Suasana sepi menemaniku dan hatiku yang sedang berlipur lara, menatap sendu tempat peristirahatan terakhir orang yang selalu menemaniku disaatku sedih, orang yang benar-benar tulus menyayangiku, orang yang selalu menjagaku, tidak terasa air mataku mengalir dengan sendirinya, tanpa aku paksakan untuk mengalir, membasahi pipi dan wajahku.
"Kamu jahat, kenapa kamu tinggalin aku sendiri disini? Kamu yang beri harapan itu kepadakukan. Kamukan yang janji akan menjagaku. Sebelum kamu datang setiap hari aku pendam sendiri rasa sakit ini, rasa marah ini, rasa sedih ini sampai kamu datang dan bilang kepadaku."
"Jadikan aku tempatmu untuk berkeluh kesah, kamu tidak perlu lagi berpura-pura tegar di depan orang lain padahal kamu sendiri sedang tersakiti dan sedih. menangislah jika kamu ingin menangis, teriaklah sekencang-kencangnya jika kamu ingin teriak, aku akan selalu menjagamu Sarah, aku tidak akan bisa melihat kamu disakiti orang lain lagi, aku berjanji akan selalu ada untukmu."
"Sekarang dimana kamu, aku sedang sedih sekarang, aku sedang sakit, dada ku sesak, aku tidak sanggup menahannya. Aku butuh kamu, aku sedang menangis sekarang dimana pundakmu yang selalu aku gunakan untuk mengadu, dimana pelukanmu yang selalu menenangkanku. Jangan tinggalkan aku sendiri disini, aku mohon.” Ucapku dengan air mata yang terus mengalir tanpa hentinya. Aku pegang batu nisan yang bertuliskan namanya. "Aku butuh kamu." Ucapku lirih.
Dua tahun sebelumnya...
“Perkenalkan nama saya Sarah Gibran dari SMP XXX Kota Jakarta, mohon bimbingannya.” Ucapku saat memperkenalkan diriku di depan Kakak Kelas dan teman teman seangkatanku di hari pertama Masa Orientasi SMA ini. Aku tahu bahwa aku akan menjadi pusat perhatian diantara semua peserta dan panitia orientasi disini, karena menjadi pusat perhatian memang merupakan hal yang cukup sering aku alami didalam kehidupan sehari-hariku.
Aku sering berterima kasih kepada Tuhan yang sudah memberikanku tubuh dan rupa yang diinginkan semua orang yang terkadang entah mengapa dapat mempermudah urusanku dalam segala hal, tetapi tidak semua hal juga dalam kehidupanku selalu berjalan dengan mudah dan mulus dikarenakan ada juga yang terlihat iri dan ingin menghancurkanku karena penampilanku ini.
Penampilanku ini terkadang membuatku dapat menebak apa isi pikiran dari setiap orang yang menatapku. Terkadang aku menemukan tatapan laki-laki atau pun wanita yang lapar dan siap memakanku layaknya seorang pemburu yang menemukan target buruannya yang siap dinikmati kapan saja, bahkan sering juga aku menemukan tatapan memuja layaknya seorang fans yang rela berdesak-desakan dengan fans lainnya untuk sekedar meminta sign dari artis yang diidolakannya.
“Hei lo! Maju.” Ucap salah satu kakak kelas wanita yang ada di depanku. “Aku?" Ucapku menunjuk diriku sendiri. “Iya lo lah siapa lagi, lo pikir gua gila apa manggil kursi di sebelah lo.” Dia meninggikan suaranya membuat satu ruangan Auditorium memberikan perhatian mereka semua kepadaku. Satu orang yang sepertinya akan mengusik kehidupan sekolahku disini hmm.
Aku maju kedepan mendekatinya dengan tidak mau mencari masalah, karena aku tahu sekeras apapun aku membantah semua akan balik lagi ke aturan pertama dimana senior tidak pernah salah, jadi seberapa benarnya kita sebagai junior dan seberapa salahnya mereka sebagai senior semua akan balik lagi ke aturan pertama tersebut. “JANGAN SOK KECANTIKAN LO DI SEKOLAH INI!" Ucap Kakak Kelasku itu dengan lantang. Ha? Maksudnya?.
“Maa.” Ucapku terpotong. “Ohh mau membantah.” Dia berdiri dari tempat duduknya setelah memotong perkataanku. “Lari lima keliling lapangan diluar TANPA BERHENTI!!!” Lanjutnya lagi. Ha? Serius? Gak lihat apa jendela dibelakang lo, itu matahari lagi panas-panasnya, ospek sih ospek tapi gak gini juga kali. “Kenapa ini Adel?” Terdengar suara laki-laki yang ada di belakang senior perempuan di depanku ini. Aku memiringkan wajahku untuk melihat kearah belakang senior di depanku ini yang ternyata bernama Adel.
Deg! Jantungku kenapa? “Ahhh Indra kamu pasti cariin akukan iya kan?” Adel langsung melingkarkan tangannya ke tangan laki-laki itu. “Lepasin Del.” Ucap Laki-laki tersebut. Laki-laki itu menatapnya dengan tatapan jengah, sehingga dengan sangat terpaksa Adel melepaskan tangannya. Hahaha sukurin manyun manyun dah.
“Apa yang lo lihat, lo ngejek senior lo?” Ucap Indra. “Bu.” Ucapku terpotong lagi. “Lo kasih hukuman dia apa Del?” Tanya Indra ke Adel. “Lari keliling lapangan sebanyak lima kali Ndra.” Ucap Adel dengan tersenyum. “Tambahin dua kali lagi.” Ucap Indra. Ha! “Hmm gak jadi.” Ucapnya lagi. Selamat. “Tambahin lima kali lagi.” Ucapnya lagi tanpa rasa bersalah. Sial. Adel yang mendengar itu tersenyum senang dan melihatku dengan wajah yang sangat menyebalkan. Sabar Sarah sabar.
“Sana pergi, lo jangan coba-coba ngurang-ngurangin hitungan, gua bisa ngitung juga." Ucap Adel tanpa melihatku, tatapannya hanya tertuju kearah senior laki-laki di depanku ini. Yang bilang lo gak bisa ngitung siapa coba. “Terus.” Tiba-tiba tangan Indra melingkar ke belakang kepalaku yang membuat aku memejamkan mata. Wangi banget.
“Bukannya ada aturan supaya peserta cewek disuruh mengikat rambutnya ya.” Ucap Indra dengan tangannya yang masih melingkar di belakang kepalaku. Ternyata dia mengikatkan rambut panjangku dengan karet gelang yang dibawanya, aku langsung melihat keatas dan mata kami pun bertemu selama beberapa detik. “Apa lo lihat-lihat mau gua tambahin hukuman lo.”
“Enggak Kak maaf.” Ucapku takut. Aku menundukkan kepalaku, tetapi dia menarik daguku yang membuatku melihat lagi mata tajamnya. “Gua bakal ngawasin lo.” Dia pun langsung pergi begitu saja, meninggalkanku yang menatap tubuhnya yang menjauh dari tempatku berdiri, meninggalkanku dengan jantungku yang berdegup cepat. Perasaan apa ini.
Just Information :
Pada tahun 2000-an ini masa orientasi setiap Sekolah kebanyakan memang seperti ini, dimana para senior dari setiap sekolah melakukan ajang balas dendam kepada juniornya, dimana mereka juga pernah diperlakukan hal yang sama dari senior mereka sebelumnya. Memang ada perkenalan tentang sekolah seperti history tentang Sekolah, perkenalan Kepala Sekolah, Guru-Guru dan lain-lain tentang sekolah, tetapi itu hanya sekitar 10% atau bahkan 5% dari susunan acara, selebihnya adalah ajang perploncoan.
Setelah kepergian Indra, aku melangkahkan kakiku menuju ke Lapangan Sekolah, meninggalkan teman-teman seangkatanku yang juga mendapatkan hukuman dari para senior kami. Aku sudah berdiri di pinggir lapangan, mengencangkan ikat rambutku yang tadi diikat oleh Indra. Bisa kamu pasti bisa Sarah, jangan nyerah hanya karena senior yang bernama Indra itu. “Kena hukuman juga Sar?” Terdengar suara Laki-Laki dari belakangku yang membuatku dengan reflek menoleh ke belakang. Eh Dave?
BERSAMBUNG.
Mohon supportnya ya semua!!, dibantu like, vote dan komentar positifnya.
Terima Kasih!!
Apakah memang benar cinta lama itu akan bersemi kembali?
“Apa kabar Sarah?” Ucap Laki-Laki tersebut yang masih membuat aku penasaran. “Ba...baik, kamu Dave kan?” Ucapku bertanya-tanya, karena mata biru itu mengingatkanku akan seseorang yang sangat aku kenal di waktu kecil. “Lama gak ketemu ya Sar.” Tangannya mengusap kepalaku. Jantungku kondisikan dirimu.
“Davee nanti dilihat orang.” Aku menarik tangan Dave dari kepalaku dan itu membuatnya tersenyum gemas. “Kamu masih ngegemesin kayak dulu ya Sar.” Dave dan aku adalah teman baik sewaktu kami duduk dibangku Sekolah Dasar, dia adalah pelindungku.
Flashback.
“Lepasin leepassiinn Ommm Sarah gak mau ikutt Omm Ibuuuuu Ibuuuu toloongg.” Aku berteriak sekencang-kencangnya dengan air mata yang sudah membasahi wajahku. Tetapi Laki-Laki itu tetap berusaha untuk membawaku masuk ke dalam mobilnya. “Masuukkk cepaattt nantiii kita beli es krim yang banyak dari ini.” Dia menarik tanganku dengan sangat kencang yang membuat pergelangan tanganku terasa sangat sakit. Es krim pemberiannya pun sudah jatuh di jalan gang yang sepi ini. Ibuuu aku takuttt toloongg.
“BUGH! Arghh sialan siapa yang melempar batu ini anj**g.” Teriak Om itu meringis kesakitan mengusap kepalanya kesakitan. “Itu Om temen saya Om tolongin Om!!!” Terdengar suara anak kecil laki-laki yang berteriak di gang jalan tempatku yang sedang memejamkan mata karena ketakutan. Sayup-sayup aku mendengar suara anak kecil berteriak tersebut mendekat kearah kami, tetapi aku belum berani untuk membuka mataku.
“Woiii jangan kaburrr lo.” Suara orang ramai pun terdengar semakin jelas ditelingaku dan aku mendengar suara Ibuku memanggil namaku. “Saarraahhh, maafin Ibu maafin Ibu.” Ucap Ibuku yang menangis memeluk diriku dengan sangat erat. “Ibu, Sarah takut Bu.” Aku tersedak dengan tangisanku sendiri di pelukan Ibuku. “Udah gak pa-pa Ibu udah disini untung ada Dave tadi yang bantuin Ibu nyariin kamu.” Ucap Ibuku menenangkanku, mengusap dan mengecup pucuk kepalaku berkali-kali. Aku pun melihat kearah anak kecil dengan mata berwarna kebiru-biruannya yang berdiri disebelah Ibuku. “Ma...makasih.” Ucapku lirih melihat kearahnya.
Itulah awal pertemuanku dengan Dave, semenjak itu kami semakin dekat seperti sepasang sepatu yang tidak terasa lengkap apabila tidak bersama, Dave selalu menjadi pelindungku dan teman ceritaku setiap saat. Dia selalu menjagaku dan selalu ada dikala saatku sedih, dia selalu disisiku kemanapun aku pergi, aku juga sangat mengenal baik kedua orang tuanya dimana Dave sering sekali mengajakku bermain ke Rumahnya.
Sejak itulah aku menyukainya, tetapi semua berubah saat Dave pindah ke luar negeri karena harus ikut pindah bersama keluarganya. “Dave mau kemana? Nanti Sarah sama siapa? Siapa yang jagain Sarah nanti?" Aku menangis sejadi-jadinya didepan Dave di Bandara Penerbangan Luar Negeri yang sudah mau bersiap-siap untuk berangkat naik pesawat.
“Jangan nangis, nanti aku ikutan nangis, ini hadiah buat kamu biar kamu selalu inget aku, aku janji akan balik lagi.” Ucapnya menyerahkan sebuah kotak hadiah kecil berwarna pink ditangan kanannya dengan Pita berwarna merah. "Janji?" Ucapku menatap lekat matanya dan mengulurkan jari kelingkingku. "Iya Janji." Ucapnya mengikat jari kelingkingnya di jari kelingkingku.
Aku mengambil kotak hadiah yang diberikannya dan membukanya, didalamnya terdapat sebuah gelang yang terbuat dari tali dengan simbol D dibagian tengahnya itu dan Dave mengusap kepalaku. "Aku juga memakainya dengan simbol S ditengahnya yang sama denganmu." Ucap Dave menunjukkan gelang yang digunakannya ditangan kanannya. “Kamu jaga diri baik-baik ya.” Ucap Dave untuk terkahir kali saat itu sebelum dia pergi meninggalkanku.
Flashback off.
“Dave jangan ngelihatin aku terus.” Ucapku melihat kearah lain saat kami berdua sedang berlari mengelilingi Lapangan Sekolah. “Haha maaf, kamu jadi cantik ya sekarang.” Ucapnya yang membuat ujung bibirku tertarik malu keatas dengan sendirinya. “Gelangnya sampe kotor gitu, kamu pake tiap hari ya?” Ucapnya lagi mengangkat tangan kiriku untuk melihat gelang pemberiannya yang sedang aku gunakan sekarang. “Ehmm eng-enggak baru pake hari ini aja kok.” Ucapku gugup. "Aku juga sering menggunakannya juga Sarah." Ucapnya tersenyum tipis tanpa melihat kearahku. Kelihatan ya emangnya kalo aku gunakan terus gelangnya.
“Ohh iya Mama sama Papa kamu apa kabar? Mereka pindah kesini juga?” Tanyaku kepada Dave. “Gak mereka masih tinggal di Australia Sar, aku cuma sama Bibi disini.” Jawabnya. “Bi Iyem? Wah Bibi disini juga? Ahh aku kangen , masih sering buat kue putu gak Dave? Buatan Bibi mah the best, susah aku cari disini sekarang, kalau ada pun gak seenak yang Bibi buat.” Ucapku bersemangat dan mengingat kenangan-kenangan masa laluku, sementara Dave hanya tersenyum dan lagi-lagi Dave mengusap kepalaku.
“Bisa gak sih gak buat gemes, sama mulutnya jangan sering dimajuin gitu bikin gemes tahu.” Ucapnya yang terlihat sengat ingn mencubit pipiku. “Hehe maaf.” Ucapku tertunduk malu. Setelah itu aku melihat ke sekeliling dan menemukan sosok Indra yang melihat tajam kearahku yang sedang berlari. Ehh itu kakak galak ngelihatin daritadi, bentar ini udah berapa keliling ya.
“Dave kita udah berapa keliling?” Tanyaku melihat kearah Dave. “Hmm kayaknya tujuh kali apa ya.” Ucap Dave sambil berpikir. “Eh serius kok gak kerasa.” Ucapku sedikit terkejut mendengar jawaban Dave. “Karena larinya bareng aku mungkin, jadi waktunya gak kerasa.” Dia menaik-naikkan alisnya mengejekku. “Bugh! Aww sakit Sar.” Dave meringis dan mengusap-usap lengan kanannya yang aku pukul.
“Udah jago mukul orang ya sekarang, udah gak manggil Dave tolongin Dave hahaha." Ejeknya meniru-nirukan suaraku. “Ehmm Davee stop it.” Ucapku memarahinya dengan wajah yang malu, tetapi itu malah membuat kami berdua sama-sama tersenyum. Kami berdua tertawa mengingat masa kecil kami, karena memang dulu aku selalu memanggil Dave, apa-apa Dave apa-apa Dave, tetapi dia tidak pernah bosan dengan panggilanku itu. “BERHENTI KALIAN BERDUA!” Teriakan keras dari salah satu Kakak Kelas kami yang ada di depan kami. Aduh apalagi ini.
Seniorku itu mendekat kearah kami, sehingga aku dan Dave pun menghentikan lari kami. “Siapa yang menyuruh kalian mengobrol? Enak ya yang lain capek-capek kalian berdua malah asik ngobrol.” Ucapnya dengan sangat keras didepanku dan Dave yang membuatku tertunduk takut. “Maaf Kak.” Ucapku gugup.
Dave tidak mengeluarkan suara sedikitpun dan sangat tenang yang terlihat dari tidak adanya pergerakan dari tubuhnya di sebelah kiriku. “EDGARR UDAH JAMNYA MAKAN SIANG!!” Teriakan salah satu Kakak Kelasku yang lain dari pinggir Lapangan. “IYAA.” Teriakan balik seniorku itu yang ternyata bernama Edgar. “Kamu.” Tunjuknya kearah Dave. “Tidak suka sama saya?” Ucapnya menantang Dave, yang aku lihat Dave sendiri memasang raut muka yang tidak suka. Dave please jangan tambah masalah lagi.
“Siap tidak kak.” Ucap Dave dengan keras dan lantang. Huft gitu dong Dave. “Tetapi saya yang mengajak ngobrol Sarah tadi Kak, jadi kalau mau kasih hukuman, kasih hukuman ke saya saja.” Ucap Dave menatap tajam kearah Edgar. Daveee. Ingin sekali aku menginjak kakinya dengan sangat keras. “Ohh ada pahlawan kesiangan sepertinya, okee as you wish, kamu push up lima puluh kali, setelah itu baru kamu boleh ke Auditorium untuk makan.” Ucap Kakak Kelasku itu menatap tajam balik kearah Dave dan melipat kedua tangannya di depan dada.
“Tapi.” Dave melihatku tajam untuk tidak mengatakan apa-apa lagi. “Siap Kak.” Ucap Dave tegas. “Dan kamu ikut saya ke dalam untuk istirahat.” Ucap Edgar berbicara kepadaku. “Baik Kak.” Ucapku singkat dengan tertunduk, setelah itu aku berjalan dibelakang Edgar mengikutinya ke Auditorium. Aku melihat ke belakang dimana terlihat Dave sudah mulai melakukan hukumannya lagi. Maaf Dave, lagi-lagi kamu menjagaku.
BERSAMBUNG
Setelah ini Author akan usahakan untuk update 1-2 kali cerita setiap harinya ya readers!!!
Tetapi mohon tetap dibantu love, komen & like untuk author ya, biar tambah semangat, terima kasih atas supportnya!!!
Berhati-hatilah tidak semua yang baik itu putih dan yang jahat itu hitam.
Waktu sudah menunjukkan jam dua belas lewat tiga puluh menit, dan selama tiga puluh menit itu juga Dave belum menunjukkan batang hidungnya yang menandakan bahwa dia telah selesai melakukan hukuman keduanya di hari pertama orientasi ini. Apa kabar Dave ya?
Aku duduk sendiri di pojok ruangan Auditorium, menunggu Edgar mengambilkan makan siang untukku, dikarenakan para junior yang lain sudah menyelesaikan makan siang mereka, tetapi pandangan dan pikiranku masihlah berada di lapangan tertinggal bersama Dave yang mungkin sudah lelah karena hukuman yang dilaksanakannya saat matahari yang sedang tampak marah. Kenapa hatiku gelisah ya, apa aku susul aja Dave ke Lapangan.
“Lagi mikirin apa?” Tanya Edgar. “Ha? E...enggak kok Kak, gak lagi mikirin apa-apa.” Aku kaget karena melihat Edgar yang sudah berada di depanku. “Ini makan siangnya, makan dulu.” Edgar menyerahkan satu buah nasi kotak kearahku. “Iya Kak, makasih ya.” Aku mengambil kotak makan tersebut, dan masih merasa canggung karena Edgar duduk di sebelahku dan membuka nasi kotak ditangannya. Kok dia masih duduk disini, jangan bilang dia mau makan disini juga.
“Kenapa? Gak suka aku duduk disini?” Ucap Edgar karena tahu aku memperhatikannya dan belum mau membuka nasi kotakku. “Bukan Kak, bukan itu, cuma…” Aku menyapu ke sekeliling ruangan dengan mataku. “Kenapa semua orang melihat kearah kita?” Lanjutku. “Hahaha, kenapa kamu gak nyaman?” Ucapnya dengan tertawa. “Sedikit sih.” Ucapku. “Cewek secantik kamu wajar jadi pusat perhatian.” Ucap Edgar yang berhasil membuat wajahku memerah.
Aku mulai menikmati makan siang nasi kotak yang diberikan oleh Edgar tadi, begitupun Edgar dan selama aku menyuapi sendok per sendok nasi yang ada di dalam kotak tersebut ke mulutku selama itu juga aku merasa dia mencuri pandang kearahku. “Gar ini pembagian kelas untuk diumumin nanti.” Seniorku yang lain datang sambil menepuk pundak Edgar saat kami sedang makan. “Ohh oke makasih ya Za.” Edgar mengambil kertas yang diberikan oleh temannya itu. “hmm inceran baru Gar.” Ucap teman Edgar yang melirik kearahku. “Eh bukan huss, udah sana urusin buat sound systemnya dulu.” Ucap Edgar mengusir temannya dari kami dengan tangannya. “Beda mah kalo Ketua Panitia hahah.” Temannya itu pun berlalu pergi meninggalkan kami dengan masih menyisakan suara tawanya.
Pantes Ketua Panitianya ternyata, karena itu kenapa yang lain pada heran melihat kesini. “Maaf ya, si Reza emang sering jahil.” Ucap Edgar kearahku. “Iya gak pa-pa Kak, Kak Edgar Ketua Panitianya Kak?” Tanyaku “Iya.” Jawabnya singkat. “Ohh aku kira tadi Kak Indra ketuanya, soalnya waktu kata sambutan awal yang ngasih sambutannya Kak Indra.” Ucapku. “Iya tadi aku datang terlambat, soalnya bantuin anak konsumsi ngambilin makanan dulu di Rumah Makan seberang sana.” Ucap Edgar. “Ehh!” Ucapku panik. Aduh kenapa minumnya pake acara tumpah lagi.
Aku tidak sengaja menumpahkan minumanku di seragamku, saat sedang ingin meminumnya waktu berbicara dengan Edgar. “Kenapa Sar? Kok bisa tumpah gitu minumnya, tunggu bentar ya aku ambil tissue dulu.” Edgar langsung pergi meninggalkanku. Aku buka kancing satu gak pa-pa kali ya. Aku membersihkan air yang tumpah pada bajuku dimana membuat seragamku menjadi transparan. Braku ikut basah juga aduh.
“Ini Sar.” Ucap Edgar sambil memberikan tissue kepadaku. “Eh Kak, makasih ya.” Ucapku mengambil tissue yang diberikan Edgar, tanpa melihat kearahnya. Aku melanjutkan membersihkan bagian dadaku yang tertumpah air tersebut dimana semakin memperlihatkan lekukan gunung kembarku. “Ehemm” Aku mengangkat kepalaku langsung melihat Edgar yang sedang menelan salivanya. “Eh kak maaf.” Ucapku panik. Dia melihat braku gak ya?
Edgar yang menyadari aku memperhatikan celananya, menaikkan kaki kanannya berusaha menutupi tonjolan pada celananya, aku pun cepat-cepat mengancingkan kembali bajuku. “Ehem udah bersih Sar?” Tanyanya mengalihkan perhatian. “Udah Kak, makasih ya Kak tissuenya.” Dia tersenyum yang membuatku bertanya arti senyumannya. “Habisin makannya Sar, sebentar lagi ada pembagian Kelas untuk kalian.” Ucapnya sambil melanjutkan makan siangnya. “Iya Kak.” Setelah itu aku dan Edgar menghabiskan makan siang kami dalam keheningan tanpa ada obrolan apa-apa lagi.
Dave! Saat aku selesai menghabiskan makan siangku, aku melihat sosok Dave sudah masuk kembali ke ruangan Auditorium. “Kak permisi dulu ya.” Aku berjalan cepat mendekati Dave, meninggalkan Edgar yang terlihat heran dari tempat duduknya. “Dave!” Panggilku kearah Dave “Hey kamu udah makan?” Tanya Dave dengan wajah dan seragam yang basah karena keringatnya. Kenapa kamu malah nanyain aku.
“Ka.” Ucapku tepotong oleh Edgar. “Ayo langsung cepat duduk ini sudah jam satu, kita mau mulai lagi acaranya.” Suara Edgar keras memotong kata-kataku yang ternyata dia sudah ada dibelakangku, dengan tatapan tajam kearah Dave. Dave jangan cari masalah lagi please.
“Iya Kak.” Ucap Dave tanpa ada kata-kata perlawanan apa-apa dari bibirnya. Ha, beneran dia gak nyari masalahkan? Aku mendongakkan sedikit kepalaku keatas memastikan ekspresi wajah Dave, dan aku hanya melihat senyuman penurut pada wajahnya. Terlihat senyuman penuh arti dari bibir Edgar setelah mendengar kata-kata penurut dari Dave, dia melihatku sebentar dan langsung pergi menuju Podium, berkumpul dengan senior yang lainnya.
“Kamu gak makan dulu?” Tanyaku kearah Dave. Sambil menghapus keringat di kening dan pelipis matanya, dan seperti biasa dia malah sibuk mengusap pucuk kepalaku. “Aku gak laper, udah yuk kita duduk nanti keburu ditegur lagi.” Ucap Dave.
Dia menarik tanganku ke salah satu bangku yang ada dekat kami, dimana posisinya paling pinggir di sisi kiri dari susunan kursi di ruangan itu berdeketan sekali dengan posko senior yang berkumpul. “Kamu beneran gak laper Dave, kamu pasti capekkan? Aku mintain nasi kotaknya ya.” Ucapku dan langsung bangkit dari tempat dudukku. Dia menarik tanganku sehingga membuatku yang awalnya mau berdiri tidak sengaja menyenggol kursiku sendiri sehingga membuat kursi tersebut terjatuh dan memberikan perhatian semua orang kepadaku.
Aduh kena lagi. Tiba-tiba senior galak yang sebelumnya mengikatkan rambutku datang perlahan kearah kursiku. “Kamu lagi, udah gua bilangkan, gua bakal ngawasin lo.” Ucap Indra yang sudah berdiri didepanku dengan tangan yang terlipat didepan dadanya. “Maaf kak, saya tidak sengaja tadi.” Jawabku tertunduk tidak berani menatapnya. “Emangnya lo mau ngapain?” Tanyanya.
“Saya ma.” Ucapku tepotong. “Maaf kak, tadi saya tidak sengaja menarik Sarah karena dia mau mengambilkan makanan untuk saya.” Ucap Dave yang ternyata sudah berdiri dibelakangku. “Emangnya lo belum makan?” Tanya Indra kearah Dave. “Belum Kak.” Jawab Dave.
Indra melihatku kembali yang entah mengapa membuatku menjadi tambah takut dan menundukkan kepalaku kembali tidak berani melihatnya. “Lo ikut gua.” Dia gak nunjuk aku kan. “Malah bengong ayo.” Ucapnya kepadaku lagi. “I...iya Kak.” Aku langsung cepat mengikuti langkahnya dari belakang.
“Del masih ada nasi kotaknya?” Tanya Indra kepada Adel saat kami sudah berada di depan Posko Makanan. “Masih ndra, buat siapa? Emangnya kamu belum makan? Kalo belum aku suapin ya” Ucap Adel sedikit genit. “Bukan buat gua.” Ucap Indra singkat tanpa memperhatikan tingkah Adel yang menggodanya.
Adel langsung melihat kearah belakang Indra dan melihatku yang seketika merubah ekspresi di wajahnya. “Lo lagi.” Ucap Adel dengan sedikit ketus. Indra langsung mengambil nasi kotak yang diberikan Adel dan menyerahkannya kepadaku sehingga membuat tanganku tidak sengaja bersentuhan dengan tangannya.
“Ini kasih buat temen lo dan.” Ucap Indra wajahnya tiba-tiba sudah berjarak lima cm dari wajahku. Deg! Perasaan ini lagi. “Jangan berulah lagi.” Lanjutnya yang menyadarkanku dan dengan cepat aku menarik nasi kotak dari tangannya. “I...iya Kak, makasih.” Ucapku dengan gugup.
Aku langsung balik ke belakang berjalan kearah Dave. Jangan lihat belakang Sarah jangan lihat. Dan entah mengapa kepalaku bergerak dengan sendirinya kearah belakang menatap kembali laki-laki yang membuat jantungku berdegup kencang. Dia tersenyum?
Setelah pembagian Kelas yang diumumkan oleh Edgar diatas podium membuat aku sudah duduk bersama teman-teman sekelasku yang belum aku kenal disekitarku, dan untungnya ada Dave di sebelah kananku karena kami ternyata berada dalam satu Kelas dalam pembagian Kelas di SMA ini.
“Baik kalian sudah mendapatkan Kelas kalian masing-masing, selanjutnya kami akan memberikan sebuah reward kepada kalian di hari pertama ospek ini, bagi kalian yang berani untuk tampil diatas Podium ini baik sendiri atau pun berkelompok dan menunjukkan sebuah pertunjukkan yang bagus yang akan dinilai langsung oleh para senior kalian disini, kalian bebas untuk tidak mengikuti ospek untuk dua hari kedepan.”
Pengumuman yang diumumkan Edgar, membuat satu Ruangan yang dipenuhi oleh siswa-siswa baru disini menjadi riuh, tampak wajah-wajah takut dan malu dari mereka termasuk diriku. “Maju yuk.” Ucap Dave yang tiba-tiba mengagetkanku. Dave jangan mulai.
“Enggak mau kalo kamu mau kamu sendiri aja.” Ucapku menolak. “Ayoo.” Dave langsung menarikku sampai keatas Podium. Dan dengan sangat terpaksa aku mengikuti Dave yang berada di depanku. Kamu mau aku ngapain Dave hmm.
Aku menerima mic yang diberikan Dave dengan masih tertunduk karena malu, sedangkan Dave sendiri sudah membawa gitar akustik ditangannya. “Kamu mau nyuruh aku nyanyi? Aku gak bisa.” Bisikku ke telinga Dave. Aku benar-benar ingin sekali menginjak kakinya sampai hancur.
“Haha kita bawain lagu yang dulu sering kita nyanyiin waktu di rumah aku, yang sering diputerin Papaku.” Ucap Dave dengan santainya. “Ha? Lagu yang mana?” Dia pun membisikkan lagu tersebut ke telingaku. “Tapi aku gak bisa Dave.” Ucapku gugup. “Bisa, kamu pasti bisa, percaya sama aku.” Dan dia mengusap kepalaku lagi dan lagi. Aku pun langsung berbalik, berdiri ditengah podium dengan mencoba tidak memperhatikan tatapan dari semua mata diruangan ini. Tarik napas Sarah, kamu bisa pasti bisa.
“Baiklah inilah penampilan dari Sarah dan Dave dari Kelas X 3.” Suara Pembawa Acara yang merupakan Kakak Kelas kami juga. Dave sudah memulai petikan gitarnya yang terdengar samar ditelingaku karena suara teriakan dari teman-temanku. Bisa Sarah. “Ayoo Saraahh.” Teriakan teman-teman seangkatanku. Kamu bisa. “Kelas X 3 thee besttt.”
"…When the rain is blowing in your face
And the whole world is on your case
I could offer you a warm embrace
To make you feel my love..."
"...When the evening shadows and the stars appear
And there is no one there to dry your tears
Oh, I hold you for a million years
To make you feel my love..."
“Wohoooo Sarahh Davee.” Teriakan dari seluruh teman-teman seangkatanku memenuhi satu Ruangan Auditorium ini setelah penampilan kami. Aku melihat kearah Dave, dia memberikan jempolnya kearahku dan tersenyum. Terima kasih Dave.
BERSAMBUNG.
Referensi lagu Billy Joel (1997) - Make You Feel My Love
Mohon love, komen & like untuk author yaa, biar tambah semangat, terima kasih atas supportnya!!!
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!