" Naina. Ijinkan saja Bagas untuk menikah lagi. Agar perusahaan bisa kembali normal." Ucap Yanti. Ibu mertua Naina.
Naina yang saat itu tengah menyuapi Putri kecilnya. Hasna. Menjadi terkejut mendengar Ibu mertuanya tiba tiba mengatakan hal itu.
" Tapi kenapa bu?" Tanya Naina, sesopan mungkin.
" Kamu tau kan, perusahaan Bagas sedang di ujung kebangkrutan. Pak Danu menawarkan bantuan yang bisa menyelamatkan perusahaan Bagas. Dengan syarat mau menikahi Putri semata wayangnya." Ucap Yanti.
"Bu, aku tidak ingin di madu. Tidak ada wanita yang ingin dimadu, ataupun berbagi suami. Lagi pula, Mas Bagas berjanji akan segera menyelesaikan masalah yang terjadi, dan segera mencari jalan keluar nya. Dan aku yakin, mas Bagas pasti bisa menemukan solusi yang tepat. Tanpa harus menikahi anak Pak Danu.".
" Halah, kamu itu tau apa soal bisnis?, Kamu saja tidak pernah jadi sarjana. Kamu orang kampung. Tidak akan paham urusan bisnis."
" Bu, aku memang tidak tahu soal bisnis. Tapi aku yakin suamiku bisa mengatasi masalah yang sedang di hadapi saat ini."
" Halah, kamu itu sok sok.an. Dengar ya, adik Bagas ada dua yang masih kuliah di luar negeri. Jika perusahaan bangkrut, memang kau bisa membiayai mereka?, Tidak kan. Kau itu hanya menumpang hidup enak pada Bagas." Ketus Ibu.
" Buk, kenapa Ibu bicara seperti itu?"
" Ya kamu itu. Tinggal bilang iya aja, susah nya minta ampun. Aku cuma menyuruhmu mengijinkan Bagas menikah lagi. Bukan memintamu untuk bercerai dengan Bagas. Huh, ngomong sama menantu, kayak ngomong sama tembok. Gak paham paham." Ketus Ibu.
" Bu, bu. Dengarkan dulu."
" Ada apa lagi. Asal kamu tahu ya, kehidupan keluarga ini bergantung pada perusahaan."
" Bu, jangan seperti ini. Harusnya kita mendoakan Mas Bagas, agar bisa melewati ujian ini."
" Ku doakan kau di ceraikan Bagas."
Yanti kemudian memilih meninggalkan Menantu dan cucunya itu.
Sepeninggalan Ibu mertuanya. Naina mengajak Hasna masuk kamar, dan disana Naina menumpahkan segala kekecewaan.
Dimana ibu yang dulu begitu menyayangiku, yang tidak pernah memandang seseorang berdasarkan harta.
Kemana kelembutan hatinya, yang selalu membuatku merasa tenang jika ada di dekatnya.
Sekarang beliau meminta ku melakukan hal yang tak pernah aku inginkan.
Sebenarnya apa yang sedang terjadi sehingga ibu mertua ku meminta hal yang tidak akan bisa aku penuhi.
Tak ingin terlalu dalam memikirkannya, Naina memutuskan untuk tidur sambil memeluk Hasna.
Sore harinya...
" Hai sayang.."
Cup.
Seperti biasa, saat Bagas pulang kerja, dia lebih dulu mencari Hasna. menciumnya. Kemudian mencium bibir mungil Naina.
" Hai mas, gimana tadi di kantor." Tanya Naina, sambil melepas jas yang dipakai Bagas.
"Seperti biasa. Mas masih belum menemukan cara untuk mendapatkan bantuan dari perusahaan lain."
" Mas.."
" Ya sayang?"
" Ah, tidak apa apa. Mas pasti lapar. Ayo kita makan." Ucap Naina.
" Ayo."
Mereka lalu bergabung bersama Ibu dan Ayah. Ibu terlihat sinis saat kedatangan Naina. Lain halnya dengan Ayah. Sikap beliau masih sama hangatnya seperti dulu dulu.
" Ayo Hasna sini. Duduk di dekat kakek."
" Ya kek."
Hasna langsung duduk di kursi sebelah kakeknya. Wibowo. Akbar Wibowo.
Naina segera menata makanan di piring Bagas.
" Bagaimana?, Ada kemajuan." Tanya Ibu.
" Belum bu, Bagas terpaksa merumahkan beberapa karyawan kantor. Untuk menekan biaya operasional kantor."
" Sudah Ibu bilang. Terima saja tawaran dari Pak Danu. Apa susah nya?. Tinggal menikahi anak nya saja, lalu perusahaan kita aman. Gitu aja ribet banget sih." Ketus Ibu.
" Bu, bukan seperti itu. Ini masalah hati, bukan cuma hatiku. Tapi hati Naina juga." Ucap Bagas lembut.
Laki laki yang menjadi suami Naina adalah laki laki paling lembut di dunia. Seberat apapun masalah yang di pikul. Atau sedalam apapun kemarahan yang dia rasakan, dia masih bisa meredam nya. Terutama di hadapan keluarga.
" Huh." Ibu mendengus kesal.
" Bu, sudahlah. Biarkan Bagas yang mencari jalan keluar nya sendiri. Agar dia siap dengan kemungkinan, kemungkinan yang akan terjadi di masa mendatang." Ucap Akbar menengahi.
Akbar selalu menengahi perdebatan yang sering terjadi belakangan ini.
Mereka hampir berdebat disetiap jam makan malam. Dan akan saling diam saat sarapan di keesokan hari nya.
" Bapak dan anak, sama saja." Gerutu Ibu.
Kemudian ibu pergi sebelum menghabiskan makanan nya.
" Sudah biarkan saja. Ibu mu memang seperti itu jika sedang kesal. Biarkan saja. Nanti juga reda sendiri." Ucap Mertua Naina, saat Naina akan memberikan makanan pada Ibu.
Naina melihat ke arah Bagas. Bagas menganggukkan kepala. Naina akhirnya kembali duduk dan menghabiskan makanannya.
Setelah semua selesai makan. Hasna digendong Bagas, dan langsung menuju ruang keluarga.
Naina membantu Bik Asih membersihkan meja makan.
" Biar saya saja non" Cegah Bik Asih.
" Sudah tidak apa apa. Hanya sedikit."
" Bik, tolong tata di nampan ya, akan saya bawa kepada nyonya."
" Baik non."
Dengan hati hati, Naina membawa nampan berisi makanan ke kamar Ibu.
Tok
Tok
Tok
" Bu.."
" Masuk."
Ceklek..
" Bu, Nai bawakan makanan untuk Ibu. Ibu menangis?" Tanya Naina saat melihat mata Ibu sembab.
" Tidak." Ketus ibu.
" Bu, ada apa?" Ucap Naina yang duduk didepan Ibu dan memegang tangan Ibu.
" Ini semua gara gara kau. Kalau saja kau mengijinkan Bagas untuk menikah lagi. Pasti aku tidak akan menangis. Aku mengkhawatirkan anak anak ku jika kami jatuh miskin. Hiks hiks hiks."
" Bu, aku tahu jika kondisi perusahaan sedang tidak stabil. Tapi bukan berarti Ibu harus menyuruh Mas Bagas untuk menikah lagi kan?"
" Yakin yakin. Aku gak butuh yakin. Aku butuh jawapan iya. Sudah pergi sana. Lagipula ini adalah syarat yang harus dipenuhi agar Pak Danu bersedia membantu perusahaan."
" Pasti ada cara lain bu."
" Ah sudah sana pergi. Makin pusing ngomong sama kamu."
Dengan terpaksa, Niana keluar dari kamar Ibu.
" Nai.." Panggil Bagas.
" Ya mas?"
" Dari mana?"
" Mengantar makanan ke kamar Ibu, dimana Hasna mas?"
" Hasna sedang bermain, ditemani kakek nya."
" Oh.."
Naina kemudian berjalan menuju kamar, disusul Bagas.
" Ada apa, hemm?" Tanya Bagas sambil memeluk Naina dari belakang.
" Mas.."
" Ya sayang."
" Menikahlah dengan anak Pak Danu."
Naina berhenti memeluk, lalu memutar tubuh Naina. Hingga saling berhadapan. Bagas mengangkat dagu Naina.
" Hei, apa yang terjadi?. Kenapa tiba tiba bicara seperti itu?"
" Aku hanya tidak tega melihat Ibu terus bersedih."
" Apa ibu yang memaksamu?"
" Tidak, ini murni keinginan ku sendiri. Ibu benar, kelangsungan hidup keluarga ini bergantung pada perusahaan. Jika perusahaan bangkrut...."
" Stttt, jangan bicara seperti itu. Urusan perusahaan, biar menjadi tanggung jawab ku." Pekik Bagas yang langsung memotong pembicaraan dari Naina.
" Tapi bagaimana jika perusahaan sampai bangkrut."
" Tidak akan. Aku akan berusaha lebih keras lagi."
" Terima lah tawaran dari pak Danu Demi menyelamatkan perusahaan dan mencegah keluarga ini jatuh miskin. Tapi sebelum itu..."
Naina menggantung ucapannya. Terlihat Naina menyeka air mata yang siap jatuh membasahi pipi.
" Apa Nai?"
" Ceraikan aku."
...----------------...
...----------------...
...----------------...
...----------------...
...Jangan lupa tinggalkan...
...Like...
...Komen...
...Vote...
...Hadiah...
Malam itu, Naina tidur sendiri. Bagas memilih tidur dengan Hasna setelah mengatakan bahwa semua akan baik-baik saja. Dan perceraian tidak akan terjadi.
Pagi harinya, Naina mendengar percakapan antara Ibu dan Bagas.
" Bu, tolong jangan paksa Naina lagi untuk menyetujui permintaan Ibu." Kata Bagas.
" Bagas, kamu tau kan. Perusahaan itu adalah satu satu nya yang menunjang hidup kita dan adik adik mu. Jika perusahaan sampai bangkrut, lalu bagimana nasip adik adik mu." Ketus Ibu.
" Bu, Bagas janji akan segera mencari jalan keluar nya."
" Ibu capek dengar kamu selalu bilang, janji, janji dan janji."
" Bu, semua nya butuh proses. Dan itu tidak mudah."
" Kau sendiri yang memilih jalan sulit. Ibu sudah menawari mu cara yang lebih cepat. Tapi kau memilih cara yang sulit."
Ibu meninggalkan Bagas, dan saat melewati Naina, Ibu menatap dengan tatapan kebencian. Tatapan yang tak pernah dilihat Naina selama umur pernikahaan nya dengan Bagas.
" Nai, sejak kapan kau ada disini?" Tanya Bagas yang terkejut saat melihat Naina.
" Barusan kok." Ucap Naina tersenyum.
" Sarapan yuk." Ajak Niana.
" Mas sudah terlambat. Mas akan makan di kantor. Mas berangkat yaa Assalamualaikum.."
" Walaikumsalam."
Naina mengantar kepergiaan Bagas, menunggu hingga mobilnya benar benar hilang dari pandangan.
Baru saja kaki Naina melangkahkan kaki menuju tangga, terdengar suara ketukan pintu.
Tok
Tok
Tok.
Naina bergegas membukakan pintu.
Ceklek..
Seorang wanita berparas cantik, dengan tubuh ideal, jauh dengan postur tubuh Naina yang pendek dan biasa saja. Kulitnya putih, wajah nya ayu. Sungguh mata ini terpesona melihatnya.
" Maaf cari siapa?" Tanya Naina sopan.
" Aku mencari Ibu Yanti.."
Wanita itu tersenyum. Senyum nya sungguh manis sekali.
" Oh Ibu, sebentar aku panggilkan. Mari silahkan masuk."
" Clara, kenapa datang kemari?" Ucap Ibu yang barusaja datang, entah darimana.
" Kebetulan aku lewat sini, jadi aku mampir. Kata Papi rumah Ibu Yanti dan Pak Akbar di sekitar sini." Ucap nya.
Ibu melirik ke arahku, yang masih diam mematung.
" Buatkan minum untuk tamu kita." perintah Ibu padaku.
" Baik bu."
Naina segera ke dapur dan membuatkan minuman dingin dan mengambil beberapa cemilan. Lalu segera membawa nya keluar, samar samar Naina mendengar percakapan mereka.
" Ohya tante, tadi itu siapa?" Tanya Clara.
Ibu terlihat kebingungan.
" Pengasuh Hasna."
" Oh, aku pikir istri Bagas."
" Tidak, dia pengasuh Hasna. Karena wajahnya mirip dengan istri Bagas jadi dia dipilih untuk mengasuh Hasna."
" Begitu."
" Iya.."
Ibu tersenyum ke arah Clara.
" Ohya, Tante Yuli. Ini ada titipan dari Mami, beliau berharap nanti malam Tante dan Om bisa datang untuk acara makan malam di rumah kami."
" Aduh, kenapa harus repot repot segala sih. Kami pasti akan datang. Terima kasih ya"
Ibu menerima paper bag yang di berikan Clara.
Naina bergegas mengantarkan makanan, dan minuman yang sedari tadi di bawa.
" Silahkan" Ucap Naina sopan, sambil menata minuman dan makanan di meja.
" Tante, dimana Hasna?. Boleh aku bertemu dengannya?."
Ibu melihat ke arah Naina, Seakan menyuruh untuk memberitahukan keberadaan Hasna.
" Hasna sedang menonton TV." Ucap Naina sambil tersenyum.
" Apa boleh aku menemui nya?, Aku ingin kenal dengan anak dari Mas Bagas." Ucap nya sambil tersenyum kearah Naina.
Ibu memainkan bola mata nya, memberi isyarat agar Naina mengiyakan permintaan Clara.
" Tentu." Naina masuk ke dalam, dan kembali bersama dengan Hasna.
" Hasna, bilang halo sama Tante." Ucap Naina.
" Hai, Tante.."
" Uhh, lucu sekali. Umur berapa dia?" Tanya Clara.
" 3 tahun setengah." Ucap Naina
" Naina, kamu siapkan makaan siang untuk tamu kita ya."
" Baik bu."
Terpaksa Naina meninggalkan Hasna yang langsung digendong Clara. Walaupun sebenarnya Naina enggan untuk meninggalkan Hasna karena tadi Ibu mengatakan kepada Clara bahwa Naina adalah pengasuh Hasna. bukan Ibu dari Hasna.
Rasa nya juga tidak mungkin Naina akan berdebat dengan Ibu, terutama didepan Clara.
" Makan siang di sini ya, aku akan menelpon Bagas. Agar dia makan siang dirumah juga."
" Benarkah,?" Antusias Clara.
" Kau sudah jauh jauh kesini. Rugi jika tidak bertemu dengan Bagas kan."
Wajah Clara terlihat memerah, seperti nya dia teramat menyukai keputusan Ibu.
Naina segera berjalan menuju dapur dan memasak makanan, untuk makan siang. Ibu memecat beberapa pelayan di rumah ini, dengan alasan tidak sanggup membayar gajinya. Jadilah Naina yang memasak setiap hari dibantu Bik Asih dan anaknya, Gea.
Setelah selesai, Naina dibantu Bik Asih dan Gea, Menata makanan di meja. Hingga Naina merasakan seseorang memeluk dari belakang.
" Mas., Tumben pulang?" Tanya Naina terkejut karena mendapati Bagas ada dirumah.
" Ibu menelpon jika, hari ini kau masak spesial untukku. Jadi aku pulang."
" Benarkah?" Naina pura pura terkejut.
Ada apa lagi ini?, jelas jelas Ibu yang menyuruhku memasak untuk makan siang Tamu. Tapi Kenapa Mas Bagas justru pulang karena Ibu mengatakan jika aku memasak makanan spesial untuk Mas Bagas?. sebenarnya apa yang sedang terjadi di sini. Batin Naina.
Tak lama kemudian, Ibu datang.
" Bagas, kemari."
" Ada apa bu?" Tanya Bagas yang menghampiri Ibu.
" Dengar, di luar ada anak Pak Danu. Dia akan makan siang disini. Kau jangan membuat malu Ibu."
" Tadi Ibu bilang, jika Naina masak spesial. Kenapa tiba tiba ada anak Pak Danu?" Tanya Bagas heran.
" Sudah, kamu diam saja. Sana cepat sapa dia."
Ibu mendorong Bagas, hingga mau tak mau. Bagas menemui Clara.
" Naina dengar. Jangan bicara macam macam saat makan siang nanti. Awas jika kau berani bicara macam macam."
" Bu.."
" Apa?" Ketus Ibu.
" Kenapa ibu bilang, jika aku adalah pengasuh Hasna. Kenapa ibu tidak mengatakan yang sebenarnya jika aku adalah istri Mas Bagas?."
" Kamu sudah gila ya. Jika Clara tau, Bagas sudah memiliki Istri, dia tidak akan mau dengan Bagas. Dan Pak Danu tidak akan membantu perusahaan Bagas. Kau harus tau itu. Hanya pak Danu satu satu nya harapan kita."
" Tapi bu.."
" Huuhhh, sudah diam. Ingat, jaga sikap. Jaga lisan. Jika kau tidak mau ku usir dari rumah ini sendirian. Hasna tetap disini." Ancam Ibu.
Naina terdiam, tak kala melihat Bagas datang sambil mengendong Hasna, dan Clara yang mengandeng tangan Bagas.
Naina terpaku melihat pemandangan itu, apa sebelumnya Bagas mengenal Clara. Rasanya jika mereka belum pernah saling mengenal tidak mungkin mereka langsung sedekat ini ketika pertama kali bertemu.
Naina ingin protes, tapi ancaman Ibu membuatnya terpaksa diam dan melihat pemandangan dimana suaminya sendiri dekat dengan wanita lain yang Naina sendiri tidak tahu dia siapa.
...----------------...
...----------------...
...----------------...
...----------------...
...Jangan lupa...
...like...
...komen...
...vote...
...hadiah...
" Terima kasih tante, untuk makan siangnya." Ucap Clara.
" Sama sama, sering sering main kesini, biar bisa dekat dengan Hasna." Ucap Ibu tanpa memikirkan perasaan Naina yang juga ikut mengantar kepulangan Clara.
" Akan ku usaha kan. Kalau begitu, Clara pamit ya tante,. Mas.." Ucap Clara sambil tersenyum kearah Naina.
" Iya, hati hati." Ucap Bagas.
" Clara, kamu ini bagaimana sih, anterin tamu kita keluar dong." Bisik Ibu, sambil menyenggol Bagas dengan siku nya.
" Ah iya., Ayo Clara."
Bagas mengantar Clara ke mobilnya.
" Bu..."
" Sudah, biarkan saja." Pekik Ibu
" Ayo Naina, cepat bantu Ibu membereskan meja makan" Ucap Ibu
Ibu menarik tangan Naina yang masih berdiri mematung melihat Clara menciumi kedua pipi Hasna yang berada di gendongan Bagas..
" Aku akan menunggumu di rumah untuk acara makan malam, Dan aku harap kau akan datang bersama dengan Hasna, karena aku sudah berjanji kepadanya akan memberikan boneka yang sangat besar seperti yang dia inginkan." Ucap Clara sambil memegang pipi Hasna.
" Akan aku usahakan." Ucap Bagas.
Clara masuk ke dalam mobil dan segera menjalakan mesin. Hasna melambaikan tangan saat mobil Clara keluar dari gerbang rumah.
Bagas masuk ke dalam rumah.
" Kemari Mas, biarkan aku yang membawa Hasna. Ini sudah lewat dari jam tidur siangnya."
" Ini, kalau begitu Mas langsung saja kembali ke kantor ya. Masih banyak yang harus diselesaikan."
Hasna mengangguk, dan seperti biasa Bagas mencium kening Naina dan juga pipi Hasna sebelum keluar dari rumah.
" Hati hati Mas."
" Lo, kok balik lagi?" Tanya Naina saat melihat Bagas yang baru saja masuk mobil kembali turun.
" Aku lupa jika aku harus memberikan gaji kepada beberapa pelayan dirumah ini. Sebaiknya Aku pergi ke belakang sebentar." Ucap Mas Bagas.
" Baiklah."
" Ma, Tante Clara baik ya." Ucap Hasna saat Naina selesai menutup pintu dan ikut berbaring bersamanya di atas kasur.
" Iya sayang.."
" Dia janji akan membawakan nasya boneka beruang yang besar."
" Benarkah?"
" Ya, Hasna tidak sabar ingin melihatnya."
" Kalau begitu, sebaiknya Hasna cepat tidur. Mimpi indah bersama boneka yang akan Hasna dapat nanti."
Setelah memastikan Hasna tidur, Naina segera keluar dari kamar.
Naina mencari cari Bagas, di kamar, dapur, ruang keluarga. Namun tak ku temukan.
" Bu, ibu melihat Mas Bagas?." Tanya Naina pada Ibu, yang sedang membuka paper bag dari Clara.
" Sudah berangkat." Ucap Ibu acuh, sambil mengeluarkan isi paper bag yang berupa baju.
" Loh tumben. Biasanya menunggu Hasna."
" Mungkin kamu terlalu lama. Jadi Bagas pergi saja."
Tidak ingin berdebat dan berpikir negativ, Naina memutuskan untuk kembali ke kamar saja.
Saat Naina membuka ponsel, ada pesan dari Mas Bagas.
(Maaf, tadi aku buru buru. Karena ada meeting. Jadi tidak sempat menunggu mu.)
( Tidak apa apa mas, semangat ya kerja nya.) Balas Naina.
Lama menunggu, namun tidak ada balasan. Akhir nya, Naina membuka story Wa, dan melihat postingan dari beberapa teman. Hingga tertarik untuk mengkomentari postingan yang dibuat sahabatnya, Luna.
(Wah, makin sukses aja nih).
(Naina, apa kabar? Sudah lama kita tidak bertemu ya, kau tidak merindukan aku). Balas luna.
( Tentu saja aku rindu, hanya saja akhir akhir ini Mas Bagas sibuk. Jadi aku tidak bisa meminta mengantarkan nya ke rumah mu.)
(Aku sudah pindah. Sekarang aku tinggal di perumahaan Greenland Residence. Baru 3 bulan sih. Main kesini ya kalau ada waktu). Balas luna.
( Waow, kau tinggal di kawasan elit. Ternyata sahabat ku sudah menjadi orang kaya sekarang.)
( Tidak juga, ini adalah bukti cinta Bimo padaku. Kita akan menikah beberapa bulan lagi.)
( Wah, Congratulations.. jangan lupa undangan nya)
( Pasti, rumahmu masih dikawasan Citra Indah kan?)
( Masih lah, memangnya aku mau pindah kemana?, Ke mars)
(Haha, kali aja kau mau mengunjungi para alien)
(Ngaco. Ya udah deh, aku mau tidur ya)
(Oke beb, mimpiin aku ya)
Naina hanya tersenyum. Namun tidak berniat membalasnya.
Tit tit tit tit...
Suara alarm, tanda tepat pukul 17.00.
" Astaga, aku terlambat bangun." Lirih Naina.
Naina bergegas bangun. Dan saat keluar kamar, Naina melihat Hasna, Ibu dan Ayah mertua akan pergi.
" Lo kalian mau kemana?" Tanya Naina.
" Kami mau mengajak Hasna jalan jalan sebentar, benar kan Pak?" Ucap Ibu.
" Iya, kemaren kan Bapak janji, akan membawa Hasna jalan jalan ke mall. Karena kemaren Bapak sibuk, jadi tidak bisa mengajak Hasna ke mall. Dan sekarang, karena Bapak ada di rumah Hasna jadi menagih janji nya pada Bapak." Terang Ayah mertua.
" Sayang, kakek kan sedang capek" Ucap Naina kepada Hasna.
" Sudah tidak apa apa. Bapak senang kok mengajak jalan jalan Hasna. Kamu mau ikut?" Tanya Bapak pada Hasna.
" Naina di rumah saja Pak, nanti kalau Bagas datang dan dirumah tidak ada orang, bagaimana?. Bisa khawatir dia nanti. Lagipula Naina juga belum mandi." Jawap Ibu.
" Ya, kan bisa telepon buk. Lagipula menunggu Naina mandi dan bersiap tidak akan lama " Ucap Ayah mertua.
" Bapak ini bagaimana sih, Bagas itu jarang pegang ponsel. Tau tau sudah ada di rumah aja."
" Bu..."
" Sudah pak, Naina gak apa apa kok, tinggal di rumah. Lagi pula, sebentar lagi Mas Bagas mungkin akan pulang." Ucap Naina menengahi perdebatan mereka.
" Hasna, jangan nakal ya sayang. Dengar kata Nenek dan Kakek."
" Baik Mama."
Sepeninggalan mereka, Naina memasak untuk makan malam. Lalu segera mandi, dan bersiap menyambut kedatangan pangeran hati nya, Bagas.
Pukul 18.00 hingga pukul 20.00, tak ada tanda tanda mobil Bagas ataupun Ayah mertua datang.
Hati Naina mulai di selimuti rasa khawatir.
Naina segera mengambil ponsel dan menghubungi Suaminya itu.
Satu panggilan...
Dua panggilan..
Panggilan ke tiga baru tersambung.
" Halo, Mas kamu dimana?"
" Maaf, mas sedang...." Kata kata Bagas terputus,
" Kami sedang makan malam di rumah Pak Danu, kau diam saja dirumah ya. Tunggu kami pulang. Jangan menelpon lagi. Ingat itu." Ketus suara yang tak lain adalah Ibu.
" Bu, kenapa bicara seperti itu sih."
Samar samar Naina mendengar suara Bagas yang berdebat dengan Ibu nya Sebelum akhirnya Ibu mematikan telepon.
Naina melihat ke arah ponselnya.
" Makan malam?, Ibu dan Ayah mengatakan akan mengajak Hasna ke mall?. Kenapa sekarang mereka justru bersama Bagas dan sedang makan malam di rumah pak Danu?. Sebenarnya apa yang terjadi?. Apa mereka menyembunyikan sesuatu dariku?. Kenapa aku merasa ada sesuatu yang ganjil. Terutama saat mendengar bahwa mereka makan malam di rumah Pak Danu?" Lirih Naina.
Naina mencoba menghubungi Bagas. Namun ponselnya tidak aktif.
...----------------...
...----------------...
...----------------...
...----------------...
...----------------...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!