Ivy Ayyara, seorang gadis berusia 5 tahun anak bungsu dari tiga bersaudara dari keluarga yang bisa dibilang kaya. Manik bulatnya menatap seorang wanita yang tengah menggandeng seorang anak laki-laki yang sama tinggi dengannya.
“Bibi siapa?” tanya Yara, menatap bibi cantik itu dengan mata polos yang ingin tahu.
Timbullah seorang pria membawa beberapa koper besar menengahi mereka. “Ayyara kenapa di depan pintu, Nak?” Ini adalah papa Yara, Calvin.
Kaki Yara menapak cepat ke arah Clevin guna memeluknya seperti biasa Yara menyambut kepulangan pria itu jika tidak pulang dalam beberapa hari.
“Papa sudah pulang,” girangnya menampakkan gigi kecil-kecil.
“Mamamu mana hmm?”
“Mama di dapur, Pah. Katanya mau buat kue.” Setelah mendapat jawaban dari Ayyara, Calvin mempersilahkan masuk wanita dengan seorang anak laki-laki itu.
Walaupun tidak mengenai mereka Yara tetap mengikuti mereka dari belakang. Setelah mereka duduk Yara juga ikut duduk di samping anak laki-laki dan menatapnya dengan mata polos.
“Papa panggil mama dulu, ya,” pamit Calvin pergi ke dapur.
Yara mengangguk, kemudian perhatian gadis kecil itu jatuh pada anak laki-laki yang sama tingginya dengan Yara.
“Hei namamu siapa? Namaku Ivy Ayyara.” Yara mendekatkan muka hingga sangat dekat membuat anak laki-laki itu memundurkan kepala agar tidak bersentuhan.
“F-Frey Grayson. Itu namaku, kau bisa panggil saja Ray,” jawabnya menanggapi gadis yang tampak seumuran.
“Berapa umurmu? Sepertinya kita bisa berteman.” Tinggi Yara dan Ray hampir sama maka dari itu Yara menanyakan umurnya berharap mereka sebaya, dalam pikiran Yara ingin menjadikan Ray teman main.
“Tujuh tahun, kau pasti sama, kan?”
“Heh? Berarti Yara harus memanggilmu, Kaka? Umur Yara lima tahun, kenapa tinggi kita sama? Kaka pendek,” ejek Yara disusul suara tawanya dan juga tawa dari ibu Ray karena merasa lucu dengan obrolan manusia kecil itu.
Yang diejek merasa tidak terima, dan mulai menunjukkan raut kesal. “Aku tidak pendek lihat saja nanti, aku pasti akan lebih tinggi darimu,” jawab Ray dengan cepat.
Gadis kecil itu tertawa, menganggap jikalau pernyataan Ray tidak mungkin terjadi. Dia meremehkan.
“Apa yang kau tertawakan?!”
“Mana mungkin. Kalau kak Ray tambah tinggi, Yara juga pasti tambah tinggi. Iya kan, bibi?” tanya Yara, mata bulatnya membuat siapa pun melihatnya jadi gemas.
“Iya, Nak.”
“Bibi kita belum berkenalan, bibi namanya siapa?” Yara memang anak yang ramah dan ceria, ia tidak segan mengajak bicara orang yang tidak di kenalinya.
Kelucuan Yara mampu menghilangkan sedikit rasa takut wanita yang dibawa Celvin. Dia lebih rileks berkat mendengar percakapan ringan anak kecil.
Dia tersenyum, lalu berkata, “Mulai sekarang Yara jangan memanggil bibi ya, panggil saja mama Ezra.”
“Baik mama Ezra,” jawab Yara cepat.
Beberapa menit kemudian papa Calvin datang bersama mama Revani yang merupakan ibu kandung Yara, terlihat dari wajah mama Revani bahwa dia sedang marah.
“Yara bawa Ray main ke taman belakang ya, papa sama mama mau bicara, ini urusan orang dewasa ok,” suruh Calvin.
“Iya Pah, ayo kak Ray kita ke taman belakang.” Yara menarik tangan Ray untuk pergi dari sana. Percakapan orang dewasa, kata papanya. Yara menurut karena Calvin bilang begitu.
Setelah keberadaan Yara dan Ray tidak terlihat lagi obrolan orang dewasa di mulai, dengan menegangkan.
“Reva tolong mengertilah Ezra sedang hamil anakku, papa tak bisa lari dari tanggung jawab atas perbuatan papa,” jelas Calvin memohon minta dimengerti.
Revani tak menjawab, matanya sembab, ingin sekali ia menjambak wanita yang ada di depannya sekarang.
“Maaf, aku sudah mengatakan pada Calvin untuk tidak memperdulikanku tapi tetap saja dia membawaku ke sini. Sungguh aku tidak bermaksud untuk merebut suamimu Mbak Reva, kehamilan ini murni karena kecelakaan. Sebenarnya aku punya suami tapi sekarang kami bercerai kerna anak ini,” jelas Ezra lembut. Rasa tidak enak hati menyerang Ezra, dia juga tidak mau seperti ini, tapi mau bagaimana lagi? Janin sudah berkembang di rahimnya.
“Kecelakaan yang seperti apa?” tanya Reva dengan datar.
“Waktu itu mas Calvin mabuk begitu juga denganku, kami melakukannya tanpa sengaja dan tanpa kesadaran. Saya janji tidak merebut mas Calvin, mas Calvin suami Anda saya hanya butuh status dari anak ini tidak lebih, Mbak.”
“Baiklah, ingat perkataanmu itu kau hanya menikah dengan mas Calvin demi anak yang kau kandung itu jangan harap mendapatkan cintanya.”
“Iya aku janji.”
Reva sebenarnya tidak ingin berbagi suami tapi ia masih memikirkan tiga anaknya yang masih butuh perhatian seorang ayah, ia lebih memikirkan hal itu dari pada keegoisannya sendiri, setidaknya untuk saat ini.
Ada sedikit kelegaan di hati Calvin mendengar persetujuan Revani. Dia tahu telah menyakiti hati seorang istri, tapi mau bagaimana lagi? Akan lebih bajingan kalau dia lepas tanggung jawab dari Ezra.
Sementara itu di taman belakang, dua bocah sama tinggi berduaan bergelantungan di pagar pembatas. Obrolan mereka cukup simpel, awalan untuk perkenalan saja.
“Kak Ray sebentar lagi kakak-kakakku pulang dari sekolah, kau juga harus berkenalan dengan mereka,” kata Yara dengan wajah ceria yang siapa pun bisa di buat akrab dalam waktu singkat.
“Kaka?”
“Iya, Yara punya dua kakak, kakak pertama namanya Kak Agha dia tampan loh anak tetangga aja sering terpesona dengan kak Agha dia sekolah kelas berapa ya? Emmmm..Yara lupa tapi umurnya sudah 10 tahun.”
“Terus kakak ke dua?”
“Kaka ke dua seumuran dengan Kak Ray, dia baru masuk SD tiga bulan yang lalu, namanya kak Poppy. Kak Ray tidak sekolah? Kan umur kak Ray dan kak Poppy sama,” dengan polosnya Yara bertanya, wajar saja Yara baru berumur lima tahun.
“Sekolah kok, hari ini izin aja ke guru.”
Asik-asiknya berbicara, suara panggilan dari papa Calvin mengalihkan perhatian mereka berdua.
“Yara, Ray ayo masuk,” panggil Calvin.
Yara dan Ray mengikuti Calvin untuk masuk dan bersamaan dengan Agha dan Poppy yang baru saja pulang dari sekolah.
Calvin pun menjelaskan pada anak anaknya bahwa mereka akan mendapatkan mama tambahan. Dua anak kandung Calvin itu cemberut tapi berbeda dengan Yara yang bereaksi senang.
“Yey Yara bisa bermain sepuasnya bersama kak Ray, mulai sekarang kak Ray akan tinggal bersama Yara.”
Poppy cemberut melempar tatapan tajam ke arah Ezra sedangkan Agha malas menghadapi situasi ini. Mereka berdua pun berlalu menaiki tangga menuju kamar masing-masing.
Brak!
Terdengar suara hempasan pintu yang menggelegar, pelakunya Yaitu Poppy dan Agha.
“Kaka jangan keras-keras tutup pintunya, nanti rusak,” jerit Yara.
Tbc.
Hari ini adalah pernikahan papa Calvin dan mama Ezra. Yara nampak senang dengan duduk di samping Ray dan Mama Reva sambil menikmati hidangan yang tersedia.
Berbeda dengan ketenangan Yara, dua kakaknya tidak menyukai situasi ini. Tergambar jelas dari tatapan Agha dan Poppy pada Ray kalau mereka berdua sangat membenci kehadiran bocah itu. Nenek Tayla juga menatap Ray tidak suka, apalagi menatap menantunya yang bersanding dengan wanita yang tidak di kenal nya di pelaminan.
Orang tua mana yang terima anaknya dimadu?
“Yara sini dekat nenek,” panggil nenek Tayla, berniat membuat Ray sendiri.
Emang dari awal hanya Yara lah yang menerima kedatangan Ezra dan Ray, itu kerna ia masih kecil yang tidak mengerti apa apa selain bermain dan teman.
Usai pernikahan papa Calvin membawa mama Ezra ke kamar pengantin, mama Reva menggendong Yara untuk pulang, Ray yang tidak dekat dengan siapapun di sana selain Yara pun mengikuti mama Reva yang membawa Yara.
“Kau mau kemana?” tegur nenek Tayla pada Ray yang mengekori mama Reva dari belakang.
“Pulang,” ujar Ray, terlihat ia sangat takut dengan nenek Tayla.
“Pulang? Rumah kami bukanlah rumah mu, kau hanya numpang, ibu mu juga sama.”
Ray kebingungan, dia harus pergi kemana? apa ia pergi ke dekat mama nya saja? Tapi mama Ezra dan papa Calvin telah hilang entah kemana.
Ray pun menangis memanggil mamanya, Yara yang sudah jauh tanpa sengaja mendengar suara Ray.
“Mah kak Ray mana?” Yara melompat dari gendongan mama Reva berlari ke arah Ray yang sedang menangis di hadapan nenek Tayla.
“Nenek, kak Ray kenapa menangis?”
“Yara kenapa di sini sayang? ayo kita pulang,” ajak nenek Tayla mendorong pelan tubuh Yara agar maju dan meninggalkan Ray. Tapi gadis itu menolak tangannya dan memilih menggandeng tangan Ray.
“Kak Ray ayo kita pulang duluan, papa dan mama Ezra katanya akan menyusul nanti.” Yara menarik tangan Ray membawa nya untuk menyusul mama Reva yang terdiam di tempat memandang ke arah putri bungsu nya.
Keluarga Yara termasuk dalam kata kaya, papa Celvin merupakan salah satu direktur dari perusahaan besar, hanya direktur bukan CEO.
Selama perjalanan mata Yara sangat mengantuk, mama Reva mengelus elus kepala putri bungsu nya itu agar tertidur kerna hari emang sudah larut. “Yara tidur ya ini sudah malam, nanti kalau sudah sampai mama gendong ke kamar.”
“Yara tidur dengan kak Ray ya ma, kasian kak Ray, mama nya pergi sama papa.” Reva hanya mengangguk menjawab perkataan Yara, sebenarnya ia juga tidak tega mengucilkan Ray seperti ini tapi rasa sakit hati nya lebih dominan dari pada rasa prihatin.
Dalam benak Ray, ia sangat bersyukur ada Yara di dekat nya, gadis ceria ini walaupun terlihat manja tapi ia juga baik.
“Kak Ray malam ini tidur dengan Yara ya, Yara tidur sendirian kadang Yara merasa takut.” Ray pun mengangguk sambil tersenyum.
“*Yara, Ray nanti mengambil papa dari kita, jangan berteman dengan Ray*,” bisik Poppy pada adik nya, guna menghasut Yara untuk memusuhi Ray.
“Badan Ray kecil seperti ku kak, mana bisa dia mengangkat badan papa yang besar untuk di bawa pergi,” jawab Yara terus terang.
Agha tertawa mendengar nya sedang kan Poppy mendengus kesal kerna kepolosan adik nya itu seperti anak bodoh.
“Kak Ray tidak akan menculik papa nya Yara kan?” ucap Yara langsung bertanya pada Ray.
“Ray juga punya papa kok tapi mama membawa Ray jauh dari papa,” jawab Ray sedih
“Dengar tuh kak, kak Ray juga punya papa. Tak apa kak Ray nanti kalau sudah besar Yara bakal bantu kak Ray cari papa kaka ok”
“Ok” terima Ray singkat, atas tawaran Yara.
Tbc.
Ray dan Yara tidur di satu kamar yang sama, dua anak kecil itu tampak kelelahan hingga tertidur pulas sambil berpelukan menyalurkan kehangatan satu sama lain.
Sementara itu di luar mama Reva dan nenek Tayla belum tidur.
“Kenapa kau biarkan Ray tidur di kamar Yara Reva?” tegur nenek Tayla tidak senang.
“Biarkan saja bu, Reva pusing harus apa kenapa semua jadi berantakan begini? Mas Celvin tega bu.” Tangisan mama Reva pecah dalam pelukan nenek Tayla.
“Setelah anak di kandungan wanita itu lahir, kita usir saja ibu dan anak itu ya. Kau jangan lemah seperti ini, ibu juga tidak suka dengan kehadiran mereka, kau nyonya di rumah ini nak dan hanya kau, ingat itu jangan sampai posisi mu tergantikan oleh wanita itu.”
“Iya bu aku tau.”
Semalaman ini mama Reva terus menangis memikirkan suaminya tengah bersama wanita lain, yang mungkin sekarang tengah memadu kasih.
Pagi pukul 06.30
Agha dan Poppy tengah sarapan sebelum berangkat ke sekolah, Yara juga sudah duduk manis di kursi dengan meminum susu nya.
“Kak Ray belum masuk sekolah ya kak?” tanya Yara dengan mulut yang penuh dengan makanan.
“Tidak, nunggu mama saja baru kaka sekolah.”
“Oh gitu, bentar lagi mama Ezra pasti pulang bersama papa, kak Ray jangan sedih, Yara akan temani kaka.”
“Yara jangan panggil bibi itu dengan sebutan mama, mama kita cuman satu” tegur Agha.
“Tapi mama Ezra yang meminta nya, kak Agha harus memanggil nya mama juga kerna sekarang kita adalah keluarga.” Dengan polos nya Yara menjawab.
“Siapa yang bilang seperti itu nak?” tanya nenek Tayla.
“Papa yang bilang, katanya kita sekarang keluarga”
Mama Reva angkat bicara. “Udah bu biarkan saja, Yara masih kecil jangan terlalu memaksa nya, lagian itu hanya sebuah panggilan.” tutur mama Reva sabar, lagian tidak ada yang salah dari itu.
Poppy memandang sinis Ray, Yara selalu membela anak itu. Poppy tidak bisa membiarkan itu terus berlangsung, dia harus menghasut Yara. “Yara tidak sayang mama kan?” ujar Poppy memanasi.
“Kaka jadi orang jangan jahat, Yara menyayangi semua nya. Kenapa kaka menuduh Yara yang tidak tidak, mana mungkin Yara tidak menyayangi mama, maaa Yara sayang mama jangan dengarkan perkataan kak Poppy.” Yara tidak Terima dengan perkataan Poppy, ia pun membantah perkataan kaka nya, hal itu membuat nya nangis.
“Ia mama tau udah Yara jangan nangis, Poppy jangan gitu dengan adik mu,” tegur mama Reva.
“Lagian Yara belain orang asing itu terus padahal kan mereka cuman numpang di sini” Poppy juga tidak terima hanya adik nya saja yang di bela, padahal niat Poppy membela mama nya.
“Udah lah Poppy, Yara masih kecil nanti dia juga ngerti kalau ibu tiri adalah orang yang jahat,” sambung Agha yang sudah selesai dengan sarapan nya.
Ray dari tadi hanya diam, ia tidak tau harus berkata apa, suasana ini asing baginya, ia merasa di kucilkan kecuali Yara yang selalu berbicara dengan nya.
“Papa, Ray rindu papa,” ujar Ray dalam hati.
“Kak Ray sudah selesai makan?” tanya Yara memecahkan lamunan Ray.
“Sudah.” Melihat Yara yang juga sudah selesai dengan sarapan nya, Ray mengajak Yara untuk bermain di taman belakang, tatapan kebencian dari nenek Tayla membuat Ray tidak nyaman dan segeralah ingin pergi menjauh dari nenek Tayla.
“Sekarang sudah aman.” Ray menghela napas nya lega
“Emang nya tadi kita dalam bahaya?”
“Tidak, maksud kaka di sini udara nya lebih enak, iya kan?”
“Iya sih hehe” Kekeh Yara.
Seharian ini Yara terus menempel dengan Ray begitu juga sebaliknya, mereka seperti tidak terpisahkan padahal baru kenal beberapa hari yang lalu.
Kedekatan Yara dan Ray tentu saja tak lepas dari tatapan kebencian dari nenek Tayla dan juga Poppy yang tidak menyukai ada orang baru di rumah ini.
Sedangkan Agha? Ia belum menunjukkan tanda tanda kebencian yang mendalam.
Tbc.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!