Di sebuah villa megah, di sudut pinggir kota Jakarta, berkumpul keluarga dengan suasana yang panas. Dalam ruang keluarga yang luas itu, telah dilengkapi dengan sistem alat pendingin berkelas super canggih. Namun serasa tak berfungsi sama sekali dalam meredam panasnya diskusi dan adu mulut di antara keluarga tuan Harsa. Keluarga kecil yang sebenarnya hanyalah berjumlah tiga orang.
"Kelakuanmu sungguh memalukan, Benn! Semakin hari semakin parah!" tuan Harsa duduk tegak sambil tangannya berpegang pada siku busa sofa. Dengan mata yang sengit mengawasi lelaki bandel, anak satu-satunya yang dimiliki.
Lelaki bernama Benn, Bennard Joyko Irawan, 31 tahun, lelaki lajang yang tampan menawan berkulit putih. Benn terus diam, menatap ayahnya tanpa kedip dengan pandangan sangat gerah.
"Aku sebagai ayahmu, merasa tak ada muka lagi untuk di taruh," tuan Harsa berkata lirih namun dalam dan menghunjam.
"Apalagi aku, pa! Mami sangat malu dengan segala gosip tentangmu, Benn!" kali ini sang ibu, nyonya Donha, yang nampak mengeluhkan perasaan hatinya. Sangat geram memandang putra tunggal yang seringkali berbuat ulah memalukan. Dan kali ini ulahnya benar-benar telah kelewatan, sangat mengaibkan.
"Itu hanya prasangka sepihak saja lah, pa, ma! Hanya percaya pada apa yang nampak di mata ! Anggap saja mereka kurang kerjaan," Benn mencoba menyanggah tudingan orang tuanya dengan alibi yang sebenarnya masuk akal.
"Tapi kaupun sering bertukar pasangan. Tak hanya satu, dua, atau tiga, tapi sudah puluhan! Kau ketahuan publik sudah banyak kali, Benn?!" nyonya Donha berseru lantang menuding sang putra tepat di mukanya.
"Mereka terlalu mencampuri urusanku, ma!" Benn menyanggah ucapan sang mama dengan nada tinggi.
"Kau yang memancing di air keruh, Benn! Harusnya kau membawa perempuan, bukan malah menggandeng laki-laki, memalukan!" nyonya Donha berkata lantang pada anak lelakinya.
"Benn, kau menikah saja! Cari perempuan mana-mana, asal bukan laki-laki!" tuan Harsa berdiri sambil berseru menunjuk muka Benn dengan jari telunjuknya.
"Papa pikir gampang! Aku tak ingin menikah sembarangan!" Benn menatap ayahnya tanpa gentar.
"Tidak ingin menikah sembarangan?! Tapi kau berhubungan badan sembarangan!!" tuan Harsa sangat geram pada putra bandelnya.
"Ha..ha..ha..papa pernah melihat aku melakukannya?!" Benn seperti dituduh tanpa bukti.
"Move on, Benn! Lupakan mantan tunangmu itu, jangan menyesal berkepanjangan! Ingatlah bahwa tunangmu itu telah menikah, bahkan sudah punya anak! Lupakan dia Benn!" tuan Harsa nampak terengah mengeluarkan suaranya.
"Aku sudah tak ingat dia lagi, pa!" Benn memandang ayahnya gerah.
"Oh..Benarkah ucapanmu itu, Benn?! Buktikan, buktikan kebenaran ucapanmu! Kau sudah tidak muda lagi Benn! Ingat berapa umurmu!" ayah Benn kembali menuding muka tampan putranya.
"Haaaah..Pa ! Aku belum ingin menikah, pa!" nampaknya Benn dilanda frustasi. Benn menggelosorkan punggung dan kepala di sandaran sofa yang empuk.
"Papa tak ingin dengar alasanmu! Ku beri waktu satu minggu. Kau carilah sendiri wanitamu! Jika satu minggu itu gagal, aku yang carikan!" tuan Harsa tidak main-main dengan keinginannya.
"Terserah papa, tapi Benn tak akan mau menikah. Jika papa memaksa, papa saja yang mengucap akad nikah!" Benn benar-benar tak peduli, lelaki tampan itu berdiri hendak menuju pintu keluar dari rumah.
"Kau boleh menolaknya, Benn. Tapi bersiaplah untuk tak dapat apapun milik papa. Ingat, semua saham masih atas nama papa! Dan tanpa menikah, warisan puluhan milyar dari nenekmu itu tak akan pernah kau dapatkan!" ancaman sang ayah mampu menghentikan langkah kaki Benn tepat di pintu. Kepala gentle itu terasa pusing seketika.
"Pa, aku anakmu apa bukan?!" Benn, begitu heran dengan sikap sang ayah yang semakin memojokkan.
"Benn, kau anggap ini papamu apa bukan?!" Benn sudah tak mampu mendebat sang ayah. Rasa kalah dan mengalah bercampur baur di dada.
"Baiklah, pa. Papa tunggu saja kabar dariku!"
Benn melanjutkan langkah keluar pintu menuju garasi di villa.
"Secepatnya, Benn! Satu minggu!" tuan Harsa berteriak dari batas pintu.
"Oke, pa! Secepatnya!" Benn telah membuka pintu mobilnya.
"Benn! Pilih wanita yang baik, Benn!" Kali ini ibunyalah yang berteriak pada Benn di pintu.
"Sedapatnya, ma! Yang penting perempuan!" Benn melongokkan wajah di kaca pintu mobil.
"Benn!!!" nyonya Donha sedikit berlari melewati teras ingin menghampiri Benn di mobil.
"Bye ma!" Benn telah meluncur laju, berlalu membawa mobilnya melewati gerbang villa menuju jalan raya. Tak peduli pada sang ibu yang kemudian menangisinya.
****
Asisten pribadi Benn, asisten Lucky tergopoh menaiki tangga di gedung utama menuju ruang kerja atasannya. Sang tuan telah meminta untuk datang cepat menemui. Asisten Lucky paham, jika begitu, pasti sang tuan sedang dalam masalah.
Tapi ini siang bolong dan lokasi hanya di gedung utama. Biasanya sang tuan akan memanggil tergesa jika sedang dalam kondisi drop, setelah berpesta minum kemudian bermain wanita. Tapi kedua hal itu sudah begitu lama tidak lagi terjdi. Sepertinya sang tuan telah bertobat untuk kedua hal itu.
Hanya yang asisten Lucky tak paham, sang tuan telah berganti fantasi. Asisten Lucky begitu sering diminta untuk menjemput atau pun mengantar seorang lelaki menuju hotel. Lelaki yang di jemput pasti berpenampilan menarik. Lelaki yang telah dipilih dan dicari sendiri oleh Benn. Apakah sang tuan telah berubah jadi penyuka sesama jenis, alias gay?
"Lucky, aku akan memilih perempuan!" asisten Lucky memandang sang tuan dengan rasa tak percaya. Baginya, mengulang kebiasaan ini lebih baik daripada bersama sesama lelaki.
"Buatkan aku iklan, Lucky. Ku pilih perempuan untuk kunikahi." Lucky semakin tak berkedip memandang sang tuan. Ini baru berita mengejutkan. Sang tuan yang patah harapan beberapa tahun lalu dalam pernikahan, kini tiba-tiba ingin menikah. Sungguh kemajuan luar biasa yang menggembirakan.
"Isinya bagaimana, tuan?" asisten Lucky mengambil pensil dan selembar kertas dari meja Benn, lalu duduk di sofa kosong, sebelah Benn dan siaga mencatat.
"Ini inti syaratnya, untuk kata dan kalimat, kau atur sajalah Lucky." Benn mengulurkan ponsel pada asisten Lucky.
"Kirim iklan ini ke media manapun, jika perlu shopee sekalipun!" asisten Lucky mengangguk sambil menahan senyuman.
Asisten Lucky tidak jadi menulis, tapi segera mengirim file kecil di folder ponsel milik Benn ke ponsel miliknya.
"Tuan, anda tak pergi ke kantor?" Lucky sudah berdiri. Dia ingin mengerjakan permintaan Benn pada komputer pribadinya, di kantor bawah gedung utama.
"Tidak, aku dari sini saja. Aku ingin tenang, Lucky. Jika ada apa-apa hubungi saja ponselku." Benn meletak kepalanya di sandaran sofa.
"Baiklah, saya akan mengerjakan di bawah." asisten Lucky pun berlalu menuju ruang kerja, di lantai satu.
****
Asisten Lucky tengah menaik turunkan halaman iklan yang selesai dibuatnya. Iklan pencarian calon istri untuk Benn. Tentu disertai syarat dan kriteria yang aneh serta rasanya akan sulit mendapat perempuan dengan kriteria sesuai keinginan Benn.
Tapi asisten Lucky hanya bisa menuruti. Ini sungguh hal luar biasa disertai harapan besarnya. Agar sang tuan kembali ke kodrat untuk menyukai perempuan. Bagaimanapun Benn, atasan bertahunnya itu telah di anggap seperti adiknya sendiri yang disayangi. Lucky telah berhasil mengirim ke berbagai media iklan dan komunitas. Berharap berbuah hasil secepatnya.
Gadis cantik dengan riasan dan pakaian sederhana, nampak enerjik berjalan cepat di trotoar Jakarta. Sedang membawa bungkusan berisi beberapa bok makanan yang sepertinya buru-buru. Sesekali berkelit, menghindar dari bertubrukan atau bergesekan saat berpapasan dengan sesama pengguna jalan dari arah berlawanan.
Langkahnya membelok pada area pertokoan yang ramai. Menuju minimarket Alfamart di sudut pertokoan. Rupanya gadis itu sedang mengantar makanan yang dipesan oleh beberapa pegawai Alfamart, melalui iklan yang diunggah pada media online miliknya.
Eril, nama gadis itu, sedang mencoba peruntungan dengan berjualan makanan online di sekitaran rumah yang disewanya. Eril adalah pendatang dari kota Surabaya. Dan hampir setahun belakangan ini, berpindah dan tinggal sementara di Jakarta. Selain mengadu nasib, Eril menyimpan satu tujuan yang membuatnya nekat mendatangi ibukota metropolitan, Jakarta.
"Total berapa, kak?" gadis kasir bertanya sambil menerima bungkusan bok dari Eril.
"Lima kotak, seratus ribu, kak..!" Eril menjawab jumlah total yang harus dibayarkan dengan bersemangat.
"Oke.. Ini..Terimakasih udah ngasih free ongkos kirimnya, kak. Semoga order yang didapat makin banter..!" gadis kasir tersenyum manis mengulur selembar ratus ribuan pada Eril.
"Sama-sama...terimakasih juga, kakak!" Eril melambai, bergegas keluar dari minimarket cepat-cepat. Berkejar waktu dengan para pelanggan berikutnya. Hari ini pesanan online yang masuk di media sosial onlinenya cukup ramai. Gadis itu sangat bersemangat karenanya.
Braakkk! Dubraakk!
Bersamaan bunyi itu, Eril telah berjongkok di tepi jalan sambil menutupi wajahnya. Lalu diturunkan pelan-pelan telapak tangannya. Dilihat ke arah asal suara nyaring tadi yang sekarang telah dikerumuni banyak orang. Eril berdegup, mungkin dirinyalah penyebab kerumunan orang itu. Mudah-mudahan tidak ada korban yang berarti.
Eril telah berdiri bersamaan dua orang lelaki yang datang ke arah tempatnya.
"Hai ..Deek! Kenapa tak berhati-hati saat menyeberang jalan?! Motorku menabrak gerobak donat milik bapak ini! Karena aku berusaha menghindar agar tak menabrakmu!" seorang bapak yang masih memakai helmet di kepala cukup bising memarahi Eril.
"Maaf ya pak..." Eril agak mengiba minta maaf, menyadari memang itu adalah sebab dari kelalaiannya.
"Minta maaf sih iya dimaafkan deek.. tapi ini ada urusannya. Gerobak donat milik bapak ini kaki-kakinya patah semua dan lihatlah, semua donat serta bumbunya semua tumpah ke jalan. Bagaimana itu deeek?!" bapak yang menabrak dengan sepedanya itu nampak pusing, bingung dengan jalan tengah bagaimana yang harus diambil.
Eril memandang pada arah gerobak yang masih terbalik. Memang dilihatnya banyak donat, meses, glaze serta aneka topping donat nampak tumpah ruah, menyebar di jalan sekitar gerobak ambruk.
"Kau harus mengganti kerugian jualanku hari ini, serta harga gerobakku yang rusak itu neng!" bapak penjual donat menumpahkan gundah biru hatinya pada Eril, gadis yang dianggap sebagai penyebab srnua musibah.
"Bukan gerobak donat saja, neng! Motor bapak juga bengkok, tidak bisa jalan lagi!" tambah laporan dari bapak pengemudi motor itu membuat Eril bertambah pening.
"Hu..hu...hu... Anting berlian yang baru ku beli juga hilang....jatuh entah kemana..sudah ku cari, tapi tak juga ku temukan..hu..hu.hu.." Seorang ibu-ibu sambil menangis ikut bergabung menambah aduan sebagai korban kehilangan perhiasan.
"Oh..Ibu ini sedang beli donat padaku saat kejadian itu, deek... " Aduh...Eril nampak memegangi kepalanya. Sepertinya akan pingsan saat mendengar berapa yang harus diganti ruginya dari klaim mereka bertiga.
Dua orang petugas kepolisian telah datang dan menjadi penengahnya. Mereka berempat telah dibawa bersama ke kantor polisi terdekat untuk mengambil kata mufakat bersama. Diakhir pertemuan, mereka semua bertanda tangan di atas materai. Dengan Eril menanggung beban mengganti kerugian serta kehilangan, sebesar seratus sembilan puluh lima juta rupiah untuk total ketiganya.
Meski dengan hati hampa dan pikiran kosong, Eril terpaksa menyanggupinya. Lebih baik dikejar hutang daripada dipenjara. Eril tak kan pernah bisa meninggalkan Evan lebih dari sehari pun. Evan, anak balita kesayangan, anak malang yang belum pernah punya ayah. Hanya darinyalah Evan mendapat perhatian dan merasakan kasih sayang. Jadi, Eril adalah single parent yang sangat penting bagi Evan.
****
****
"Erilll...naon tuh, mata sembab? Nangis?" teh Sulis membuka pintu dan menyambut dengan pertanyaan perhatiannya.
Teh Sulis adalah wanita paruh baya berasal dari Sunda. Yang diajak Eril untuk tinggal bersama di rumah sewa. Mereka telah tinggal satu rumah sudah hampir delapan bulan lamanya. Berawal saat Eril sering mengantar order makanan ke rumah teh Sulis. Saat-saat berakhirnya perjalanan rumah tangga teh Sulis bersama sang suami.
Dan akhirnya mereka berpisah dengan alasan teh Sulis tidak mampu memiliki anak di rahimnya. Sang suami telah memiliki wanita lain, dan teh Sulis memilih pergi dari rumah. Saat itulah Eril dengan tulus mengajak teh Sulis untuk tinggal bersama.
"Aku baru dapat musibah luar biasa, teh.." Eril telah melongok ke dalam kamarnya, sekedar memastikan bahwa balitanya tengah tertidur sangat pulas.
"Musibah apa tuh, Rill..?" teh Sulis ikut duduk bersebelahan dengan Eril, di lantai yang hanya beralas selembar karpet.
Eril bercerita pada teh Sulis dari awal kejadian, hingga berakhir dengan tanda tangannya di surat perjanjian ganti rugi. Eril juga menyebut total rupiah ganti rugi yang begitu besar, dan terpaksa telah disanggupinya.
Eril tidak menangis, ditahan sesak di dada tanpa menjatuhkan air matanya. Meski kali ini mendapat musibah yang luar biasa, setidaknya Eril telah biasa mendapat kesusahan hidup yang bertubi menyapa nasibnya.
Teh Sulis merangkul Eril dan menepuk-nepuk lembut punggungnya. Bermaksud ikut merasa kesedihan yang sedang Eril pikul.
"Semangat terus ya Rill.. Kuat dan sabar..jangan lupa itu. Semua masalah, pasti ada penyelesaian. Harus dilalui sambil berusaha mencari solusinya,,," teh Sulis mencoba menyemangati Eril dengan kata nasihatnya.
"Iya teh.. Terimakasih, teteh tetap ada untukku..juga buat Evan.." Eril membalas rangkulan teh Sulis dengan hati lebih lapang.
"Teh... Orderan berikutnya mana? Sudah siap antar belum?" Eril nampak kembali fokus pada aktivitasnya.
Tapi teh Sulis tak menjawab pertanyaan gadis itu. Nampak ada suatu hal yang sedang dipikirkan. Eril menatap heran pada teh Sulis yang sekarang justru sedang masuk dalam kamar.
Teh Sulis keluar lagi dari kamarnya dengan cepat. Membawa ponsel di tangan dengan wajah dihias sedikit senyuman.
"Rill..baca ini..Barangkali ingin nyoba.. Lumayan lho Rill,," teh Sulis menyodorkan ponsel pada Eril.
"Apaan tuh, teh?" sigap Eril meraih dan melihat tulisan di layar ponsel. Sebuah iklan yang menarik. Tapi berisi lowongan.. Lowongan cari istri. Eril akan tertawa, namun urung seketika saat dibaca jumlah imbalan yang tertera di pendapatan dalam iklan. Bagi Eril cukup besar, sangat berlebih jika untuk membayar ganti rugi. Wajah Eril berkerut serius, sepertinya tertarik untuk ikut.
Ibu muda tanpa suami telah bersulap diri kian bersinar dan cemerlang bak pualam. Memantul-mantul diri di cermin dan berlenggak-lenggok sekelas model sempurna nasional. Hanya satu sayangnya, dia sama sekali tidak terkenal.
Eril, Sterillia Diajeng tengah bersiap untuk menghadiri sebuah wawancara super penting sore ini. Setelah mengirim biodata lengkap di situs dan alamat email pada iklan yang sehari lalu dibaca, eril langsung tersambar panggilan maraton dan diperintah untuk datang wawancara esok hari. Dan saat inilah sore hari yang telah disepakati bersama pengiklan kemarin itu.
Dengan modal pas-pasan yang terakhir dan sedikit tambah sumbangan dari teh Sulis, Eril nekat pergi masuk salon guna menserviskan dirinya. Dan seperti itulah penampakan hasil sulap tangan dari para bambang alay di salon padanya. Penampilan Eril berubah glowing maksimal dan totalitas meresahkan.
Eril yang biasa nyaman dengan sarana dua kaki, juga angkot, dan paling bergaya adalah ojek pangkalan, kini sedang membuat terobosan baru dengan membuat janji temu bersama seorang sopir dari GoCar.
Ciiiiiit,,,!
Suara decit keras ban mobil yang direm mendadak di aspal licin sehabis hujan, pertanda penjemput Eril telah tiba. Gaun sensual setengah berkelas itu sedikit disingsing sebagai pemantas dan formalitas. Sebab gaun yang dikenakan telah sebatas paha, kira-kira setengah jengkal dari lutut.
"Tujuan mana, mbak cantik?" sopir gocar mendongak Eril dari spion di atasnya.
"Kan daerah xx di Jakarta xx, mas. Udah kukasih cuplikan alamat ke hape masnya, kan?" Eril memprotes tapi tidak keras.
"Iya mbak,,memang sudah. Tanya doang, biar keluar suaranya,," sopir itu senyum-senyum mengurangi rasa dosa.
"Emang masnya lagi testing suara di mikropon?!" Eril sewot menjeling.
"Kalo mikroppon ya harus dipegang, mbaak," sopir menyahut suka-suka.
Eril membungkam, takut jika sopir alay akan bicara menjalar ke lain jurusan. Tentu saja dirinya keberatan.
Sopir berambut lidi itu kembali mengintip dari tolehan kepalanya ke belakang. Mendapati si penumpang sedang mencibir cantik mengacuhkan.
"Iya dah mbaaak. Kita meluncur otewe kencang, pegang yang erat ya mbaaak,,!!" sopir muda yang mungkin anak kuliahan itu dengan santai menambah daya tempuh tanjakan tiba-tiba, padahal jalanan begitu lurus dan landai.
Gondok juga si penumpang cantik pada sopir alay di depan. Cara jalan dia tak ubahnya dengan naik motor dari abang ojek di pangkalan. Padahal milih gocar agar perjalanan terasa aman dan jauh sebentar dari rasa jantungan.
Sopir alay memutar dvd usb di mobil. Musik mengalun lembut memenuhi ruangnya. Penumpang cantik mulai terbuai dengan lirik dan nada lagu dari penyanyi legendaris kawakan grup koes plus. Entah kenapa begitu tak sesuai, antara gaya si sopir muda yang alay dengan putaran lagu jadul grup itu. Bahkan sangat luwes saat sopir alay berlagak gaya duet vokal bersama.
Ciiiiit...!!
Jedaduk..!
Si penumpang sedang terpental punggung sebab tak menduga sopir akan berhenti tiba-tiba.
"Sudah sampai dengan aman dan selamat di zona sasaran mbak cantiiiiik,,!" sangat bangga sekali si sopir sesumbar.
Mendesah geram si penumpang, dirinya yang buta akan wilda alias wilayah dan daerah, tentu tak siap saat sopir alay menyandar mendadak. Alhasil punggung dan kepala terhentak keras di kursi. Meski sudah bersafety belt, saat begitu tentu saja tak berguna. Aman dan selamat ala somalia..?! Busung lapar sih iyaa..
"Astaga bonar, mbak! Lagi nggak punya kembalian,,! Kuhutang saja dah mbak, kapan-kapan naiklah aku! Bakal dapat potongan ditumpangan berikutnya,,!" sangat tak bersalah si sopir alay menyampaikan aibnya.
Padahal kembalian yang seharusnya masih beberapa lembar ungu itu akan sangat berguning bagi Eril. Dan terpaksa rela tapi tidak ikhlas saat mobil berlalu dengan sopir yang terus melambai padanya. Bahkan sopir alay itu masih punya muka memberi kiss bye konyolnya barusan.
Tap..Tap..Tap...Tap...
Meski sepatu cantik masih hanya membentur trotoar, bunyinya sudah sangat meyakinkan. Melenggang pelan sebab ragu, mendekati sebuah pagar yang lengang. Kembali yakin saat menangkap kelebat satpam di pos jaga tiba-tiba.
"Selamat sore! Assalamualaikum!" Eril menyapa bersamaan wajah satpam yang menyembul di pintu.
"Wa'alaikumsalam,,!" jawab satpam sembari keluar.
Percakapan pun terjadi. Satpam telah mencatat inti dari KTP Eril serta keterangan tinggal sementara. Bersiap jika tamu cantik yang datang itu berubah jadi orang jahat tiba-tiba. Berfikir segalanya akan beres dengan catatan informaai mengenai data diri sang tamu.
Si tamu kembali melenggang dengan bunyi antara adu sepatu dengan aspal perumahan yang mulus. Sambil mata menyapu setiap rumah mencari nomor yang telah dikirim padanya kemarin.
Perumahan terbagi menjadi dua bagian. Blok dengan gaya rumah modern sederhana dan blok rumah yang bergaya super modern serta elite nan mewah.
Rupanya ke blok pertamalah Eril diarahkan oleh cuplikan alamat lengkap di ponsel. Rumah modern sederhana bernomor 31 yang sangat dicari, telah jelas terpampang kaku di depan. Menarik nafas guna menambah percaya diri telah ulang kali dilakukan. Kakinya bergerak maju menembusi pagar yang menganga lebar terbuka.
Beberapa wanita berdandan perfect nampak duduk gelisah memandang menyambut kedatangan Eril bergabung. Saling melempar senyum dengan hati menilai dan membandingkan penampilan diri masing-masing antara satu sama lain...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!