"Kau urus bayi ini, setelah usianya tiga bulan kita buang dia ke luar negri" Ucap seorang wanita yang tersulut dendam. "Jangan sampai orang-orang tahu akulah yang sudah menculiknya"
"Satu lagi" Tambahnya masih tanpa ekspresi. "Jangan bawa bayi ini keluar rumah, mengerti"
Lawan bicaranya mengangguk paham.
Balas dendam adalah satu-satunya alasan dia melakukan penculikan di rumah sakit Family care. Dia akan membuang bayi itu ke Macau agar tak ada seorangpun yang bisa menemukannya.
Matanya tajam terarah ke bayi itu, dengan seringai jahat tersungging di sudut bibir. Sementara hatinya tertawa merayakan kepuasannya.
Tidak perlu membuang tenaga untuk membalaskan semua pesakitan yang ku rasakan atas ulah kalian. Karena balas dendam terunik adalah mencuri hartanya yang paling berharga.
Melalui Evelyn Stevanie, aku yakin seumur hidup kalian, hanya ada penderitaan yang akan mengisi hari-hari kalian. Sementara penderitaan kalian, adalah kepuasan bagiku.
Evelyn Stevanie, ku sematkan nama ibumu di belakang namamu. Jika suatu saat kita bertemu, aku akan langsung bisa mengenalimu lewat nama wanita yang sudah mengacaukan hidupku.
Sementara Family Care akan tercoreng dengan adanya berita ini. Itulah akibatnya jika berani menyaingi rumah sakitku dengan cara memanfaatkan keterpurukanku. (Mishella)
*******
Mentari di senja hari memancarkan cahaya yang mampu menembus jendela kaca.
Gadis dengan tubuh mungil dan langsing itu terbangun di sore hari ketika mendengar suara alarm.
Tubuhnya menggeliat berusaha mengumpulkan kesadaran yang belum sepenuhnya terkumpul. Tidak lama setelah itu, Eve bangkit dari tidurnya, lalu duduk di tepian ranjang dengan mata masih setengah terpejam dan rambut yang berantakan.
Dia menghela napas selagi menguap. Menggulung rambutnya asal, detik berikutnya sepasang kakinya melangkah memasuki kamar mandi.
Malam ini Evelyn tidak akan datang ke seven eleven shop tempatnya bekerja, sebab dia telah menerima pekerjaan paruh waktu untuk melayani tamu undangan di sebuah pesta pernikahan anak dari anggota legislatif di kotanya.
****
Sebuah ketukan pintu membuyarkan fokusnya yang tengah menatap diri di hadapan cermin. Bukan penampilan menawan dan dress mewah yang ia suguhkan untuk menghadiri pesta konglomerat, karena dia hanya akan menjadi seorang pelayan di pesta itu. Dan seragam khas pelayan, sudah melekat di tubuhnya saat ini.
Meski hanya seorang pelayan bufet, namun ia memiliki wajah cantik dengan tubuh yang proporsional.
"Sudah siap?" Pertanyaan dari Oliv sesaat setelah dia membukakan pintu.
"Seperti yang kau lihat" jawab Eve dengan seulas senyum.
"Okey, lebih baik kita berangkat sekarang"
"Ayo" Eve menoleh ke samping kanan menatap wajah Pelita.
"Mah, Eve berangkat kerja dulu ya"
"Hati-hati nak"
Kedua gadis itu mengecup punggung tangan wanita yang sudah membesarkan Evelyn. Meski bukan ibu kandungnya, tetapi Pelita adalah sosok yang begitu menyayangi Eve layaknya anak kandung.
Selama dalam perjalanan, Eve dan Oliv terlibat perbincangan. Mereka membicarakan banyak hal termasuk saling memuji penampilan mereka masing-masing.
"Meskipun kau memakai pakaian seperti ini, tapi kau terlihat cantik" Puji Oliv sembari fokus menatap Eve.
"Apalagi kau Liv, jiwa veminim, di tambah dengan sikap baikmu benar-benar mampu menambah aura kecantikanmu"
"Tapi lebih cantik dirimu Ve, apalagi bodymu, ughh, bikin aku iri"
Eve menahan senyum seraya melirik ke arah Oliv. Memang di banding dirinya, Oliv terlihat lebih gemuk dan lebih pendek, tapi wajahnya tetap cantik dan terkesan imut.
"Memangnya, kenapa dengan badanku?"
"Aku suka dengan badanmu Ve. Sudah tinggi, mungil dan berlekuk di tempat yang semestinya"
"Ahh, tapi sayangnya aku hanya seorang pelayan serabutan" Jawab Eve merendah.
Hening, mereka sama-sama tidak bersuara hingga sampai di tempat tujuan.
Evelyn mengedarkan pandangan ketika bis yang mereka tumpangi berhenti di depan sebuah gedung mewah bak istana lengkap dengan hiasan lampu-lampu indah nan megah. Gedung pribadi untuk melangsungkan pesta pernikahan anak Alvin yang merupakan salah satu anggota legislatif.
Hanya menyebutkan bahwa mereka adalah tim pelayan yang sudah di sewa, para penjaga pun langsung paham. Eve dan Oliv melangkah menuju pantry sesuai dengan arahan dari petugas yang berjaga.
"Oliv, kenapa tamu-tamunya terlihat tegang dan kaku?" Tanya Eve saat melintasi tempat duduk para tamu.
"Entahlah Ve, ini pesta pernikahan tapi suasananya sangat canggung, musik pun terkesan melow" Sahut Oliv dengan suara berbisik. Sepasang netranya melirik pianis yang bermain piano di pojok panggung. "Kau tahu ini pestanya siapa Ve?"
"Jelas ini pesta keluarga Mahardani dan Alvin Lee" Jawab Eve spontan. "Keluarga mafia, ahlinya ahli dalam berjudi, bukan pestamu Olivia"
"Dan kau tahu pewaris tunggalnya itu siapa?"
Eve mengedikkan bahu merespon pertanyaan Oliv. "Mana aku tahu, kita hanya pelayan disini di suruh datang untuk melayani, ya datang, iya kan?"
Oliv menatap geram pada temannya lalu melanjutkan langkahnya.
Sesampainya di pantry, dua gadis itu langsung melakukan pekerjaannya sebagai pelayan.
Melalui perangkat jemala, Eve memberitahukan pada koky makanan mana saja yang habis dan harus segera di isi. Para pelayan lainnya hilir mudik membawa nampan berisi air dan makanan kecil.
"Astaga Evelyn, ternyata ini adalah pernikahan nona Ester, anak dari Alvin Lee. Kau tahu kan siapa keponakan Alvin yang bernama Kellen?" bisik Oliv tepat di telinga Eve. "Pebisnis muda yang terkenal dan memiliki julukan,__"
"Malaikat pencabut nyawa" Potong Eve cepat.
"Betul, pengusaha dengan jaringan luas hingga ke manca negara. Hampir seluruh properti apartemen, hotel dan restauran di negara kita berada di bawah kekuasaannya"
"Sudah jangan bahas dia, dia tidak bergaul dengan orang seperti kita, kitapun jangan macam-macam dengannya. Berani kita berurusan dengan dia, maka detik itu juga nyawa kita pasti melayang" Ujar Eve sembari meletakkan gelas di atas nampan. "Lebih baik kita bekerja sesuai dengan profesi kita"
Oliv mengangguk setuju. Kalau saja bukan karena bayaran yang tinggi, Eve dan Olive sudah pasti akan menolak pekerjaan ini mengingat keesokan harinya mereka akan melakukan sidang akhir semester untuk menentukan kelulusan mereka selama menempuh pendidikan di universitas tinggi negri.
Tentang Kellen Austin si pebisnis malaikat maut, semua orang tahu siapa pria itu. Dia adalah penerus ayah dan pamannya yang terkenal dengan rajanya judi.
Pria yang kerap wara-wiri di TV dan wajahnya selalu muncul baik di media cetak maupun online, selalu bisa mematahkan lawan bisnisnya dengan sangat mudah. Selain itu, wajahnya yang memiliki ketampanan mewarisi sang ayah, mampu menghipnotis para wanita papan atas.
Media selalu membahas tentang bisnis dan pergaulannya dengan para public figur. Tapi sayangnya, Evelyn atau biasa di sapa Eve tak pernah tahu seperti apa tampang dari pewaris bernama Kellen Austin itu.
Pesta mewah yang di hadiri oleh jajaran artis, pejabat tinggi, politikus dan pengusaha terkenal, tapi sayangnya pesta ini terkesan dingin dan bahkan terasa begitu mencengangkan. Entahlah, mungkin itu hanya perasaan Eve dan juga Oliv.
_______
Big hug...
Regard
Ane
Pesta telah usai, para tamu pun sudah pulang sejak beberapa menit lalu. Oliv serta Eve mulai memisahkan botol wine yang masih tersegel dan mengumpulkan sampah serta botol wine yang sudah kosong.
Karena malam semakin larut, dan kondisi mata sudah menuntut untuk segera di pejamkan, Eve berusaha menahan rasa kantuk yang mulai menyergap.
"Hei apa-apaan kau Eve, hati-hati" Oliv menangkap botol wine yang hampir jatuh dari genggaman Eve. "Untung saja aku bisa menangkapnya"
"Maaf"
"Kau pasti ngantuk, iya kan?" Tebak Oliv yang sudah jelas tepat sasaran.
Eve mengangguk sembari menutup mulutnya yang menguap.
"Jika botol ini jatuh dan pecah" ucap Oliv dengan sorot serius. "Kau pasti tidak akan mendapat bayaran untuk pekerjaan ini, dan yang pasti, tamatlah riwayat kita"
"Kenapa memangnya?"
Oliv menggeleng penuh heran. "Kau tahu berapa harga untuk satu botol wine ini?"
Eve menggeleng.
"Harganya selangit"
"Oh ya! memangnya berapa harganya?" Tanya Eve penasaran.
"Di atas dua puluh ribu dolar Hongkong"
"What!! Wine ini seharga dua puluh ribu dolar Hongkong? Ini cuma wine kan? Cuma untuk beberapa gelas kan?"
"Apa kau baru melihat wine seharga dua puluh ribu dolar? Asal kau tahu, mereka orang kaya, biasa minum wine seharga lima puluh ribu dolar dalam satu malam"
"Apa?" Desis Eve tak percaya.
"Begitulah mereka, mereka hidup di dunia yang berbeda dengan kita"
Usai mengatakan itu, Oliv berlalu hendak membawa botol wine yang masih tersegel untuk di kembalikan ke tempatnya. Sementara Eve, terpaku memikirkan satu botol wine yang harganya relatif mahal.
"Sebanyak apa uang mereka hingga menghabiskan uang demi wine seharga lima puluh ribu dolar? Aku butuh waktu berbulan-bulan untuk mengumpulkan uang sebanyak itu" gumamnya lirih.
"Hahh, dari pada memikirkan wine yang harganya selangit, lebih baik aku segera selesaikan sisa pekerjaan ini, aku ingin pulang dan beristirahat" Gadis itu kembali melanjutkan pekerjaanya.
"Lif, aku yang buang sampah ini ya, dan kau menata botol wine yang masih utuh ke etalase" ucap Eve yang langsung di iyakan oleh Oliv.
Gadis itu lalu berjalan dengan gontai menuju tempat pembuangan sampah, kedua tangannya memegang kantong plastik berwarna hitam.
Begitu sampah terbuang, dia hendak kembali memasuki pantry. Namun seketika langkahnya terhenti saat sepasang netranya menangkap seorang pria tengah bersembunyi di samping badan mobil.
Dari gerak-geriknya, pria itu tampak sangat mencurigakan. Sementara Eve terus memperhatikan gelagatnya yang tak wajar.
"Ada apa dengan dia?" gumam Eve sembari terus fokus ke arahnya.
Tidak lama setelah itu, datang sebuah mobil dari arah selatan. Pria itu buru-buru memasuki mobil dan melajukannya tepat di belakang mobil yang baru saja memasuki area parkir.
Tanpa aba-aba, dia menabrakkan mobilnya ke mobil yang ada di depannya.
"A-apa? Kenapa dia menabraknya?" Rasa kantuk dalam diri Eve persekian detik menghilang. "Apa dia sudah gila?"
Selang tiga detik, seorang wanita keluar dari dalam mobil, begitu pula dengan pria yang menabraknya.
Wanita itu menatap mobil yang sedikit rusak di bagian belakang, sedetik kemudian mereka berdiri saling berhadapan.
"Maaf nona, saya melakukan kesalahan saat memarkirkan mobil, saya akan bayar ganti ruginya" Ucap pria itu. "Ini kartu nama saya" Lanjutnya seraya menyerahkan kartu Nama.
Wanita itu terkesan sangat cuek dan dingin.
"Bisakah anda memberikan kartu nama anda? saya akan bertanggung jawab"
Tanpa merespon, wanita dengan balutan dress warna hitam membuka dompet lalu menyerahkan sebuah kartu.
Pria itu pura-pura terkejut sesaat setelah membaca nama yang tertulis di kartu nama yang ia pegang.
"Fiona Jhonsons?" Lirihnya. "Anda Fiona Jhonsons?"
"Ya, apa anda mengenal saya?"
"Saya Kellen Austin, kita pernah makan malam saat di Amerika"
"Kellen Austin, kakaknya Ester?"
"Benar sekali"
"Saya ingat sekarang" kata Fiona lalu menerima uluran tangan Kellen.
Dari jarak sekitar sepuluh meter, Eve terus memperhatikan dua orang sedang mengobrol dengan akrab.
"Apa yang mereka bicarakan? apa mereka saling kenal? Tapi kalau memang saling kenal, kenapa pria itu menabrakkan mobilnya? Pasti ada yang tidak beres di sini, aku harus menghampirinya dan memberi tahu nona itu kalau dia bukan pria baik-baik"
Dengan agak terburu-buru Eve melangkahkan kaki. Perlahan suara obrolan mereka terdengar kian jelas di telinga Eve.
"Apa kabar Fio?"
"Baik" jawab Fiona tersenyum. "Maaf, sudah lama tidak bertemu, aku sedikit lupa dengan wajahmu"
Kellen mengangguk canggung lalu berkata "Aku sangat menyesal karena bertemu denganmu dalam kondisi seperti ini"
"Tidak masalah, kau tak sengaja melakukannya, ini kecelakaan"
"Sekali lagi, aku minta maaf"
"Nona, anda harus hati-hati dengan pria itu" suara Eve tiba-tiba menginterupsi percakapan mereka. Secara otomatis, kedua orang itu langsung memusatkan perhatian ke arah wanita beseragam hitam putih.
"Sepertinya dia seorang penipu atau pria mesum, nona"
"Apa?" Sahut Fiona dengan kening berkerut.
"Apa katamu? Kau mengataiku penipu?"
"Kau sengaja menabrakkan mobilmu di mobil nona ini kan?"
"Hey apa yang kau bicarakan? Aku sengaja menabrakkan mobilku?" pria itu berdecih. "Yang benar saja?"
"Itu benar" Jelas Eve tanpa takut. "Sejak tadi kau menunggu di sana, dan saat mobil nona ini tiba, kau langsung masuk ke dalam mobilmu, setelah itu Darrr, kau menabraknya. Aku melihat langsung kalau kau memang sengaja menabrak mobil nona ini"
Eve menoleh ke kanan dimana Fiona berdiri.
"Hati-hati dengan pria macam ini nona, sepertinya dia sengaja mendekatimu. Karena anda ini orang kaya, pria seperti dia pasti hanya memanfaatkan kekayaanmu saja"
"Benarkah itu tuan El?" Tanya Fiona menyelidik. Sebenarnya ada keraguan juga dalam diri Fiona jika pria di hadapannya ini adalah Kellen Austin. Karena penampilannya yang sedikit berantakan, membuat Fiona berfikir jika dia hanya mengaku-ngaku sebagai Kellen. Lagi pula, tidak mungkin pria itu berada di area parkir sementara adik sepupunya baru saja melangsungkan resepsi pernikahan. Dan lagi, seorang Kellen tidak mungkin mendekati gadis dengan cara seperti itu.
"Tidak, itu tidak benar, sungguh"
"Bohong" potong Eve cepat.
"Tutup mulutmu" pekik Kellen menahan geram.
"Ah,,, di sana ada kamera CCTV" Tangan serta mata Eve terarah di mana letak cctv berada. "Apakah ini kecelakaan atau di rencanakan, CCTV itu tahu semuanya"
"I-itu hanya kebetulan nona Fio" sergah Kellen gugup.
"Entah itu benar atau hanya kebetulan, kamera pengawas tahu segalanya"
"Diam kau!" Sentak Kellen.
"Nona, jika anda tidak percaya, anda bisa mengeceknya sendiri melalui CCTV itu"
Fiona menatap sinis ke arah Kellen. Tanpa mengatakan apapun, wanita berkelas itu berbalik lalu melangkah meninggalkan Kellen dan Evelyn.
"Fiona" panggil Kellen yang tak di respon.
"Hey, siapa kau?" tanya Kellen dengan tatapan menghujam, namun sama sekali tak membuat Eve takut. "Beraninya kau merusak rencanaku. Kau tahu apa yang sudah kau perbuat?"
"Aku hanya menjalankan tugasku sebagai warga negara yang baik. Kau tidak boleh hidup seperti itu" kata Eve penuh percaya diri. "Kau harus bekerja keras dan hidup jujur, bukan malah menipu gadis kaya raya"
Kellen bergeming sembari menatap Eve penuh benci.
"Padahal kau kelihatan normal, tapi kelakuanmu seperti pria hidung belang"
"Apa kau bilang?"
"Pria hidung belang, pria mesum, penipu" sahut Eve lalu melenggang pergi dengan santainya.
Reflek tangan Kellen mengepal kuat, tatapannya menajam penuh amarah.
"Hey awas saja, aku akan mencarimu dan merobek mulutmu itu"
"Dasar gadis konyol, kurang ajar, sialan, aku bersumpah akan membuatmu menyesal"
Kellen memang merencanakan perkenalan dengan cara seperti itu, wanita yang sudah ia taksir sejak dulu adalah tipe wanita yang arogan, dingin, dan sulit di dekati. Selain itu, Fiona merupakan anak tunggal dari pebisnis minyak di Asia. Kellen berfikir jika bisa mendekati wanita itu dan menjalin hubungan, maka dia takan pernah merasakan kesulitan dalam berbisnis.
******
Keesokan harinya..
Usai melaksanakan sidang akhir semester dan telah di nyatakan lulus dari universitas, bersamaan dengan kabar bahagia itu, Eve juga mendapat kabar jika Pelita masuk rumah sakit.
Gadis itu langsung berlari dengan tergesa-gesa, bahkan ia sudah mengabaikan lampu lalu lintas yang membuatnya nyaris terserempet sebuah mobil berwarna putih.
Suara decitan mobil dan jatuhnya tas Eve terdengar saling bersahutan.
Selagi dia memunguti isi tas yang berserakan di jalan, seorang pria keluar dari dalam mobil untuk memastikan kondisi si penyebrang jalan yang hampir tertabrak mobilnya dalam keadaan baik-baik saja.
"Maaf, tadi aku sedikit melamun dalam berkendara"
"Tak apa, aku tak tertabrak. Lagi pula ini salahku" sahut Eve tanpa menatap lawan bicaranya.
"Kau baik-baik saja?"
"Ya, aku baik-baik saja" Eve masih menunduk, ia tak tahu seperti apa wajah pria yang ikut berjongkok membantu memunguti barang-barangnya lalu memasukkannya ke dalam tas.
"Aku permisi, maaf" Eve bangkit kemudian kembali berlari menuju halte bis.
"G-gadis itu, bukankah yang semalam menceramahiku?"
Kellen termenung begitu menyadari jika Eve adalah gadis yang merusak rencana perkenalannya dengan Fiona.
"Ah sial, aku kehilangan dia. Seharusnya aku memberikan pelajaran padanya tadi"
Pria itu kembali memasuki mobil, gadis yang baru saja hampir tertabrak tak lain adalah seseorang yang sedang ia pikirkan. Dia merasa gara-gara gadis itu rencana pendekatan dengan putri si raja minyak telah gagal.
"Awas saja kau gadis sialan!"
Menghidupkan mesin, tiba-tiba notif sebuah pesan berdering di ponselnya. Dia langsung meraih gawai yang tergeletak di atas dashboard.
Sekertaris Ben : "Tuan, saya sudah selesai cuti, dan mulai besok sudah bisa ke kantor"
"Baguslah" gumamnya tanpa membalas pesan dari sekertarisnya, dia kembali meletakan ponsel pada dashboard sebelum kemudian mulai menjalankan mobilnya.
Di rumah sakit, Eve berlari di iringi dengan debaran jantung yang berdegup kencang. Ia mengarahkan kakinya menuju bangsal milik sang mamah dengan berbagai prasangka buruk. Takut sekali jika terjadi sesuatu pada orang yang sangat ia sayangi, satu-satunya keluarga yang ia miliki.
Setibanya di kamar rawat, Eve menatap nyalang pada wanita yang terbaring lemah dengan jarum infus terpasang di tangannya. Wajahnya pucat pasi, bibirnya juga membiru sementara matanya tertutup rapat. Ada satu dokter dan satu suster yang baru selesai memeriksa kondisinya.
"Mamah" ucap Eve yang tanpa sadar meluncurkan butiran crystal dari pelupuk mata.
Tak menyahut, Pelita sepertinya masih tidak sadarkan diri karena efek dari obat yang baru saja suster suntikan melalui selang infus.
"Bagaimana mamah saya dokter?" Ia mengusap pipinya yang basah.
"Bu Pelita harus segera melakukan transplantasi ginjal, pihak rumah sakit sudah menemukan ginjal yang cocok, dan kami berharap anda segera menyediakan uang untuk proses operasi tersebut"
"Akan saya usahakan dokter"
"Kalau begitu, kami permisi"
"Terimakasih dok"
Sesaat setelah dua tenaga medis itu keluar, Evepun turut melangkah keluar.
Menghirup napas panjang, dia duduk terdiam di salah satu kursi tunggu depan ruangan mamahnya. Dengan kedua siku bertumpu di atas lutut dan kedua tangan menutupi wajah, telinganya menangkap suara orang-orang silih berganti dan lalu lalang di sekitar tempatnya duduk.
Sekuat tenaga Eve berusaha menenangkan diri dari pikiran yang carut marut sekaligus gelisah, akan tetapi pikirannya tetap tertuju pada kondisi kesehatan Pelita.
Fokusnya mendadak teralih pada suara sirine ambulan yang terdengar begitu nyaring membawa jenazah. Reflek gadis itu menurunkan tangan yang tadi menutupi wajah.
"Apa jadinya jika aku kehilangan mamah? satu-satunya orang yang menyayangiku setulus hati"
"Tidak" bisik Eve dalam hati lengkap dengan gelengan kepala.
"Aku belum siap kalau harus kehilangan wanita yang aku cintai secepat ini"
"Mama pasti akan sembuh, dan aku akan melakukan apapun demi kesembuhannya"
Satu menit, dua menit, hingga berganti menjadi tiga menit, dia masih diam termangu.
Eve mengusap wajahnya gusar sementara hembusan nafasnya terdengar sangat frustasi.
"Bagaimana aku mendapatkan uang untuk operasi mama?"
"Malam hari bekerja, paginya antar koran dan susu ke setiap rumah, aku juga bekerja paruh waktu di restauran fastfood, tapi uang itu belum juga terkumpul "
"Cara apa lagi yang harus aku lakukan agar bisa mengumpulkan uang sebanyak itu?
Bersambung
Sampai tiga hari kemudian,
Di pagi hari, sosok tinggi berwibawa berjalan menyusuri kantor, di dampingi oleh sang sekertaris yang berjalan mengekor di belakangnya.
Tatapan aneh dan bisikan-bisikan mengejek dari para karyawan membuat Kellen mengernyitkan dahi.
Ia melirik ke sekeliling dan netranya langsung menangkap senyuman yang tersungging di sudut bibir mereka.
Menghentikan langkahnya, ia berbalik.
"Kenapa mereka senyum-senyum?" tanya Kellen konstan.
"Saya tidak tahu tuan" jawab Ben jujur.
"Apa ada yang aneh dengan penampilanku?"
Ben memindai tubuh bosnya dari ujung rambut hingga kaki. Nihil, tak ada yang aneh dari penampilan Kellen, justru sebaliknya. Setelan kemeja yang di rangkap dengan jas warna senada membuat dirinya tampil memukau.
"Tidak ada tuan"
Mendengkus pelan, ia membalas tatapan karyawannya satu persatu.
"Kenapa kalian tersenyum? apa ada yang lucu?"
"T-tidak tuan"
"Berani kalian tersenyum, gaji kalian hanya tersisa separuh"
Senyum mereka mereda begitu mendengar ancaman dari atasannya.
Usai mengatakan itu, Kellen kembali melangkahkan kaki munuju ruangannya tanpa memperdulikan siapapun.
"Kenapa hari ini semua terlihat aneh. Pertama grenris yang tiba-tiba mencari aunty Tania, kedua mommy yang tiba-tiba menjewerku karena mendapat laporan bahwa aku dengan sengaja menabrak mobil Fiona, dan sekarang, semua karyawan mengejekku dengan tatapan dan senyum miring"
Pria itu menggerutu setelah tiba di ruangannya, kemudian menghempaskan tubuh di kursi kebesarannya.
"Dari mana mommy tahu kalau aku sengaja menabrak mobil Fiona?"
"Apakah gadis itu kenal dengan mommy?
"Ah, tidak mungkin"
Duduk termenung, kali ini tatapannya kosong membayangkan wajah Fiona yang kecantikannya nyaris sempurna. Kellen berdecih ketika ingatannya kembali tertuju pada Eve.
"Dasar gadis sialan"
Pria itu mengumpat seraya membuka laptop. Sepasang matanya menatap layar yang kini telah menyala terang.
Ada begitu banyak E-mail yang masuk ke blogger perusahaan.
"A-apa ini?" Dia membulatkan mata menangkap sosok dirinya tengah bertelanjang dada dengan perut buncit. Ada berbagai pose yang menampilkan lemak di bagian perut. Ada pula foto perbandingan saat dirinya masih cungkring, dan gemuk serta foto masa kini yang tampak jauh lebih tampan dari sebelumnya. Perbedaan yang mengalami perubahan hampir 180°.
"Kenapa bisa?"
"S-siapa yang berani menyebarkan foto-fotoku?"
Ia membaca satu persatu komentar yang tertulis di social media.
A : "Pergi kemana lemak dalam perutnya? apa di setrika dengan uang? " (Lima emot tertawa terbahak)
B : "Oh my God, ternyata si maut pernah memiliki bentuk tubuh seburuk itu?" (Stiker jungkir balik)
C : "Selamat, akhirnya tuan muda menjadi manusia sempurna" (Emot tersenyum sambil menutup mulutnya)
D : "Apakah mereka orang yang sama? hebat perubahan yang cukup drastis" (Stiket takjub)
"Tuan, berkas untuk meeting hari ini sudah siap" Tiba-tiba Ben menyerukan suaranya setelah memasuki ruangan Kellen.
"Tuan" Panggilnya lagi sebab tak ada respons dari sang bos.
Ben mendekat, atensinya langsung tertuju ke arah laptop yang menampilkan foto-foto masa lalu Kellen.
"T-tuan, siapa pria itu, kenapa sangat mirip denganmu?"
"Diam kau" sentak Kellen tanpa melihatnya.
"Foto-foto ini bukan dirimu kan tuan?" Ben kini sedikit mencondongkan badan mempertajam pandangan.
"Mungkin ada seseorang yang mengedit bagian wajahmu dan mengganti dengan tubuh orang lain untuk mempermalukanmu"
"Tidak mungkin" gumam Kellen mengabaikan ucapan Ben. "Tidak ada yang boleh tahu tentang ini, apalagi Fiona"
Ben semakin bingung.
"USB, d-dimana USB ku?" Kellen meraba-raba saku jas dan celananya.
"J-jadi benar, orang di dalam foto ini adalah dirimu?" gumam Ben bertanya.
Kellen benar-benar mengabaikan keberadaan Ben, pria tampan itu tak mengindahi setiap ucapan dan kalimat-kalimat tanya dari sang sekertaris.
"Ah aku menyimpannya bukan di jas ini" Kellen bangkit dari duduknya. Sebelum melangkah keluar, dia bersuara. "Ben, suruh mereka menghapus foto-foto ini, pastikan tidak ada lagi foto itu berkeliyaran di medsos" Dia langsung pergi setelah mengatakan itu.
"Wah, jadi semua foto ini benar dirinya?" Ben bergumam sambil memperhatikan dengan cermat foto-foto itu. "hahaha kau jelek sekali tuan, bahkan lebih jelek dari masa mudaku" Lanjutnya sembari terkikik. Fokusnya terus terarah pada foto yang ada di layar selebar empat belas inchi.
"Ternyata di balik wajah menakutkanmu, tersimpan sejuta rahasia dan wajah cupumu yang membuatku tertawa bos" ______
***
"Bik, USB itu ada di saku jasku" Kellen sedang berbicara dengan ARTnya melalui telfon. Saat ini dia berada di area parkir kantor.
"Tak ada tuan"
"Coba di ingat-ingat bik, USB nya kecil, jelas-jelas aku menyimpannya di saku jas"
"Saya memeriksanya beberapa kali sebelum mencuci semua baju"
"Atau mungkin bibik melihatnya ketika membersihkan kamarku?"
"Tidak tuan muda, jika saya melihatnya, pasti akan ku simpan di atas meja nakas"
"Ya sudah bik, terimakasih"
Panggilan di tutup oleh Kellen, Ia memasukkan ponsel ke dalam saku celana. Pikirannya melayang ke beberapa hari yang lalu.
"Terakhir kali aku menyimpan di saku jas, lalu keluar dari kantor setelah itu,___
"Aku ingat"
Kellen membatin saat mengingat gadis yang hampir tertabrak.
"Gadis itu? aku yakin USB ku jatuh ketika aku membantu mengambil barang-barangnya di aspal jalan dan tanpa sadar, gadis itu memasukkan USB ku ke dalam tasnya"
"Aah gadis konyol, lagi-lagi kau"
Setelah teringat tentang Eve, Kellen langsung menuju ke salah satu restauran miliknya. Restauran yang sempat melayani acara pernikahan adik sepupunya.
Dia yakin bahwa Eve bekerja di restaurannya mengingat malam itu mereka bertemu di pesta pernikahan Ester, dimana Eve mengenakan seragam restauran khas miliknya.
Setibanya di restauran, pria itu di sambut ramah oleh pegawainya. Kedatangannya yang tiba-tiba membuat Nico sang manager bertanya-tanya.
"Ada yang bisa saya bantu tuan?" tanya Nico ketika menyadari bosnya tengah memperhatikan satu-persatu para pelayan restauran.
"Pak Nico, saya sedang mencari seorang wanita, dia pelayan di restauran kita"
"Kalau boleh tahu siapa namanya tuan?"
"Saya tidak tahu siapa namanya, yang pasti orangnya setinggi ini" Kellen mensejajarkan tangan di dagunya. "Matanya lebar, rambutnya panjang di gulung, agak sedikit tempramen dan sepertinya masih single"
Nico mengernyit mendengar penjelasan Kellen. Ia merasa tidak ada karyawan dengan ciri-ciri yang di sebut oleh sang bos.
"Tak ada karyawan yang seperti itu di restauran kita tuan"
"Bisakah saya melihat semua karyawan wanita?"
"Tentu bisa, lihatlah mereka semua sedang bertugas"
Pria itu mengedarkan pandangan, mencermati satu persatu karyawan wanita.
"Kenapa tidak ada?" gumamnya lirih.
"Bagaimana tuan, apakah anda menemukannya?"
"Tidak" jawab Kellen dengan fokus masih menelisik wajah para pegawai wanita.
"Tapi saya yakin dia bekerja disini pak Nico"
"Tapi disini tidak ada karyawan yang seperti itu atau yang masih single tuan"
Tiba-tiba datang seorang pelayan pria menghampiri Kellen dan juga Nico.
"Pak, permisi dan mohon maaf, saya sudah mencuri dengar pembicaraan kalian" katanya sopan. "Dan kemungkinan wanita yang tuan maksud adalah salah satu anak magang yang ambil job paruh waktu"
"Ah iya tuan, saya ingat, waktu itu saya mencari dua pelayan untuk membantu kita di pesta pernikahan nona Ester"
"Apa pak Nico tahu dimana alamatnya?"
"Maaf tuan, kami tidak sempat menanyakan alamatnya"
Menghirup napas dalam sebelum kemudian membuangnya sedikit kasar. "Baiklah saya permisi"
"Iya tuan"
Kellen meninggalkan area restauran.
Di dalam mobil, dia duduk termenung sambil memikirkan tentang gadis yang membuatnya kalang kabut. Kellen merasa jika Eve adalah bencana baginya.
"Apakah Fiona sudah melihatnya?"
"Tidak hanya Fiona, semua orang yang mengenalku pasti sudah melihat foto-foto jelekku"
"Ah gadis sialan,,, Setelah aku mendapatkanmu, aku jamin kau tidak akan pernah bisa lari dariku" Kellen mendesah pelan, kemudian mengeluarkan ponsel dari saku celana. Dia berniat menghubungi sekertatis Ben.
"Halo Ben"
"Iya tuan"
"Bagaimana? apa sudah kau laporkan ke polisi?"
"Sudah tuan"
"Apa pelakunya sudah di tangkap?"
"Belum tuan"
"Kenapa belum tertangkap? apa mereka bekerja dengan sungguh-sungguh? Jika namaku di ketik pasti foto itu akan bermunculan, bukan?"
"Butuh sedikit waktu untuk menghubungi semua blogger yang menyalin dan mengunggahnya tuan"
"Jangan bicarakan soal waktu, mereka bisa menyelidiki lewat ID pengirimnya"
"Iya tuan, akan kami usahakan secepat mungkin"
"Pokoknya, aku ingin pelakunya bisa segera tertangkap. Berapapun biayanya, pastikan foto-foto itu di hapus dan tidak muncul lagi, mengerti!!"
"Baik tuan"
Merasa kesal, Kellen memutus panggilan secara sepihak. Pria itu berdecak geram lalu memukul roda kemudi.
"Dasar gadis sialan, awas saja jika aku menemukanmu"
Saat termenung dengan sejuta prasangka, Kellen yang masih duduk di dalam mobil, sepasang netranya menangkap sosok gadis incarannya tengah berjalan di trotoar.
Pria itu menajamkan penglihatan berharap netranya tak salah lihat.
"Benar dia gadis konyol itu" Tak menunggu lama, Kellen bergegas keluar dari mobil lalu menyusul langkah Eve.
"Tidak salah lagi, ini benar-benar kau" kata Kellen saat berdiri di hadapannya.
"Hey ada apa denganmu, kenapa kau menghalangi jalanku?"
"Dimana USBku?"
"Apa maksudmu?"
"Tidak usah berpura-pura, kembalikan USBku sekarang juga"
"USB apa yang kau bicarakan?"
"Kau masih belum mengerti?" ucap Kellen sarkastis. "Saat kau terjatuh di depan mobilku, kau memasukkan USBku yang jatuh dari saku ke dalam tasmu"
"Haloo, maaf saya tidak tertarik dengan USBmu. Sekarang minggir aku mau lewat"
"Kau mau kemana?" Cegah Kellen saat Eve akan melangkahkan kakinya. "Jangan berfikir kau bisa kabur dariku" tak sengaja tangan kirinya mendarat di salah satu benda bulat di dada Eve dengan sedikit mencengkram.
"Hey, apa yang kau lakukan? beraninya kau menyentuhku?"
"T-tidak"
"Kau ca*bul?" tanya Eve dengan mata menajam.
"T-tidak nona, aku tidak cabul?"
"Apanya yang tidak, kau menyentuhku"
"Aku tidak sengaja, maaf, m-maafkan aku" Pria itu segera berlari untuk melarikan diri.
"Hei mau kemana kau?" Eve menatap punggung pria yang lari terbirit-birit. "Hari ini kau beruntung, tapi lain kali awas kau pria cab*ul, aku tidak akan melepasmu"
Tak ingin terlambat untuk menjenguk Pelita, dia membiarkan Kellen kabur begitu saja.
Sementara Kellen memasuki mobil dengan nafas memburu. Ada butiran keringat sebiji jagung menghiasi keningnya.
"Benarkah bukan dia?" gerutu Kellen seraya berfikir. "Tidak tidak, pasti dia pelakunya"
"Tapi kenapa aku kabur, bukankah seharusnya dia yang kabur?"
Di sela-sela lamunannya, terdengar bunyi ponsel tanda panggilan masuk. Kellen segera memasang alat bluetooth di telinganya, lalu menggeser ikon hijau di layar ponsel.
"Iya Ben?"
"Tuan, kami sudah menangkap pelakunya"
"Oh benarkah? Siapa?"
"Seorang anak kecil"
"Apa?"
"Iya tuan, pelakunya masih SMP. Dia mengatakan jika dirinya menemukan USB tuan di pinggir jalan"
"Kau urus dia"
"Baik tuan. Tapi apa kau memaafkannya?"
"Kali ini aku maafkan, tapi pastikan anak itu tidak mengulangi perbuatannya di lain waktu"
"Siap tuan" Ben memutus panggilan lebih dulu.
"Jadi benar bukan gadis menyebalkan itu pelakunya?"
"Oh my God, ini adalah hari terburuk untukku. Padahal aku ingin balas dendam padanya. Tapi kenapa aku yang takut?"
Tidak, lupakan gadis itu lupakan semuanya, aku harap kami takan bertemu lagi.
Bersambung
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!