret, sementara Bella menjaga pintu khawatir ada yang masuk.
Hahaha..." tawa mereka puas. "Makanya jangan main-main sama kita" mereka mengadu kepalan tangan tersenyum licik. Ia puas bisa mengerjai Lastri. Tujuannya agar wanita kampung yang sudah menolak perintahnya itu, dimarahi pak Arman. Pikir mereka kemudian duduk di kursi paling depan.
Satu persatu mahasiswa masuk kedalam kelas termasuk Lastri dan kedua temanya mereka tampak berjalan sambil tersenyum.
Geng jutek pun menyeringai licik. "Kita lihat sebentar lagi dia akan menanggung malu!" ucap Bella pelan kepada kedua temanya.
Tidak lama kemudian, dosen tampan yang tak lain pak Arman masuk kedalam.
"Selamat pagi..." ucapnya sambil tersenyum melirik Lastri sekilas yang sedang menatapnya juga tanpa ada yang curiga bahwa dosen mengenal Lastri.
"Selamat pagi Pak..."
Dosen Arman berdiri didepan meja beliau ambil kaca mata dari dalam tas lalu mengenakan tampak semakin menghipnotis para kaum hawa. Beliau mulai menyampaikan materi tentang usaha kecil seperti yang diulas sebelumnya.
"Sekarang kumpulkan tugas masing-masing yang saya beri kemarin," titahnya beliau kemudian absen satu persatu maju ke depan menyerahkan tugas.
Arman tampak membuka sekilas tibalah giliran Sulastri menyerahkan tugasnya.
Geng jutek tampak tersenyum meledek. "Kita tunggu sebentar lagi, pasti dia akan terkena marah!" bisiknya kepada kedua temanya.
Benar saja setelah Lastri menyerahkan tugasnya Arman tampak membuka seperti milik mahasiswa yang lain.
Dahi Arman berkerut. "Sulastri" panggil nya tegas.
"Tugas apa yang kamu berikan?" dalam hal mengajar tentu Arman tidak memilih siapa-siapa walaupun itu Lastri kekasihnya, salah tetap salah. Pasalnya tugas Lastri dicoret-coret dengan sepidol hitam tidak bisa dibaca.
Sulastri yang hendak kembali ke tempat duduknya balik badan dan kembali kedepan.
Geng jutek pun tertawa puas "Orang dari kampung seperti dia mana bisa membuat tugas Pak, lap top saja tidak punya!" dia nerocos namun Arman tidak menjawab.
Lastri mengambil tugas nya kembali dari tangan Arman. Ia tampak membelalakkan mata terkejut ia merasa dijahili namun ia tetap tentang dan secepatnya mempunyai ide.
"Pak Arman, saya mohon maaf, terjadi kesalahan, tetapi saya masih ingat apa yang saya tulis, boleh saya paparkan?" tanya Lastri tetap santai.
"Silahkan" Arman memberi kesempatan kepada Lastri. Arman sebenarnya curiga pasti Lastri ada yang mengerjai. Beliu tahu kekasihnya ini wanita yang selalu rapi dan total setiap mengerjakan tugas sejak SMP dulu.
Lastri memaparkan dengan lancar apa yang ia tulis, sesekali menulis di papan tulis, semua mahasiswa pun kagum termasuk Arman.
Berbeda dengan geng jutek, Bella tampak kesal.
Selesai memaparkan tugas Sulastri kembali kebelakang.
Saat ini giliran Bella yang menyerahkan tugas. Selama ini jika ada tugas selalu memaksa temanya untuk mengerjakan. Tetapi setelah kehadiaran Lastri temanya mulai membangkang terpaksa ia mengerjakan sendiri.
"Tugas apa yang kamu buat?!" tanya Arman dingin lalu merobek tugas Bella menjadi empat bagian dan membuangnya ketempat sampah.
.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!