Seorang pemuda menggunakan topi caping berjalan menyusuri jalan desa , di desa kenanga yg berada di Kadipaten Pajang.
Nampak raut pemuda tampan itu berkerut melihat perkembangan desa yg sudah lama ditinggalkannya itu. Jalan-jalan terlihat ramai dilalui para penduduk yg berlalu lalang menuju tempat kerjanya masing-masing, ada yg ke sawah ada yg hendak pergi berdagang, bahkan tak jarang pula terlihat para penggembala yg sedang membawa ternaknya ke arah ara-ara yg berada di sebelah selatan desa itu.
Pemuda itu nampak menggenggam sebuah seruling di tangan kanannya sedang tangan kirinya memegangi sebuah buntelan yg dipikulkan ke atas pundaknya.
Ketika tiba di sebuah rumah yg agak besar dan di Pagar bambu agak tinggi, pemuda itu terlihat berhenti dan memandangi rumah itu agak lama. sepertinya ia sedang terkenang akan sesuatu atas rumah itu.
Wajah di balik topi caping itu kelihatan muram, ia segera melangkahkan kaki nya meninggalkan tempat itu dan menuju ke arah barat.
Setelah agak jauh berjalan ia mendapati daerah persawahan yg padinya sedang menguning, kembali pemuda itu memandangi sebuah gubuk sawah yg agak jauh ke tengah, sementara di dekat gubuk itu ada kali kecil yg melintasi dengan air yg cukup jernih.
Sesaat ia akan beranjak dari tempat itu dilihatnya dua orang gadis yg tengah berjalan menuju ke sawah dengan membawa makanan untuk para petani yg berada di sawah itu.
Terkesiap darah dari pemuda itu ketika berpapasan dengan dua orang gadis itu.
" Hehhmph, apakah itu Tara Rindayu, begitu cantik nya dia sekarang,!" desis pemuda itu.
Yang terus menatap gadis yg sedang lewat di sampingnya itu tanpa memperdulikan sang pemuda.
Ketika kedua gadis itu telah jauh berlalu dan masuk ke tanggul sawah, sang pemuda melanjutkan langkah kakinya meninggalkan tempat itu.
Dua kali kelokan ia lewati sampailah ia di depan sebuah rumah yg cukup megah di antara rumah-rumah yg lain, bahkan rumah itu memiliki gerbang dan halaman yg cukup luas dengan tanaman pohon mangga di kiri dan kanannya, ter lihat rumah itu layaknya sebuah rumah milik seorang Tumenggung, ya rumah itu milik seorang saudagar kaya yang bernama juragan Tarya , ayah dari Tara Rindayu yg di temui pemuda itu ketika berpapasan di sawah tadi.
Lama juga pemuda itu melihat rumah itu, setelah ada orang yg keluar dari dalam rumah itu, sang pemuda melanjutkan kembali langkah kaki nya terus menuju barat kemudian berbelok ke arah utara, sehingga ia memasuki daerah pategalan yg mengarah ke sebuah hutan di utara desa itu.
Langkah kaki pemuda itu terhenti ketika melihat sebuah rumah kecil yg kurang pantas untuk di sebut sebagai rumah melainkan gubuk, sementara di kiri dan kanan jalan kecil menuju rumah tersebut terdapat tanaman singkong dan ketela rambat.
Agak lama si pemuda berada di depan pintu itu, seolah ragu untuk masuk , ia masih berpikir mungkinkah orang yg akan di datanginya itu masih ada.
Karena terlihat dari keadaan gubuk atau rumah itu tampak sudah tidak terurus , namun ia masih berkeyakinan bahwa orangnya masih ada setelah melihat tanaman yg berada di tempat itu.
Setelah agak lama mematung ia kemudian memberanikan diri memanggil si pemilik rumah,
" Assalamualaikum, mbok, mbok, mbok, apakah mbok rondo ada,?' terdengar kata-kata keluar dari mulut si pemuda.
Keadaan hening tidak ada jawaban, kembali si pemuda memanggil,
" Assalamualaikum , mbok, mbok ,mbok rondo, ini aku mbok,,!" agak keras pemuda itu memanggil.
Namun tidak ada jawaban, dengan agak ragu sang pemuda men dorong daun pintu perlahan.
" Kreeeikk," bunyi daun pintu ketika di dorong sang pemuda, alangkah ter kejut nya si pemuda melihat rumah atau gubuk itu kosong tanpa penghuni.
" Hehh, kemana kah mbok rondo, apakah ia tidak berada di sini dan siapa yg menanam tanaman itu kalau bukan dia,!" pikir si pemuda.
Kemudian si pemuda langsung keluar dari gubuk itu dan duduk di luar, ia menunggu kedatangan dari si pemilik rumah itu.
Namun sampai malam menjelang si pemilik rumah tidak juga kembali.
Akhir nya si pemuda yg tiada lain adalah Raka Senggani ber malam di tempat itu, di rumah yg cukup jauh dari rumah-rumah yg lain yg berada di desa kenanga itu.
Untuk sekedar mengganjal perut nya , Raka Senggani mencabut sebatang pohon singkong dan kemudian mem bakarnya.
Malam itu Raka Senggani makan dengan singkong bakar , setelah larut malam barulah ia masuk ke dalam rumah untuk tidur .
Pagi-pagi sekali Raka Senggani bangun dan menuju sendang yg berada di sebelah barat tempat itu, ia kemudian membersihkan tubuhnya dan mengambil air wudhu.
Setelah terdengar sayup-sayup suara azan di kejauhan ia kemudian melakukan sholat subuh di gubuk mbok rondo itu.
Selanjut nya, Raka Senggani melakukan latihan gerakan silat yg telah di pelajari nya.
Ketika hari telah terang Raka Senggani kemudian keluar dari rumah mbok rondo itu menuju ke pasar desa yg berada tepat di tengah desa kenanga itu.
Dari pasar desa kenanga , Raka Senggani mendengar kabar bahwa Tara Rindayu akan menikah sehabis panen mungkin sekira satu atau dua purnama lagi. Hati Raka Senggani berdesir men dengar berita itu , meski ia baru melihat kembali Wajah dari putri juragan Tarya itu kemarin, namun rasa rasa nya ia tidak terima kalau Tara Rindayu segera menikah.
" Sungguh beruntung yg dapat bersanding dengan Tara Rindayu itu, selain cantik , ia pun sangat baik,!" kata Raka Senggani di dalam hati.
Karena tujuan Raka Senggani sesungguhnya ingin mencari tahu tentang ke beradaan dari si mbok rondo, maka ia terus saja berkeliling di pasar itu sampai ia ber temu dengan seseorang yg dikenalnya, yaitu seorang pande besi bernama ki lamiran.
Meski Ki lamiran telah nampak berumur, tetapi Raka Senggani masih mengenalinya, karena dulu ia dan mbok rondo sering singgah di tempat itu hanya sekedar memesan pacul ataupun pisau panjang.
Setelah dekat dengan ki lamiran maka Raka Senggani pun berkata karena melihat orang tua itu tengah duduk mengaso tidak dalam bekerja.
" Ki, ki Lamiran mengenal ku,?" tanya nya kepada pande besi desa kenanga itu.
Orang tua yg bernama ki Lamiran itu lama menatap wajah Raka Senggani yg bertanya kepada nya itu.
Setelah beberapa kali mengucek ucek mata nya, Ki Lamiran kemudian berkata,
" Bukan kah angger ini adalah,... angger,..., bukan ,,,kah angger ini angger, ...angger Seng,... ,alah, angger Sengg,...gani, !" ucap Ki Lamiran setelah ber hasil mengingat wajah dari Raka Senggani itu.
" Ahh, ternyata ki Lamiran masih mengingat ku, syukurlah,!" ucap Raka Senggani.
" Sini ngger, mari duduk di sini,!" ajak ki Lamiran untuk duduk di dekatnya.
Kemudian Raka Senggani melangkah mendekati tempat duduk Ki Lamiran dan lantas duduk di dekat ki Lamiran.
" Oaalah ngger , sudah besar sekarang , di mana saja selama ini,?" tanya Ki Lamiran sambil memeluk tubuh Raka Senggani.
" Panjang cerita nya Ki, namun sebelum Ku jawab pertanyaan dari Ki Lamiran itu, Ku ingin mengajukan satu pertanyaan, kemana mbok rondo sekarang,?" tanya Raka Senggani kepada pande besi Ki Lamiran itu.
" Hehh, mbakyu rondo telah lama pindah dari desa kenanga ini, ia ikut anak semata wayang nya ke desa pucatan, dekat Kotaraja demak,!" jelas Ki Lamiran.
" Jadi si mbok rondo telah pindah toh, jadi siapa yg menanam tanaman yg di dekat rumahnya itu,?" tanya Raka Senggani yg heran mendengar cerita dari Ki Lamiran itu.
Pembicaraan keduanya ter henti setelah ada seseorang yg sedang melihat dagangan dari Ki Lamiran itu.
" Ki , yang ini berapa harga nya, ?" tanya seorang gadis yg tiada lain adalah Tara Rindayu sambil mengangkat sebuah pisau kecil.
" Yang itu murah den ayu,!" jawab Ki Lamiran.
Sebelum Tara Rindayu bertanya lagi ki Lamiran malah yg bertanya,
" Apakah den ayu tidak mengenal teman ku ini,?": tanya nya sambil menunjuk ke arah Raka Senggani yg nampak salah tingkah di tatap seorang perempuan cantik yg dahulunya adalah temannya itu.
Setelah lama melihat pemuda yg berada di samping Ki Lamiran itu, terlihat kepala Tara Rindayu menggeleng dan berkata,
" Maaf ki, aku tidak mengenalnya,!" jawab Tara Rindayu yg terus memandangi wajah Raka Senggani.
" Ahh, masak den ayu tidak mengenal nya bukan kah ia adalah teman sepermainan den ayu sewaktu kecil,!' seru Ki Lamiran.
" Hehh, berarti ia kakang Senggani, !" teriak Tara Rindayu dan langsung datang memeluk pemuda yg ada di hadapan nya itu, ia segera mengingat kenangan di masa kecil nya cuma akrab dengan Raka Senggani sebagai teman nya yg lelaki. Jadi begitu disebutkan oleh Ki Lamiran teman nya sewaktu kecil, Tara Rindayu langsung menebak bahwa pemuda itu adalah Raka Senggani.
Mendapatkan pelukan tiba-tiba dari seorang perempuan, apalagi cantik membuat Raka Senggani gelagapan dan berusaha melepaskan pelukan dari Tara Rindayu itu. Karena sesungguhnya Raka Senggani tahu bahwa perempuan yg memeluknya itu sudah bertunangan dan sebentar lagi akan melangsungkan pernikahan. Jadi agak tabu rasanya memeluk tunangan orang, pikir Raka Senggani yg kemudian berhasil melepaskan pelukan Tara Rindayu itu.
" Wah kakang, Senggani kemana saja selama ini, hilang tanpa ada kabar beritanya, dan baru kali ini muncul di sini,?" tanya Tara Rindayu sambil tetap menggenggam tangan dari Raka Senggani.
Kedua nya langsung mengobrol, saat seperti mereka masih kecil , yg sangat akrab karena keluarga dari Raka Senggani dahulu nya cukup ter pandang di desa kenanga itu, sayang ketika datang nya bencana itu mengubah jalan hidup Raka Senggani yg harus pergi meningggalkan desa itu.
" Ndayu, kudengar dari beberapa orang, sebentar lagi kau akan menikah dengan siapa,..?" tanya Raka Senggani.
" Benar kakang Senggani, kakang sih tidak pernah muncul jadi aku ke buru menikah dengan lelaki lain bukan nya dengan kakang,,!" kelakar Tara Rindayu dengan wajah ter senyum dan membuat jantung Raka Senggani berdenyut kencang.
Benar ucapan mu itu Rindayu, ternyata aku terlambat datangnya sehingga kembang desa kenanga segera di petik orang, kata hati Raka Senggani
" Jadi kakang Senggani dimana tinggal nya sekarang ini,?" tanya Tara Rindayu setelah melepaskan pelukannya.
" Ehh, anu, aku tinggal di tempat mbok rondo,!'' jawab Raka Senggani tergagap karena lamunannya tadi.
" Hei, bukankah rumah mbok rondo sudah lama kosong, apakah kakang Senggani tidak takut tinggal di sana , banyak orang yg mengatakan tempat itu sekarang ini jadi wingit,!'' ucap Tara Rindayu yg menunjukkan mimik ketakutan.
" Ahh, semua tempat di dunia ini bisa jadi wingit jika kita mewingitkan, sekarang tergantung kepada kitanya sendiri, apakah akan tetap pada hal-hal yg tidak masuk akal atau tetap teguh kepada sang Maha pencipta,!" jelas Raka Senggani.
" Wah kakang Senggani sekarang seperti seorang sunan yg tinggi ilmu agamanya, hebat,!" kata Tara Rindayu .
" Ah tidak juga, karena demikianlah yg di ajarkan oleh guru ku,,!" jawab Raka Senggani.
" Nanti main ke rumah kakang Senggani, karena romo saat ini banyak membutuhkan tenaga untuk membantu nya,!" kata Tara Rindayu.
" Iya nanti jika ada kesempatan,!" jawab Raka Senggani.
" Mari kakang, ndayu harus segera pulang sebelum tengah hari,!" kata Tara Rindayu yg akan segera berlalu setelah menerima pesanan beberapa buah pisau dari Ki Lamiran.
" Banyak sekali den ayu pisau yg di beli , Apakah untuk acara hajatan juragan Tarya,?" tanya Ki Lamiran sambil menyerahkan beberapa buah pisau kepada Tara Rindayu.
" Mungkin ki, ini memang pesanan Romo, mari ki, kakang Senggani,!" kata Tara Rindayu sambil berlalu dari tempat itu.
" Mariii,!" jawab kedua orang itu.
Setelah kepergian Tara Rindayu dari tempat itu kembali Ki Lamiran bertanya kepada Raka Senggani.
" Benarkah angger Senggani tinggal di gubuk mbok rondo,?" tanya nya kepada Raka Senggani.
" Demikian lah ki, setelah sampai di sini aku langsung ke rumah mbok rondo, tetapi tidak ada orangnya,walaupun ku tunggu sampai malam namun beliau tetap tidak datang cuma perasaan Ku mengatakan bahwa beliau ada karena pategalan itu penuh dengan tanaman,!" jawab Raka Senggani.
" Kalau begitu ngger, nanti malam angger Senggani tinggal saja di tempat ku, karena saat ini pun aki tinggal sendiri tanpa seorang kawan, kalau angger ber sedia tentu banyak yg akan aki ceritakan kepadamu ngger,!" ucap Ki Lamiran.
" Baik lah nanti malam aku akan ke tempat Ki Lamiran,!" jawab Raka Senggani.
Kemudian Raka Senggani membantu ki Lamiran mengerjakan tempahan wesi untuk di berbagai macam perkakas, dari pacul, pisau, bahkan tombak.
Menjelang sore kedua nya kembali ke tempat tinggal ki Lamiran yg berada agak di tepi desa Kenanga.
Sehingga suasana di sana tampak sepi dan menenangkan
Ketika masuk maghrib, maka Raka Senggani segera melakukan sholat maghrib seperti yg biasa dilakukannya saat masih berguru.
Selepas menunaikan ibadah sholat kemudian Ki Lamiran mengajak Raka Senggani untuk bersantap malam.
Di sela sela itu keduanya terlibat perbincangan hangat,
" Sungguh ngger biasa nya gubukku sunyi, karena aki memang tinggal sendiri, begitu angger Senggani ada terasa hidup kembali, gubukku ini!" ujar ki Lamiran
" Apakah anak Ki Lamiran tidak ada yg mau tinggal di sini,?" tanya Raka Senggani kepada Ki Lamiran.
" Tidak, tidak ada yg mau mereka semua ingin menetap di tempat yg ramai seperti kota, sedang di sini sunyi kata mereka,!" jawab Ki Lamiran,sambil memasukkan nasi ke dalam mulutnya.
" Ku lihat angger Senggani saat ini telah banyak berubah, selain dulu meninggal kan desa ini memang masih kecil, namun satu yg jadi pertanyaan aki, ....?" ucap Ki Lamiran sambil terus menyuapi mulutnya dengan makanan sehingga terputus kata-katanya.
" Apa yg ingin Ki Lamiran tanyakan,?" tanya Raka Senggani.
" Itu lho ngger, kelihatan nya angger saat ini taat beribadah yg bagi sebahagian besar orang di sini masih sangat jarang dilakukan karena masih terikat pada tradisi lama, peninggalan kerajaan Majapahit, yaitu tradisi ajaran hindu,!" ucap Ki Lamiran.
" Oh masalah itu, karena memang guru ku mengajarkan demikian Ki, bahwa Alam mayapada ini ada penciptanya termasuk juga kita, jadi sepantas nyalah kita mengucapkan syukurr serta tunduk kepada Sang Maha pencipta, Maha segala-galanya, tidak ada di antara kita ini yg lepas dari pengamatannya,!" jelas Raka Senggani.
" Ohh, begitu ya Ngger,!'' seru Ki Lamiran.
" Demikian lah guru Ku mengajarkan kepadaku, Ki!" tukas Raka Senggani
" Oh ya Ki Lamiran, jadi siapakah yg telah menanami pategalan mbok rondo itu sehingga banyak tanaman nya,?" tanya Raka Senggani kepada Ki Lamiran
" Sebenarnya yg menanami pategalan mbok rondo adalah aki sendiri,!" jawab Ki Lamiran.
" Kok bisa, Ki Lamiran yg merawat tanaman itu,?" tanya Raka Senggani.
" Sebelum mbok rondo pergi di bawa anak nya, ia meminta kepada penduduk desa kenanga untuk menjaga rumah dan tanamannya, namun tidak ada yg ber sedia karena rata-rata mereka sibuk dengan sawah nya masing-masing, jadi mbok rondo menawarkan kepada Ku sambil berpesan untuk menyerahkan nya kepada mu jika kembali nantinya, oleh sebab itu ketika aki bertemu denganmu, aki amat senang sekali karena amanat mbok rondo berhasil aki penuhi,!" jelas Ki Lamiran.
" Begitukah pesan mbok rondo, bukankah aku hanya anak angkatnya, dan mengapa lahan pategalan yg cukup luas itu diserahkannya kepada ku,?'' tanya Raka Senggani yg heran dengan sikap dari ibu angkatnya itu.
" Wah kalau masalah itu aki tidak tahu, sementara anaknya pun mengiyakan dan tidak ber keinginan kembali kemari,!" jawab Ki Lamiran.
" Anehh,!" desis Raka Senggani.
" Ya mungkin tidak aneh mengingat mbok rondo teramat sayang kepada Angger Senggani bahkan yg jadi dukun beranaknya ibu dari angger Senggani adalah mbok rondo,!" jelas Ki Lamiran lagi.
" Senggani tahu akan hal itu tetapi apakah dengan memberikan hartanya kepada Senggani , itu yg masih sulit untuk di mengerti,?" ucap Raka Senggani.
Lama kedua nya terdiam, larut dalam lamunannya masing-masing.
Adalah Ki Lamiran yg kemudian bertanya lagi,
" Apakah angger Senggani tidak melihat bahwa den ayu suka kepada angger,?" tanya Ki Lamiran.
" Hehh, bagaimana mungkin ia suka kepada ku, Ki,?" kata Raka Senggani balik ber tanya.
" Karena dari dulu, den ayu sering bertanya kepada aki tentang keberadaan angger Senggani , namun karena memang aki tidak tahu, ya , aki jawab tidak tahu, tetapi dari pertanyaan nya itu mengandung kerinduan terhadap angger Senggani,!" jawab Ki Lamiran.
" Rindu belum tentu suka sebagai lawan jenis, mungkin ia rindu kepada lku karena dianggapnya sebagai teman saja tidak lebih dari itu,!" ungkap Raka Senggani.
" Tidak Ngger, aki kan sudah tua tentu sudah paham jika seseorang itu suka sebagai sahabat atau suka sebagai pacar,!" jelas Ki Lamiran lagi.
" Ahh, Ki Lamiran jangan mengada-ada, buktinya Tara Rindayu sebentar lagi akan menikah,!" kata Raka Senggani.
" Pernikahan den ayu kan karena perjodohan , selain usia den ayu sudah lebih dari cukup untuk menikah adalah putra demang muncar yg kesengsem setelah melihat putri Juragan Tarya itu ketika mereka ber kunjung kemari,!" jelas Ki Lamiran.
" Jadi calon suami dari Tara Rindayu itu anak demang muncar, Ki,?" tanya Raka Senggani.
" Iya , nama nya Bajang wunut, mungkin sesuai namanya, tubuhnya agak kecil,!" jawab Ki Lamiran.
" Oh ya Ki, kapan di langsung kan pernikahan mereka,,?" tanya Raka Senggani.
" Sehabis panen tahu ini, nampaknya juragan Tarya akan menghelatnya dengan besar-besaran, karena selain tanggap an nya Wayang semalam suntuk, ia juga akan memotong tiga ekor sapi dan seekor kerbau,!" kata Ki Lamiran.
" Pesta besar itu, Ki,!"seru Raka Senggani
" Ya memang besar, mungkin kalau untuk satu desa kenanga ini, satu ekor sapi pun sudah cukup, teta sampai tiga ekor di tambah lagi kerbau tentu itu suatu hajatan yg besar,!" Ki Lamiran ber kata
" Angger Senggani apakah akan menetap kembali di sini,?" tanya Ki Lamiran mengalih kan pembicaraan.
" Senggani belum tahu Ki, mungkin iya, mungkin juga tidak, namun yg jelas Senggani harus menemukan pembunuh kedua orang tua Senggani itu,!'' ucap Raka Senggani dengan suara bergetar.
Ki Lamiran agak ter kejut mendengar ucapan dari Raka Senggani itu dan ia pun menyesal telah mempertanyakan hal yg telah membangkitkan luka lama di hati Raka Senggani itu.
Raka Senggani membayangkan kejadian yg hampir sepuluh tahun berlalu, serasa masih baru terjadi nya.
Wajah tampan pemuda itu berubah mendung ketika mengenang kembali kejadian yg sudah lama berlalu itu.
" Maaf Ngger, bukan maksud a,...!" ucap Ki Lamiran lagi.
Belum habis ucapan itu , Raka Senggani langsung memotong nya,
" Tidak apa -apa , Ki, mudah mudahan Romo dan biyung tenang di alamnya sana," kata Raka Senggani kepada Ki Lamiran.
" Syukurlah Ngger, mudah mudahan demikianlah keadaannya," ungkap Ki Lamiran itu.
" Angger Senggani jangan terlalu dibawa perasaan balas dendam nanti, karena setiap kejahatan pasti akan ada balasan nya, !" ucap Ki Lamiran dengan sareh.
" Benar ucapanmu itu Ki, oleh sebab itu Senggani terus berusaha mendekatkan kepada Sang pencipta apabila perasaan itu datang, hanya kepadanyalah Senggani bisa mengadukan semua masalah, termasuk disaat perasaan ini harus menemukan orang yg telah membunuh kedua orangtuaku itu,!" jelas Raka Senggani.
" Syukur lah kalau angger bisa mengerti, seperti yg angger ucapkan tadi bahwa kita ini adalah makhluk ciptaan dari Sang maha pencipta, jadi segala sesuatunya telah digariskan olehnya,?" nasehat dari Ki Lamiran.
Raka Senggani mengangguk-anggukkan kepalanya, ia memang terkadang tidak mampu menahan kesabarannya jika mengenang nasib yg telah menimpa kedua orangtuanya itu, meski gurunya telah berulangkali mengingatkannya.
Mungkin karena darah mudanya yg masih meledak-ledak ditambah kesengsaraan yg telah menimpanya.
Terkadang ia berkata sendiri apakah salah dan dosanya sehingga nasibnya seburuk itu , namun ketika ia mengingat ucapan yg sering di dengarnya dari gurunya itu seperti yg baru diucapkan oleh Ki Lamiran, bahwa nasib seseorang itu telah digariskan oleh yg Maha kuasa, maka hatinya kembali luluh.
Malam itu sampai jauh malam Raka Senggani berbicara dengan Ki Lamiran, sang pande besi dari desa kenanga itu teramat senang atas kehadiran dari Raka Senggani. Karena walaupun masih berusia muda Senggani enak untuk di ajak bicara dalam semua hal termasuk masalah Kerajaan Demak yg masih berusia muda.
Dan ketika ayam jantan berkokok di pagi harinya kedua orang itu pun terjaga meski mereka baru saja memicing kan matanya.
Seperti biasa Raka Senggani segera melaksanakan sholat subuh, dan setelah terang tanah keduanya berjalan ke pategalan milik mbok rondo itu.
Di sana mereka membersihkan rerumputan yg banyak menjadi gulma di kebun singkong dan ketela rambat itu.
Karena hari itu tidak hari pasaran, sehingga Ki Lamiran tidak berdagang jualan dan tidak pula menerima pesanan orang, sehingga ia bebas berada di pategalan itu.
" Ki sejak kapan aki menjadi pemilik pategalan ini,?" tanya Raka Senggani kepada Ki Lamiran.
" Wah sudah cukup lama ngger, mungkin tidak lama ketika angger Senggani meninggalkan kampung ini,!" jawab Ki Lamiran sambil mengayunkan paculnya.
" Sudah cukup lama ya, Ki,!" seru Raka Senggani.
" Demikianlah ngger, berkat pategalan ini aki sangat terbantu meski tidak memiliki sawah sebelumnya, sebab hasilnya cukup untuk kebutuhan hidup sehari-hari bahkan terkadang lebih, sehingga sedikit demi sedikit dari kelebihan hasil pategalan ini akhirnya aki dapat membeli sepetak sawah meski tidak luas,!" jelas Ki Lamiran.
" Jadi siapa yg mengerjai sawah aki itu,?" tanya Raka Senggani.
" Sawah itu aki serahkan pengerjaan kepada adik aki, dan hasilnya terserah dia, kalau hasilnya lumayan, aki di baginya dan kalau sedikit, ya untuk dia maklum ia masih memiliki anak-anak yg masih kecil.,!" jelas Ki Lamiran lagi.
Sampai tengah hari keduanya sibuk membersihkan tanaman dari rerumputan liar itu.
Dan ketika saatnya untuk shalat zuhur, Raka Senggani pamit kepada Ki Lamiran untuk sekedar membersihkan diri di sebuah sendang di ujung pategalan itu dan berbatas langsung dengan sebuah hutan.
Sementara Ki Lamiran segera beristrahat di gubuk mbok rondo itu.
Raka Senggani dengan cepat mencapai sendang yg dahulu sering di kunjungi nya ketika masih bersama mbok rondo.
Dan ia pun sangat hafal jalannya meski hampir sepuluh tahun ditinggalkan nya.
Ketika sampai di tempat itu ia segera mandi dan membersihkan tubuhnya.
Akan tetapi ketika ia akan selesai mandi didengarnya dua orang yg sedang bercakap-cakap sedang menuju ke tempat itu.
Pangraita Raka Senggani segera bekerja, siapakah kedua orang itu yg tampaknya baru keluar dari hutan..
Dengan sigap Raka Senggani segera bergegas dari tempat itu dan mencari tempat persembunyian. Untuk melihat siapakah kedua orang itu.
Setelah mendapatkan tempat yg baik, akhirnya Raka Senggani mendengarkan pembicaraan kedua orang tersebut.
" Kang , tampaknya Ki lurah menginginkan puteri dari Juragan Tarya Itu,!" kata seorang yg bertubuh agak kurus dan berkepala agak botak.
" Ahh, yg benar, masak Ki Lurah menginginkan kembang desa kenanga itu,?" tanya seorang yg berbadan besar dan gemuk dengan kumis melintang.
Keduanya asyik mengobrol sambil buang hajat.
Raka Senggani yg memperhatikan dari sebuah cabang pohon yg rimbun , cukup terkejut mendengarnya.
" Tetapi sebentar lagi kembang desa kenanga itu akan menikah,!" seru Orang yg berbadan besar dengan kumis melintang itu.
" Iya, memang kembang desa kenanga itu telah bertunangan dengan anak demang muncar yg bernama Bajang wunut,!" kata si kurus itu.
" Kira-kira apa yg akan di lakukan Ki lurah untuk mendapatkan kembang desa itu,?" tanya yg berbadan gemuk.
" Kata Ki Lurah, ia akan menculik kembang desa itu pas saat pernikahan nya,!" jawab si kurus lagi.
" Hehh, bukankah itu sebentar lagi,!" seru yg berbadan gemuk sambil membersihkan kotorannya.
" Ya kang, berarti kita akan mendapatkan tugas yg cukup berat, yaitu menculik anak juragan Tarya itu,?" ujar si kurus.
" Ya mau dikata apa, sedangkan Ki Lurah memang doyan daun muda dan lagi pun ilmu Ki Lurah cukup tinggi mana berani kita menentang perintah nya,!" jelas si badan gemuk.
" Kasihan juga anak juragan Tarya itu, ya kang,,!" kata si kurus.
" Kenapa kasihan, ?" tanya temannya itu.
" Ya kasihan toh Kang, nanti di malam pengantinnya akan bertemu dengan ki Lurah, apa tidak mati ketakutan ketika melihat tampang Ki lurah itu,!" jelas si kurus.
" Ahh, bukan urusan kita, yg penting Ki Lurah tetap mau membagi hasil,!" ungkap yg berbadan gemuk.
" Membagi anak juragan Tarya maksud kakang,?" tanya yg kurus
" Ahh, kau ini terlalu lugu atau terlalu dungu, ya membagi hasil rampok kan,lah, bukan membagi kembang desa kenanga itu,!" jawab yg gemuk.
Keduanya segera naik ke atas dan pergi dari tempat itu masuk lagi ke dalam hutan.
" Hemmph, nampaknya mereka adalah para perampok, dan kali ini akan merampok rumah juragan SuTarya itu, dan pemimpinnya berkeinginan juga untuk mengambil Tara Rindayu,!" pikir Raka Senggani.
Ia kemudian meninggalkan tempat itu menuju ke gubuk mbok rondo.
Setibanya disana, Raka Senggani melihat Ki Lamiran telah meneruskan kerjanya lagi.Sedangkan Raka Senggani menunaikan ibadah, baru setelahnya ikut membantu Ki Lamiran.
Mereka berdua kemudian kembali ke rumah Ki Lamiran sesaat mentari beranjak keperaduannya.
Setelah melakukan rutinitas, Raka Senggani menemani Ki Lamiran untuk makan malam.
" Ki ,apakah desa kenanga ini dalam keadaan aman,?" tanya Raka Senggani kepada Ki Lamiran.
" Hehh , kenapa angger menanyakan hal itu,?" Ki Lamiran malah balik bertanya.
" Begini Ki, tadi saat di sendang tanpa sengaja, Senggani menjumpai dua orang yg sepertinya bukan dari desa kenanga ini,!" jelas Raka Senggani.
" Bagaimana tampang mereka,?" tanya Ki Lamiran.
" Yg satu agak kurus dengan rambut hampir botak, sedang yg satunya lagi besar ,gemuk dengan kumis melintang,!" jawab Raka Senggani.
" Wah , mereka itu begal dari Gunung Tidar dengan pemimpinnya bernama Singo lorok,!" jelas Ki Lamiran.
" Darimana aki tahu, ?" tanya Raka Senggani.
" Karena menurut ciri-ciri yg Angger sebutkan tadi adalah dua orang pembantu Singo lorok, yg kurus bernama Oyot metu, dan satunya lagi, Lembu ijo,!" jawab Ki Lamiran.
" Apa kepentingan mereka atas desa kenanga ini, Ki,?" tanya Raka Senggani lagi.
" Yang jelas, mereka mengincar harta dari orang-orang kaya ditempat ini ditambah lagi , Singo lorok menyenangi gadis-gadis muda yg cantik akan dijadikan sebagai gendhak nya,!" kata Ki Lamiran lagi
" Berarti ada ke mungkinan rumah juragan Tarya akan mereka satroni, Ki,?" tanya Raka Senggani lagi.
" Benar kata mu ngger, kalau mereka mengincar rumah juragan Tarya tentu mereka akan mendapatkan dua hal sekaligus,!" seru Ki Lamiran.
" Sepertinya memang begitu Ki, dari percakapan yg Senggani dengar bahwa Singo lorok itu memang menginginkan Tara Rindayu,!" ucap Raka Senggani lagi.
" Angger Senggani harus memberitahukan den ayu tentang hal ini, supaya mereka bisa berjaga-jaga,!" ujar Ki Lamiran.
Ketika ki Lamiran menyebutkan hal itu kepada Raka Senggani, pemuda langsung terdiam, ia terbayang masa-masa yg lalu disaat ia masih berteman dengan Tara Rindayu kecil, ada sesuatu yg menggores hatinya kepada kedua orangtua dari Tara Rindayu itu.
" Ngger, jangan terlalu memendam dendam di dada nanti dunia ini jadi sempit, saran aki, segeralah ke rumah den ayu dan beritahukanlah, bahwa ada bahaya yg sedang mengancam mereka,!" tukas Ki Lamiran dengan nada menasehati.
" Ahh, entahlah Ki, rasanya kejadian baru kemarin terjadinya, dan rasanya sakit, Ki , !'' ucap Raka Senggani lirih.
" Ngger, ksatria sejati sesungguhnya adalah bagi mereka yg mampu mengekang hawa nafsunya bukan karena tinggi ilmu kanuragan atau silat nya, karena jika mereka memilki ilmu yg tinggi tetapi tidak mampu mengekang hawa nafsunya, kejadiannya seperti pemimpin perampok asal gunung tidar itu,!" kata Ki Lamiran dengan sareh.
" Lagipun, mungkin Juragan Tarya tidak akan mengenal angger Senggani,!" kata Ki Lamiran.
" Bukan begitu Ki, ketika Senggani melihatnya nanti rasa sakit di hati ini tentu akan kembali keluar, !" ungkap Raka Senggani.
" Wah bagaimana kalau angger Senggani berJodoh dengan den ayu, tentu angger harus berhadapan dengan juragan Tarya sebagai mertua yg akan menikahkan anaknya itu,!" seloroh Ki Lamiran sambil tersenyum.
" Ahh, Tara Rindayu bukan jodoh Senggani melainkan Jodoh anak demang muncar,!" jawab Raka Senggani.
" Semisalnya den ayu tidak jadi menikah dengan Bajang wunut dan menikah dengan angger, bagaimana coba,!" seru Ki Lamiran lagi.
" Itu tidak mungkin , Ki,!" sergah Raka Senggani agak keras.
Ki Lamiran terdiam, ia tidak berani lagi berseloroh tentang Tara Rindayu kepada Raka Senggani.
Lama keduanya larut dengan lamunan nya masing-masing.
Memang sulit bagi Raka Senggani untuk memaafkan sikap juragan Tarya waktu itu, meski kejadiannya telah lama ber lalu.
Sementara gurunya berpesan seperti yg di ucapkan oleh Ki Lamiran, jangan menyimpan dendam terlalu lama. Nanti dunia menjadi sempit.
Sedangkan bagi Ki Lamiran sendiri, berita bahwa Rampok asal Gunung Tidar itu akan menjadikan rumah juragan Tarya sebagai sasarannya, hal itu mesti di cegah. Dengan memberita kan secepatnya berita itu kepada Juragan Tarya.
Malam terasa cepat berlalu tidak terasa pagi hari telah menjelang.
Seperti biasa kedua nya berjalan menuju Pategalan lagi.
Namun kali ini Raka Senggani berniat menyusuri hutan yg ada di ujung desa kenanga itu.
Setelah matahari naik, Raka Senggani pun berjalan ke arah sendang, ketika sampai di tempat itu, ia terus melanjutkan langkah nya masuk ke dalam hutan
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!