NovelToon NovelToon

Mempelai Pengganti

Awal Yang Nestapa

Di sebuah bangunan megah, dengan di hiaskan dekor yang sangat indah, terdapat sebuah altar yang sudah di pastikan akan ada acara pernikahan yang megah nan menawan dari pasangan yang spesial.

Tamu-tamu sudah mulai berdatangan, menunggu waktu yang sudah di tentukan. Namun saat akan tiba waktunya di mulai untuk dua mempelai pengantin mengikat janji suci mereka, belum satu pun di antara mereka terlihat memasuki altar yang sudah di sediakan.

Tamu-tamu yang di undang secara resmi pun merasa heran karena tokoh utama yang di tunggu-tunggu belum juga hadir, beberapa orang berbisik membicarakan keberadaan kedua mempelai, ada juga yang sudah menduga jika pernikahan itu tidak akan terjadi dan ada pula yang berpikir jika keduanya akan memberikan kejutan di hari spesial tersebut.

Hentakan kaki dari seseorang yang melangkah berjalan di atas karpet merah yang indah, melewati para tamu undangan dengan sangat gagah nya. Seorang pria dengan setelan jas berwarna putih menuju panggung altar dengan sebuah mic di tangannya.

Semua mata tertuju di satu titik, ya pada pria yang sudah berdiri di hadapan semua para tamu. Tangannya nampak membenarkan dasi kupu-kupu nya dan berdehem untuk memastikan suaranya akan terdengar semua orang.

Yang semula ricuh seketika sunyi karena sebuah tanda dari tangan pria tersebut agar mereka diam dan mendengarkan apa yang akan di ucapkan nya.

"Terimakasih," ucapnya yang kemudian kembali diam sejenak.

"Saya Mark asisten tuan Alexander, hanya ingin menyampaikan. Acara akan di tunda dan akan di laksanakan dua jam lagi. Saya harap para tamu bisa menikmati sajian dengan lebih baik dan lebih santai, terimakasih."

Pria yang memperkenalkan dirinya dengan nama Mark itu turun dari panggung dan meninggalkan keramaian tamu begitu saja setelah menyampaikan apa yang ingin di sampaikan nya. Tidak perduli dengan beberapa pertanyaan dari beberapa tamu lainnya ia berjalan dengan kepala yang di angkat dengan tatapan dinginnya.

Di sebuah kamar yang sudah di hias cantik, bak kamar tidur pengantin bangsawan, seorang pria yang berdiri di depan cermin dengan tangannya memegang secarik kertas, tatapan nya jelas terlihat tersimpan amarah yang siap kapan saja meledak.

Mata yang merah dengan sedikit linangan air mata, urat-urat lehernya menegang tangannya yang memegang secarik kertas itu seketika meremas dengan kuat sehingga terlihat buku-buku tangan nya yang bergerak dengan getaran kecil menandakan kalau dirinya akan meluapkan emosi nya.

"Kau bahkan berani berkata maaf!" gumamnya dengan mengeratkan gigi-giginya.

Brakkk...

Tangannya memukul keras meja yang ada di hadapannya, dan tangan yang lainnya sudah bercucuran darah karena memukul cermin sampai tidak berbentuk dan berserakan di bawah sana.

"Brengsek! inikah balasan kasih sayang ku selama ini. Baik! jika memang itu yang kau inginkan, aku akan mengikuti apa mau mu!" Ujarnya masih dengan mata yang menatap dirinya di sisahan cermin yang masih menempel di tempatnya.

"Endro!!!" teriaknya memanggil seseorang yang berdiri di depan kamar.

Pria berpakaian santai menghampiri nya dengan tergesa-gesa. "Biarkan acara ini berjalan dengan semestinya, dan tambahkan para media, usahakan berita pernikahan ini tersebar luas ke seluruh dunia."

"Baik Tuan."

Pria bernama Endro pun berlalu untuk melaksanakan tugas yang di berikan Tuan nya, entah apa yang akan di lakukan pria itu pada hari pernikahan yang bahkan mempelai nya sudah pergi melarikan diri darinya.

Sebuah smirk licik tergambar jelas pada wajah pria yang sudah memakai tuxedo dengan tampannya, ia melirik ke sudut kamar yang terdapat tiga orang wanita yang berpakaian seragam pelayan yang sudah menghias kamar itu dengan sedemikian indahnya.

Tiga orang wanita yang berbeda bentuk perawakannya, yang satu memiliki tubuh yang tinggi semampai dengan memiliki bentuk tubuh yang kurus, dan yang berdiri di tengah berperawakan tidak jauh beda dari yang di sebelah nya namun memiliki tubuh yang sedikit berisi, dan yang ketiga atau yang paling pojok memiliki tubuh yang sedikit mungil dengan tubuh yang tidak terlalu kurus dan tidak terlalu berisi.

Dia pandang wanita itu dengan waktu yang lumayan lama, ia perhatikan ketiganya, kedua wanita lainnya menunduk dengan tangan yang saling menggenggam dengan sedikit bergetar dan sudah di pastikan mereka ketakutan karena di tatap oleh nya, dan satu wanita lainnya berdiri dengan santainya walaupun dengan kepala yang ia tundukan.

Pria itu menatap tajam pada wanita tersebut, matanya turun ke kaki wanita itu karena tidak sama sekali terlihat ketakutan, ya sedari tadi kakinya bergerak walaupun hanya sedikit bagaikan sedang mendengarkan melodi yang indah.

"Hei kau!!" panggilannya dengan suara yang keras dan membuat ketiganya terjingkat kaget.

"Ck, hei!" ulang nya dengan berdecak kesal karena ketiganya masih menundukkan kepalanya. Dan setelah kedua kalinya Tuan nya memanggil barulah ketiganya mengangkat kepalanya dengan tatapan heran.

"Kau yang di pojok." Tunjuk nya.

"Saya?"

"Ya! siapa lagi, memangnya ada yang di pojok selain kau!'' cetusnya.

Kedua wanita yang merupakan teman wanita itu berbarengan menoleh ke arahnya, menatap heran pada temannya. Kenapa tuan memanggilnya? kesalahan apa yang di perbuat nya? pertanyaan-pertanyaan itu muncul pada kedua wanita pelayan itu.

"Kau tetap disini, dan kalian berdua pergilah, temui pria yang berdiri di depan dan ambil bayaran kalian." Tegasnya dan di angguki kedua wanita pelayan itu yang berlalu pergi meninggalkan satu temannya yang di minta tetap di sana dengan perasaan merasa bersalah.

"Tu-tuan, kenapa mereka-"

"Ssstttt, jangan ada pertanyaan." Potongnya, hanya berkata seperti itu tanpa mengucapkan apapun lagi, ia berlalu pergi meninggalkan gadis tersebut seorang diri di dalam kamar.

Dengan wajah bingung, gadis manis itu hanya menurut untuk diam dan tetap di sana. Beberapa saat setelah pria itu pergi, beberapa orang datang dan langsung menghampirinya. "Eh, ada apa?" tanyanya namun tidak satupun ada yang menjawab nya.

Gadis itu di bawa ke kamar mandi yang ada di sana dan melucuti pakaiannya dan memandikan nya di bathtub yang sudah di taburi kelopak bunga mawar juga sabun yang beraroma sangat segar.

Berulang kali ia meminta dilepaskan dan bertanya untuk apa ia di mandikan dan kemudian di dandani tetap saja tidak ada yang menjawab nya, mereka hanya diam mengunci mulutnya. Memakai kan sebuah gaun cantik yang sudah di bentangkan di atas ranjang, dan di make up dengan sangat cantik tanpa melihat dirinya sendiri melalui cermin karena memang di rias tanpa cermin di depannya. Walaupun dengan rasa yang heran dan tidak tahu apa yang sedang terjadi pada dirinya, ia tidak bisa menolak karena memang dia pun nyaman dengan perlakuan beberapa orang itu yang bahkan tidak ada yang berlaku kasar terhadap nya.

Surat Perjanjian

Berdiri dengan terus memperhatikan penampilannya saat ini, gadis berusia 20 tahun itu terus berdecak kagum dengan gaun indah yang saat ini ia kenakan.

Walaupun dia belum mengerti kenapa ia di dandani seperti itu, tapi tidak dapat di pungkiri ia benar-benar merasa senang. "Apa ini pekerjaan tambahan? heemmm, apakah hari ini aku akan menjadi bridesmaid?" gumamnya terus.

Suara pintu terbuka membuat gadis yang bernama Zoya Khanza menoleh ke arah suara itu berasal, Tuan yang ia tahu adalah mempelai pengantin pria yang tadi meminta nya untuk tetap di sana kini berdiri di ambang pintu dengan terus memperhatikannya.

Zoya yang merasa canggung hanya diam dengan terus menundukkan kepalanya, tapi ada sesuatu yang ia sadari saat ini, kenapa gaun yang di kenakan nya terlihat serasi dengan tuxedo yang di kenakan pria itu?.

"Kau punya beberapa waktu untuk memahaminya, baca itu dengan teliti, aku akan menunggu." Ucap nya dengan melempar sebuah berkas pada Zoya yang langsung mengambil nya dan membacanya.

Alexander Gilbert, pria dewasa yang sudah berusia matang itu berjalan melewati Zoya yang masih membaca berkas yang di berikan nya. Dengan terus mengetuk-ngetuk jarinya di kusen jendela Alex menunggu gadis itu selesai dengan berkas tersebut.

"Apa harus selama ini?" celetuk Alex.

"Tuan, jadi maksud mu, aku akan menggantikan mempelai wanita mu? dan apa anda serius dengan nominal yang anda janjikan untuk membayar ku?" tanya Zoya dengan mata yang melebar.

"Ya! kau hanya perlu menjadi mempelai ku di altar sana, dan nominal yang kau lihat itu akan segera masuk ke rekening mu, bagaimana?"

Zoya terdiam, sejujurnya ia sangat tergiur dengan nominal uang yang sangat banyak menurut nya itu, tapi apa dia akan merelakan status nya hanya demi uang? Zoya terus menimbang-nimbang apa yang akan ia putuskan.

"Kamu tidak ada hak untuk menolak karena sudah mengenakan semua ini, jika memang kau menolaknya, kau akan membayar semuanya." Zoya tersentak kaget mendengarnya, apa ini? kenapa ini bisa terjadi padanya, bahkan dia tidak bisa menolak dan harus menerima perjanjian itu.

Dengan helaan nafas yang panjang iapun menyetujuinya, ada kepuasan tersendiri melihat wajah gadis di depannya yang sangat terlihat tertekan itu, dan tanpa ia sadari, kini ia menyunggingkan senyuman dengan sebelah bibirnya.

"Bagaimana lagi, aku juga harus menyetujui nya kan, lagipula untuk menolak dan membayar ini semua, mana aku punya uang," gumam Zoya dan terdengar oleh Alex.

"Kau mengambil keputusan yang tepat, lagipula kamu juga sedang membutuhkan uang untuk biaya pendidikan mu, bukan?"

"Hei! apa anda mencari tahu latar belakang ku!" teriak Zoya tidak terima.

"Harus, karena aku tidak ingin berurusan dengan orang yang sembarangan." Jawab Alex dengan lalu melangkah menuju Zoya dengan menatap dengan tatapan mata yang dingin.

"Ikut aku, setelah keluar kamar kau harus menggandeng lengan ku, paham!" dan di angguki Zoya dengan malas.

Ya, Alex telah mencari tahu latar belakang kehidupan Zoya saat ia meninggalkan kamar tadi, dan dia tidak salah menilai dengan sekali melihat, karena Zoya yang tidak pernah tersandung kasus apapun dan tidak pernah ada terlibat skandal yang akan merugikan nya kelak.

Sesuai instruksi Alex, Zoya menggandeng lengan Alex bak mempelai pengantin wanita sungguhan yang sebenarnya ia hanyalah 'Mempelai Pengganti' dan akan mendapatkan bayaran yang sesuai dengan perjanjian.

Suara musik iringan pengantin terdengar menggema saat Alex dengan Zoya berjalan bersama di atas red karpet yang terbentang, tepukan tangan pun mengiringinya dan tibalah mereka di panggung altar yang sudah di sediakan.

Menatap wajah para tamu, sejujurnya Zoya merasa tidak nyaman, karena harus membohongi semua orang dengan perjanjian mereka, tapi ia berdiri di sebelah Alex dengan profesional dan itu dapat di lihat dari mata Alex.

"Jangan pernah menundukkan kepala mu, kau akan membayar pinalti jika melakukan nya!" ancam Alex dengan berbisik.

"Sial, pria ini semakin bertingkah, tapi tidak apa-apa. Zoya ingat angka nol yang sangat banyak itu," gumam Zoya dalam hatinya.

Rangkaian acara berjalan dengan semestinya, dari janji dusta yang seharusnya menjadi janji suci, mereka katakan dengan lantang, dan pemasangan cincin di masing-masing jari mereka sudah mereka lewati, tapi saat tiba waktunya yang memang seharusnya mempelai pria harus mengecup kening mempelai pengantin wanita, Zoya tidak menyangka jika Alex benar-benar mengecupnya dengan santainya.

Suara tepukan tangan yang bergemuruh kencang dengan berbarengan jantung Zoya yang berdetak dengan kencang juga, sungguh ia tidak pernah memimpikan hal seperti ini, terlebih lagi berdiri di samping pria yang tidak sama sekali di kenalnya yang saat ini sudah menjadi suaminya, walaupun hanya di atas surat perjanjian.

Acara masih berlangsung, Alex yang sedang berbincang dengan rekan bisnis nya terus membawa Zoya untuk tetap selalu berada di sampingnya. Zoya yang hanya duduk dengan sebuah piring yang berisikan potongan buah segar hanya mendengarkan tanpa mengerti arah pembicaraan mereka.

"Hahah.. Ya bisa di atur jadwalnya, jika ada waktu saya dan istri saya akan berkunjung ke rumah," ucap Alex menanggapi ajakan rekannya.

Zoya yang mendengar Alex tertawa dan menyangkut pautkan dirinya seketika menoleh, matanya terus terkunci pada wajah Alex yang tegas nan tampan, tapi saat Zoya mengunci pandangan nya di wajah tampan Alex, pria yg di pandang nya ternyata memergokinya.

"Aku tahu kalau aku ini tampan," bisik Alex yang seketika membuat Zoya tersadar dari lamunannya.

"Aku juga tahu, kalau aku ini cantik," balas Zoya dengan menohok, entah kenapa ia tidak lagi merasa takut dengan pria brewok itu, ia bersikap seolah-olah sudah mengenal nya lama walau kenyataannya ia baru mengenal pria bernama Alexander itu beberapa jam yang lalu.

"Percaya diri sekali dia," ucap Alex dalam hatinya.

Hari sudah mulai malam, Zoya dan Alex pun sudah berganti pakaian, yang tadinya mereka mengenakan gaun pengantin dan tuxedo, saat ini Alex memakai kemeja hitam putih dengan tambahan rompi, dan Zoya memakai dress cantik yang sangat cocok di tubuhnya.

Malam hari suasana pesta lebih santai dari sebelumnya, ya karena tamu di malam hari hanyalah para pemuda dan juga gadis-gadis yang usianya sepantaran dengan Alex, ya karena mereka teman juga para karyawan Alex.

Zoya yang tidak sama sekali mengenal mereka, memilih menyendiri di tepi kolam, melihat-lihat dan berkeliling, sungguh baru pertama kali ia berada di pesta yang berkelas dan bahkan ia berada di sana sebagai mempelai sang pemilik pesta.

"Mimpi apa aku semalam, bahkan tadi pagi aku berpikir akan makan apa esok hari karena tidak sama sekali mempunyai uang, dan sekarang, bahkan aku bisa di katakan adalah ratu semalam disini."

"Andai ini nyata," lanjutnya.

Di sela-sela lamunan, seseorang yang berdiri di sebrang kolam terus memperhatikannya tanpa Zoya sadari, dan bahkan orang itu saat ini sudah melangkah untuk menghampiri nya.

"Zoya? kau kah itu?"

Selamat Malam, Nona!

Zoya berbalik dengan cepat, matanya terbelalak melihat seorang pria yang berdiri di hadapannya dan mengenalnya.

Keringat bermunculan di kening Zoya, tangan nya saling meremas yang ia sembunyikan di belakang tubuhnya, siapa dia? apa satu kelas dengan ku? Zoya terus bergumam di balik wajah pucat nya.

Pria, ya orang itu adalah seorang pria yang terlihat usianya tidak terpaut jauh darinya, dan bahkan bisa di katakan sebaya. "Zoya? kau benar Zoya kan?" tanya pria itu lagi memastikan kalau dirinya tidak salah mengenali orang.

"Ya, kamu siapa?" tanya balik Zoya, walaupun dirinya merasa tidak asing dengan pria itu, tapi ia juga perlu memastikan dengan siapa saat ini dia berhadapan.

"Aku Arhan, tetangga di kampung mu, apa kau lupa?" tangan Zoya yang semula saling meremas di belakang tubuhnya seketika merasa lemas, benar saja, ada seseorang yang mengenalnya di sana terlebih lagi dia menyebutkan asalnya dia mengenal Zoya.

"O-oh iya, maaf aku lupa, penampilan mu sangat berbeda," balas Zoya dengan gugup.

Pria bernama Arhan memperhatikan penampilan Zoya yang juga terlihat berbeda terlebih lagi malam ini Zoya memakai sebuah gaun yang paling mencolok dan mewah, tidaklah mungkin gadis 20 tahun itu seorang pelayan di sana dengan menggunakan sebuah gaun mewah.

"Kamu pasti tamu VVIP, bukan begitu?" tanya Arhan penasaran, Zoya pun yang mendapatkan pertanyaan seperti itu tentu semakin kebingungan untuk menjawabnya.

Namun sebelum benar-benar Zoya menjawab pertanyaan Arhan, seseorang sudah menyela pembicaraan keduanya dan langsung meraih pinggang Zoya dengan posesifnya seolah-olah ia benar-benar pemilik gadis 20 tahun itu, ya siapa lagi kalau bukan Alexander.

"Dia ratu di pesta ini. Salam kenal saya suaminya," ucap Alexander memperkenalkan dirinya pada pria muda yang ada di depannya, Zoya terbelalak mendengar apa yang di katakan Alexander, dan itu sudah di tafsirkan olehnya akan terjadi seperti itu.

"Dasar bermulut besar," gerutu Zoya.

"S-suami? benarkah?" Arhan terlihat terkejut mendengarnya, dan itu bisa terlihat dari sorot matanya yang melebar pada pupil nya.

Zoya tidak menjawab nya, ia hanya mengangguk dengan lemas, mengiyakan apa yang di katakan Alex saat itu.

"Apa kau mengenal istri ku?"

"Ha? oh iya Tuan, Zoya tetangga ku di kampung halaman, aku tidak menyangka kalau Zoya lah pengantin wanita di pesta ini." Balas Arhan.

"Karena kau mengenal istri ku, aku anggap kau adalah tamu spesial malam ini, silahkan nikmati sajian yang ada, aku akan membawanya." Tanpa menunggu jawaban dari Arhan, Alex menarik tangan Zoya dengan pelan untuk ikut dengannya dan bergabung dengan para rekan bisnisnya karena para rekannya yang ingin mengenal nyonya Alexander yang beruntung mendapatkan pria sukses sepertinya.

Arhan terpaku diam di tempatnya, memperhatikan kepergian Zoya bersama pria yang sangat terlihat usianya tentu jauh lebih tua dari Zoya, matanya kini seperti mencari keberadaan seseorang orang lagi, alisnya mengernyit heran seraya bergumam. "Tapi dimana Bu Rumi dan suaminya?" terdiam sejenak lalu berlalu pergi dari sana.

Zoya yang masih saja belum terbiasa berada di tengah-tengah orang penting tentu merasa canggung walaupun sedari tadi salasatu dari mereka terus saja mengajaknya untuk berbicara, tidaklah menutup rasa canggung nya.

Jam sudah menunjukkan pukul satu dini hari, Zoya yang mungkin saja sudah sangat lelah seharian ini meladeni para tamu undangan yang datang kepesta dan juga harus berpura-pura menjadi istri sang miliader itu, matanya tidak lagi kuat untuk terus terbuka, rahangnya pun terasa kaku karena seharian dia harus tersenyum pada semua orang yang di tuntut sendiri oleh Alex, suaminya kini.

Alex melirik Zoya dengan keadaan memaksa matanya untuk terbuka, dan memberikan isyarat pada asisten pribadinya untuk membawanya ke kamar terlebih dahulu dan ia akan menyusul nya setelah para tamu pentingnya pergi.

"Silakan Nona, saya akan antarkan anda untuk beristirahat," ucapnya.

"Hah? eeuumm,, apa tidak apa-apa?" balas Zoya dengan suara lemas.

"Mari Nona," ucapnya lagi tanpa menjawab pertanyaan Zoya. Zoya yang memang sudah tidak bisa langsung menahan kantuknya, akhirnya ikut dengan asisten tuan Alexander, Mark Carlos.

Pria bernama Mark tidak sama sekali menghiraukan Zoya yang sedari tadi mengeluarkan suara menguap dengan frontal nya, ia hanya berjalan lurus menuju sebuah kamar.

"Silahkan Nona, selamat malam, dan selamat beristirahat." Setelah mengantarkan dan membukakan pintu kamar untuk Zoya, Mark pun berlalu begitu saja tanpa berkata apapun lagi karena merasa tugasnya hanya itu saja.

Zoya yang mendapatkan sikap dingin Mark, hanya mengedikkan bahu dan masuk ke kamar lalu merebahkan tubuhnya yang sudah sangat lelah itu tanpa membersihkan diri terlebih dahulu, ya dalam kata lain, saat ini ia masih menggunakan pakaian pesta lengkap dengan make up cantiknya.

"Haaahhhh, nyamannya. Entah bagaimana untuk hari esok," gumamnya sebelum ia benar-benar hanyut dalam mimpinya.

Jam sudah menunjukkan pukul 3, para tamu sudah berpamitan untuk pulang, Alex yang sudah menyuruh para asisten juga anak buahnya untuk beristirahat juga, memutuskan untuk pergi ke kamarnya seorang diri.

Membuka sebuah pintu kamar tanpa menyalakan lampu terlebih dahulu, kemudian lekas pergi ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Setelah memastikan dirinya bersih, Alex sudah bersiap untuk tidur dengan celana pendek juga kaus yang sedikit longgar, namun saat dia akan menaiki ranjang, ia baru menyadari kalau ada seseorang yang sudah tertidur pulas di atas ranjangnya.

Memicingkan mata lalu membuang nafasnya ke udara. "Mark, kau benar-benar menjengkelkan." Gumam Alex dengan suara pelan.

"Haaahhh,, selelah itukah, Nona. Baiklah, selamat malam." Ujar Alex yang tanpa ragu dan mempermasalahkan kehadiran Zoya di sana, iapun ikut naik ke ranjang dan merebahkan tubuhnya di sisi lain tempat tidur yang diameternya memang luas.

Matahari sudah menunjukkan dirinya, burung-burung kian berbunyi di balik jendela kamar, namun penghuni kamar masih saja setia dengan bantal nya.

Merasa sesuatu menerpa wajahnya, Zoya mengerjapkan matanya, aroma mint yang terasa hangat menyeruak indra penciuman nya, dan ketika matanya terbuka yang pertama kali ia lihat sesosok wajah tampan dengan bulu mata yang lentik sedang tertidur pulas tepat di depan wajahnya.

Seperkian detik ia masih memandangi nya, tapi setelah sadar kalau orang yang ada di depannya adalah orang asing yang tiba-tiba menjadi suaminya tadi malam dengan sebuah kertas perjanjian, Zoya pun segera menjauhi wajahnya dan bangun dari ranjang luas itu.

Memperhatikan seluruh pakaiannya, dan pakaian masih melekat di tubuhnya dengan baju yang sama saat tadi malam ia pakai, menghela nafasnya dengan lega karena pikiran buruknya tidak terjadi. "Astaga, kenapa juga dia ada disini," gumam Zoya dengan berusaha tidak mengeluarkan suara apapun, tapi entah mengapa, seperti memiliki telinga seekor tikus, Alex pun terbangun, dan menggerang merentangkan kedua tangannya, menatap Zoya yang berdiri di sebrang ranjang dengan wajah bantalnya seraya berkata.

"Kau sudah bangun?" Zoya hanya bisa terbelalak dengan ucapan pertama kali Alex saat membuka matanya, seolah-olah tidak mempermasalahkan jika mereka tidur di satu ranjang walaupun belum sepenuhnya mereka mengenal satu sama lain.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!