Seorang gadis cantik masih terpaut dengan layar PC yang ada di hadapan nya. Jari-jari lentik nya menekan huruf-huruf yang ada di keyboard dengan begitu cepat. Manik mata nya sesekali bergerak ke kanan dan ke kiri.
Riasan wajah yang sangat natural membuat kesan di wajah nya nampak alami. Jangan lupakan kulit yang putih langsat itu juga membuat dirinya selalu mempesona.
"Nania, sampai kapan kamu mau bekerja terus seperti itu?"
Ucap seorang pria yang kini berdiri di hadapannya.
"Pak Kevin." Ia terkejut mendapati atasannya sudah ada di hadapannya. "Sejak kapan Bapak ada disini? Saya masih mengerjakan bahan materi untuk meeting sore nanti pak." Ujar Nania lagi dengan tersenyum.
Gigi yang berderet rapi dan senyum yang mengembang sempurna. Selalu nyaris membuat Kevin sang pemimpin di Perusahaannya itu terbuai dan terhipnotis.
"Tinggalkan saja dulu, ayo kita pergi makan siang bersama." Ajak nya dengan senyuman.
"Baik Pak." Nania pun bergegas mengikuti Kevin di belakangnya.
Mereka berdua pergi menggunakan mobil ke sebuah restoran yang tidak jauh dari kantor. Kedekatan Nania dengan Kevin tidak banyak karyawan yang bekerja di Perusahaan Sunrise Textile mengetahuinya.
Kedekatannya berdua memang tidak memiliki hubungan yang spesial. Nania bekerja disana sebagai Sekertaris Kevin selama dua tahun terakhir. Ia bekerja dengan sangat profesional. Sikapnya yang ramah, cekatan, mandiri, bahkan selalu bisa di andalkan oleh Kevin soal pekerjaan.
Nania memang seorang gadis yang tidak hanya cantik, tetapi begitu sempurna. Siapa sangka karena keseharian mereka yang selalu berkaitan dengan pekerjaan, membuat Kevin jatuh hati pada Nania.
Gadis itu sendiri pun diam-diam memiliki perasaan pada Kevin, tapi ia tidak berani mengungkapkan. Baginya ia hanyalah bumi dan Kevin sebagai langitnya. Sangat jauh berbeda dari segi kasta.
Mereka telah sampai di restoran dan nampak sekali banyak pengunjung yang makan di restoran pada saat jam makan siang seperti ini.
"Kamu mau pesan apa Nania?" Tanya Kevin.
"Ehm, saya pesan nasi goreng special saja deh Pak."
"Baik, saya pesan itu juga."
Kevin pun memesan menu makanan dan minuman untuk mereka santap kepada pelayan di restoran itu. "Nan, pulang kerja nanti kamu biar saya yang antar ya." Tawar Kevin menatap Nania yang ada di hadapannya.
"Maaf Pak, tapi itu terlalu merepotkan, saya bisa pulang naik busway seperti biasa." Balas nya dengan senyum.
"Kamu tuh memang selalu mandiri ya dan apa adanya, saya tuh baru nemuin perempuan kayak kamu. Nania asal kamu tahu, itu buat saya semakin kagum sama kamu."
Kevin menatap kagum pada Nania, tentu saja Nania merasa seperti tersambar petir di siang bolong. Hatinya juga tidak bisa di bohongi kalau ia menyukai Kevin, apalagi saat Kevin berkata seperti itu.
"Pak Kevin bisa saja. Saya ini biasa saja lho Pak. Saya sama seperti perempuan pada umumnya." Nania berusaha bersikap biasa saja.
Perempuan mana yang tidak tertarik dengan pesona Kevin yang tampan di usia nya yang sekarang ini menginjak tiga puluh lima tahun.
"Pokoknya saya nanti akan antarkan kamu pulang, dan tidak ada penolakan." Tegas Kevin menatap Nania dalam.
"Hmm, baik Pak. Terima kasih" Balas Nania mau tidak mau ia mengiyakan permintaan bosnya.
"Permisi Tuan, ini pesanan nya." Pelayan itu meletakan piring dan juga gelas yang berisi hidangan makan siang mereka di atas meja.
"Terimakasih Mbak." Balas Nania yang selalu ramah pada siapapun. Lagi-lagi Kevin tersenyum sebelum mereka memulai makan siang nya.
Nania dan Kevin sering melakukan perjalan bisnis ke Luar Negeri maupun Luar Kota. Mereka berdua masih bersikap sewajarnya, meskipun dapat dilihat Kevin selalu memberikan perhatian pada Nania.
Setelah melewati waktu makan siang, mereka kembali berkutat pada pekerjaannya masing-masing. Nampak Kevin memimpin rapatnya sore ini sebelum waktunya pulang. Nania selalu berada di belakang Kevin selaku sekertarisnya.
Saat ini pukul lima sore mereka semua yang berada di gedung PT.Sunrise Textile perlahan berbondong-bondong keluar dari perusahaan. Nania pun sudah berada di basement lahan parkir mobil untuk pulang bersama Kevin.
"Ayo masuk, biar saya antar kamu pulang." Ajak Kevin yang masuk ke dalam mobilnya.
"Baik Pak." Nania juga ikut masuk ke dalam.
Kevin mengendarai mobilnya sendiri, ia jarang memakai supir. Hanya di waktu tertentu saja ia menggunakan supir. Bahkan jika ada pertemuan klien di luar kantor, Nania selalu bersedia menggantikan Kevin untuk menyetir mobilnya.
Sangat perempuan yang cekatan bukan, ia selalu mengerti apa yang atasannya sedang butuhkan. Terkadang Nania juga membereskan apa yang klien butuhkan padahal Kevin belum memberitahu nya. Otak Nania yang cerdas selalu bikin Kevin memukau.
"Bagaimana kalau kita pergi ke suatu tempat dulu?" Ajak Kevin.
Nania mengernyitkan keningnya. "Kita mau kemana Pak?"
"Kalau saya ajak kamu ke pantai sebentar, bagaimana?" Kevin menoleh melihat Nania lalu melihat lurus lagi ke depan karena sambil menyetir.
'Ada apa Pak Kevin mengajakku ke Pantai dulu?' Batin Nania.
"Itu terserah Pak Kevin saja. Jika ingin pergi kesana sebentar tidak apa." Nania berusaha senyum padahal dirinya masih bingung. Tidak seperti biasa nya Kevin mengajaknya pergi di luar jam kerja.
"Kalau kamu keberatan, saya langsung antar kamu pulang saja Nan."
"Nggak kok Pak. Saya tidak keberatan." Balas Nania.
"Baiklah kita kesana." Kevin tersenyum puas.
Ia menginjak pedal gas nya agak lebih cepat sedikit. Desiran suara ombak di pantai sudah terdengar saat mereka sudah tiba di sebuah parkiran di pinggir pantai.
"Ayo turun, kita kesana sebentar." Ajak Kevin melepaskan seatbeltnya.
"Hm iya Pak."
Mereka berdua berjalan di atas tumpukan pasir yang memenuhi pinggiran laut. Nania memegangi sepatu kerja di tangan kanannya. Kevin mengajak nya duduk di tepi pantai.
Udara yang dingin karena hari sudah gelap, tetapi langit malah menunjukan keindahan nya di iringi deru ombak yang membuat suasana hati siapa saja yang ada disana damai.
Ini adalah momen yang menguntungkan untuk Nania, karena sehabis bekerja ia bisa sedikit relax berada di pantai ini. Melepaskan sejenak penat yang ada di pikirannya.
'Sebenarnya Pak Kevin ingin apa mengajakku kesini, tapi malam ini indah sekali. Pantai ini membuat hatiku sedikit damai.'
'Kamu memang cantik banget Nania. Aku akan jadi orang yang beruntung jika bisa memilikimu.'
Kevin menatap Nania yang sedang menikmati pemandangan laut yang ada di depannya.
"Nania, apa kamu mempunyai kekasih?"
Ia pun menoleh ke Kevin. "Sa-saya Pak?" Tanya Nania, Kevin pun mengangguk.
"Saya tidak punya kekasih Pak. Memangnya kenapa Pak Kevin bertanya soal itu?"
Ini kesempatan Kevin untuk menyatakan perasaannya pada Nania. "Nania, saya sudah lama memendam perasaan ini. Aku menyukaimu Nania."
Wuussshh...
Seketika deru ombak nampak nyaring di telinga Nania saat Kevin mengutarakan perasaannya.
'Aduh bagaimana ini? Kenapa Pak Kevin malah menyatakan perasaannya. Aku harus bagaimana? Apa aku harus jujur juga dengan perasaanku, haduh mati aku.'
"A-apa Pak? Pak Kevin ta-tadi bilang apa?"
Saking bergetarnya hati Nania, ia sampai gugup menjawabnya. Jujur saja ini pertama kalinya ia mempunyai perasaan terhadap seseorang, dan orang itu pun memilik perasaan yang sama.
"Nania, aku barusan bilang. Aku menyukaimu." Kevin kembali menegaskan.
Denyut jantung Nania terus saja berdetak, ia bahkan berusaha menetralkan kegugupannya. "A-apa yang Pak Kevin telah katakan?"
Lagi-lagi Nania tidak bisa berekspresi dan menjawabnya. Ia menatap wajah Kevin dengan tatapan yang sulit di artikan. Wajah Nania begitu tegang dan matanya sulit untuk berkedip.
Kevin meraih tangan Nania, "Apa kamu gugup?" Tanya nya lembut.
'Astaga kenapa jadi seperti ini. Ibu apa yang harus aku lakukan sekarang di hadapannya.' Batin Nania meronta.
"Hei, Nania.." Kevin melambaikan tangannya di depan wajah Nania. Gadis itu pun tersadar.
"Are you okay Nania?" Tanyanya lagi.
"Ma-maaf Pak, sepertinya Pak Kevin salah bicara tadi. Bagaimana kalau kita pulang saja sekarang." Nania begitu gugup dan salah tingkah. Ia terlihat gerasak-gerusuk menenteng sepatunya dan berdiri.
Kevin ikut berdiri dan menarik tangan Nania, gadis itu pun yang hendak pergi merasakan tarikan lalu membalikan badannya. Kini posisi mereka saling berhadapan. Sangat dekat sampai tidak ada jarak.
Memandangi wajah Nania begitu dekat membuat hati Kevin bergetar. "Nania, apa yang aku katakan barusan adalah benar."
Saat itu juga Nania benar-benar malu. Ia tidak tahu harus menjawabnya apa. Ini kali pertamanya, ia bingung, rasa nya ingin senang tapi ia kembali tersadar bahwa yang ada di hadapannya adalah atasannya.
"A-aku__"
Nania dan Kevin sudah berada di dalam mobil saat ini, mereka melanjutkan perjalanan nya untuk pulang. Kevin mengantarkan Nania sampai di depan kontrakannya.
Gadis yang menjabat sebagai sekertarisnya itu tinggal sendiri di sebuah rumah kecil yang ia kontraki sudah lama. Nania melambaikan tangan nya dan tersenyum pada Kevin saat ia sudah turun dari mobilnya.
"Terimakasih karena sudah mengantarkan pulang malam ini." Nania tersenyum.
"Sama-sama, kalau begitu aku pulang dulu. Kamu masuklah ke dalam."
Kevin mengucapkannya pada Nania dari dalam mobil. "Kalau begitu hati-hati di jalan. Selamat malam."
"Hmm baiklah, selamat malam Nania."
Nania masuk ke dalam rumah dan Kevin juga sudah pergi. Begitu masuk ke dalam kamarnya, Nania merebahkan dirinya di atas tempat tidur yang berukuran single size.
"Apakah ini nyata? Apa ini hanya sebuah mimpi?"
Ia menatap langit-langit yang ada di kamarnya sambil mengingat kejadian beberapa menit lalu saat di pantai.
Flashback On
"A-aku benar-benar menyukaimu sudah lama Nania. Dengarkan apa yang aku ucapkan barusan itu semua jujur." Ucap Kevin kesekian kalinya meyakinkan Nania.
"Ta-tapi Pak, saya hanya perempuan biasa. Tidak mungkin anda mempunyai perasaan yang lebih pada saya." Nania melepaskan tangannya yang di genggam oleh Kevin.
Pria itu menatap Nania dengan tersenyum, "Lalu kalau aku menyukaimu, apa aku tidak boleh mengutarakannya? Pada kenyataannya aku memang menyukaimu, Nania."
"Maukah kamu menjadi kekasihku Nania?"
Kevin menggenggam kembali tangan Nania, ia sangat berharap sekali agar gadis yang sedang di tatapnya menerima pernyataan perasaannya.
"Sebenarnya, saya juga menyukai Pak Kevin sejak lama. Tetapi saya menganggap perasaan itu tidak nyata karena saya sadar akan diri saya, Pak." Nania mencoba memberanikan diri menatap Kevin. "Dan juga saya tidak menyangka jika anda akan mempunyai perasaan yang sama terhadap saya. Suatu kehormatan untuk saya."
Ia menundukan kepalanya seakan memberi hormat pada atasannya. Lalu ia kembali menatap Kevin. "Tapi ada kala nya Pak Kevin memikirkan kembali ucapan yang baru saja anda katakan. Mungkin itu salah Pak, maaf."
"Dimana letak kesalahannya? Tolong beritahu aku." Kini Kevin sudah bicara yang tidak formal lagi pada Nania.
"Apakah aku tidak pantas untukmu, Nania?"
"Bu-bukan begitu Pak Kevin, anda sudah salah paham. Justru saya yang seharusnya berkata seperti itu."
"Aku menyukaimu, tidak perduli kamu siapa dan berasal darimana. Maukah kamu menjadi kekasihku?"
Nania pun menganggukan kepalanya. "Terima kasih Nania."
Pria itu memeluk Nania begitu lama. Nania pun merasakan gugup yang luar biasa, ini kali pertama nya mempunyai seorang kekasih. Tidak ada yang sangka jika dirinya akan menjadi kekasih seorang pemimpin di Perusahaannya.
"Baiklah, mari kita pulang. Sekali lagi terima kasih Nania."
"Sama-sama Pak Kevin." Balas Nania yang masih canggung.
"Oh ayolah, jangan memanggilku dengan sebutan 'Pak' lagi Nania."
"Lalu saya harus memanggil anda apa Pak?"
Kevin menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Nania memang cerdas, tetapi soal urusan cinta ia terlalu kaku di mata Kevin. Tapi itulah yang di sukai olehnya. "Panggil saja Kevin, dan tidak perlu berbahasa yang formal lagi." Titahnya.
"Tapi itu menurut saya kurang sopan Pak, dan bagaimana kalau orang kantor tahu saya berbicara yang santai dengan anda." Tanya Nania.
Kini mereka berdua sambil berjalan di tepi pantai, Kevin mengenggam tangan Nania sambil berjalan. "Biarkan saja orang kantor tahu. Aku tidak mempermasalahkan itu."
"Saya sungkan jika seperti itu Pak."
"Baiklah jika kamu sungkan, kamu boleh bersikap formal hanya di kantor saja. Jika kita hanya berdua aku ingin kamu bersikap yang biasa saja padaku. Jangan memanggil ku dengan sebutan 'Pak' lagi dan juga jangan berbicara 'Saya' dan 'Anda' lagi."
Nania pun setuju dan menganggukan kepalanya. "Baiklah aku setuju Ke-Kevin."
"Nah, begitu aku lebih suka. Ayo kita makan malam dulu sebelum pulang." Ajak Kevin, dan mereka lalu makan malam sebelum pulang.
Flashback Of
Nania tersenyum sendiri di kamar, malam ini begitu indah. Momen yang tidak pernah ia alami selama hidupnya. Ternyata ini semua mampu membuat hatinya merasakan senang, seperti mendapat semangat baru dalam hidupnya.
...----------------...
Pagi menjelang terlihat Nania sudah rapih dengan setelah kemeja berwarna coklat muda dan juga rok span selutut berwarna hitam. Ia bercermin merias wajahnya sedikit agar terlihat fresh.
Kulitnya yang putih, hidungnya yang mancung. Serta bibirnya yang merah alami dan tubuhnya yang proposional dengan tinggi 168cm, membuat Nania seperti seorang yang terlahir dari bangsawan.
Ponsel yang berada di atas meja riasnya berdering. Terlihat nama Ibu berada di layar ponsel, Nania pun meraih benda pipih itu dan mengangkatnya.
"Halo Ibu, ada apa Bu?" Tanya Nania dengan lembut.
"Halo Nania, kamu harus kirimkan Ibu uang lagi. Pamanmu menagih hutang Ayahmu pada Ibu. Ibu tidak mempunyai uang." Jawab Yanti dari seberang sana.
Baru saja semalam ia merasakan kebahagian, kini ia harus merasakan sedikit kekecewaan pada hatinya. Berharap Ibu yang menelponnya sekarang menanyakan kabarnya. Tetapi sang Ibu malah selalu meminta uang padanya, lagi dan lagi.
"Ibu, maaf. Bukannya kemarin Nania sudah mengirimkan uang kepada Ibu?" Wajah Nania sedikit sendu.
"Hei, Nania! Kamu tidak mengerti kalau Ibumu ini tidak bekerja? Ibu sendirian di kampung. Apa Ibu harus menanggung hutang Ayahmu sendirian? Kau jadi anak jangan perhitungan ya sama orang tua sendiri." Ketus sang Ibu di pagi hari.
Mata Nania sudah berkaca-kaca dan air mata lolos begitu saja di pipi nya yang baru saja ia rias. "Maaf Bu, bukan begitu maksud Nania. Baiklah akan Nania kirimkan uangnya. Ibu perlu berapa uangnya? Aku tidak memiliki banyak uang, Bu."
"Ibu perlu 10 juta. Kirimkan pada Ibu hari ini, kalau bisa pagi ini juga." Titah Yanti.
"A-apa Bu? 10 juta? Ba-baiklah Bu. Nanti akan Nania kirimkan." Jawab Nania menahan tangisnya.
Tut..
Yanti memutus sambungan teleponnya begitu saja. Nania menangis tersedu-seduh. Semenjak kematian sang Ayah. Nania memutuskan merantau ke Jakarta untuk mencari pekerjaan sambil kuliah. Karena ia mendapatkan beasiswa kuliah di Jakarta.
Ibunya selalu meminta uang pada Nania, dimulai dari Nania yang bekerja paruh waktu saat kuliah. Bahkan sampai ia lulus pun Ibunya hanya tahu meminta uang. Tidak pernah datang ke Jakarta sekedar menengok dan tidak datang juga pada hari Wisudanya.
Semenjak kepergian sang Ayah, Ibu Nania berubah menjadi orang yang perhitungan dengan dirinya. Nania juga mempunyai seorang Kakak perempuan, tapi entah kenapa Kakaknya pergi meninggalkan ia dan Ibu saat sudah menikah dengan pria yang dia cintai.
Sekarang hanya Nania yang mampu menghidupi keluarganya. Tetapi ia tidak mendapatkan kasih sayang dari sang Ibu. Hanya Ayahnya dulu yang menyayangi Nania.
"Kamu harus semangat Nania.. Ayo, demi Ibu kamu pasti bisa!"
Nania menghapus bekas air matanya di pipi, lalu ia sedikit merapihkan penampilannya di depan kaca. Sesaatnya sampai di dekat area kantor. Nania menghampiri mesin Atm yang mempunyai logo lima kelopak bunga berwarna biru.
Ia memasukan kartu Atm nya pada mesin, lalu menekan kode pin untuk membukanya. Nania sejenak melihat saldo tabungan yang ia punya. Hanya tersisa dua belas juta saja.
Tanpa berpikir panjang yang sebenarnya ia meratapi isi saldonya, Nania mengirimkan uangnya kepada rekening Ibunya. Selesai mengirimkan uangnya ia tidak lupa memberitahu Ibunya lewat pesan di ponselnya.
"Ibu, Nania sudah mengirimkan uangnya."
Yanti yang di seberang sana membaca pesan dari Nania begitu senang. "Bagus, teruslah jadi anak yang selalu bisa Ibu andalkan. Ini memang sudah tugasmu." Tukasnya.
Bukannya membalas pesan masuk dari Nania, Yanti memilih langsung pergi keluar rumahnya untuk mengambil uang yang Nania transfer.
Sambil berjalan kaki memasuki gedung Sunrise Textile, Nania masih memikirkan nasib selanjutnya. Ia memang mendapatkan gaji dua puluh lima juta perbulannya. Tapi jika Ibunya selalu meminta uang padanya tanpa jeda. Ini akan membuat Nania kuwalahan.
"Uang yang di minta Ibu tidak pernah sedikit. Apa Ibu disana tidak memikirkan bagaimana aku bertahan hidup disini?" Nania berbicara sendiri di lorong kantor yang sepi.
Sebulan berlalu..
Nania sedang mengerjakan laporan di mejanya. Panggilan telepon di meja mengalihkan pandangannya dari layar PC.
"Halo, ada yang bisa Nania bantu?"
"Nania, bisakah kamu ke ruanganku sekarang?" Titah Kevin di panggilan itu.
"Ah baik Pak, saya segera kesana."
Panggilan itu pun terputus, Nania berdiri dan sedikit merapikan pakaiannya sebelum masuk ke dalam ruangan Kevin. Sekilas ia melihat wajahnya di pantulan cermin kecil yang ada di mejanya.
Seperti yang Nania bilang di awal, ia akan menjaga sikapnya saat di kantor. Karena ia tidak mau menautkan hubungannya dengan pekerjaan. Nania sudah berada di ambang pintu ruangan CEO. Ia mengetuk pintu itu dua kali.
Tok.. Tok..
Lalu Nania pun masuk ke dalam, "Ada yang bisa saya bantu Pak?" Tanya nya yang berada di hadapan Kevin.
"Kemarilah sayang, aku punya hadiah untukmu." Pinta Kevin yang masih duduk di kursi kebesarannya.
"Pak, ini di kantor. Saya mohon anda jangan memanggil seperti itu. Saya tidak ingin karyawan yang lain mendengarnya." Nania menampilkan raut wajah yang panik.
"Ayolah Nania, hanya ada kita berdua disini. Tidak ada orang lain, kamu bisa memanggilku seperti biasa saja."
Kevin berdiri dan mengajak Nania duduk di sofa yang ada disana. "Baiklah Kevin. Ada apa kamu memanggilku, dan hadiah apa yang kamu maksud?" Nania duduk berdampingan dengan Kevin.
"Taraaaa... Aku membeli ini untukmu." Kevin mengeluarkan sebuah kotak berukuran kecil dari dalam paperbag.
Nania menerimanya dan menatap kotak itu dengan seksama. "Apa ini Kevin? Kenapa kamu membelikan hadiah ini untukku?" Tanya nya.
"Kamu pantas mendapatkannya, Nania. Bukalah kotaknya." Ia tersenyum memandangi Nania.
Dengan perintah dari Kevin, Nania pun membuka kotak itu. Ia nampak mengernyitkan keningnya. "A-apa maksud nya ini Kevin?"
"Itu untukmu sayang."
"Tapi ini berlebihan Kevin, aku tidak bisa menerimanya." Nania memberikan kembali kotak hadiah itu pada Kevin. Hadiah yang berisi kunci mobil beserta buku kepemilikan lengkap dan juga kalung berlian yang sangat indah.
"Kamu selalu saja seperti ini, setiap aku memberikanmu sesuatu. Kamu selalu menolaknya. Kenapa Nania? Aku mohon terimalah ini." Pinta Kevin.
Pasalnya seminggu yang lalu Kevin membelikan Nania sebuah rumah. Tetapi ia menolaknya mentah-mentah. Karena Nania mencintai Kevin dengan tulus, bukan karena kekayaan yang di miliki prianya.
"Maaf Kevin, aku juga tidak bisa menerima ini. Ku mohon jangan memaksaku untuk menerimanya. Aku mencintaimu tulus, dan aku tidak memerlukan ini semua." Nania mengucapkannya dengan sangat lembut sambil menatap Kevin.
Mendengar kalimat yang Nania lontarkan, membuat Kevin semakin jatuh hati pada seorang gadis yang benar-benar cantik hatinya dan cantik parasnya, ya dia adalah Nania.
"Sayang, kamu selalu membuatku terlena akan kelembutan dan hatimu yang cantik. Tapi sekali ini saja aku mohon terimalah ini... Atau aku akan memecatmu!" Jelas Kevin yang sengaja menakut-nakuti Nania.
"Ta-tapi Kevin. Aku sedang tidak bercanda."
Pria itu berpura-pura serius untuk kali ini. Ia lalu beranjak dari sofa menuju kursi kebesarannya lagi.
"Kembalilah ke mejamu. Jika kamu ingin pergi dari kantor ini jangan ambil hadiah itu. Tapi jika kamu masih ingin bekerja disini. Terimalah kotak itu dan aku sedang tidak bercanda."
Kevin berbicara sambil menatap layar PC nya dengan serius. Nania yang mendengar kalimat itu hanya bisa mendengus pasrah. Apa lagi kali ini yang Kevin berikan padanya, mau tidak mau ia menerima kotak hadiah yang diberikan padanya. Karena Nania masih membutuhkan pekerjaannya.
"Baiklah, aku akan menerima ini. Tapi dengan satu syarat."
"Apa itu syaratnya?" Kevin menoleh ke arah Nania.
"Ini yang terakhir kamu memberikanku benda2 berharga ini. Aku tidak mau kedepannya kamu memberiku hadiah-hadiah lainnya. Karena aku juga tidak pernah memberimu apa-apa Kevin."
Nania mengucapkannya sambil menunjukan wajah yang merasa tidak bisa memberi hadiah mahal untuk Kevin.
"Aku tidak memerlukan apapun, hanya cukup kau disisiku." Kevin beranjak dari kursinya menghampiri Nania lagi.
"Nania, maukah kamu berjanji satu hal padaku?"
"Janji? Janji apa Kevin?" Ia juga berdiri dari sofa menghadap ke Kevin.
"Kelak apapun yang terjadi nantinya pada kita dan kamu mengetahui suatu hal. Aku harap kamu bisa mengerti dan terus bersamaku." Ia menggenggam tangan Nania.
"Apa maksud dari perkataanmu Kevin? Aku tidak mengerti apa maksudmu." Nania mengernyitkan kembali keningnya. Ia memang tidak mengerti maksud dari perkataan Kevin.
'Apapun yang terjadi? Mengetahui suatu hal? Sebenarnya apa yang Kevin sembunyikan padaku.' Batin Nania yang menatap Kevin dalam.
"Berjanjilah Nania."
"Maaf, aku tidak bisa menjanjikan apapun untukmu. Tapi perlu kamu tahu, selagi hubungan kita benar aku akan selalu menjaga hubungan kita." Jawab Nania dengan hati-hati.
Ia memang tidak ingin menjanjikan suatu hal yang faktanya ia belum ketahui dengan jelas. Maka dari itu Nania hanya bisa menjawab Kevin apa adanya.
"Terima kasih Nania. Aku menyayangimu." Kevin mencium kening Nania.
...----------------...
Siang ini Nania lebih memilih makan siang di kantin Perusahaan bersama teman kantor lainnya. Ia menikmati menu masakan yang disediakan pihak Perusahaan. Di sela makannya ponsel Nania bergetar dan menampilkan notifikasi pesan masuk di layarnya.
"Nania kamu harus kirimkan uang pada Ibu. Ibu membutuhkan uang 15 Juta untuk mencicil hutang Ayahmu pada Pamanmu."
Nania menghelakan nafas setelah membaca pesan dari Ibunya. Baru saja ia mendapatkan gaji bulan ini. Ibunya sudah meminta uang lagi dengan jumlah yang tidak sedikit. Juga selalu membawa nama mendiang Ayah nya untuk bayar hutang.
"Sebenarnya berapa hutang Ayah pada Paman. Kenapa Ibu selalu meminta uang dengan alasan membayar hutang." Nania bicara sendiri di sela makannya yang berhenti. Wajah Nania terlihat kusut.
"Ada apa Nania?" Tanya Amel.
"Ah tidak kok, bukan apa-apa Mel." Hanya tersenyum yang ia bisa berikan pada temannya untuk menutupi keadaannya.
Selesai makan siang Nania langsung menuju ruangannya. Meja kerja Nania berada di depan ruangan Kevin. Ia menduduki kursi nya dengan lemas.
"Kenapa Ibu hanya mengirimkan aku pesan hanya untuk meminta uang. Apa Ibu tidak pernah mengkhawatirkan aku, aku sehat ataupun sakit Ibu tidak pernah mau tahu. Huft"
Nania menopang dagu nya di atas mejanya. Tak lama Kevin datang dan berhenti di depannya tidak disadari oleh Nania.
"Ehemm.." Pria itu berdehem. Namun Nania tetap tak bergeming.
"Ehemm.. Ehm.." Kali ini ia berdehem dua kali dan berhasil membuyarkan lamunan Nania.
"Astaga Pak Kevin! Ma-maaf Pak. Apa anda memerlukan sesuatu?" Nania terlihat salah tingkah. "Tidak ada. Hanya saja saya melihat kamu seperti melamun. Apa ada masalah?"
Ia tidak mungkin menceritakan masalah kehidupannya pada Kevin. Ia tidak ingin orang lain merasakan iba pada dirinya. "Tidak ada Pak, semua baik-baik saja." Nania pun tersenyum.
"Benarkah?" Tanya Kevin dan Nania mengangguk tersenyum. "Ah iya Nania, mobilmu sudah ada di basement. Pulang nanti kamu bisa membawanya, ia di parkir di sebelah mobilku."
"Baik Pak, terima kasih banyak." Nania menundukkan kepalanya memberi hormat pada atasannya itu.
"Sama-sama Nania."
Hari sudah sore Nania bergegas untuk pulang. Kevin lebih dulu pergi ke basement, hal ini sengaja mereka lakukan agar orang lain tidak terlalu curiga jika memang mereka selalu pulang bersama.
Setelah berada di lahan parkiran Nania mengedarkan pandangannya menuju mobil Kevin. Karena Kevin bilang mobilnya ada di sebelah miliknya.
Mulut Nania menganga, kemudian menutup dengan satu tangannya. Ia tidak percaya apa yang ia lihat di hadapannya kali ini. Sebuah mobil sedan berwarna putih berlogo H ada di depannya. Ia menekan remot kunci nya untuk membuka pintu untuk memastikan kalau memang itu miliknya. Benar saja lampu mobil itu langsung berkedip dan bunyi beep dua kali.
Bagaimana bisa Kevin mengetahui jika mobil yang di berikan padanya adalah mobil impian Nania sedari dulu. "Astaga, apa aku sedang bermimpi?" Ia menepuk-nepuk pipinya dua kali.
"Bagaimana, kamu suka tidak?" Kevin tiba-tiba muncul di belakang Nania.
"Pak Kevin. I-ini mobil yang anda berikan untuk saya?" Tanya nya formal yang masih tidak percaya. "Ya, This is for you, Nania."
Nania masih diam saja, ia masih dalam perasaan yang sangat senang. Entah kenapa di balik kesedihan Nania, Tuhan juga selalu memberikan kejutan yang tak terduga untuknya.
"Ayo, kamu kendarai pulang dengan mobil itu Nania." Titah Kevin menuntun Nania masuk ke dalam mobil.
Sebelum tiba di teras kontrakan rumah Nania. Ia sempat berbicara sebentar pada Kevin di parkiran. Nania mengucapkan terima kasih atas mobil yang Kevin berikan. Kekasihnya bilang kalau mobil ini memang pantas untuknya sebagai apresiasi kinerjanya yang selalu perfect.
Beruntung lahan teras di rumah Nania itu cukup untuk satu unit mobil. Banyak pasang mata yang melihat Nania turun dari mobil mewahnya itu. Tetangga nya banyak yang memuji Nania. Dalam hatinya ia hanya bisa bersyukur dengan keadaannya yang sekarang.
Berharap semoga Tuhan memberikan jalan yang mudah dan juga takdir yang indah dalam hidupnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!