NovelToon NovelToon

AKU YANG KAU SAKITI

Awal kehancuran

Aneh, tidak biasanya ponsel Mas Angga dia biarkan diatas nakas seperti ini. Mas Angga selalu membawa ponsel nya kemanapun dia pergi walau ke kamar mandi sekalipun.

Jujur selama ini aku tak pernah curiga kepada mas Angga. Begitu banyak hal penting yang harus aku pikirkan dan lakukan dari pada berpikir negatif tentang suamiku.

Drrrrttt.. panggilan WA masuk. Aku melihat nama 'Rayhan' yang tertera di layar ponsel.

Aku memanggil Mas Angga yang sedang mandi.

"Mas... Ada telepon".

"Apa Na?" Jawab Mas Angga tidak mendengar apa yang aku katakan. Mungkin ribut dengan suara keran air.

Aku melihat ponselnya sudah tidak bergetar lagi. Kuputuskan memberitahunya setelah dia selesai mandi.

Saat ingin berdiri dari tempat tidur, tiba tiba ada pesan WA masuk. Lagi lagi dari kontak yang bernama 'Rayhan', ku raih ponselnya yang berada diatas nakas samping tempat tidur.

Pesan pertama isinya hanya [Mas].

Aku hanya melihatnya, tak perlu membuka ponsel mas Angga karena pemberitahuannya muncul. Aku mulai penasaran, dan membuka ponsel Mas Angga. Terlihat kontak yang bernama Rayhan sedang mengetik pesan. [Aku harus bagaimana?]. Pesan selanjutnya [Aku hamil mas!]

Deggh!

Seperti petir yang menyambar. Dadaku langsung sesak.

Tapi aku berusaha menguasai diriku, dan berpikir positif.

'Ah mungkin hanya teman yang iseng bercanda dengan mas Angga. Lagian namanya Rayhan'. Batinku, berusaha menenangkan diri sendiri.

Aku beranikan diri membalas pesan wa dari kontak yang bernama Rayhan ini, [Maksudnya?] Balasku mengetik dengan tangan yang bergetar, dan langsung mengirimkan balasan.

[Iya mas Angga... aku hamil anakmu. Anak kita!]

[Apa yang harus aku katakan kepada orang tuaku?]

[Bagaimana dengan sekolahku?]

Degghh!!

Otakku berusaha mencerna maksud pembicaraan ini. Hilang sudah pikiran positif yang berusaha aku bangun sejak tadi. Hatiku sakit.

'Siapa kontak yang bernama Rayhan ini? Dia hamil anak Mas Angga? Masih anak sekolahan juga? Arrgghh' batinku berkecamuk.

Tiba tiba Mas Angga keluar dari kamar mandi dengan handuk yang melilit di pinggangnya. Tingginya 170cm, dengan berat badan yang proporsional dan ototnya yang seperti roti sobek.

Aku langsung terpana dibuatnya. Rasanya tidak pantas seorang mas Angga bersanding dengan dengan isteri sepertiku yang berwajah kusam dengan lemak yang menutupi beberapa bagian tubuhku.

Aku sangat minder pada suamiku sendiri. Kami memang jarang melakukan hubungan suami isteri.

Aku bahkan tidak berani untuk memulainya duluan. Kami melakukannya saat Mas Angga benar benar menginginkannya.

Bukan benar benar menginginkanku dalam arti sebenarnya, tapi seperti hanya sebagai sarana untuk menyalurkan hasrat kejantanannya.

Setelah itu hubungan kami menjadi dingin lagi. Tidak ada perbincangan yang romantis, apalagi kecupan atau pelukan mesra. Entah sejak kapan hubungan kami seperti ini.

Apakah karena aku sudah tidak menarik lagi.

Ya, semenjak hamil dan melahirkan aku memang lalai merawat diriku..

Semua pekerjaan di rumah mertua ini aku yang melakukannya. Dari mulai menyapu, mengepel, memasak, mencuci, menyetrika sampai merawat nenek mas Angga aku yang lakukan sendiri. Ditambah lagi sambil merawat anak, dan tentu saja mengurus segala keperluan suamiku.

Aku tidak punya waktu dan tenaga lagi untuk bersantai santai sekedar melakukan perawatan wajah dan memanjakan tubuh lainnya. Ditambah lagi aku juga tidak punya uang, untuk membeli semua produk kecantikan yang tentunya semuanya butuh uang.

Sesaat aku lupa akan inti permasalahan yang terjadi saat ini. Yaaa hanya sesaat karena Mas Angga tiba tiba keluar kamar mandi dan terkejut melihat aku sedang memegang ponsel nya saat ini.

"Reyna... Kenapa kau memegang ponselku?!!"

Kata Mas Angga, menyadarkanku dari lamunan ini.

"Ma... Mas" jawabku terbata bata.

"Reyna, siapa yang memberikanmu izin memegang ponselku" mas Angga menatapku dengan marah, sambil merampas ponsel dalam genggamanku.

"I, izin Mas? Aku... Aku.." tak bisa berkata kata lagi.

Aneh, harusnya dalam situasi ini aku yang harus marah dan menginterogasinya tentang pesan wa yang masuk ini.

"Jadi kamu sudah mulai periksa-periksa ponselku ya?! Kamu sudah mulai jadi isteri yang paranoid tau ngga!.." mas Angga berkata dengan suara menekan.

Aku belum selesai bicara, tapi mas Angga sudah menyudutkan aku. Dengan takut aku menjawab "ada pesan masuk mas, dari Rayhan" jawabku pelan.

Mas Angga langsung melihat ponselnya, tanpa menjawabku. Dengan cepat mas Angga langsung mengambil baju ganti yang sudah aku siapkan, dan memakai pakaian di kamar mandi.

"Mas, siapa Rayhan?" Kataku dengan pelan, berusaha sekuat tenaga untuk tetap tenang agar dapat mengontrol diriku.

"Jawab Mas... kenapa dia mengirim pesan seperti itu?"

Mas Angga keluar dari kamar mandi. Dia menatapku dengan kesal. "Kamu tidak usah ikut campur urusanku!"

"Apa kamu bilang mas?.. Tidak usah ikut campur?... Kamu suamiku mas!" Jawabku sambil menarik lengan baju Mas Angga, kerena Mas Angga bergegas untuk pergi.

"Kamu selingkuh Mas?!" Kataku dengan suara yang meninggi.

Plaakk!

Tamparan Mas Angga mendarat di pipi kiriku.

"Pelankan suaramu! Kamu bisa mempermalukan keluargaku dihadapan tentangga!"

"Apa kamu bilang? Di saat ini masih sempatnya kamu memikirkan tanggapan tetangga?! Kamu tidak memikirkan perasaanku Mas?"

Selama menjadi isteri Mas Angga, aku mengabdikan seluruh hidupku padanya.

Saat melahirkan aku memutuskan berhenti dari pekerjaanku di perusahaan Pembiayaan. Ku relakan karirku demi keluarga. Mengurus suami dan keluarganya, merawat nenek Mas Angga yang sudah mulai pikun serta merawat anakku Ziva menjadi pekerjaanku sehari hari. Aku tak pernah mengeluh walau tubuh ini letih. Belum lagi perlakuan kasar yang sering aku terima dari ibu mertua dan adik iparku, mereka sering merendahkanku karena sekarang aku tidak lagi bekerja seakan menjadi benalu untuk suamiku, ditambah wajah kusam dan bentuk tubuh yang membesar dan tidak seindah waktu gadis dulu.

Selama ini aku tidak menghiraukan perbuatan ibu mertua dan adik iparku, karena kurasa ini bentuk pengabdianku pada suami yang aku cintai. Kupikir semua keluarga pasti punya masalah dan cobaannya masing masing, dan inilah yang menjadi masalah keluargaku.

Besar harapanku suatu saat nanti kami akan punya rumah sendiri, yang di dalamnya hanya ada suami dan anak anakku. Pikirku, aku hanya perlu bersabar.

Aku tidak pernah mengatakan semuanya pada Mas Angga, karena setiap pulang kerja Dia terlihat capek. Aku tidak mau menambah beban pikiran Mas Angga. Jadi aku tidak pernah mengeluhkan dan mengadukan apapun.

'Bodoh' mungkin itu kata yang tepat untuk menggambarkan diriku. Tak tahan lagi, air mataku jatuh. Bukan hanya karena sakit di pipi karena tamparan Mas Angga, Tapi sakit dihati ini karena sikap dan perbuatan Mas Angga.

Tanpa menghiraukan aku dia langsung keluar entah pergi kemana.

"Mas... Mas Angga, tunggu!" Aku berteriak berusaha menghentikannya dan meminta penjelesan tentang semua ini.

Tanpa menoleh lagi, Mas Angga langsung pergi dengan mobilnya, entah kemana. Meninggalkanku dengan perasaan sedih bercampur dengan bingung tanpa penjelasan apapun.

Hinaan dari ibu mertua dan adik ipar

"Mas, Mas Angga tunggu!"

Aku berteriak mencoba menghentikan Mas Angga.

"Apa yang kamu lakukan hah?! Sudah malam teriak teriak seperti orang gila!"

Ibu mertua keluar dari dalam kamar sambil menarik lenganku.

"Kamu tidak tahu malu ya?! Kamu kira ini hutan? Apa kata tetangga nanti?!"

Fani adik Mas Angga turun dari lantai dua. "Ada apa ini ribut ribut Bu?"​

"Ini nih kakak ipar kamu yang jelek, teriak teriak sama Mas mu". Jawab ibu mertua.

​"Lagi kesurupan kali bu. Hahahaha" Sambung Fani asal.

"Kalau kesurupan lihat lihat tempat dong. Pergi ke kuburan sana! Jangan dirumahku!"

"Mana ada kesurupan lihat lihat tempat. Hahaha. Ibu ini ada ada aja!" Sambung Fani.​

"Oh ya, Mba Na-Nah, jangan lupa ya baju seragamku disetrika, besok pagi mau aku pakai ke sekolah. Setrika yang rapi, jangan sampai ada yang kusut!"

Ucap Fani dengan suara lembut yang dibuat buat.

"Duhh, kamu itu memang cocok jadi babu saja! Percuma punya kulit putih, tapi wajah kusam, dan tubuh kayak karung beras.. belum lagi bau badan kamu. Ihhh, amit amit. Malu maluin aja kamu jadi isterinya Angga."

Ucap ibu mertua dengan judes dan senyum cemooh tanpa memperdulikan perasaanku.

"Hahaha. Ibu ini bisa aja." Timpal Fani.

"Kalau aku jadi mas Angga, sudah aku tinggalin isteri kayak gini Bu. Hihihi.." Ucap Fani semakin menambah cuka di luka ku.

"Hehh... Dengar ya, kalau suami kamu keluar rumah itu di doakan, bukan diteriaki kayak maling saja si Angga! Aku tak rela anakku diteriaki seperti maling!" Kata ibu mertua dengan sewot.

Mereka kemudian saling merangkul dan balik kanan siap siap kembali ke kamar masing masing.

"Untung saja masakannya enak enak, ditambah lagi bisa diharapkan untuk mengurus rumah dan mengurus nenekmu yang gila itu."

"Hush Bu, gitu gitu Nenek Mina nenek aku juga kan, dan nenek adalah wanita yang melahirkan Ayah, suami Ibu!" Jawab Fani.

"Tapi benar kata mama, jelek jelek gitu Mbak Bau Nanah itu masih ada gunanya di rumah ini. Kita juga tidak perlu repot repot bayar pembantu dan pengasuh buat nenek kan!?"

"Ssst... Pelankan suara kamu, nanti si bau Nanah besar kepala, terus dia pikir sangat dibutuhkan di rumah ini." Ucap ibu mertua.

'Ya Tuhan, apa salahku pada mereka? Tega sekali mereka padaku!' Aku masih bisa mendengar perkataan mereka dengan jelas dari tempatku berdiri.

Aku hanya menangis sambil menunduk mendengar semua hinaan mereka. Aku memang sudah biasa dihina dan direndahkan oleh ibu dan anak ini, tapi tetap saja hatiku sakit ketika mereka melakukannya. Belum lagi tamparan dari Mas Angga yang masih terasa sakit menembus jantungku.

Selama menikah dengan mas Angga dan tinggal di rumah ini aku tidak pernah merugikan hidup mereka. Setiap hari aku melayani mereka seperti babu di rumah ini. Hinaan dan cercaan selalu aku terima dari ibu mertua dan adik iparku. Tidak peduli apapun yang aku lakukan di rumah ini, aku selalu saja salah di mata mereka.

Padahal saat aku masih bekerja dulu, aku sering memberikan uang jajan kepada Fani dan sedikit tambahan uang belanja untuk ibu mertua.

Dulunya rumah ini memang punya pembantu yang mengurus rumah, memasak, sekaligus merawat nenek Mina. Tapi setelah aku berhenti bekerja, mereka memecat pembantu dan menyuruhku menggantikan semua pekerjaan di rumah ini.

Aku bangun jam 4 subuh. Saat semua orang masih di alam mimpi, aku sudah bangun membersihkan rumah yang besar ini sendirian dan menyiapkan sarapan sebelum jam setengah 7 pagi.

Setelah Mas Angga berangkat ke kantor, Ayah mertua ke kampus karena beliau adalah dosen di Universitas ternama di kotaku, Fani ke sekolah, ibu mertua juga keluar entah pergi kemana sekedar berkumpul bersama teman-teman sosialita nya atau teman teman arisannya, atau pergi ke rumah saudaranya, atau sekedar jalan jalan karena tidak betah tinggal di rumah seharian.

Ibu mertua akan pulang saat jam makan siang atau sebelum Fani pulang sekolah jam setengah tiga.

Setelah mereka semua keluar rumah, pekerjaanku tidak serta merta berakhir. Aku yang tentunya seorang ibu harus mengurus anakku dan juga mengurus nenek Mina yang sudah mulai pikun. Menyuapi nenek Mina makan, memandikan serta membersihkan kotorannya kulakukan setiap hari tanpa mengeluh dan merasa jijik.

Setelah itu akan memasak untuk makan siang dan makan malam. Aku akan beristirahat sebentar untuk makan dan setelah itu lanjut mencuci dan menyetrika baju seisi rumah. Sambil terus mengurus Ziva dan nenek Mina. Setelah Mas Angga pulang kerja, aku akan melayani segala keperluannya.

Apa salahku pada mereka!? Aku hanya berusaha menjadi isteri dan menantu yang baik di rumah ini. Kenapa aku selalu dihina dan direndahkan oleh Ibu dan Fani?

Salahku karena tidak merawat diriku dengan baik. Setiap selesai bekerja, nafsu makanku menjadi sangat besar, mungkin karena aku selalu makan terlambat dan membuatku kelaparan sampai kadang menghabiskan 2 piring nasi. Pikirku aku juga harus makan yang banyak supaya kuat melakukan semua pekerjaan di rumah ini.

Selama ini kupikir mas Angga tidak pernah keberatan dengan bobot tubuhku. Yang terpenting aku melayani semua kebutuhan yang dia perlukan dengan baik. Sebelum pergi ke kantor aku pastikan suamiku sarapan dan menyiapkan pakaian kantor yang sudah disetrika dengan rapi. Sepulang kerja aku juga memastikan makanan tersedia diatas meja dan menyiapkan baju ganti serta memastikan rumah dan kamar yang bersih dan rapi agar nyaman untuk Mas Angga beristirahat.

Mas Angga tidak pernah mengeluhkan apapun soal tubuhku. Tapi Dia juga tidak pernah memujiku untuk semua hal yang aku lakukan untuknya.

Aku segera tersadar dari lamunanku karena mendengar suara tangisan dari anakku. Aku bergegas kembali ke kamar yang ada di lantai dua. Ternyata Ziva terbangun dari tidur karena ngompol di celana. Aku segera mengganti celananya dan menidurkan Dia kembali.

Ziva anakku yang cantik. Saat ini dia berusia dua setengah tahun. Sejak umur satu tahun setengah Ziva sudah tidak lagi memakai popok. Dia sedang aktif aktifnya bermain dan mencari tahu tentang hal-hal yang ada disekitarnya.

Kulitnya yang putih seperti aku, tapi hidungnya yang mancung dan seluruh wajahnya mirip Mas Angga, membuat Ziva terlihat sangat cantik.

Rambutnya sangat tebal, membuat Ziva terlihat seperti boneka Jepang. Kalau keluar rumah atau jalan jalan ke mall, orang orang yang melihatnya pasti akan mengelus pipi dan memuji akan kecantikan anakku ini.

Untung saja Ziva anak yang manis dan tidak rewel. Dia seakan sangat mengerti keadaan ibunya. Jika aku bekerja di luar kamar, Ziva akan bermain di sekitarku. Cukup menaruh boneka dan mainan anak anak lainnya Dia akan bermain dengan tenang. Hanya sesekali Dia akan bertingkah itupun kalau Dia sudah bosan atau mengantuk.

Ternyata Rayhan itu Raya

Aku sangat bersyukur mempunyai Putri seperti Ziva. Semua lelahku akan terbayar dengan kebahagiaan hanya dengan melihat anakku yang sedang tertidur lelap. Kuciumi seluruh wajahnya. Aku berhenti karena Ziva mengerang kecil karena merasa terganggu dengan perbuatanku.

'Ah anakku, kamu alasan terbesar yang membuat Mama bertahan menjalani hidup ini!' suaraku pelan, agar Ziva tidak terganggu.

Aku melihat jam di dinding, ternyata sudah jam sepuluh, sudah satu jam Mas Angga keluar rumah entah kemana. Aku sudah berusaha meneleponnya beberapa kali tapi tidak diangkat, aku juga mengirimkan pesan via WA tapi pesannya hanya dibaca dan tidak dibalas.

Tanpa sadar aku mulai tertidur. Mengantuk dan capek. Memang biasanya aku sudah tidur jam segini, karena setiap hari aku bangun jam 4 pagi.

Jam 12 malam lewat 5 menit Mas Angga baru pulang, aku terbangun karena suara mobil yang masuk halaman rumah. Aku tahu Mas Angga yang datang. Siapa lagi yang datang selarut ini kalau bukan Mas Angga. Ayah, Ibu Mertua dan Fani sudah tidur di kamar mereka masing masing.

Kreek!

Suara pintu kamar dibuka. Aku berpura pura tidur dan menutup mataku. Mas Angga menepuk nepuk pelan lenganku "Na...Reyna Kamu sudah tidur? Aku Mau bicara sama kamu."

Aku membuka mataku "Ya Mas?" Aku berusaha bangun dan duduk diatas tempat tidur.

"Aku ingin mengatakan sesuatu" jawab Mas Angga dengan pelan.

Kulihat wajahnya sangat tegang, sambil terus menyisir rambutnya dengan tangan ke belakang.

"Iya Mas, Mau bicara apa?" Jawabku dengan lembut dan dengan sedikit senyum yang kupaksakan, karena masih mengingat kejadian tadi.

"Sebelumnya aku mau minta maaf karena menamparmu tadi." Jawab mas Angga sambil menunduk. Kulihat ada penyesalan di wajahnya.

Ya, selama berpacaran dan menikah Mas Angga tidak pernah berkata kasar padaku, apalagi berbuat kasar. Aku tahu Mas Angga pria yang baik. Itulah yang membuat aku jatuh cinta padanya, selain karena ketampanannya.

"Aku juga minta maaf, karena sudah menuduh kamu selingkuh Mas." Jawabku.

Mas Angg tidak menjawab, Dia hanya menghembuskan nafas panjang dengan kasar.

Sesaat kami hanya terdiam sambil saling menatap.

"Kamu tidak salah Reyna." Kata mas Angga sambil melihat kesembarang tempat. Berusaha menghindari tatapanku. Dia seakan takut menatap mataku.

"Aku memang berselingkuh!"

Deeeghh!

Rasanya jantung ini benar benar berhenti berdetak mendengar pengakuan Mas Angga.

Aku langsung berdiri sambil menatap suamiku. Aku menggelengkan kepala, tidak percaya.

Tidak. Ini hanya mimpi. Tidak mungkin suami yang aku cintai tega mengkhianatiku. Aku berharap ini tidak benar, hanya prank dari suamiku agar aku memperbaiki diri, dan menguruskan badanku seperti masih gadis dulu.

'Ya aku akan melakukannya, menguruskan badanku seperti gadis dulu asalkan semua ini tidak benar!' batinku coba berontak.

"Dan sekarang Raya sedang mengandung." Sambung Mas Angga, sambil menunduk.

Hatiku semakin perih seperti tercabik cabik.

Sakit!

Sakit sekali mendengar langsung pengakuan dari suamiku. 'Oh Tuhan, inikah rasanya dikhianati?!' Batinku. 'Jadi kontak di WA mas Angga yang bernama 'Rayhan' itu Raya?'

Tapi Raya? Sepertinya aku pernah mendengar nama itu. Sontak aku bertanya pada Mas Angga.

"Raya? Raya siapa mas?" Mataku mulai panas, sepanas hatiku.

"I, iya Raya." jawab mas Angga dengan terbata bata.

"Ka, kamu mengenalnya. Dia teman sekolah Fani yang sering datang ke rumah ini." ucap mas Angga dengan pelan dan hati hati.

Degh! Ternyata benar dugaanku Raya yang dimaksud mas Angga adalah teman Fani yang sering datang kemari.

Aku tahu Raya. Dia teman sekolah Fani yang sering datang ke rumah ini. Dia dan Fani sering membuat rumah berantakan, bungkusan plastik bekas cemilan yang mereka makan selalu hanya ditaruh asal diatas meja ruang televisi sehabis nonton Drama Korea. Padahal disudut ruangan sudah disediakan tempat sampah. Mereka akan kembali ke kamar tanpa membereskan sampah yang mereka buat.

Baru baru ini, kira kira tiga hari yang lalu mereka bermain masak masakan ala ala Chef. Katanya mereka mau membuat Tteokbokki, makanan khas korea. Tapi alhasil mereka hanya memporak porandakan dapur. Dapur seperti tempat habis perang, atau habis genjatan senjata. Tepung disana sini belum lagi plastik plastik dan kulit telur yang berserakan. Pinggangku sampai sakit membersihkan noda saos tomat yang tepental ke dinding dapur. Ya, namanya juga anak sekolahan, mereka masih labil dan mencari jati diri. Mungkin karena masih muda dan terlalu di manja oleh orangtuanya, sehingga mereka sering berbuat seenaknya.

Teman Fani memang cantik. Masih muda. Rambutnya panjang, kulitnya putih bersih dan tubuhnya yang langsing membuat Raya disukai banyak laki laki di sekolahnya. 'Ya, laki-laki di sekolahnya atau dimana saja. Asal bukan suamiku! Kenapa harus suamiku?' air mata ini tak kuasa jatuh.

"Na..Reyna..." suara Mas Angga membuatku tersadar dari lamunanku tentang Raya. Aku menatap wajah mas Angga.

"Benar Mas kamu berselingkuh dengan Raya teman Fani!?" Dengan air mata yang jatuh dipipiku, Aku menatap Mas Angga dengan pandangan mengiba. Berharap bahwa semua ini tidak benar.

"Itu tidak benar kan Mas?!"

"Kamu hanya mengujiku kan?"

"Kamu mau aku kurus,hhmm?? Ya, aku akan diet supaya bisa langsing seperti Raya" Kataku dengan antusias penuh harap.

"Maafkan aku Reyna." Ucap mas Angga, sekali lagi dia meminta maaf. Hanya itu yang bisa Mas Angga katakan untuk menjawab pertanyaanku.

"Kenapa Mas? Kenapa kamu tega menduakan aku?!" Aku mulai berbicara dan kehilangan kontrol.

"Kenapa kamu berselingkuh? Apa kurangku!?" Aku tersungkur di lantai dan menangis sejadi-jadinya.

"Ssssst... Pelankan suaramu Reyna. Seisi rumah bisa terbangun mendengar suaramu." Ucap mas Angga sambil berjongkok di depanku.

"Maafkan aku Na, tapi aku juga lelaki normal. Aku butuh wanita yang bisa menyenangkanku." Dia memberi alasan atas perbuatan bejatnya.

"Kenapa mas? Kenapa kamu tega padaku?" Kataku dengan pelan sambil terisak, seperti berkata pada diri sendiri.

"Apakah karena aku sudah gemuk? Aku sudah tidak menarik lagi dimatamu?"

"Tapi aku melahirkan anakmu Mas! Aku mengurus keluargamu sampai lupa mengurus tubuhku sendiri! Hiiiks.." kataku sambil terisak.

Sejenak kami berdua terdiam tenggelam dengan pikiran masing masing.

"Tadi aku bertemu dengan orang tuanya..." kata Mas Angga membuka percakapan.

"Aku akan menikahi Raya! poligami tidak dilarang oleh agama." kata mas Angga dengan mantap.

"Tapi pernikahan itu harus atas izin isteri pertama, Mas! Aku tak mengizinkan!" Biar saja mas Angga menganggapku egois.

"Apakah aku sakit, sehingga tidak bisa melayanimu?"

"Apakah aku tidak bisa memberikanmu keturunan? Jawab Mas!" Kataku dengan suara meninggi.

"Aku tetap akan menikahinya secara sirih. Kamu tetap isteri pertamaku!"

"Kamu dan Ziva bisa tinggal di rumah ini dengan nyaman."

Apa Mas Angga sudah gila? Dia pikir aku akan tetap tinggal di rumah ini sebagai pembantu, mengurus keluarganya, sementara dia asik tidur dengan gundiknya?!

​Aku kembali menangis sejadi-jadinya.

Aku masih terus menangis sambil tersungkur dan menghadap lantai.

"Kenapa Mas? Kenapa?" Kataku dengan suara lemah.

"Maafkan aku... Aku, hanya tidak mencintaimu lagi." Jawab Mas Angga dengan suara yang pelan sambil menundukkan kepalanya. Ya sangat pelan, tapi masih bisa terdengar dengan jelas ditelingaku.

Degh!

Aku langsung berdiri, mengumpulkan semua kekuatanku. Aku menghapus air mataku, dan menatapnya dengan lekat.

Tak pernah menyangka suami yang aku cintai dan hormati ternyata tidak menginginkan aku lagi! Cintanya yang pernah Dia ucapkan padaku sudah hilang entah kemana.

Tiga tahun lebih Aku bertahan tinggal di rumah ini seperti pembantu, dengan segala hinaan dari ibu mertua dan adik ipar semua karena Mas Angga. Kulakukan semuanya dengan ikhlas karena cintaku dan pengabdianku pada suamiku.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!