NovelToon NovelToon

KEKASIH BAYANGAN

BAB 1. HANA

Seperti sudah menjadi kebiasaan bagi Hana, berdiri di depan kaca nako kamarnya. Kamar yang cukup luas, hanya ada meja dan kursi dan satu ranjang serta TV LCD yang menempel di dinding kamarnya. Seperti sore ini. Hanya dengan menarik tirai jendelanya Hana sudah bisa melihat halaman dan jalan raya. Ada hal yang menarik untuk Hana saat ini nampak anak-anak kecil tengah bermain di halaman rumah, sembari sesekali bersenda gurau. Ini lah yang membuat Hana betah di kamarnya saat melihat beberapa anak berkumpul setiap sore di halaman.

Seperti sore ini, senyum Hana terlukis begitu saja saat melihat beberapa anak kecil sedang berkelahi memperebutkan bola plastik yang tak sengaja mereka temukan, masih dengan senyumnya. Hana sedikit berjingkit saat mendengar suara sang Ibu memanggil.

"Hana ... "panggil Ibu dari ruang tengah.

"Keluarlah Nak, jangan kau mengurung diri di kamar terus," kembali terdengar suara Ibu memanggilnya.

Tak ada jawaban yang terdengar dari sang pemilik nama. "Hana ... "ini untuk yang ke dua kali Bu Rima memanggil. Namun, masih belum juga terdengar sahutan dari sang pemilik nama. Hening hingga beberapa saat. Ternyata sang pemilik nama masih terdiam menatap ke halaman rumah melalui jendela kamar.

Nampak, tersenyum sendiri ketika melihat beberapa anak kecil sedang berkelahi berebut bola plastik yang mereka temukan dan saling beradu mulut.

Sudah dua kali Bu Rima memanggil tetapi tak ada sahutan dari anak gadisnya. "Hana sayang," kini Bu Rima memanggil di depan pintu kamar dan berjalan masuk dalam kamar. "Jangan biasakan melamun tak baik Hana! keluarlah dari kamar dan duduk bersama kami," ucap Ibu sembari memeluk Hana.

"Sudahlah, Bu. Hana merasa nyaman saja jika berada di kamar," ucap Hana menimpali. Mendengar jawaban Hana sesaat Bu Rima menatap Hana dengan heran. Kemudian hanya menggelengkan kepalanya. "Jangan biasakan seperti ini Nak, tak baik," ucap Bu Rima sembari berjalan keluar.

Melihat anaknya lebih menyukai mengurung diri di kamar sang Ibu sedikit merasa khawatir. Langkahnya terhenti saat anak laki-lakinya menegur sembari memeluk Bu Rima. "Ada apa Bu?" tanya Suga pelan.

Bu Rima diam tak menjawab pertanyaan sang anak lelakinya, tapi tatapannya tertuju pada kamar anak gadisnya. Kemudian Bu Rima hanya menghembuskan napasnya dengan berat.

"Adikmu," ucap Bu Rima lirih.

Seketika terdengar tawa dari sang anak laki-laki. "Ibu jangan berpikiran aneh-aneh dengan adik. Hana sudah terbiasa seperti itu!" ucap Suga membela adik perempuannya.

"Tapi, Suga! Ibu juga ingin melihat adikmu sekedar keluar dari kamar atau sekedar duduk dengan Ibu di ruang tengah, Ibu juga khawatir usianya juga sudah dewasa, sudah dua puluh tahun Suga!!"

Mendengar ucapan sang Ibu, kini Suga semakin tertawa terbahak. "Memang jika adik sudah dewasa terus ... "belum selesai Suga berucap kini sang ibu langsung menimpali.

"Setidaknya adikmu itu sudah memiliki pacar Suga," ucap Ibu.

Masih terdengar keributan di ruang tengah, antara Ibu dan anak laki-lakinya, tetapi Hana yang menjadi perdebatan mereka masih saja tenang dan berdiri di depan jendela kamarnya tanpa menghiraukan keributan di ruang tengah.

Sudah mendekati jam makan malam. Namun, Hana masih belum keluar juga dari kamar. Akhirnya dengan malas Suga memanggil.

"Hana. Keluar! Bantu ibu menyiapkan makan malam," ucap sang Kakak.

Hingga beberapa saat, akhirnya Suga berjalan mendekat hingga pintu kamar, mengetuknya sesaat.

"Han ... tok, tok, tok ... Han ... kembali sang Kakak memanggil."

Suga sedikit membuka pintu kamar, melongokkan kepalanya ke dalam, sesaat sang Kakak merengutkan dahinya dan langsung memburu masuk dalam kamar, berjalan sedikit mendekat.

"Han ... "panggil sang Kakak sembari menepuk bahu sang adik, "di panggil Ibu," ucap Suga lagi.

Akhirnya, dengan sedikit terkejut Hana berbalik dan tersenyum.

"Kakak ... "ucap Hana pelan.

"Di panggil Ibu," ulang Suga.

Benar tak lama kemudian terdengar suara Bu Rima berteriak dari ruang tengah. "Hana ... "panggil Bu Rima sedikit keras.

"Buruan Dik, jangan sampai Ibu memanggil untuk yang ke tiga kalinya," ucap Suga sembari ke luar dari kamar.

Mendengar ucapan sang Kakak akhirnya Hana ke luar dari kamar, menuju ruang tengah dan tanpa bicara Hana langsung membantu sang Ibu menyiapakan makan malam.

"Lihat Bu, toh akhirnya Hana keluar juga," ujar sang kakak sembari menoleh sesaat ke Hana, kemudian tersenyum.

"Ibu suka jika Hana mau keluar dari kamar seperti ini," ucap Bu Rima sembari menyerahkan lauk dan sayur.

Menatanya di meja begitu juga piring dan sendoknya, kemudian berganti mengambil sambal yang baru di buat Bu Rima.

Mereka duduk dengan tenang di meja makan hingga semua makanan siap, tak banyak yang di bicarakan. Hana dan yang lainnya makan dengan tenang yang terdengar ramai hanya suara sendok dan piring yang tengah beradu ramai.

Bu Rima langsung menoleh pada anak laki-lakinya, sesaat mereka saling menatap.

Hingga di suapan terakhir baru terdengar suara Hana berbicara.

"Bapak mana Bu?" tanya Hana tiba-tiba.

"Bapak baru besok pulang Hana," jawab Bu Rima sembari makan.

"Oh ... "hanya itu yang terdengar kemudian.

Hana beranjak berdiri menuju dapur, mencuci peralatan makan yang di gunakannya.

"Kak, kalau sudah selesai bawa kemari! sekalian Hana cuci, sekalian yang lainnya juga!" ucap Hana sembari mencuci piringnya.

Setelah semua beres, kini Hana duduk sebentar bersama Bu Rami di ruang tengah, namun tak ada percakapan yang mereka lakukan. Sementara sang Kakak sudah masuk dalam kamarnya.

"Bu, besok Hana ijin pulang terlambat karena di sekolah ada perpisahan," ucap Hana.

Bu Rima menatap Hana sejenak, Ibu senang jika Hana mau kumpul-kumpul atau pergi sama teman-teman Hana, cari teman yang banyak Nak, biar tak kuper," ucap Bu Rima.

Cukup lama terdiam. "Buat apa Bu, Hana nyaman begini? Lagian nggak ada untungnya jika Hana pergi-pergi tak jelas," jawab Hana lagi.

Kini Hana berdiri. "Hana, ke kamar Bu, jangan lupa, besok Hana pulangnya telambat, jadi jangan cemas kalau Hana belum pulang," ucap Hana lagi.

"Biar Kakakmu Suga besok yang jemput Hana," ucap Bu Rima.

"Nggak usah Bu, lagian Hana juga nggak tahu nanti jam berapa kelarnya acara di sekolah."

"Malam Bu," ucap Hana sembari masuk dalam kamarnya. Sementara Bu Rima hanya menatap punggung anak gadisnya sembari menggelengkan kepalanya.

Tidak bagi Hana, begitu masuk dalam kamar Hana tidak langsung tidur, malah kini membuka tirai jendela kamar lagi, memilih duduk termenung menatap langit malam, hanya Hana saja yang tahu apa yang ada di benaknya, cukup lama duduk menatap langit senyumnya sesekali tersimpul. Hingga beberapa kali Hana menguap, kemudian berdiri menutup tirai jendela kamar.

Hana berjalan menuju meja di kamarnya, memeriksa sesuatu sejenak di ponselnya beberapa kali mengulir ponselnya dan kemudian memilih mematikan ponselnya.

Hana melangkah menuju ranjang dan langsung merebahkan tubuhnya di ranjang. Sedikit menarik selimutnya hingga sebatas perut, masih dengan tatapannya yang lama-lama meredup dan hilang bersama mimpinya.

BAB 2. SEKOLAH

Sudah menjadi kebiasaan bagi Hana, setelah shalat subuh Hana langsung bersiap. Seperti memiliki semangat baru saat bertemu dengan peri-peri kecil yang mampu membuat Hana tertawa dan tersenyum dengan bebas tanpa beban.

Setelah beberes dan menyiapkan semuannya

masih setengah jam lagi untuk berangkat. Hana memilih duduk di meja makan dan sarapan.

"Tumben sudah bersiap," sapaan sang Kakak sembari mengusik kepala Hana.

"Ih ... Kakak, lihat rambutku jadi kusut lagi," ucap Hana sembari cemberut.

Menghabiskan makannya dengan segera dan buru-buru berjalan kembali ke arah kamar, mematut diri kembali di depan cermin. Tak butuh waktu lama bagi Hana untuk menyisir rambutnya kembali, sembari melihat jam.

"Pas," ucapnya sembari tersenyum.

Mengambil tas dan satu tas lagi untuk acara nanti, berjalan sedikit ke belakang.

"Bu ... panggilnya tergesa."

Namun, Ibunya tak terlihat di belakang, kini beralih ke kamar sang Ibu. "Bu, Hana berangkat," pamit Hana tanpa membuka pintu saat berpamitan.

Berjalan bergegas menuju teras, nampak sang Kakak sedang mengontrol motornya.

Melihat Hana keluar. "Ayo, Kakak antar pasti sudah terlambat," ucap sang Kakak sembari tersenyum.

Melihat kembali jam tangannya, kini dengan diam Hana menurut.

"Buruan Kak," ucap Hana sembari naik di belakang motor sang Kakak.

Hanya butuh waktu sepuluh menit untuk sampai di Sekolah dengan di bantu sang Kakak untuk melepas helm yang di pakainya sejenak.

"Terima kasih Kak," ucap Hana sembari melangkah ke gerbang Sekolah. Belum sampai lima langkah berjalan.

"Bu guru .... teriak anak-anak berhambur berlari mendekat,

kemudian berlomba untuk meraih tangan Bu Guru.

Terlihat semangat di wajah-wajah kecil mereka, terlihat senyum lucu dan unik.

Seketika senyum Hana terkembang.

"Hayo ... jangan berebut, baris yang rapi baru beri sapaan salam terhangat kalian," ucap Hana lagi.

Tanpa di minta untuk kedua kalinya, mereka langsung berbaris rapi, dengan senyum mereka seakan tak sabar, ingin segera memulai. Senyum Hana langsung merekah.

"Baik, karena anak-anak sudah pintar dan bersikap baik, untuk itu Ibu memberi anak-anak jempol dua," ucap Hana sembari menatap satu persatu wajah.

"Aini, ayo ... beri salam terhangat nya," tutur Hana lagi. Merasa namanya di sebut Aini langsung maju dengan tersenyum.

"Pagi Bu Guru, hari ini Aini mau peluk saja," ucapnya sembari merangkul.

"Terima kasih Aini," jawab Hana pelan.

"Zahin, mau salam hangat?" tanya Hana karena terlihat Zahin sedang lesu.

"Pasti Bu Guru," ucapnya. Kini sudah mendekat.

"Zahin mau tos saja," ucapnya sembari tersenyum.

Satu persatu mereka sudah melakukan salam hangat di pagi hari, terlihat Lolita masih berdiri dan tak mau maju ke depan.

"Lolita, sayang tidak ingin mengucap salam hangat?" tanya Hana sembari mendekat, Hana kemudian mensejajarkan tubuh dengan Lolita.

Melihat Hana datang mendekat dengan senyum, Lolita langsung memeluk dan mencium seluruh wajah Hana.

"Ini senyum hangat Lolita, Lolita sayang Bu Guru," ucap Lolita sembari tersenyum.

"Ayo ... sebentar lagi bel berbunyi," ajak Hana pada Lolita. Benar baru saja Hana berdiri terdengar bel berbunyi. Tanpa di komando anak-anak sudah berbaris rapi, sesuai kelasnya masing-masing. Nampak di kelas B masih melakukan persiapan karena acara wisuda akan di laksanakan pukul sepuluh nanti.

Setelah anak-anak berbaris dan mulai masuk, kelas kini di mulai seperti aktifitas seperti biasanya, suara ramai anak-anak yang masih ingin di perhatikan satu persatu. Hana masih tersenyum menatap mereka hingga di menit ke sepuluh.

"Selamat pagi, anak-anak," sapa Hana pada mereka.

"Hayo siapa yang mau belajar untuk memimpin doa," tawar Hana pada mereka.

Mendengar ucapan Hana seketika mereka terdiam, mendengarkan Hana berbicara.

"Oke ... jika semua tidak ada yang bersedia, bisa kita mulai belajarnya?" tanya Hana penuh semangat.

"Oke ... sebelumnya kita berdoa dulu," kembali terdengar suara Hana menggema di ruangan kelas yang tiba-tiba sepi. Tak butuh waktu lama untuk mengajak mereka berdoa, kegiatan belajar pun segera di mulai, bernyanyi, bermain dan yang lainnya. Hingga pukul sepuluh pagi akhirnya berakhir juga kegiatan belajar mengajarnya, semua langsung berkumpul di aula sekolah.

Aku sedikit terkejut saat Lolita bergelayut manja.

"Eh ... cantik, kenapa nggak ikut gabung dengan yang lainnya?" tanya Hana pelan.

Hanya gelengan kepala yang Hana lihat.

"Ya, sudah. Lolita ikut duduk sama Bu Guru, mau? tawar Hana pada Lolita. Kembali Lolita mengangguk tanda setuju.

Lolita masih duduk dengan tenang di samping Hana hingga acara wisuda kelas B usai. Masih saja memegang tangan Hana dengan manja.

Tak berapa lama, terlihat ayah Lolita menjemput, terlihat saat keluar dari mobil.

"Lolita, itu ayah Lolita sudah datang, cepat hampiri," ujar Hana sembari memakaikan tas punggungnya. Masih saja enggan untuk melepas tangannya."

"Bu, Guru. Boleh Lolita cium Bu guru?" tanya Lolita pelan. Tanpa di minta dua kali Hana langsung membungkukkan tubuhnya.

"Cup, cup di cium pipi kanan dan kiri Hana."

Setelahnya Lolita pun langsung beranjak pergi menghampiri ayahnya.

Hana hanya tersenyum melihat tingkah muridnya ini, sembari menggelengkan kepala Hana melangkah masuk, guna membantu guru-guru yang lain beberes. Sampai toelan sesama Guru mengejutkannya.

"Tuh ... anaknya saja sudah lengket, bentar pasti ayahnya juga ikut lengket," ledek yang lainnya.

"Jangan asal ngomong dan ngaco," ucap Hana sembari tangannya mengerjakan ini dan itu dan selanjutnya memilih untuk diam.

Tak terasa waktu sudah hampir sore.

"Sudah pukul lima sore," ucap Hana sembari memasukkan barang terakhir yang di pegangnya.

Kemudian membereskan barang bawaanya. "Saya pamit duluan, selamat sore," ucapnya sembari melangkah keluar.

Sampai di pintu gerbang Hana berhenti sesaat melihat ke kanan dan ke kiri, kemudian memindai ke seluruh area pintu gerbang. Wajahnya nampak sedikit kecewa karena yang di carinya tak nampak berdecak dengan kesal.

"Cek, kenapa tadi berjanji untuk jemput," ucap Hana pelan.

Melangkahkan kaki, menuju halte. Sedikit lama menunggu hingga ada satu angkot yang mau membawa Hana juga. Duduk dengan pandangan kosong.

"Mbak mau turun di mana?" tanya sopir angkot. "Di jalan xx Pak," jawab Hana pelan.

Sedikit heran sopir angkot menatapku.

"Mbak, mbaknya sudah kelewat," ucap sopir angkot lagi. Seketika aku menoleh ke luar jendela.

"Nggak apa-apa Pak," ucap Hana sembari menyerahkan uang pada sopir angkot.

Turun dari angkot.

"Huuff ... terlewat tiga gang," ucap Hana pelan sembari berjalan menyusuri trotoar jalan.

Sudah hampir Isya saat Hana tiba di depan rumahnya.

"Masih harus menyeberang juga," kembali Hana berucap. Sedikit tersenyum saat menatap rumahnya, menunggu beberapa menit hingga jalanan benar-benar sepi.

Sedikit berlari untuk menyeberang, hingga tiba di depan halaman rumahnya.

"Ah ... kenapa ibu dan bapak punya halaman rumah yang luas begini," ucap Hana sembari membuka pagar. Cahaya yang sedikit redup karena lampu hanya di fokuskan pada teras rumah. Terlihat sepi, kembali Hana melihat jam tangannya.

"Masih pukul tujuh tiga puluh," ucap Hana pelan.

Kakinya melangkah juga, melewati halaman, belum juga naik di teras, terdengar suara motor masuk halaman.

"Pasti kak Suga," ucap Hana sembari naik ke teras. Hingga hampir depan pintu saat Ka Suga berdiri di belakang tubuh Hana.

"Han ... panggil Kak Suga."

"Pasti kakak pacaran sampai lupa menjemput Hana," ucap Hana lagi. Merasa jadi tersangka Kak Suga hanya tersenyum sembari menggaruk kepala.

"Biar Hana adukan pada Ibu," ucap Hana sembari membuka pintu.

Masuk dalam rumah, nampak rumah sepi.

"Assalammualaiku," ucap Hana sedikit keras.

BAB 3. DEBAT

Melihat rumah sepi, meskipun Hana dan Suga sudah mengucap salam, membuat ke duanya segera menuju ruang tengah. Tak nampak Ibu. Hana memilih langsung masuk dalam kamar, sementara Suga memilih menuju kamar Ibu.

"Bu ... panggil Suga sembari mengetuk pintu, tetapi tak ada jawaban dari dalam kamar dengan penasaran Suga mendorong sedikit pintu kamar, melongokkan sebentar ke dalam kamar.

"Kosong ... ucap Suga pelan."

Menutup kembali pintu kamar, kini menuju ruang makan, sesaat Suga melirik ke arah dapur.

"Sepi ... kemana ibu?" ucap Suga pelan.

Hingga tanganya menyentuh sepucuk kertas yang di tindih dengan gelas. Suga mengambil kertas itu dan membacanya.

"Hem ... kenapa nggak dari tadi aku duduk di sini," ucap Suga sembari meremas kertas itu. Kini memilih menuju ke kamar Hana. "Han, Hana ... tapi tak ada jawaban. Membuka pintunya tumben Hana sudah tertidur," ucap Suga lagi.

Suga memilih berjalan ke ruang tamu, mengunci pintu dan menuju ke kamarnya sendiri. Setelah mandi dan yang lainnya, akhirnya Suga memilih untuk tidur.

Hingga pagi menjelang, hingga suara Hana membangunkan Suga. "Kak, Hana berangkat," pamit Hana terlihat tergesa. Bukannya bangun, Suga malah memilih untuk tidur lagi.

Melihat sang Kakak tak kunjung ke luar dari kamar, akhirnya Hana berangkat dengan naik angkot, cukup lama menunggu angkot.

Namun Hana tetap semangat untuk berangkat, mungkin ini hal terindah untuk Hana, saat Hana mengajar.

"Pak, berhenti," ucap Hana pada Sopir.

Seperti pagi-pagi biasanya Hana melakukan kegiatan belajar mengajar, begitu juga dengan Lolita yang semakin manja dan tak mau lepas dari Hana dan itu membuat teman satu kelas meniru Lolita. Mereka ternyata juga iri saat melihat Lolita selalu menempel pada Hana.

Tak terasa jam pelajaran pun usai, anak-anak pun sudah pulang lebih awal karena persiapan untuk rapotan. Masih dengan kesibukan Hana saat beberapa guru masuk ke ruang kelas.

"Han ... jalan yuk," ajak beberapa Guru muda sepantaran.

Diam sejenak. "Hayo ... sebelum kita sibuk dengan rapotan." Hana langsung menghiyakan ajakan mereka.

"Sebentar, tunggu aku bereskan ini dulu," ucap Hana sembari memasukkan beberapa buku dalam tas nya.

Ini pertana kali Hana keluar dengan beberapa Guru di sekolah ini, setelah hampir setahun Hana bekerja. Jalan bersama mereka membuat Hana sedikit sadar, ada hal yang indah di luar rumah. Namun semua tak membuat Hana nyaman.

Berkali-kali Hana melihat jam tangan.

"Hampir sore," ucap Hana pelan.

Berhenti sejenak. "Maaf, saya pamit pulang duluan ya," ucap Hana pelan.

"Han ... ini kan masih sore," ucap mereka hampir bersamaan. Tak menjawab ucapan mereka, Hana hanya tersenyum.

"Maaf ya, saya duluan," kembali Hana berucap dan melangkah pergi.

Sudah pukul tiga sore, saat Hana ke luar dari Mall, memilih angkot yang sesuai dengan tujuan rumahnya.

"Kenapa aku tadi ikut mereka," ucap Hana menyesal. Hampir setengah jam perjalanan. Belum juga sampai di rumah, tiba-tiba angkot ini mogok.

"Ash ... lengkap sudah," kembali Hana berucap.

Badannya kini sudah letih, hampir satu jam, angkot ini masih mogok. Mengambil ponsel dan mengulirnya sejenak, tetapi kemudian Hana urungkan dan menyimpan kembali benda pipih itu.

Suasana angkot semakin panas, aroma parfum bercampur jadi satu membuat aroma tersendiri yang membuat kepala seketika pening, masih beruntung sore ini langit meredup. Masih di dalam angkot beberapa orang mulai mengomel dan menggerutu. Ada yang membuka kaca angkot dengan kasar dan masih banyak kelakuan yang tak nyaman saat ini.

Aku pun juga mulai menggerutu dalam hati. 'Kenapa aku enggan keluar, hal seperti ini yang tak aku suka,' ucap Hana dalam hati.

Genap satu jam setengah akhirnya angkot, mulai bisa menyala, banyak yang sudah berpindah angkot, tapi tidak dengan Hana, memilih tetap bertahan karena ini angkot yang bisa membawa Hana pulang.

Tiba di rumah selepas bagda magrib, melangkahkan kaki dengan malas, hingga hampir tiba di teras, langkah Hana terhenti sesaat, mendengar suara debat layaknya orang bertengkar. Memilih duduk di teras sembari mendengarkan apa yang mereka debatkan di dalam rumah, samar-samar Hana mendengar beberapa kali namanya di sebut dan itu membuat Hana sedikit heran.

Hingga suara Kak Suga kini yang paling dominan dan Hana dengar dengan jelas.

"Bapak ... ini bukannya zaman Siti Nurbaya Pak!! Ini zaman modern, bukan saatnya nikah muda dan di jodohkan, Hana sendiri masih berusia dua puluh tahun Bapak, biarkan Hana berkembang dan meraih mimpinya Bapak," ucap kak Suga terdengar jelas sekali.

"Bapak dan Ibu, pulang dari rumah Nenek jadi aneh, jangan ikut-ikutan kolot Bapak, kasihan Hana kini terdengar Kak Suga menendang kursi dan membuka pintu dengan kasar.

Hana masih terdiam dan tak percaya dengan apa yang Hana dengar hingga suara Kak Suga mengejutkan.

"Han ... sejak kapan kamu duduk di situ," ucap Kak Suga lirih. Aku hanya tersenyum menanggapi pertanyaan Kak Suga.

Tanpa banyak bicara Hana langsung memeluk Kak Suga.

"Terima kasih kakak sudah membela Hana di depan Ibu dan Bapak, terima kasih," ucap Hana lagi. Kemudian melepas pelukannya dan melangkah masuk ke dalam.

"Assalammualaikum," ucap Hana dan itu membuat ke dua orang tuannya langsung menoleh.

"Tumben sampai malam Hana?" tanya Ibu sembari menatap.

"Maaf, Hana nggak minta ijin dulu, ini tadi di ajak teman-teman main dulu Bu," jawab Hana pelan.

"Oh ... nggak apa-apa, Ibu senang jika Hana sudah mau pergi dengan teman-teman Hana," ucap Ibu sembari tersenyum.

Mendengar percakapan Hana dengan Ibunya seketika Bapak berdehem tanda tak suka.

Dengan spontan Ibu langsung menyikut lengan Bapak.

"Sudah Hana lekas mandi dan istirahat," ucap Ibu sembari mendorong tubuh Hana masuk kamar.

Begitu masuk dalam kamar, Hana langsung melempar tas punggungnya begitu saja, tak langsung mandi dan mengerjakan shalat, kini Hana memilih membuka tirai jendelannya dan duduk di lantai, bersandar pada tepian ranjang. Menatap langit mendekat ke malam, hatinya sedikit risau dengan apa yang di dengarnya.

'Di jodohkan? timbul tanya di hatinya.'

"Akh ... kenapa Bapak seperti itu? ucap Hana pelan.

"Apa Hana salah jika seperti ini, menyukai tinggal di rumah dan senang berada di kamar ini. Kenapa Ibu dan Bapak menganggap Hana aneh."

Masih dengan termenung, kembali samar-samar terdengar percakapan Ibu dan Bapak. Masih membahas tentang Hana.

"Masa bodoh," ucap Hana sembari melangkah menuju kamar mandi membersihkan diri dan setelahnya mengerjakan shalat yang tertunda.

Setelah shalat, melipat sajadah dan mukena tak terdengar lagi percakapan ke dua orang tuaku, suasana terasa sepi. Melanjutkan apa yang terputus, menyelesaikan tugas sekolah yang sengaja Hana bawa pulang.

Hingga tengah malam, Hana baru menyelesaikan semuanya. Membereskan dan menata nya rapi di atas meja, tersenyum sejenak, akhirnya Hana memilih untuk tidur.

Belum juga Hana terlelap, kini terdengar suara motor yang kencang masuk halaman dan mematikannya.

"Hm ... pukul tiga pagi," ucap Hana pelan. Tak melanjutkan tidurnya kembali, kini memilih untuk berwudhu melakukan shalat malam, sembari menunggu shalat subuh.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!