"Halo mbk bagaimana kondisi ibu?" Karin khawatir sekali pada kondisi ibunya yang di nyatakan mengidap penyakit batu ginjal.
"Masih belum ada perkembangan dek, ibu masih ada di ruangan UGD, kata dokter ibu harus di operasi pengangkatan batu ginjal, suami mbk hari ini di pecat dek, mbk bingung harus gimana, sebentar lagi mbk juga akan lahiran, mbk gak punya uang sepeser pun untuk biaya persalinan mbk, apalagi biaya operasi ibu yang di target akan menghabiskan uang sebesar 20 juta ke atas, gimana ini dek" jawab Alina di ujung telpon yang gelisah.
"Mbk kabarin aja tentang perkembangan kondisi ibu, aku di sini akan berusaha cari uang untuk biaya operasi ibu dan persalinan mbk"
"Baik dek, mbk di sini akan terus jagain ibu kalau ada apa-apa mbk akan langsung kabarin kamu, mbk mohon dek cepat cari uang buat operasi ibu, mbk di sini hanya bisa berdoa semoga ibu di operasi dan kembali sehat seperti dulu lagi, mbk gak mau dek kita kehilangan ibu seperti kita kehilangan bapak" kayak dulu" tangis Alina yang teringat pada almarhum ayahnya.
Karin hanya bisa menahan air mata, ia juga bingung sekarang harus apa, namun ia paksa dirinya untuk tetap kuat, ia tidak mau kakaknya tau kalau dia juga sedih.
"Mbk tenang, jangan nangis, di sini Karin akan berusaha cari uang agar ibu bisa segera di operasi, mohon doain Karin mbk semoga usaha Karin membuahkan hasil"
"Selalu dek, mbk akan selalu doain kamu, agar kamu bisa secepatnya ngumpulin uang, kamu di kota hati-hati, mbk di kampung akan terus berdoa semoga usaha kamu di lancarkan"
"Amin, mbk Karin tutup dulu assalamualaikum"
"Wa'alaikum salam"
Karin mematikan sambungan, ia langsung bingung harus apa.
"Duh gimana ini, aku gak punya uang sedikitpun untuk biayai operasi ibu, ya Allah gimana ini"
Di dalam kos-kosan Karin bingung, ia tidak tau harus apa untuk mencari uang buat operasi ibunya.
Pintu kos-kosan Karin tiba-tiba terbuka dan terlihat Dila teman Karin selama ini di kota, Dila melihat Karin yang gelisah.
"Kamu kenapa, kok kayak orang bingung? cerita sama aku, mungkin aku bisa pecahin masalah kamu" Dila duduk di samping Karin.
"Ibu aku masuk rumah sakit dil, dan butuh uang banyak buat operasi pengangkatan batu ginjal, aku bingung dil, karena aku gak punya uang sedikitpun untuk bisa biayain operasi ibu di kampung, mbk aku juga gak bisa bantu gimana ini dil?"
"Aku ingin secepatnya dapat uang tapi apa yang harus aku lakukan?"
"Kasih tau dil bagaimana caranya aku bisa mendapatkan uang dalam waktu cepat, aku mau kok melakukan apapun yang penting ibu aku bisa segera di operasi"
"Bener mau melakukan apapun?" Dila meyakinkan kembali dengan apa yang barusan ia dengar.
"Iya aku akan melakukan apapun yang penting aku bisa dapatin uang secepatnya, aku gak bisa kehilangan ibu, hanya dia orang tua yang ku punya saat ini, aku sudah kehilangan bapak, aku gak mau ibu juga pergi ninggalin aku" tangis Karin lirih, ia benar-benar bingung berada di keadaan seperti ini.
"Ada caranya rin, tapi aku takut kamu akan nyesal pada akhirnya"
"Aku janji, aku akan tanggung apapun resikonya yang akan aku hadapi, cepat dil kasih tau caranya?" Karin tampak semangat, ia berharap Dila bisa membantunya dalam keadaan terpuruk seperti ini.
"Aku punya kenalan dia itu orang kaya, kaya banget, tapi dia itu sudah tua, tua bangka, bahkan saking tuanya dia itu sampai gak punya rambut alias botak, namanya pak Leo pemilik pabrik obat nyamuk terbesar di daerah ini, dia punya banyak istri"
"Maksud kamu aku harus kerja di sana gitu?"
"Bukan, kamu gak usah jadi pegawainya karena pegawainya udah banyak, kamu hanya tinggal jadi istrinya, katanya dia akan membayar 50 juta pada orang yang mau menjadi istrinya, setiap bulan istri-istrinya mendapatkan uang belanja sebesar 25 juta, bagaimana apakah kamu tertarik?"
Karin langsung diam dan mulia berpikir.
"Nikah sama dia gitu maksud kamu?"
"Iya, kamu harus nikah sama dia jika kamu mau uang secepatnya, nanti uangnya bisa langsung kamu kirimin pada kakak kamu yang ada di kampung, biar ibu kamu segera di operasi"
"Gimana ya dil, gak ada cara lain apa selain harus nikah sama pak botak itu?"
"Gak ada rin, kalaupun kamu pinjam uang ke bank, apakah kamu sanggup bayar tiap bulannya, kamu kan cuman kerja jadi pelayan doang, mana cukup gaji kamu untuk membayar hutang"
"Aku tau gaji aku gak cukup kalau aku pinjam uang ke bank, aku yakin aku gak akan bisa bayar, tapi kalau nikah sama pak botak uangnya memang langsung ada?"
"Langsung ada, setelah akad nikah, kamu bisa langsung dapat uang, tapi ada syaratnya"
"Apa itu?"
"Jika kamu mau nikah dan dapat uang dari pak Leo, syaratnya wanita yang akan di nikahi oleh pak Leo harus perawan, kalau setelah malam pertama dan di ketahui kamu gak perawan, maka pak Leo akan marah besar dan gak akan beri kamu uang sepeserpun"
"Aku masih perawan dil, masa kamu gak percaya sama aku"
"Iya aku percaya, gimana kamu mau gak?"
"Gimana ya, aku mau pikir-pikir dulu, oh ya rumahnya pak Leo di mana, kamu kenal dari mana dia?"
"Aku tetangganya, rumah aku di belakang rumahnya, kamu pikir-pikir aja dulu, kalau kamu mau nanti aku akan langsung hubungi pak Leo"
"Iya aku akan pikir-pikir dulu"
"Aku mau kerja dulu, aku pamit bye"
"Bye"
Dila pergi meninggalkan Karin sendirian di dalam kamar, Karin merebahkan tubuh dan mulai memikirkan tawaran Dila.
"Kalau aku nikah sama pak Leo gimana ya?"
"Dia itu sudah tua, masa aku nikah sama kakek-kakek sugiono, aku gak mau tapi gimana caranya aku dapat uang secepatnya dalam jumlah banyak, hanya pak Leo yang bisa bantu aku, auah aku mau tidur dulu, masalah itu aku akan putuskan nanti"
Karin memejamkan matanya.
Dila berangkat ke rumah pak Leo untuk memberitahukan hal ini padanya.
Sekitar 15 menit waktu Dila habiskan untuk sampai di rumah pak Leo yang besar dan megah, rumah itu adalah satu-satunya rumah yang paling besar di komplek itu.
"Permisi om" Dila mendekati pak Leo yang kebetulan berada di teras rumah tengah membaca koran.
"Hai sayang, ada apa ini?" pak Leo menatap ke arah Dila yang duduk di sampingnya dengan bergelayut manja.
"Aku punya teman om, dia itu butuh uang, dia itu mau-
"Aku sudah tau, kamu jangan lanjutkan, kamu siapkan saja pernikahannya"
"Baik om, tapi ada komisi kan om"
"Tentu saja, kamu akan dapat uang setelah ini pak Leo mengecup bibir seksi Dila.
Dila adalah istri pak Leo, tak banyak orang yang tau, bahkan Karin saja tidak tau kalau Dila sudah menikah dengan pak Leo jauh sebelum Karin datang di hidupnya.
"Tunjukkan fotonya, aku mau lihat seperti apa teman mu itu"
"Ini om, lihatlah cantikan om orangnya" Dila menunjukan foto Karin pada pak Leo.
"Cantik sekali, kamu harus buat dia jadi istri ku"
"Baik om"
"Aku mau ke dalam dulu sebentar, kamu tunggu di sini dulu"
Dila mengangguk, pak Leo meninggalkan Dila sendirian di teras rumah.
"Dengan begini tak akan ada yang berani nyaingi kecantikan aku lagi, maaf Karin aku harus melakukan ini, ini juga atas permintaan kamu, tenanglah Karin, kamu akan hidup bahagia haha" tawa Dila yang senang di atas penderitaan orang lain.
Pak Leo menemui Dila dengan membawa jus.
"Dil kamu harus bisa meyakinkan teman mu untuk mau mengambil keputusan menikah dengan ku"
"Baik om, aku akan lakukan apapun untuk membuat Karin menikah hari ini juga, tapi aku mau komisi yang besar, kau tau kan membujuk orang itu susah, apalagi dia teman ku"
"Tenang saja, kau akan mendapatkan komisi yang paling besar, sana rayu teman mu, biar mau menikah, nanti kau akan mendapatkan komisi yang lebih besar lagi jika kau bisa buat gadis-gadis mau menikah dengan ku"
"Baik om, aku akan cari target selanjutnya, aku pasti akan dapatin wanita yang mau jadi istri om lagi"
"Bagus" pak Leo tersenyum mendengar pernyataan itu.
--------------------------------
Karin terbangun karena ponselnya berbunyi, ia langsung mengangkat panggilan dari kakaknya.
"Halo assalamualaikum mbk"
"Dek kondisi ibu kritis dek, gimana ini dek, mbk harus apa, mbk gak punya uang, kata dokter jika dalam waktu 24 jam ibu belum di operasi maka kemungkinan kecil untuknya bisa selamat" tangis Alina di sebrang telpon.
Tubuh Karin seketika bergetar saat mendengar kondisi sang ibu saat ini.
"Mbk tenang Karin di sini akan lakuin apapun agar malam ini ibu bisa segera di operasi, mbk terus laporin tentang kondisi ibu, aku di sini akan berusaha secepatnya untuk me ngumpulin uang"
"Iya dek, mbk akan terus laporin tentang kondisi ibu, mbk mohon dek jangan sampai dalam waktu 24 jam kamu masih belum bisa dapat uang, mbk gak mau dek ibu pergi huhu"
Karin menangis tanpa suara, ketika mendengar kondisi sang ibu yang sangat mengkhawatirkan.
"Iya mbk, Karin akan berusaha secepatnya untuk ngumpulin uang, Karin tutup dulu assalamualaikum" Karin menutup sambung telpon tanpa menunggu jawaban Alina.
Karin terisak di dalam kamarnya, ia bingung harus apa sekarang.
"Ya Allah tolong sembuhkan ibu Karin, Karin mohon ya Allah, tolong jangan ambil ibu seperti engkau mengambil bapak dari hidup Karin, tolong ya Allah angkatlah penyakitnya, Karin mohon sekali"
Karin hanya bisa menangis dan berdoa semoga ibunya baik-baik saja.
Karin tidak dapat membayangkan jika sesuatu yang buruk terjadi pada ibunya, orang tua satu-satunya yang ia miliki saat ini.
Karin menyeka air mata lalu dengan cepat dia mandi dan berganti pakaian setelah itu langsung menelpon Dila.
"Dil aku mau nikah sama pak Leo, kapan kita akan nikah, aku butuh uang secepatnya, malam ini aku mau ibu ku di operasi, bisa gak dil?"
Senyuman sinis terukir di wajah Dila."Bisa, sekarang aku akan jemput kamu, sebentar lagi aku akan sampai di sana, kamu siap-siap aja, malam ini juga kamu bisa nikah sama pak Leo"
"Malam ini?" kaget Karin.
"Iya malam ini, kamu butuh uang secepatnya kan?"
"Iya"
"Ya sudah malam ini juga kamu bisa nikah sama pak Leo, lebih cepat lebih baik, biar ibu kamu segera di operasi itu yang kamu inginkan bukan?"
"Tapi dil aku kan gak punya bapak, terus siapa yang akan jadi wali nikah aku, itu masalahnya kenapa aku kaget"
"Kamu gak punya adik laki-laki atau kakak laki-laki gitu?"
"Enggak, aku hanya punya paman, adik dari bapak aku yang ada di kota ini juga, aku akan coba telpon dia buat datang ke sini untuk jadi wali nikah aku tapi...
"Tapi apa?"
"Tapi dia itu mata duitan, kalau aku jadikan dia sebagai wali nikah aku, aku yakin dia pasti akan minta...
"Udah kamu gak usah lanjutin, aku sudah tau kok, kamu telpon aja paman mu segera, karena pak Leo nanti yang akan bayarnya, karena dia sudah mau jadi wali nikah kamu, kamu tenang aja, calon suami kamu itu baik, rupanya dia mau kok biayain segalanya, kamu gak akan ngeluarin duit sedikitpun, malahan kamu akan dapat duit, kurang baik apa coba dia"
Mendengar kata calon suami membuat bulu kuduk Karin merinding.
"Iya aku akan telpon"
"Kamu tunggu di sana aja, aku akan jemput kamu"
"Iya, aku akan tunggu di sini"
"Aku tutup dulu, tunggu aku di sana" Dila mematikan sambungan walaupun belum mendengar jawaban Karin.
"Om dia itu tidak punya ayah dan tidak ada wali nikahnya, dia hanya punya paman tapi sayangnya pamannya itu mata duitan"
"Tenang saja, aku yang akan bayar, kamu sudah suruh kan wanita itu untuk nelpon pamannya?"
"Sudah sekali om"
"Bagus,aku akan nyiapin uang untuk paman wanita itu, aku tidak mempermasalahkan uang yang jumlahnya sedikit itu, asalkan aku mau wanita itu mau menikah dengan ku, itu lebih penting dari segalanya, masalah uang pasti akan ada gantinya yang lebih besar lagi"
"Siap om, aku mau jemput Karin dulu, bye om" pamit Dila.
"Kamu pakai mobil aku saja, minta supir anterin kamu ke sana, biar gak terlalu lama di jalan"
"Baik om, pak supir tolong antarkan aku ke alamat ini sekarang"
"Baik nyonya"
Mobil itu membawa Dila meninggalkan rumah pak Leo dan menuju kos-kosan Karin yang kecil dan lumayan jauh dari sana.
-------------------------------
Karin langsung menelpon pamannya yang berada di kota ini juga.
"Halo paman, Karin mau nikah, bisakah paman jadi wali nikah Karin?"
"Wali nikah? hmm bisa aja tapi...
"Iya Karin akan bayar paman kok, tenang aja"
"Oh kalau seperti itu paman setuju, katakan di mana lokasi pernikahan mu, di kota ini apa di kampung, kapan acaranya?" Peno sudah tidak sabar akan mendapatkan upah hanya karena di suruh menjadi wali.
"Acaranya malam ini di kota ini, paman cepat datang ke lokasi yang sudah Karin kirim, segera, karena acara nikahnya ini buru-buru"
"Oke paman akan segera sampai di sana"
Karin memastikan sambungan setelah mendengar jawaban Peno.
Tak lama dari itu mobil berwarna hitam berhenti di kos-kosan Karin.
tin
tin
tin
Suara klakson mobil itu terdengar di telinga Karin, Karin langsung keluar untuk menemuinya.
"Ayo masuk, kita langsung segera ke sana, pak Leo sudah mempersiapkan segalanya di sana" ajak Dila dengan membuka pintu.
Karin masuk ke dalam mobil itu.
"Jalan pak"
Supir itu melajukan mobil atas perintah Dila.
"Dil kamu beneran kan kalau setelah nikah aku akan dapat uang?"
"Pasti itu, aku jamin deh kamu akan langsung dapat uang, tapi setelah malam pertama, jika kamu di ketahui enggak perawan maka hangus uang itu"
"Dil pak Leo itu galak gak?"
"Dia baik kok,baik banget malah, kamu gak usah takut, ada aku kok di sana, kalau dia berani kasarin kamu, kasih tau aku aja, aku yang akan beri dia pelajaran"
Karin mengangguk, mobil itu membawa mereka ke rumah besar dan tinggi, Karin di masukkan ke dalam salah satu kamar yang ada di rumah megah itu.
"Besar kan rumahnya?"
Karin hanya mengangguk dia tidak takjub sedikitpun melihat rumah sebesar itu, karena hari ini hatinya sedang tidak tenang.
Karin di rias secantik mungkin oleh perias suruhan pak Leo.
"Cantik banget sahabat aku, pasti nanti pak Leo akan sayang banget sama kamu" puji Dila ketika melihat wajah Karin sudah selesai di make up.
Karin tersenyum kecut, ia benar-benar tak menyangka akan mengalami kesulitan seperti ini sehingga ia harus rela menjadi istri dari seorang kakek-kakek sugiono.
"Kamu harus happy karena hari ini kamu akan nikah dan hidup bahagia, bentar ya rin aku mau keluar dulu, mau lihat apakah calon suami kamu udah dateng atau belum"
Karin hanya mengangguk kemudian Dila keluar dari dalam kamar itu.
Dila melihat paman Karin yang duduk di dekat pak Leo dan ada beberapa orang yang menjadi saksi suruhan pak Leo.
"Sebentar lagi aku akan dapat komisi, duh senangnya" Dila bahagia di atas penderitaan temannya sendiri.
"Aku harus cek Karin, jangan sampai dia kabur, bisa-bisa aku gak jadi yang akan dapat komisi" Dila melangkah memasuki kamar yang di dalamnya ada Karin.
Di dalam kamar Karin sendirian, ia menangis karena hari ini ia akan menikah tanpa di dampingi ayah dan ibunya.
"Maafin Karin pak hiks"
"Maaf Karin gak pamitan dulu sama bapak,, doain Karin semoga dengan pernikahan ini Karin bisa dapat uang untuk biaya operasi ibu" tangis Karin yang tidak menyangka akan menikah tanpa ada kedua orang tuanya sampingnya.
"Maafin Karin Bu, Karin gak ngasih tau ibu tentang pernikahan Karin, ini sudah menjadi keputusan Karin, jika nanti ibu kecewa Karin siap kok nanggung segalanya, karena hanya ini yang bisa Karin lakukan saat ini"
Dila mendekati Karin yang terisak.
"Loh kok nangis, kamu terharu ya sama pak Leo yang baik banget mau menikahi kamu dan pastinya akan beriin kamu uang, kamu tau enggak kalau di luar itu sudah ada pak Leo dan juga paman kamu"
"Paman aku udah dateng?"
"Udah, baru aja, jadi karena sebentar lagi kamu akan jadi seorang istri, maka kamu gak boleh nangis, nanti bedaknya luntur loh, jadi gak cantik lagi nanti"
Karin mengangguk, ia menghapus air mata di wajahnya.
Di luar akad nikah sedang berlangsung, Karin mendengar suara penghulu dan calon suami yang belum pernah di lihatnya.
"Saya nikahkan dan kawin kan engkau saudara Leo Siregar dengan saudari Karina Elfanza binti bapak Wahid Hasyim dengan mas kawin seperangkat alat sholat di bayar tunai" suara pak penghulu itu terdengar di telinga Karin.
"Saya terima nikah dan kawinnya Karina Elfanza binti bapak Wahid Hasyim dengan mas kawin tersebut di bayar tunai" jawab seorang laki-laki.
"Bagaimana para saksi?"
"Saaaaah" jawab mereka semua.
Air mata tak terbendung lagi, Karin terisak pelan, ia menggigit bibir bawahnya ketika kini ia sudah resmi menjadi istri pak Leo.
"Ya Allah aku tak menyangka jika aku akan nikah dengan orang yang tidak aku kenal, apalagi aku cintai, kuatkan lah hamba dalam menjalani pernikahan ini, bapak ini kini Karin sudah menikah, restuilah pernikahan Karin" batin Karin terisak.
Dila tersenyum senang ketika melihat Karin yang terisak.
"Selamat ya Karin, sekarang kamu sudah menjadi seorang istri, aku mau keluar ya sebenar, kamu tunggu aja suami kamu di sini"
Setelah mengatakan hal itu Dila tanpa aba-aba langsung mematikan lampu.
"Tapi dil..
"Kamu itu sudah nikah,tenang aja suami kamu gak gigit kok, kamu jangan takut, udah ya aku mau pergi, sampai jumpa" Dila meninggalkan Karin sendirian di dalam kamar yang gelap itu.
"Kenapa Dila malah matiin lampu, gimana ini, kepada aku mendadak menjadi tegang seperti ini"
"Huft Karin kamu harus bisa melewati ini semua sendiri, ingat kamu melakukan ini semua demi ibu mu, maka kamu gak boleh nangis ingat itu" Karin berusaha menguatkan diri, ia akan hadapi semuanya sendiri.
Dila mendekati pak Leo dan lainnya yang berada di ruang tamu.
"Bagaimana Dila, apa kamu sudah melakukan apa yang aku suruh?"
"Sudah om, semuanya sudah beres, om jangan khawatir"
"Bagus"
"Ini pak bayaran untuk anda karena sudah mau menjadi wali nikah Karina" pak Leo menyerahkan amplop coklat pada pak Peno.
"Terima kasih pak" jawab pak Peno senang ia lalu keluar dari rumah ini dengan membawa amplop yang tebal, ia tak henti-hentinya tersenyum melihat amplop itu.
Di kamar Karin masih diam di tempat, ia tidak berpindah sedikitpun, ia masih duduk di tempat tidur dengan perasaan tidak tenang.
Setelah akad selesai Karin mendadak panas dingin karena setelah itu dia harus melakukan kewajibannya sebagai seorang istri.
Krieet
Pintu terbuka, dalam kegelapan telinga Karin mendengar suara derap kaki seorang laki-laki melangkah mendekatinya.
tap
tap
tap
Suara sepatunya memecah keheningan.
Pelan-pelan langkah itu semakin mendekat dan laki-laki itu berdiri di depan Karin, Karin membuka mata dan melihat laki-laki itu, namun ia tidak dapat melihat wajahnya lantaran kegelapan menghalanginya.
Laki-laki itu mendorong sedikit tubuh Karin hingga terjatuh di atas kasus yang empuk, pelan-pelan laki-laki itu mulai menyentuh Karin.
Pagi harinya.
Karin bangun dari tidurnya ia menggeliat, Karin melihat ke sampingnya ia ternganga saat melihat suaminya yang ternyata masih muda dan tampan.
"Aku gak salah nikah kan? kata Dila suami aku udah tua bangka tapi ini kok masih muda? apa Dila boong ya sama aku? ishh dasar anak itu kalau sampai itu benar aku akan hajar dia habis-habisan" kata Karin pelan.
Karin duduk dari tidurnya.
"Aaauww sakit banget, kenapa bisa sesakit ini sih" rintih Karin, ia melihat ada bercak darah di seprai.
Lelaki yang tidur lelap di samping Karin tiba-tiba terusik, Karin dengan cepat langsung masuk ke dalam selimut lalu memejamkan mata.
Laki-laki itu tersenyum manis ia membelai lembut wajah Karin yang mulus.
"Udah gak usah pura-pura tidur aku tau kok kalau kamu udah bangun" kata laki-laki itu.
"Mati kenapa dia bisa tau? oh tidak kenapa tubuh aku mendadak menjadi panas dingin seperti ini" batin Karin.
Karin perlahan membuka mata.
"Kamu siapa?" tanya Karin.
"Aku Satya suami kamu apa kamu gak dengar saat pak penghulu menyebutkan nama ku?" tanya balik Satya.
Karin tidak memperhatikan itu ia malah cemas tanpa sebab.
"Enggak" jawab Karin.
"Pantesan" kata Satrya.
"Tapi kata Dila suami aku namanya Leo bukan Satya" kata Karin.
"Kamu mau Leo yang tua apa aku yang masih muda?" tanya Satya.
"Ga mau semuanya" jawab Karin.
Satya mencubit hidung Karin.
"Nakal udah kamu ga usah banyak tanya kenapa kok bisa aku yang jadi suami kamu" kata Satya.
Karin mengangguk."Tapi kok bisa kamu sih kan kemarin jelas-jelas Dila bilang kalau suami aku itu Leo bukan Satya" kata Karin.
"Hadeh disuruh diam masih aja gak mau gini-gini Leo itu teman aku jadi kamaren istri-istri Leo gak mau merestui pernikahan ke enam belasnya maka dia nyuruh aku yang menggantikannya begitu" jawab Satya.
"ENAM BELAS?" kaget Karin.
"Iya enam belas kamu ga salah dengar kok Dila sudah bilang kan kalau Leo itu punya banyak istri?" tanya Satya.
"Iya kata Dila pak botak itu punya banyak istri mangkanya tadi malam aku jadi panas dingin" jawab Karin.
Satya tak henti-hentinya memandang Karin.
"Aku sudah transfer biaya operasi ibu mu pada kakak mu sekarang dia sudah di operasi" kata Satya.
"Yang bener dari mana kamu tau no rekening kakak aku?" tanya Karin kaget.
"Dila yang memberikannya pada ku sekarang aku sudah menepati janji ku untuk memberikan uang itu pada mu kini kamu sudah menjadi milikku dan kamu tidak boleh menyebut nama laki-laki lain selain diri ku ingat itu baik-baik" kata Satya.
Karin mengangguk Satya masih belum berhenti memandangi wajah cantik Karin.
"Udah jangan lihatin aku sana kamu mandi aja dulu" kata Karin.
"Enggak mau" jawab Satya semakin mengeratkan pelukannya.
"Ya udah kalau kamu gak mau biar aku aja yang mandi duluan kamu lepasin aku dulu" kata Karin.
"Enggak boleh" jawab Satya menambah erat memeluk tubuh sang istri.
Karin mengembuskan nafas.
"Mau kamu itu apa sih? aku mandi duluan gak boleh aku suruh kamu mandi duluan kamunya gak mau? apa mau kamu?" tanya Karin.
"Aku mau kita mandi berdua" jawab Satya.
Wajah Karin mendadak memucat.
"A-aku bukan anak TK yang mandinya berdua ayo lepasin aku, aku mau mandi duluan" tintah Karin.
"Kamu itu gak akan bisa jalan" kata Satya.
"Bisa kok kata siapa aku gak bisa kamu lepasin aku, aku mau mandi aku bisa jalan" jawab Karin.
"Enggak mau" kata Satya lalu mengendong Karin menuju kamar mandi.
"Aaarrrgghh lepasin aku" teriak Karin.
"Sstt jangan berisik aku tau kamu itu gak akan bisa jalan jadi gak usah memberontak diam aja" jawab Satya santai.
Jantung Karin mendadak tidak aman saat Satya tanpa aba-aba langsung mengendong tubuhnya, Karin menenggelamkan wajahnya ke dalam dada bidang Satya untuk menutupi rasa malu yang saat ini menyerangnya.
Satya meletakkan tubuh Karin di dalam bathtub lalu keduanya mandi bersama pagi ini.
Selesai mandi dan berganti pakaian Karin memasak makanan untuknya dan juga suaminya pagi ini.
Satya memeluk pinggang Karin dari belakang.
"Masak apa?" tanya Satya.
"Nasi goreng kamu suka gak?" tanya Karin.
"Kalau kamu yang buat aku suka kok" jawab Satya.
Karin tersenyum setelah makanan itu siap keduanya makan dengan lahap.
"Sayang kamu setelah ini tinggal di sini bareng aku kamu gak usah kerja lagi masalah biaya rumah sakit ibu mu aku yang akan tanggung semuanya" kata Satya.
Karin mengangguk."Hei kau jangan mengangguk terus jawab apa kek gitu aku ini pengen dengar suara kamu tapi kamu cuman bisa diam aja" kata Satya.
"Aku harus gimana lagi perasaan gak ada yang salah sama apa yang aku lakukan kenapa kamu marah?" tanya Karin.
Satya menangkup pipi Karin.
"Aku gak marah sayang sama kamu aku hanya gak suka kalau kamu diam aja kalau aku nanya kamu harus jawab pakai suara jangan cuman mengangguk-angguk aja" jawab Satya.
"Iya gak lagi kok tapi kok rumah ini sepi banget mana orang tua kamu? kok gak ada?" tanya Karin.
"Kamu mau ketemu sama mama dan papa aku?" tanya balik Satya.
Karin mengangguk."Tuh kan sudah aku bilang gak boleh mengangguk-angguk aja kamu harus jawab pakai suara ini malah ulangin lagi auah aku ngamok" kata Satya merajuk.
Senyum manis terukir di wajah Karin saat melihat Satya yang begitu gemas di matanya.
"Maaf deh gak lagi kok aku janji" kata Karin merayu suaminya agar tidak marah lagi.
Wajah Satya masih sama tak ada perubahan apapun tanpa aba-aba Karin langsung mengecup singkat pipi Satya.
Satya langsung memandang Karin tak percaya.
"Jangan marah aku janji gak akan ngulangin hal tadi kok" kata Karin dengan memegang kedua telinganya.
"Baiklah aku tidak akan marah tapi ada syaratnya" jawab Satya tersenyum.
"Apa itu?" tanya Karin.
"Aku mau kamu harus berikan aku anak secepatnya" jawab Satya.
"Tidak ada anak yang cepat terbuatnya jika aku hamil pun butuh waktu 9 bulan aku mengandungnya baru dia bisa lahir ke dunia ini jadi kalau mau anak ga bisa secepatnya karena itu semua butuh proses yang cukup lama" kata Karin.
"Baiklah aku akan tunggu sampai anak itu lahir apa kamu benar-benar hamil?" tanya Satya.
Mendadak Karin tuli seketika dia baru tadi malam menikah dan pagi ini suaminya bertanya masalah kehamilannya, oh tidak apakah suaminya itu waras tidak mungkin kan Karin hamil secepat itu.
"Enggak aku gak hamil jadi jangan bahas kehamilan dulu ya Satya" jawab Karin.
"Kok Satya?" tanya Satya.
"Loh kan memang nama kamu Satya di mana letak salahnya?" tanya balik Karin.
"Masa kamu bilang Satya sih aku ini kan suami kamu jadi kamu jangan langsung sebut nama aku" jawab Satya.
"Terus aku harus panggil kamu apa?" tanya Karin.
"Mas Satya bisa?" tanya balik Satya.
"Bisa" jawab Karin.
"Oh ya kamu tadi nanya apa?" tanya Satya.
"Orang tua mas kemana kok gak ada di sini? apa mereka gak tinggal sama mas selama ini?" tanya Karin.
"Meraka gak tinggal sama mas nanti kapan-kapan kamu tak bawa deh ketemu sama papa dan mama" jawab Satya.
"Aku maunya sekarang gak mau kapan-kapan" kata Karin.
"Eh kok nakal" jawab Satya mencubit pipi Karin.
"Ayolah mas aku pengen ketemu sama papa dan mama kamu nanti setelah ibu aku sembuh aku akan bawa kamu menemuinya di kampung kalau saat ini kondisi ibu masih lemah kalau aku bawa mas ke sana sekarang aku takut kondisi ibu makin drop saat tau aku sudah menikah tanpa minta restu dulu padanya" kata Karin.
"Jika aku bawa Karin menemui papa dan mama Karin pasti akan tau siapa aku sebenarnya gimana ini aku gak mau Karin pergi meninggalkan aku? apa yang harus aku lakukan?" batin Satya bingung.
"Mas kok diam?" tanya Karin.
"Baiklah kamu siap-siap sana di dalam lemari itu ada banyak pakaian yang sesuai dengan ukuran kamu, kamu pilih aja" jawab Satya.
"Baik mas" kata Karin lalu masuk ke dalam kamar.
Satya memandang punggung Karin.
"Karin cepat atau lambat kamu akan tau siapa aku sebenarnya tapi lebih Karin tau siapa aku dari awal dari pada nanti dia tau setelah lama pernikahan ini berjalan aku yakin dia pasti akan membenci ku dan malah lari dari ku maaf Karin jika nanti kamu tau siapa aku sebenarnya aku mohon kamu jangan pergi tetaplah bersama ku" kata Satya sendiri.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!