NovelToon NovelToon

Memintamu Di Setiap Sujudku

1. Khianat

-Brughh-

Naura masuk ke dalam kamar dan menggebrak pintu dengan keras. Kemudian ia mengacak-acak perabotan yang ada di kamarnya. Hingga kamar pun terlihat berantakan.

"Mengapa gue sangat bodoh sampai gue dibohongi seperti ini? Mengapa sahabat gue sendiri tega nyakitin gue dengan bermain di belakang bersama pria yang gue cintai. Mengapa sahabat gue sendiri tega berkhianat?.. Hiks.. " Naura terus bertanya pada dirinya sendiri dengan penuh kecewa.

Naura meraih botol besar yang berisi minuman keras beralkohol. Beberapa minuman beralkohol selalu tersedia di atas mejanya.

Ia meneguknya dengan kasar, berharap minuman ini mampu membuatnya melupakan rasa sakit yang sedang bersamanya.

"Aaarrgghh..!! Hiks.. "

Prang..

Botol itu pun ia lempar sampai pecah berantakan.

-Tok tok tok-

Naura sayang, ini bunda Nak. Kamu kenapa? Tolong buka pintunya Nak

Cemas Yuni, sang bunda dibalik pintu setelah ia mendengar jeritan sang anak didalam kamar.

Tak ada jawaban dari Naura untuk Yuni. Yuni semakin cemas akan ego putrinya yang selalu nekat melakukan apapun saat ia merasa kesal dan marah.

-Tok tok tok-

Naura, tolong buka pintunya Nak

-Ceklek-

Naura membuka pintu perlahan. Yuni yang sedari tadi menunggu pintu terbuka, akhirnya Naura membukanya. Ia terkejut melihat deraian air mata di pipi tirus putrinya, serta rambut panjang dan seisi kamar yang berantakan. Naura menunduk menghadap sang bunda.

Yuni memeluk Naura dengan lembut. Yuni tidak tega melihat deraian air mata membasahi pipi putrinya. Saat memeluk Naura, Yuni juga mencium bau alkohol.

"Naura kenapa? Naura tidak boleh seperti ini. Naura harus bisa tenang, jangan berbuat kotor hanya karena kesal dan marah" Ujarnya lembut.

Naura melepas pelukan Yuni.

"Bunda selalu mengatakan hal itu. Alkohol tidak seburuk apa yang Bunda pikirkan! Bahkan alkohol bisa membuatku menenangkan pikiranku yang berantakan, Bun!" Jelas Naura menatap Yuni.

"Kamu salah Nak, pikiranmu tentang alkohol sangat salah. Alkohol justru membu.. "

"Ah, sudahlah Bun. Aku sangat lelah. Lebih baik Bunda membiarkan aku sendiri, tinggalkan aku.!" Naura dengan paksa menutup pintu kamarnya kembali. Membiarkan sang bunda berdiri di depan pintu kamar.

Naura segera meraih botolnya lagi. Meneguknya sampai habis, lalu melemparnya lagi ke lantai hingga botol itu pecah berantakan.

Prang..

...

Prang..

"Kapan kau akan berubah Nak? Apa Bunda harus menyetujui permintaan Ayahmu?" Gumam Yuni putus asa. Kemudian berlalu pergi.

*

( Flashback on. )

( Blue Cafe )

"Ra, tumben banget ya Gehna ada urusan jam segini? Ini 'kan udah malem" Tanya Mirsha, sahabat Naura.

"Ehm.. Mungkin aja dia ada urusan keluarga" Jawab Naura, acuh tak acuh.

"Very, gimana kabarnya Ra?" Tanya Mirsha lagi.

"Baik. Dia lagi ngurus perusahaan papa nya." jawab Naura.

"Mir, gue ke belakang dulu ya, sebentar kok." ucap Naura seraya beranjak dari kursinya dan segera berjalan pergi ketika Mirsha menganggukinya.

Naura segera menuju toilet yang ada di dalam cafe ini. Toilet pun akhirnya sudah terlihat oleh Naura dari kejauhan. Langkahnya terus menghampiri.

Tap tap tap..

Tap.

Tiba - tiba langkahnya berhenti. Tubuhnya seketika membatu. Matanya membulat kearah pojokan di pinggir pintu toilet. Kakinya pun seketika lemas. Kedua tangannya menutupi hidung dan mulutnya yang sempat terkejut. Hatinya terasa disambar petir. Dadanya seakan sesak. Tetesan air mata terjatuh dari pelupuk matanya yang indah.

"Very?" Gumamnya dengan suara berat.

Ya, yang Naura lihat adalah dua insan yang sedang bercumbu mesra di pojokan tersebut. Dua insan itu adalah Very, kekasihnya. Very bersama Gehna, sahabatnya.

Mereka telah membohonginya. Mereka telah mengkhianatinya. Mereka telah bermain di belakangnya. Mereka telah menghancurkannya berkeping-keping hingga rasa sakit, menusuknya dengan sangat dalam. Ia tidak percaya bahwa kekasihnya akan berkhianat dengan sahabatnya sendiri.

Mereka terbelalak dan terkejut, melihat sosok yang telah memanggil. Mereka langsung menghentikan berbagai adegan mesra di pojokan itu. Merapikan pakaian yang sempat terbuka dan berantakan.

"Gehna!" Gumamnya lagi.

"Na..naura denger dulu penjelasan gue.. Ini adalah kesalah fahaman.. " Jawab Gehna gelagapan dan merasa bersalah telah melakukan hal menjijikan seperti itu dan menyakiti sahabatnya.

"Kesalah fahaman?" Ulang Naura tidak percaya. "Lalu, yang tadi gue lihat itu apa? Apa lo pikir gue buta?" tanyanya sayup seraya mengusap air mata yang sempat terjatuh di pipinya.

"Dan lo Very! Lo udah membohongi gue. Kalian udah membohongi gue. Kalian mengkhianati gue! Gue membenci pengkhianat kayak kalian! " Naura berlari keluar meninggalkan mereka. Menahan sakit yang kini melandanya. Dia tidak menyangka bahwa kekasih dan sahabatnya tega bermain cinta di belakangnya.

"Sayang! Dengar penjelasan aku," Very mengejar Naura penuh harapan.

Trap trap trap

"Ra?! Lo mau kemana?" Tanya Mirsha heran, saat melihat Naura berjalan dengan tergesa-gesa menuju pintu cafe. Ia juga sempat melihat deraian air mata yang membasahi pipi Naura.

"Gue pulang duluan" Ujarnya singkat seraya terus berjalan dengan cepat.

Mirsha yang sedari tadi setia duduk di kursinya, menganga melihat ia ditinggal sendirian bersama makanan diatas meja.

Trap trap trap

"Sayang.. Denger dulu penjelasan aku.." Panggil Very mengejar naura.

Mirsha dibuat semakin heran. Yang ia tahu, Very sekarang ini berada di luar kota. Namun ia malah melihatnya tengah mengejar Naura. Apa yang sebenarnya terjadi?

"Mirsha!" Panggil Gehna dari arah belakang dengan suara sayup. Mirsha menengok kearahnya.

"Gehna?!" Tanyanya heran.

"Kok lo disini?" Mirsha menghampiri sahabatnya.

**

"Naura denger dulu penjelasanku!" Very menarik tangannya, menghentikan langkahnya. Namun segera ditepis oleh Naura.

-Plak-

"Satu tamparan untuk pria playboy sepertimu.!!"

-Plak-

"Satu tamparan untuk orang yang berani menyakitiku.!!"

"Sayang, itu tidak seperti apa yang kau bayangkan" Ujar seorang pria menahan sakit di pipinya yang tertampar.

-Plak-

"Dan satu tamparan untuk pendusta sepertimu.!!" Naura semakin geram karena pria ini tak kunjung mengakui kesalahannya.

"Kini aku tahu, bahwa kau hanya mempermainkanku.!! Dan kuingatkan, jangan temuiku lagi.! Hubungan kita, sudah berakhir.!!" Naura pergi meninggalkan Very yang dianggapnya sebagai kekasih. Naura berlari membawa rasa sakit dan kecewa yang berkecamuk di dalam dadanya. Ia langsung menaiki mobil pribadinya yang terparkir di depan cafe. Dan segera melaju dengan cepat.

"Ah, sialan.." gumam Very dengan sedikit kesal.

( Flashback off. )

**

"Gue tau, gue salah. Tapi kami saling mencintai dari dulu sebelum Naura menjadi kekasihnya. Kami tidak memedulikan Naura yang menjadi penghalang bagi kami. Hingga akhirnya aku khilaf telah memberikan keperawananku kepadanya.. Hiks" sesal Gehna.

Mirsha menarik nafas panjang dan menghelanya perlahan. Ia pun merasa bingung dengan masalah kedua sahabatnya. Ia tidak bisa memilih untuk membela salah satunya. Karena mereka bersahabat dari kecil, dan mereka saling menyayangi. Namun kini persahabatan mereka seakan hancur lebur, sulit untuk kembali bersama seperti semula. Namun dia akan berusaha menemukan cara untuk menyatukan kembali.

"Kenapa lo sebodoh itu Gen? Lo tau? Toilet itu tempat umum! Dan lo melakukan hal yang tidak senonoh disana?" lirihnya seraya memijat kepalanya yang terasa pusing.

"Maafin gue Mir.. Hiks. Gue khilaf" Gehna hanya bisa terisak dan meminta maaf. Mewakili penyesalan yang tengah ia rasakan yang memicu rusaknya persahabatan mereka.

2. Hancur

"Gue minta maaf.. Gue bener-bener menyesalinya. Gue minta maaf Mir.. Hiks"

"Kau tidak usah menyesalinya. Kita akan melanjutkan kisah cinta kita ke jenjang pernikahan" Ujar Very yang tiba-tiba muncul di hadapan mereka.

"Apa maksudmu?" Tanya Mirsha seraya bangkit dari duduknya. Dan diikuti oleh Gehna yang sama terkejutnya.

"Aku akan menikahinya" Ujarnya datar.

"Bagaimana dengan Naura yang telah kau khianati?" Mirsha memberikan tatapan benci.

"Dia sudah memutuskan hubungan kami" Jawab Very tak peduli.

"Sayang, menikahlah denganku dan lupakan persahabatan ini. Karena aku akan membawamu tinggal bersamaku di Belanda. Aku akan memberimu sejuta kebahagiaan disana"

"Apa? Semudah itu kau menyuruh Gehna untuk melupakan persahabatan yang sudah kami bangun sejak kecil? Kau pikir Gehna akan menurutimu? Tolong jangan terlalu percaya diri.! Karena kau tahu, Gehna sangat menyayangi sahabat dibandingkan denganmu!"

Very dibuat kesal olehnya.

"Tentu saja aku percaya diri. Karena kini tidak ada lagi penghalang bagiku dan Gehna untuk bersatu" Jawabnya tajam.

Mirsha tersenyum miring.

"Aku. Aku yang akan menghalangimu menikahi Gehna dan menghancurkan persahabatan kami" Mirsha masih dengan tajam menatapnya.

"I dont care" Jawab Very meremehkan.

"Oke. Gehna! Cepat katakan padanya jika kau lebih memilih hubungan persahabatan kita dari pada hubungan kekasih dengannya" Mirsha memberikan senyuman sinis pada Very.

Mereka menunggu jawaban yang akan keluar dari mulut Gehna. Namun tidak ada jawaban yang keluar dari mulutnya. Mereka nampak bingung melihat Gehna yang hanya diam menunduk.

Dalam hati, Gehna pun merasa sangat bingung harus menjawab apa untuk menentukan pilihan. Keduanya sama - sama diinginkannya untuk terus bertahan. Ingin rasanya memilih hubungan persahabatan, namun menikah dengan Very adalah impiannya sejak lama. Jika ia tolak ajakan Very untuk menikah, ia takut jika Very malah menjadi milik orang lain dan semua usahanya mengejar pria tampan yang sangat ia cinta, menjadi sia - sia.

Oh tuhan, aku benar - benar dilanda kebingungan. Aku harus memilih siapa? Pilihan ini sungguh membuatku terlena. Batinnya.

"Sayang!" Very memanggilnya tiba-tiba. Akhirnya Gehna sadar dari lamunannya. Ia segera menengadahkan kepalanya yang sedari tadi setengah menunduk menatap kosong lantai silver di bawah kakinya.

"Mengapa kau diam Gen?! Cepat katakan padanya bahwa ka yg menolak menikahinya demi kedua sahabatmu" Setelah bertanya pada Gehna, Mirsha kembali menatap Very dengan tajam.

"A..aku.." Gehna nampak masih merasa bingung harus berkata apa. Memberi satu jawaban untuk menetapkan masa depan.

Memilih persahabatan atau pernikahan?!.

Persahabatan atau pernikahan?!.

Persahabatan atau pernikahan?!.

Aarrgghh.. Rasanya ingin memilih keduanya.

Namun itu sangatlah sulit.

"A..aku..memilih.. "

"Ayo katakan padanya dengan jelas!" Mata Mirsha masih tajam menatap Very. Dan Very pun tentu saja menatap sama tajamnya pada Mirsha. Mereka menunggu jawaban yang akan di berikan Gehna. Keduanya berharap dipilih oleh Gehna.

"A..aku.."

"Katakan padanya jika kau memilih persahabatan! "

"Iya Ver" Jawabnya lantang menatap Very.

Very terkejut dan tak menyangka dengan apa yang Gehna katakan, Gehna menolaknya. Sedangkan Mirsha semakin melebarkan senyum miringnya kepada Very.

"Iya, aku ingin menikah denganmu. Aku memilih pernikahan bersamamu dan aku akan pergi kemanapun kau akan pergi. Aku sangat mencintaimu" Lanjutnya memantapkan hati.

Mirsha dan Very yang sedari tadi bertarung mata, kini mereka menengok dan menatap Gehna setelah mendengar jawaban yang sebenarnya.

Ekspresi wajah Mirsha dan Very seketika bertukar. Mirsha sangat terkejut dengan apa yang sahabatnya katakan. Dia benar-benar tidak menyangka bahwa Gehna memberi jawaban yang sangat salah. Gehna, sahabat sejak kecil hingga sekarang, ia dengan teganya memilih pria playboy seperti Very dan membiarkan persahabatan mereka hancur lebur tanpa setitik harapan pun untuk kembali bersama dalam ikatan sahabat.

Sedangkan Very tersenyum lega, menghilangkan rasa kesal yang sempat ia rasakan saat ia ditolak oleh Gehna. Namun kini ia merasa senang bahwa Gehna menerima ajakannya untuk bahagia dalam pernikahan. Kemudian ia kembali memberikan tatapan sinisnya kepada Mirsha.

"Apa kau mendengarnya? Sangat jelas bahwa Gehna ingin hidup bersamaku bukan"

Mirsha masih menatap Gehna tidak percaya.

"Tidak. Pasti dia tidak sengaja mengatakannya semua itu. Mana mungkin dia meninggalkan kedua sahabatnya yang sangat ia sayangi. Ayo berikan jawabanmu sekali lagi Gehna!" Mirsha masih tidak mempercayainya. Dia yakin bahwa jawaban itu ketidak sengajaan Gehna.

"Oke. Gue berikan jawaban kedua. Gue memilih untuk menikah dengan Very!" Jawabnya dengan suara berat, berusaha menahan tangis

"Lo yakin? Lo bakal memutuskan persahabatan kita demi lelaki playboy seperti dia!?" Tanya nya memastikan dengan suara yang berat juga, berusaha menahan air mata yang akan jatuh dari pelupuk matanya.

Gehna hanya memberi anggukan, tanda jawaban. Lalu ia menatap langit-langit cafe dan berkedip beberapa kali, mencoba tak membiarkan air matanya menetes.

Tanpa sadar, setetes air mata jatuh dari pelupuk mata dan membasahi pipi putih Mirsha. Tatapan Mirsha sangat tidak menyangka dengan apa yang telah Gehna katakan. Ia benar-benar tega menghancurkan persahabatan mereka.

"Maafin gue Mir" lirihnya dan kini pipinya dibanjiri air mata.

Mirsha terlihat menggelengkan kepalanya beberapa kali.

"Maaf? Untuk apa lo minta maaf? Karena semuanya sudah hancur 'kan? Jadi percuma saja jika lo meminta maaf! Tidak akan merubah apapun! " Tukasnya.

"Maafin gue, hiks. Gue terpaksa memilih menikah dengan Very, karena menikah dengannya adalah impian gue dari dulu. Gue harap lo dan Naura dapat mengerti perasaan gue" Sesal Gehna.

"Kalo gue dan Naura mengerti akan perasaan lo, lalu bagaimana dengan perasaan gue dan Naura? Apa kau tidak mengerti perasaan gue? " Lirihnya dengan tatapan sayup.

"Sekali lagi, gue minta maaf. Dan sampaikan juga kata maafku pada Naura"

"Lo pikir setelah kejadian ini, semudah itu kami memaafkan?"

Keduanya saling terisak bersahutan. Namun berbeda dengan Very, ia malah merajuk dan hanya bisa menonton tangis mereka.

"Lo tau? Lo bukan hanya menyakiti hati Naura, tapi lo juga telah menyakiti hati gue. Lo menyakiti hati kedua sahabat lo sendiri. Lo membuat kedua sahabat lo menangis. Gue bener-bener gak nyangka kalo lo bisa berubah drastis seperti ini Gen! Lo tega! Lo menghancurkan persahabatan kita yang udah kita bangun sejak dulu kala, sejak kecil..!! Gue kecewa sama lo.!!" Mirsha tak kuasa menahan derasnya air mata yang keluar dari pelupuk matanya.

Kemudian ia mengambil tas selempangnya yang berwarna hijau, dan segera berlari keluar cafe dengan deraian air matanya.

"Mir, Mirsha!" Gehna mencoba memangil, namun Mirsha tidak memedulikannya dan terus fokus berlari menuju pintu keluar. Dan kini tangis Gehna pun semakin menjadi.

"Sudahlah sayang, aku tahu kau menyayangi mereka. Tapi kita juga ingin bahagia dalam pernikahan. Percaya padaku, semua akan baik-baik saja" Very memeluknya dan mengelus rambut Gehna dengan lembut. Membiarkan tangisnya membasahi jaket biru yang dikenakannya.

"Maafin gue Mir, mafin gue Ra. Gue sangat mencintai Very" gumamnya di dalam pelukan.

"Dan aku juga sangat mencintaimu. Kita saling mencintai. Dan besok lusa aku ingin kita akan segera pergi ke Belanda" Ujar Very lembut.

3. Kecewa

"Besok lusa?" Tanya Gehna menengadahkan kepalanya, menatap wajah Very yang tampan. Tanpa melepas pelukan.

"Iya, sayang. Agar kita bisa cepat menikah disana. Memulai kehidupan, dan membangun kebahagiaan bersama anak cucu kita nanti. Apa kamu keberatan? "

Gehna menggelengkan kepalanya, tanda tidak menjadi masalah dengan keputusan yang akan mereka ambil. Namun sejujurnya ia sedang memikirkan bagaimana caranya ia mendapatkan maaf dari kedua sahabatnya sebelum ia pergi ke belanda. Gehna sangat berharap mendapatkannya walaupun keputusannya sudah tetap dan tidak bisa diubah.

,,,,

Mirsha tengah berdiri menatap langit malam. Yang dipenuhi bintang-bintang dan satu bulan sabit yang terang.

Ya, Mirsha mendatangi taman kota. Tanah lapang yang dipenuhi rumput hijau. Di sekelilingnya terlihat berbagai bunga yang lebat dan indah. Dan di belakangnya terdapat suatu cafe yang terbuka. Serta lampu tumbler yang menyinari seluruh taman.

Namun pipinya masih dibanjiri deraian air mata yang terus saja mengalir.

Ia sengaja mendatangi tempat ini, karena di tempat ini terdapat banyak kenangan saat bersama dengan kedua sahabatnya sebelum hancurnya persahabatan mereka.

Lihatlah bintang diatas, mereka sangat indah dan abadi. Persahabatan kita harus seperti bintang. Indah dan abadi sampai kapanpun

Ya, tentu saja

Mengingat janji dulu bersama kedua sahabatnya, Mirsha tak kuasa menahan tangis yang menjadi. Pasalnya, janji yang dulu mereka ucapkan, nyatanya kini hancur berantakan. Persahabatan yang mereka bangun sejak kecil, kini telah lenyap, entah ditelan bumi.

Kenangan yang tidak sedikit, telah menjadi bayangan. Mungkin tak akan ada lagi canda dan tawa yang terdengar.

Dan Mirsha teringat Naura dan mencemaskannya. Karena ia pun tahu, Naura susah untuk melupakan hal yang membuatnya sakit hati, termasuk kecewa. Mungkin dalam beberapa hari kedepan, ia akan sibuk menenangkan Naura, sahabat yang masih bersamanya.

"Lebih baik aku menelphone Naura saja. Aku takut terjadi sesuatu kepadanya" Mirsha mengambil telphone genggamnya yang ada di dalam tas kecilnya.

**

Dret dret..

Dret dret..

Naura yang tengah duduk dilantai dan menyandarkan tubuhnya pada dinding kamar, menangisi yang telah terjadi.

Mendengar suara telpon bergetar, ia hanya melirik dan menatap telpon itu yang berada diatas mejanya. Ia hanya menatap kosong tanpa bergerak sedikitpun untuk mengambilnya.

Dret dret..

Naura tidak memedulikan getaran telponnya yang terus bergetar beberapa kali. Disaat kondisi ini, Naura tidak akan mendengarkan apapun. Yang ia lakukan hanya minum dan menangis. Bahkan ia berani menyakiti dirinya sendiri jika ia telah kehilangan akalnya.

**

Mirsha yang perasaan nya semakin tidak enak, karena telponnya sama sekali tidak dijawab oleh Naura. Ia berinisiatif untuk segera pergi menuju rumah Naura. Memastikan keadaan sahabatnya yang sedang terluka.

Mirsha langsung melaju cepat menggunakan mobil pribadinya yang berwarna kuning.

Sesampainya di depan rumah Naura, setelah melewati gerbang. Ia dengan cepat turun dari mobilnya, dan berjalan cepat menuju pintu rumah yang besar.

Ting nong...

-Ceklek-

"Eh, Non Mirsha. Mau ketemu Non Naura?" Tanya Mbak Susi, asisten rumah tangga.

"Iya, Mbak. Naura ada di kamar?"

"Iya, Non. Mbak khawatir, tadi pas Non Naura pulang dan masuk kamarnya, terdengar suara jeritan dan benda-benda yang dibanting Non"

"Makasih Mbak" Mirsha dengan cepat menuju kamar Naura, dengan menaikiki anak tangga satu persatu. Sampai akhirnya tiba di lantai dua.

-Tok tok tok-

"Ra? Ini gue, Mirsha! Gue mohon, buka pintunya!"

Tanpa waktu lama, pintu akhirnya terbuka.

-ceklek-

"Mir.. " Setelah membuka pintu dengan lebar, Naura langsung memeluk erat tubuh Mirsha dan menangis di bahunya.

Mirsha pun membalas pelukan. Ia mecium bau alkohol pada Naura. Mirsha mengelus lembut punggung Naura, menenangkan hati sahabatnya yang sedang terluka.

Mirsha melepas pelukan, menghapus air mata Naura yang berderai di pipi sahabatnya.

"Kita ngobrol di dalam yuk" Mirsha merangkul, dan melangkah kedalam kamar.

Mirsha dikejutkan oleh kamar yang berantakan di setiap sudutnya. Selimut dan bantal yang tergeletak di lantai. Hiasan dinding, Vas bunga, dan perabotan lainnya juga tergeletak dimana-mana. Ia juga melihat pecahan botol alkohol dan tetesan darah dilantai.

Mirsha langsung meraih tangan Naura dan mengamatinya setelah melihat tetesan darah di lantai. Dan benar saja, tangan kirinya terdapat beberapa luka sayatan.

"Ra, apa ini?" Mirsha mengangkat tangan kiri milik Naura.

Mirsha segera mengambil kotak obat yang ada di kamar mandi. Setelah itu, ia langsung mengajak Naura duduk di sofa, dan mulai mengobati luka sayatan di tangannya.

"Aw, Mir. Pelan-pelan dong" lirihnya.

"Kenapa lo nekat lagi? Lo gak takut mati karena darah lo selalu lo buang?" Mirsha sedikit memarahi Naura.

Naura tidak menjawab satu kata pun. Ia mendengarkannya acuh tak acuh seraya tetap menahan rasa perih tangannya yang tengah diolesi obat merah.

__

Akhirnya tangan Naura selesai diobati dan diperban. Mirsha sedikit lega.

"Gue mau bilang kalo Gehna akan menikah dengan Very di belanda nanti" Ujarnya seraya menghela nafas.

"Apa? Gue baru saja mengakhiri hubungan kami. Dan Very dan Gehna langsung ingin menikah?" Tanyanya tak percaya. Dan hanya diberi anggukan oleh Mirsha.

"Mir.. Gue gak nyangka kalo mereka tega mengkhianati gue kayak gini.. Mereka tega menggoreskan rasa sakit di hati gue" Naura tak kuasa menahan tangisnya.

Mirsha menyandarkan kepala Naura di bahunya. Membiarkan setiap deraian air mata yang jatuh dari pelupuk mata sahabatnya. Dan mengelus punggung sang sahabat dengan lembut.

"Gue udah berusaha untuk mempertahankan persahabatan kita, tapi sayangnya Gehna lebih memilih untuk bersama dengan Very, dari pada bersama dengan kita. Dan gue kecewa. Dia tega meninggalkan kita, sahabatnya. Demi pria playboy seperti Very" Ujar Mirsha seraya menghapus air mata yang terjatuh membasahi pipi. Ia pun tak kuasa menahan kesedihan yang ada.

"Gehna udah berubah Mir. Sahabat kita udah berubah.. Dia udah berubah.. " Tangis Naura semakin menjadi.

"Dan satu lagi yang mau gue sampaikan sama lo. Gehna menitipkan kata maaf buat disampaikan sama lo, walaupun keputusan nya sudah bulat"

"Hanya omong kosong. Dia meminta maaf, tapi ia juga membiarkan semuanya hancur"

"Apa lo membenci Gehna?" Tanya Mirsha hati-hati.

Naura menarik sandaran kepalanya di bahu sang sahabat. Dan memalingkan pandangannya dari Mirsha.

Mirsha memegang tangan Naura yang berada diatas pahanya dengan lembut.

"Gue tahu lo kecewa. Dan bukan lo aja yang kecewa. Tapi gue juga, Ra. Dan Gehna adalah sahabat kita. Dan percuma saja kalo kita membencinya, itu tidak akan merubah apapun. Kebencian itu hanya membuat kita dan Gehna selalu tersakiti, dan gue gak mau gue dan kedua sahabat gue tersiksa hanya karena itu.Gue mohon sama lo. Yang terjadi, biarlah berlalu"

"Walaupun dunia ini kadang membuat kita hancur dan rapuh, tapi harus kita tutupi dengan sangat rapih"

"Walupun rasa sakit tidak bisa terobati, setidaknya ada senyuman yang bisa mewarnai"

Mendengar nasihat yang diberikan sang sahabat, Naura tersenyum haru kemudian memeluknya.

"Makasih, Mir. Makasih"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!