NovelToon NovelToon

Arwah Penasaran

Arwah Penasaran Bab 1

Di kamar yang pencahayaannya cukup temaram, seorang wanita paruh baya yang sudah lama sakit sedang berbicara dengan suami dan anaknya.

Kedua anaknya Mila dan Fadil sejak tadi sudah menangis sesenggukan melihat ibunya yang sedang kesakitan di atas ranjang. Bahkan suara ibunya sudah tak terdengar jelas oleh mereka.

" B-bapak, M-mila, F-fadil. k... kalau ibu sudah tiada ibu minta untuk sedekahannya kalian harus memotong kambing besar untuk ibu," ucap Bu Farah terputus-putus.

Anak dan suaminya terdiam dan tidak langsung mengiyakan, karena memang saat ini kondisi keuangan mereka sedang tidak stabil.

Melihat tidak ada satupun yang merespon ke inginnya Farah pun meneteskan air mata kesedihan, lalu ia memalingkan wajahnya ke samping. Dan sepertinya ajalnya sudah semakin dekat, karena saat ini nafas Farah sudah mulai terputus-putus.

Pak Dodi yang melihat kondisi istrinya semakin parah, kemudian dia menggenggam tangan Farah yang sudah terasa dingin.

" Baiklah, bapak akan menuruti keinginan ibu," ucap pak Dodi sambil mengusap lembut kepala istrinya.

" Benarkan pak, bapak akan menuruti keinginan ibu, kalau bisa sedekahan pemotongan kambingnya di lakukan jangan lebih dari tiga hari ya pak," ucap Bu Farah yang sudah tak mampu lagi berbicara normal.

Pak Dodi menganggukkan kepala.

Tidak lama kemudian, Bu Farah pun menghembuskan nafas terakhirnya.

Tangis Mila dan Fadil seketika pecah saat melihat ibunya sudah tak bernyawa lagi. Kemudian mereka berdua memeluk ibunya untuk terakhir kalinya.

" Ibu…!" panggil Mila dan Fadil menggema di ruangan itu sambil menggoyang-goyangkan tubuh ibunya yang sudah tidak bernyawa lagi.

Keesokan harinya

Jasad Bu Farah pun sudah dimakamkan, dan saat ini kedua anaknya Mila dan Fadil sejak tadi tidak berhenti menangis di atas batu nisan ibu mereka.

Hingga membuat pak Dodi meneteskan air mata saat melihat kesedihan kedua anaknya. Lalu diapun berjongkok dan mengusap lembut punggung Mila dan Fadil.

" Ayo kita pulang Nak, kalian harus bisa ikhlas melepas kepergian ibu," ucap pak Dodi sambil mengusap air matanya yang tadi sempat menetes.

Mila dan Fadil pun mengangguk, kemudian mereka pun meninggalkan makam ibunya.

Waktu terus berjalan dan sekarang matahari sudah terbenam di ufuk barat. Semua warga juga sudah datang ke rumah pak Dodi untuk melakukan pengajian kecil-kecilan untuk mendoakan almarhum Bu Farah.

Setelah selesai pengajian, Mila pun mulai menyuguhkan berbagai macam makanan ringan ala kampung di depan semua warga yang hadir.

" Silahkan di nikmati bapak-bapak, ibu-ibu hanya ini yang bisa kami suguhkan, maklum kami bukanlah dari keluarga yang berada," ucap Mila. Kemudian dia menunduk.

" Nak Mila, jangan berkata seperti itu, tidak baik. Kita harus mensyukuri nikmat yang Allah berikan, lagi pula semua warga juga tidak mempermasalahkannya," ucap pak kyai Nurdin.

Semua warga pun mengangguk menyetujui apa yang dikatakan oleh kyai Nurdin.

" Iya Nak Mila, kalau tidak ada jangan dipaksakan, lagi pula kami semua ikhlas mendoakan almarhum Bu Farah," ucap salah satu ibu-ibu, kemudian dia mendekat ke arah Mila dan mengusap punggungnya dengan lembut.

" Ikhlaskan kepergian ibumu Nak, jangan terus di tangisi, biar dia tenang di alam sana," ucap ibu itu.

" Iya Bu," jawab Mila kemudian dia menghapus air matanya.

Kini pengajian pun sudah selesai, semua warga juga sudah meninggalkan kediaman pak Dodi.

Semua keluarga kecil pak Dodi sedang berkumpul di ruang tamu, saat ini mereka sedang membicarakan tentang permintaan terakhir ibu Farah.

" Pah, apa yang harus kita lakukan, bagaimana kita mendapatkan uang untuk membeli kambing, sedangkan suguhan yang tadi saja, Mila belum membayarnya ke warung pak Muin," jelas Mila pada ayahnya.

Pak Dodi terdiam sejenak, memikirkan apa yang harus dia lakukan sekarang. Ia juga sangat merasa bingung bagaimana caranya dia mendapatkan uang sebanyak itu dalam waktu dua hari.

Mau menjual rumah yang mereka tempati juga tidak bisa, karena rumah itu sudah di gadaikan beberapa bulan yang lalu untuk pengobatan istrinya.

" Sudah, kalian berdua tidurlah, tidak usah memikirkan hal ini, nanti bapak akan carikan solusi untuk semua masalah yang kita hadapi."

Kemudian pak Dodi merogoh kantong celananya, dan menyerahkan satu lembar uang berwarna merah pada Mila.

" Bapak baru ada duit segini, besok pergilah ke warung pak Muin untuk melunasi hutang suguhan yang tadi kau ambil," ucap pak Dodi.

" Baik ayah," jawab Mila.

Kemudian dia dan adiknya Fadil pergi ke kamar untuk beristirahat.

Sedangkan pak Dodi ia belum bisa memejamkan mata, karena ia masih merasa sedih atas kepergian istrinya. Jadi dia memutuskan untuk berada di ruang tamu saja.

Untuk mengusir kesepiannya, Pria paruh baya itupun menyalakan Televisi untuk mencari hiburan. Namun baru beberapa menit ia menonton acara sepakbola kesukaannya, tiba-tiba lampu di ruangan itu padam.

Arwah Penasaran Bab 2

" Huh... sungguh sial nasibku, sepertinya alam semesta sedang tidak berpihak padaku hari ini," ucap Dodi sambil berdiri dari Sofa, lalu dia berjalan menuju Televisi untuk mencabut kabelnya.

Dalam keadaan gelap gulita, kemudian Dodi berjalan menuju laci meja dan berniat mencari lilin. Namun, langkah kakinya tiba-tiba berhenti karena suara dari dapur cukup mengusik ketenangan hatinya.

Prank....

Tiba-tiba Dodi mendengar suara piring pecah di dapur, iapun membalikkan badan seketika kearah dapur dan berniat mencari tau apa yang sebenarnya terjadi disana.

Langkah demi langkah ia ayunkan, hingga tibalah dia dapur yang dalam keadaan pencahayaan tamaram. Dodi pun mengarahkan pandangannya ke seluruh sudut penjuru ruangan, tapi dia tidak menemukan pecahan piring sedikitpun.

" Apa mungkin aku berhalusinasi," batin Dodi sambil mengusap tengkuk lehernya yang mulai meremang.

Dodi kembali mengarahkan pandangannya ke sudut ruangan, dan detak jantungnya seketika berdegup sangat kencang saat melihat seorang yang berpakaian putih dengan rambut yang terlihat acak-acakan.

Bahkan sekarang, orang itu sedang berjalan menuju kearahnya.

Dodi membalikkan badan dan berniat untuk berlari, tapi kakinya serasa ada yang menahannya. Orang itu semakin dekat, bahkan semakin dekat.

Tap, orang itu meletakkan tangannya di punggung Dodi.

" Tolong....ada setan...!" teriak Dodi menggelegar di ruangan itu.

Dalam waktu yang bersamaan tiba-tiba lampu menyala.

Sedangkan Mila yang mendengar teriakkan ayahnya, iapun mengerutkan kening.

" Ayah, ini aku Mila."

Dodi seketika membalikkan badan, dan melihat anaknya Mila sedang berdiri di belakangnya. Lalu dia mengusap dada hingga beberapa kali, karena merasa sangat takut. Setelah itu Dodi pun memegang kedua pundak anaknya.

" Nak, sedang apa kamu disini? bukankah tadi ayah sudah menyuruhmu untuk istirahat."

Mila tidak menjawab, melainkan dia hanya menunjukkan lilin dan korek api ditangannya.

Pak Dodi yang mengerti dengan maksud anaknya, iapun akhirnya menarik nafas panjang.

" Baiklah, kalau begitu sekarang pergilah ke dalam kamar untuk beristirahat," ucap pak Dodi kemudian.

Mila pun kembali ke dalam kamarnya sambil membawa lilin dan korek api, takut nanti pas tengah malam lampu tiba-tiba padam.

Pagi hari

Seperti biasa, Mila sudah menyiapkan sarapan pagi

untuk ayah dan adiknya Fadil, dan setelah selesai menyiapkan sarapan, Mila pun bergegas pergi ke warung pak Muin untuk membayar hutangnya yang kemaren.

Mila terus berjalan menyusuri jalan setapak,

dan dia sengaja melewati jalan pintas itu untuk lebih cepat sampai ke warung pak Muin.

Di warung pak Muin

Ibu-ibu tampak bergosip ria, tapi setelah melihat kedatangan Mila mereka semua terdiam dan saling beradu pandang, bahkan mereka saling mengedipkan mata satu sama lain agar segera menghentikan topik pembicaraan.

Mila yang tidak tau apa-apa ia hanya tersenyum manis kearah ibu-ibu itu, lalu dia membayar utangnya yang kemaren kepada pak Muin, setelah selesai urusannya dengan pak Muin iapun pergi meninggalkan warung.

Sedangkan ibu-ibu yang melihat kepergian Mila, mereka semua kembali melanjutkan obrolan yang tadi sempat tertunda.

" Bu Risma, kata suami saya semalam kampung kita sangat sepi dan sunyi, bahkan yang datang ronda pun cuma tiga orang," ucap Bu Anis.

" Iya, suami saya juga bercerita seperti itu," jawab Bu Rina menyela.

Bu Risma hanya terdiam, menyimak obrolan satu gengnya.

" Apa Bu Risma tau, kata suami saya semalam juga ada kejadian aneh," ujar Bu Anis sambil mencolek tangan Bu Risma.

" Kejadian aneh seperti apa, bukannya selama ini keadaan kampung kita baik-baik saja," ujar Bu Risma.

Bu Anis pun menceritakan tentang anaknya pak kyai Nurdin yang tiba-tiba mengalami kesurupan saat pulang mengajar mengaji tadi malam.

Bu Risma dan Bu Rina pun terkejut mendengar hal itu.

" Astaghfirullah," ucap Bu Risma dan Bu Rina secara bersamaan. Mereka berdua mengusap dada hingga beberapa kali saat mendengar kalau arwah Bu Farah lah yang merasuki anak kyai Nurdin tersebut.

Sedangkan istri pak Muin yang mendengar gosip tersebut, diapun ikut bergabung dan berniat membubarkan ibu-ibu tukang gosip itu.

" Sudah ibu-ibu, tidak baik membicarakan orang yang sudah meninggal, lebih baik kalian bubar dan pergi memasak, apa Bu Risma mau kalau suamimu nanti marah karena belum ada sarapan di meja," ujar istrinya pak Muin.

Bu Risma yang mendengar ucapan istrinya pak Muin itu membuat dirinya merasa sewot.

" Hum... bilang saja kalau kamu mau mengusir kami, iya nggak ibu-ibu," ucapnya dengan nada tak suka.

" Bukan seperti itu ibu-ibu," ujar istrinya pak Muin.

" Iya, iya. Kami semua akan pergi," sela Bu Rina, karena dia tidak ingin melihat Bu Risma dan istrinya pak Muin bertengkar.

Sedangkan istrinya pak Muin yang melihat tingkah laku ibu-ibu tukang gosip itupun menggelengkan kepala hingga beberapa kali.

" Dasar ibu-ibu tak ada kerjaan," ucapnya kemudian.

AP Bab 3

Mila yang sudah sampai di rumah, dia langsung berjalan menuju dapur karena saat ini ia merasa sangat haus.

Sedangkan ayahnya Dodi yang melihat tingkah putrinya, iapun menggelengkan kepala.

" Mila, hati-hati. Nanti kalau kamu terpeleset bagaimana," ucap pak Dodi pada putrinya.

" Iya maaf ayah, Mila sangat haus," ucapnya sambil meletakkan gelas itu diatas meja.

Kemudian Mila mendekat ke arah ayahnya. Lalu dia menanyakan bagaimana mereka bisa mendapatkan uang untuk membeli kambing besar untuk membuat tasyakuran almarhum ibunya.

Pak Dodi terdiam, Ia merasa bingung harus menjawab apa.

Namun, sedetik kemudian pak Dodi menatap kearah putrinya. Lalu dia pamit untuk bekerja di kota.

Mendengar hal itu, membuat Mila langsung mendongakkan kepala, lalu dia menggenggam kedua tangan ayahnya.

" Ayah tega meninggalkan kami berdua di sini?" tanya Mila.

Pak Dodi menarik nafas dalam. Kemudian dia menatap manik mata anaknya yang sudah mulai berkaca-kaca.

" Mau bagaimana lagi Nak, ayah harus pergi mencari pekerjaan ke kota, kalau ayah di rumah terus, bagaimana kita mendapatkan uang untuk membeli kambing besar permintaan almarhum ibumu," ucap pak Dodi.

Mila yang mendengar penjelasan ayahnya, kini dia sudah tak mampu mengatakan apapun, sebab apa yang dikatakan oleh ayahnya itu memang benar.

Kini Mila sudah tak mampu lagi membendung air mata, lalu dia memeluk ayahnya untuk terakhir kalinya.

" Bagaimana dengan Fadil yah, apa yang harus aku katakan padanya," ucap Mila terisak sambil melepaskan pelukannya dari sang ayah.

Lagi-lagi pak Dodi menarik nafas dalam.

" Katakan saja yang sebenarnya Nak, kalau kau berbohong dia pasti merasa kecewa nanti," ucap pak Dodi.

" Baik Ayah," jawab Mila.

Kemudian pak Dodi mengambil tas ranselnya, lalu dia meninggalkan rumah itu.

Malam harinya

Mila yang sedang menemani Fadil yang mengerjakan tugas sekolah di ruang tamu, tiba-tiba mendengar suara seseorang mengetuk pintu.

" Iya tunggu sebentar," ucap Mila dari dalam. Tapi bukannya berhenti orang itu terus saja menggedor-gedor pintu, bahkan sekarang ketukannya semakin kencang.

" Iya tunggu, tidak sabaran sekali," celoteh Mila, sambil menarik engsel pintu.

Pintu pun terbuka lebar, tapi anehnya Mila tidak menemukan siapapun. Lalu dia memeriksa ke kiri dan kanan, tapi tetap saja Mila tidak menemukan siapa-siapa.

" Ini aneh, perasaan tadi ada yang mengetuk pintu, tapi kenapa sekarang tidak ada orang, apa mungkin aku salah dengar."

Kemudian Mila melirik jam yang berada di dinding. " Jam Sebelas malam," batin Mila.

Lalu dia menutup kembali pintu itu dengan rapat. Namun, baru saja dia selesai menutup pintu, tiba-tiba pintu kembali di ketuk.

Mila mundur beberapa langkah, dan angin pun tiba-tiba berhembus dengan sangat kencang.

Dan....

Tiba-tiba pintu itu terbuka dengan sendirinya dan menampakkan sosok wanita dengan rambut panjang yang acak-acakan, wajahnya terlihat sangat mengerikan dengan mata merah yang mengeluarkan darah.

" Se....se."

" Kak Mila bangun.... bangun kak, jangan mengigau terus," Fadil terus menggoyang-goyangkan tubuh kakaknya.

Mila membuka mata, dan melihat sekeliling ruangan itu.

" Ternyata aku hanya mimpi," ucap Mila sambil mengusap wajahnya dengan sedikit kasar.

" Memangnya kakak mimpi apa sampai berkeringat dingin begitu," tanya Fadil sambil merapikan buku pelajarannya, lalu dia memasukkannya kedalam tas.

Mila terdiam, dan tidak mengatakan apapun. Lalu dia mengajak adiknya untuk tidur, karena hari sudah menjelang malam.

Namun langkahnya tiba-tiba berhenti, karena melihat jarum jam menunjukkan Jam Sebelas malam. Lalu dia membalikkan badan kearah pintu.

Tok...tok...tok.

Pintu kembali di ketuk, dan jantung Mila seketika berdegup sangat kencang.

Sedangkan Fadil yang mendengar suara pintu di ketuk, ia dengan santainya berjalan menuju pintu.

" Fadil berhenti, jangan di buka dek," ujar Mila sambil berlari kecil menuju adiknya.

" Apa-apaan sih kak, itu ada yang mengetuk pintu kalau itu ayah bagaimana?"

Mila menggelengkan kepala.

Namun, tiba-tiba orang yang berada di luar pintu mengucapkan salam.

" Assalamualaikum, Nak Mila ini aku Bu Risma."

Mila yang mendengar suara bu Risma, Ia merasa lega karena apa yang dia pikirkan ternyata salah.

Kemudian Mila dan Fadil kembali berjalan menuju pintu dan membukanya.

" Ada apa bu Risma?" tanya Mila setelah pintu itu terbuka.

" Ini Nak Mila, ibu mau menyerahkan bingkisan tasyakuran anaknya pak kyai Nurdin, karena sekarang dia sudah sembuh," ucap bu Risma.

" Oh...! terima kasih bu sudah repot-repot mau mengantarkannya ke mari."

Bu Risma tersenyum.

" Tidak repot kok Nak Mila, lagi pula ibu hanya sekalian lewat saja," ucapnya kemudian.

Setelah berbasa-basi sebentar, kemudian bu Risma pamit undur diri, dan Mila langsung bergegas menutup pintu itu kembali.

"Malam ini kita makan enak dong kak," ucap Fadil sambil mengambil bingkisan yang berada di tangan kakaknya.

" Wah...dari baunya saja sudah enak, pasti lauknya adalah rendang," ucap Fadil kembali, lalu dia berjalan menuju ruang tamu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!