...🍂🍂🍂🍂🍂...
Yuna Rihadi atau biasa di panggil dengan Yuna. Seorang gadis berumur 25 tahun yang lahir dari keluarga berada. Ia tinggal bersama Ibu dan seorang kakak lelaki yang begitu memanjakan nya dengan berbagai hal yang mampu membuat Yuna merasa bahagia. Yuna tidak bekerja setelah tamat kuliah dan hanya menikmati kehidupan serba kecukupan nya itu. Di umurnya yang sudah cukup untuk menikah membuat Yuka sebagai sang kakak sangat menginginkan yang terbaik untuk Yuna.
Siang itu Yuna tengah menikmati makan siangnya bersama Sri dengan sangat santai.
"Makan kamu kok sedikit sekali si nak?" Tanya Sri dengan begitu perhatian. Yuna yang mendapatkan perhatian tersebut tersenyum cengengesan.
"Iya ma, aku lagi diet. Beberapa hari belakangan ini rasanya tubuhku sedikit melebar. Aku hanya menjaga pola makan ku agar tidak gemuk. Oh ya ma, boleh nggak Yuna ikut kelas yoga di tempat kebugaran milik lalita? Itu loh si sahabat Yuna waktu masih SMP." Ujar Yuna dengan penuh harap.
"Boleh dong sayang. Dari pada kamu nggak ada aktivitas di rumah mending kamu ikut kelas yoga itu, bermanfaat juga untuk tubuhmu." Jawab Sri dengan tersenyum hangat.
"Wah... Makasih banyak ma, aku sayang Mama." Ujar Yuna dengan tersenyum senang. Yuna selalu begitu sedari kecil, apapun permintaan nya selalu di kabulkan. Meski tidak banyak menuntut, Yuna begitu manja kepada mama apalagi Abang nya. Perhatian dan kasih sayang yang berlebih itu lah yang membuatnya sedikit keras kepala.
"Kamu nggak berniat membawa calon menantu mama ke rumah Yun?" Tanya Sri dengan berhati-hati, ia tau pertanyaan ini sedikit sensitif bagi Yuna. Yuna sedikit tersedak dan lansung minum air putih yang ada di hadapannya.
"Ma, kita kan udah banyak sekali membicarakan hal ini. Aku kan sudah bilang kalau suatu hari nanti ada lelaki yang berhasil mengetuk pintu hati ku, pasti aku akan kenalin ke mama. Aku janji ma." Ucap Yuna dengan tatapan yakin sambil menggenggam erat tangan mamanya. Di sana ia menyalurkan perasaan tenangnya.
Meski Yuna terharu atas perhatian sang ibu, tetap saja ada sedikit rasa tidak terima dalam hatinya. Yuna merasa keluarga nya terlalu mengatur hidupnya apalagi bersangkutan dengan perasaan.
"Baiklah, Mama percaya padamu. Jangan lama-lama ya, mama kepengen cepat momong cucu. Lihat aja tuh tetangga-tetangga kita udah punya cucu semua, mama juga pengen." Ucap Sri berharap pada Yuna. Terkadang ucapan Sri ada benarnya, bahkan beberapa sahabat Yuna pun sudah memiliki anak di usianya yang sudah terbilang cukup untuk menikah. Namun, Yuna merasa ibunya ini hanya memikirkan pandangan orang pada keluarga mereka bukan perasaan Yuna, anaknya sendiri.
"Haduh ma, kenapa harus Yuna sih? Kan bang Yuka juga belum menikah, masa Yuna mendahului nya. Suruh aja dia yang menikah duluan ma, kan nanti mama bisa tuh gendong anaknya dan pamerin ke tetangga-tetangga!" Elak Yuna kemudian, ia tidak terima mengingat kakaknya saja tidak pernah di desak seperti itu untuk menikah.
"Beda dong sayang, Mama pengen nya cucu dari kamu. Kalau dari Yuka bisa nanti-nanti saja, dia lagi terfokus sama pekerjaan nya." Yuna kehilangan cara untuk menjawab ucapan ibunya ini. Sri begitu pandai untuk mendesak keinginan nya itu pada Yuna.
"Aduh ma, ganti topik aja ya. Yuna jadi gak lapar nih!" Ujarnya jengah. Saat yang bersamaan suara pintu rumah terbuka, membuat Yuna saling menatap dengan Sri. Karena biasanya tidak ada orang yang datang apalagi lansung membuka pintu seperti itu pada siang hari.
Tidak beberapa lama, suara derap langkah kaki membuat Yuna mengalihkan perhatian nya dari Sri ke sumber suara. Di sana muncul lah Yuka dengan seorang lelaki yang sepertinya seumuran dengan Yuka, dengan pakaiannya Yuna bisa melihat bahwa lelaki itu bukan orang biasa.
"Assalamualaikum ma, kali ini aku pulang dengan membawa sahabat baik ku." Sapa Yuka yang dengan santun nya selalu tidak lupa menyalami Sri. Hal tersebut pun di ikuti oleh lelaki di belakang nya yang ia sebut sahabat.
"Kalau begitu silahkan duduk nak." Titah Sri menyambut kedatangan anak dan sahabat anaknya itu dengan penuh kehangatan.
"Terimakasih tante, kenalin namaku Davi tan." Ucap nya memperkenalkan diri. Yuna menatap orang-orang di hadapannya dengan tatapan tidak suka.
'Terlalu naif dan kaku, benar-benar tidak sesuai selera ku!' Gumam Yuna dalam hatinya.
"Salam kenal ya Davi. Kenalin juga ini adik kandung nya Yuka, namanya Yuna." Ucap Sri dengan tatapan suka pada Davi. Hal tersebut membuat Yuna mengerti, ia yakin sekali bahwa ibu dan kakaknya pasti sudah merencanakan pertemuan ini khusus untuk dirinya.
"Davi." Ucap Davi menatap Yuna dengan tersenyum ramah.
"Yuna." Balasannya ketus dan menjawab jabat tangan Davi.
"Kalau begitu ayuk silahkan ikut makan nak, kalian pasti belum pada makan kan?" Tanya Sri mengubah topik agar tidak kikuk lagi.
"Iya nih ma, kami belum makan siang dari tadi. Oh ya Davi, kamu harus cobain masakan ini, karena semua makanan ini dimasak oleh Yuna. Ini sangat lezat karena ia sangat jago memasak." Puji Yuka membuat Yuna merasa mau muntah. Karena abangnya ini terlalu berlebih-lebihan dalam berucap. Yuna tidak suka.
Meski memiliki kehidupan yang layak dan sangat cukup, Yuna selalu mau mempelajari aktivitas rumah seperti halnya memasak, mencuci piring serta pakaian. Semenjak Yuna lulus kuliah, di rumah ini sudah tidak ada lagi pembantu. Ia mengambil alih memasak serta mencuci untuk memenuhi kesibukan sehari-hari nya di rumah. Meski sempat di larang oleh Yuka ataupun sang Mama, Yuna tetap melakukan apa yang ia suka dan tidak pernah mau mendengar, karena ia sedikit keras kepala.
"Boleh deh ku coba, seberapa enak nih masakannya Yuna. Tetapi dari penampilan nya sih sangat menarik, aku bahkan lansung lapar setelah melihatnya." Puji Davi yang membuat Yuna semakin mau muntah.
'Berlebihan sekali, begitu gagah menggombal. Pasti di luaran sana ia banyak memiliki wanita! Bermulut manis!" Gumam Yuna kembali dengan rasa kesal.
"Oh ya, Kamu tau nggak Yun kalau Davi ini seorang pengusaha muda yang sukses loh. Dia bahkan kemarin berhasil memenangkan tender yang begitu susah untuk orang lain dapatkan, bahkan senior-senior lainnya yang sudah berkecimpung di dunia ini pun di kalahkan nya." Ucap Yuka dengan membanggakan apa yang sahabat nya itu miliki.
"Wah, bagus itu Davi. Ibu salut pada keberhasilan kamu." Sri juga ikut-ikutan membanggakan Davi di hadapan Yuna. Yuna merupakan tipe orang yang apa adanya, karena itu ia kurang menyukai orang yang terlalu bangga dengan apa yang ia miliki.
Yuna membanting sendok ke piringnya dengan sedikit keras, menimbulkan bunyi yang mengalihkan perhatian semua orang padanya. Ia pun bangkit dari kursi meja makan itu.
"Aku sudah selesai makan, aku ke kamar dulu ya." Ketus Yuna kemudian meninggalkan tempat makan dengan hati kesal. Hal itu tidak luput dari perhatian Davi yang kaget melihat reaksi Yuna yang terang-terangan.
'Belagu sekali nih cewek! Bahkan ia terang-terangan menyatakan tidak suka atas kehadiran ku di sini. Semoga saja ia nanti akan menyesali perbuatannya ini, sangat tidak menghargai orang!" Gumam Davi dalam hatinya.
Kejadian ini membuat Sri dan Yuka menjadi tidak enak pada Davi.
"Maafkan Yuna ya nak Davi, dia tidak bermaksud lain kok. Mungkin ia ada keperluan di kamar." Jelas Sri takut jika Davi tersinggung atas perbuatan Yuna.
"Ah, nggak apa-apa kok tante." Jawab Davi dengan berat meski hatinya kesal.
"Mari makan lagi." Ajak Yuka, dalam hatinya ia sudah sedikit kesal dengan perbuatan Yuna kali ini. Yuna selalu tidak menghargai sahabatnya yang ia bawa ke rumah. Beberapa kali Yuna selalu menunjukkan rasa tidak suka pada orang-orang yang ia kenal kan padanya. Yuka bahkan sudah bingung lelaki seperti apa yang mampu mengetuk pintu hati adiknya ini.
BERSAMBUNG.....
...🍂🍂🍂🍂🍂...
Malam itu Yuna tengah menikmati teh di balkon rumahnya yang menghadap lansung ke perkotaan. Cahaya gemerlap lampu malam di perkotaan mampu menenangkan pikirannya. Di sini adalah salah satu tempat ternyaman yang di sukai Yuna.
Saat tengah menyeduh tehnya, Yuna di kaget kan dengan kehadiran sang kakak yang tengah berdiri di ujung pintu menatap nya hangat.
"Ih abang, ngagetin aku tau!" Ucap Yuna yang ikut tersenyum hangat.
"Adek aku udah sering kagetan ya sekarang, ini faktor U loh dek!" Ujar Yuka yang duduk di sebelah Yuna. Yuna pun tersenyum masam menatapnya.
"Faktor-faktor u apa sih bang, ya jelas kaget lah. Nggak ada hujan atau pun badai abang tiba-tiba berdiri di sana, menatap aku dengan diam gitu. Kan bikin merinding juga!" Balas Yuna yang tidak terima di katai.
"Hahaha, iya-iya maaf deh." Ujarnya sambil terkekeh.
"Sahabat abang udah pulang?" Tanya Yuna sambil menyeruput teh di tangan nya.
"Iya, udah dari tadi. Kamu kenapa sih Yun?" Tanya Yuka yang tidak di mengerti oleh Yuna. Ia pun mengerutkan dahinya dan meletakkan cangkir teh di atas meja.
"Aku kenapa bang? Abang itu loh yang kenapa!" Ujar Yuna dengan bingung.
"Ya kamu seharusnya bisa ngehargain orang sedikit Yun, lihat saja sudah berapa orang sahabat abang yang kamu lukai perasaan nya dengan berbuat seperti itu, terang-terangan menyatakan tidak suka. Kamu harus tau kalau abang melakukan semua ini hanya untuk terbaik bagi hidup mu.
"Iya bang, aku paham kok maksud abang dan mama. Tetapi aku juga butuh privasi ku sendiri bang. Aku juga ingin memilih pilihan ku sendiri, aku tidak ingin di atur begini. Apalagi ini tentang perasaan bang." Jawab Yuna dengan mengeluarkan unek-unek di pikiran nya.
"Pilihan mu? Abang udah kasih kamu kesempatan sampai saat ini untuk mencari pilihan mu sendiri Yun, tapi apa? Dimana sekarang Danu, Kiki dan masih banyak lagi pacar-pacar mu itu yang hanya memanfaatkan uang mu Yun. Kamu seharusnya sadar, jika mereka semua tidak tulus mencintai mu, mereka hanya ingin uang mu. Oleh karena itu kamu harus dengarkan abang dan mama!" Ucap Yuka memberikan nasehat pada Yuna. Tetap saja gadis ini begitu keras kepala dan tidak mau urusan pribadi nya di ikut campuri.
"Nggak usah bahas masa lalu deh bang. Seharusnya abang sama mama ngertiin Yuna sekarang, Yuna masih belum mau menikah. Biarin aja omongan orang, Yuna nggak peduli. Suatu saat kalau udah ada yang berhasil buat hati Yuna yakin pasti deh Yuna kenalin ke abang sama Mama. " Jelasnya dengan rasa yang kesal.
"Baiklah abang akan menunggunya dan melihat apakah kamu bisa diberi kepercayaan lagi atau tidak. Abang hanya ingin kamu bahagia nantinya Yun. Kamu harus tau itu!" Ucap Yuka yang mengalah, ia begitu tau sifat adiknya ini. Tidak akan pernah habisnya bila mengelak, begitu keras kepala.
"Makasih abang, Yuna sayang banget sama abang." Ucap Yuna sambil memeluk Yuka hangat. Adik kakak ini sangat menyayangi. Apalagi Yuka begitu tidak ingin Yuna terluka walau hanya tergores sedikit pun.
***
Keesokan harinya Yuna sudah bersiap untuk pergi ke pusat kebugaran milik sahabatnya itu.
"Wah anak gadis mama udah siap-siap aja nih. Emang nya mau kemana?" Tanya Sri yang melihat Yuna keluar dari kamarnya dengan pakaian olahraga yang rapi serta elegan di tubuh nya.
"Aku mau pamit ke tempat kebugaran ya ma, soalnya kemarin aku udah bayar buat kelas yoga hari ini." Jelas Yuna sambil menyalami Sri.
"Gitu ya nak, tetapi kamu amankan bawa mobil sendiri?" Tanya Sri sedikit khawatir, mengingat Yuna selama ini jarang mengendarai mobil. Biasanya ia akan di antarkan oleh supir, sehubungan hari ini supir mereka tengah mengambil cuti pulang kampung mau tidak mau Yuna harus membawa mobil nya sendiri.
"Nggak apa-apa kok ma, tenang aja. Aman kok. Aku pamit dulu ya. Assalamualaikum." Pamit Yuna dengan mengecup manis pipi ibunya itu.
Yuna menuju ke garasi dengan semangat membara membayangkan lemak-lemak di tubuhnya akan hilang dalam beberapa hari ke depan. Ia memutuskan untuk memakai mobil Lamborghini Gallardo milik keluarga. Sepanjang jalan mata orang tertuju pada mobil yang begitu mewah itu, suara mesinnya saat melaju membuat semua orang pasti tertarik dengan mobil miliaran ini.
Selang beberapa menit akhirnya Yuna sampai di tempat kebugaran dan memarkir rapikan mobilnya. Yuna begitu semangat sampai hampir saja melupakan tas sport yang sudah ia siapkan sedari pagi tadi. Isi tas tersebut hanya pakaian ganti, handuk dan keperluan make up lainnya.
Yuna mencari tau tempat ia akan memulai yoga pertamanya melalui resepsionis di sana. Mereka begitu ramah menyabut kedatangan Yuna bahkan sampai mengantarkan Yuna lansung ke ruangan.
"Ini adalah ruangan VVIP milik pusat kebugaran ini mbak dan perkenalkan ini asisten pelatih kelas yoga yang akan mbak jalani." Ucap resepsionis tersebut dengan tersenyum hangat sambil memperkenalkan seorang lelaki di sebelah nya.
"Hai cin, kenalin aku Asyifa kembarannya Ashanty. Hehehe, maaf becanda. Nama asliku Asep, tapi panggil aja Asyifa kalau di sini. hehehe..." Ujarnya sambil terkekeh. Membuat Yuna pun ikut tertawa, bagaimana tidak lelaki yang berotot tersebut malah berucap seperti lelaki tulang lunak di luaran sana. Begitu tidak sesuai dengan tampangnya yang ganas.
"Hahaha... baiklah Asyifa kenalkan aku Yuna Rihadi, panggil saja Yuna. By the way, pelatih yoga nya mana?" Balas Yuna yang masih saja terkekeh.
"Pelatih masih ada urusan sebentar, mungkin sebentar lagi datang. Mari bersiap-siap untuk pemanasan dahulu!" Titah asisten pelatih tersebut.
Yuna pun mengikuti instruksi yang diberikan nya, tahap demi tahap berjalan lancar. Mulai dari pemanasan bagian kepala, tangan, dan kini kaki.
"1,2,3..." Ucap asisten pelatih tersebut.
Buggh... Bunyi tubuh Yuna jatuh ke lantai dengan sangat keras membuat asisten pelatih itu langsung menghadap ke belakang. Ternyata Yuna kesusahan menahan keseimbangan tubuhnya saat berdiri dengan kaki satu. Yuna jatuh dengan tubuhnya yang menghimpit pergelangan kaki nya, sehingga membuat pergelangan kaki Yuna sedikit memar.
"Aduh Yuna, kok bisa jatuh gini. Aduh..." Panik asisten pelatih tersebut membuat Yuna ikut-ikutan panik.
"Aw... Sakit, tolong dong. Pergelangan kaki aku sakit banget!" Erangan Yuna membuat Asisten pelatih tersebut melangkah keluar ruangan untuk meminta bantuan. Di waktu yang tepat ternyata ia bertemu dengan pelatih yang sudah berjalan menuju ruangan.
"Tuan, tolongin klien dong. Soalnya saat pemanasan tadi ia tidak kuat menjaga keseimbangan. Kakinya memar karena jatuh dan tubuhnya yang menindih kaki." Ucap Asisten pelatih itu dengan panik dan khawatir. Bagaimana tidak, Yuna adalah tamu VVIP yang bisa saja membuat pekerjaannya terancam sekejap mata.
"Kamu ada-ada saja, mari kita lihat!" Ujar pelatih itu dengan wajah kaget.
Yuna yang terus mengerang dan memegangi kakinya mendengar derap kaki dua orang melangkah ke arahnya.
"Aduh, sakit!" Ujar Yuna menahan sakit di pergelangan kaki nya.
"Apa kamu baik-baik saja?" Ujar seseorang yang berlutut di hadapan Yuna, Ia adalah pelatih kelas yoga yang Yuna ikuti. Mendengar suara merdu nan lembut itu membuat Yuna mengalihkan pandangannya ke depan. Di sana ia langsung terpaku di tempat.
BERSAMBUNG.....
...🍂🍂🍂🍂🍂...
Yuna menatap dalam lelaki tampan, kulit putih mulus, tubuh atletis dan bersuara lembut di hadapannya itu dengan sangat kagum. Ia merasa waktu berhenti berdetak, bahkan kini hatinya merasa berbunga-bunga.
'Lelaki ini sungguh tampan. Aku berbunga-bunga dengan melihatnya saja. Sungguh aku merasa jatuh cinta pada pandangan pertama kepadanya.' Isi lamunan Yuna yang tak kunjung henti.
Karena tidak kunjung di jawab oleh Yuna, pria di hadapannya itu kembali bertanya. "Halo, apa kamu baik-baik saja?" tanya pria tersebut sambil menepuk bahu Yuna. Di saat yang sama Yuna tersadar dari lamunannya.
"Ah, aku baik-baik saja." Ucap Yuna dengan tergesa-gesa berdiri, sekejap ia melupakan pergelangan kakinya yang memar. "Aww... Yuna kembali ambruk ke lantai dengan memegangi pergelangan kakinya. Pria tersebut pun mengerti apa yang tengah terjadi pada Yuna.
"Namaku Bramata panggil saja Bram, pelatih kelas yoga mu. Namamu Yuna kan?" Ujar Bram memperkenalkan diri dan meraih kaki Yuna untuk ia lihat.
"Iya namaku Yuna. Eh..eh aku tidak apa-apa." Ucap Yuna yang tidak enak saat Bram menyentuh kakinya.
"Tidak usah sungkan, sepertinya kaki mu terkilir." Ucap Bram dengan lembut.
"Mungkin karena jarang olahraga ya? Hahaha..." tawa Yuna cengengesan.
"Hahaha, mungkin saja kamu juga kurang fokus tadi." Jawab Bram yang mulai mengakrabkan diri pada Yuna.
Bram begitu pandai memijit, meski kaki Yuna tidak langsung sembuh tetapi untung saja memarnya sudah kurang.
Setelah selesai di pijit pun Yuna masih menatap kagum orang dihadapan nya itu. "Terima kasih ya Bram." Ucap Yuna dengan tersipu malu.
"Iya sama-sama, sepertinya untuk hari ini kamu tidak bisa berolahraga dahulu. Mengingat kakimu membutuhkan istirahat." Ujar Bram di sambut rasa suka oleh Yuna. Ia begitu terpana oleh tatapan Bram yang sangat menarik menurut nya.
"Terus aku harus ngapain lagi?" Tanya Yuna kemudian.
"Sebaiknya kamu pulang, apa kamu datang bersama sipir? Soalnya kaki mu jelas tidak akan sanggup untuk mengendarai mobil." Tanya Bram di jawab gelengan oleh Yuna.
"Aku datang sendiri mengendarai mobil, apa kamu mau mengantar ku?" Tanya Yuna yang ingin mengambil kesempatan tersebut untuk berdekatan dengan Bram.
Tampak sedikit berfikir, akhirnya Bram pun mengangguk. "Baiklah, asep tolong urusannya saya untuk beberapa saat kedatang. Saya ingin mengantarkan Yuna terlebih dahulu." Ucap Bram yang mendapat anggukan dari sang asisten. Di sana Yuna sangat bahagia, mendapatkan persetujuan dari Bram membuatnya kesenangan seketika.
"Aw..." Saat mencoba melangkah, Yuna merasa pergelangan kakinya masih ngilu. Hal itu membuat Bram sebagai lelaki tidak kenal diam. Ia pun langsung menggendong Yuna ala bridal style menuju ke parkiran. Membuat beberapa melongo saat berpapasan dengan mereka. Yuna yang kaget sudah menutupi wajahnya kemerahan ulah tersipu.
'Ia begitu lelaki sejati, bahkan padaku saja yang baru ia kenal Bram sudah begitu tangung jawab. Apalagi pada orang yang dekat dengan nya, sungguh beruntung kekasihnya memiliki Bram yang baik ini.' tidak hentinya Yuna memuji Bram dari dalam hati.
"Mobil mu yang mana?" Tanya Bram membuat Yuna kembali membuka matanya.
"Di sana!" Tunjuk Yuna pada mobil berwarna kuning itu. Sontak membuat Bram membulatkan matanya tidak percaya, itu adalah mobil yang ia idam-idamkan selama ini. Jika di pikirkan mungkin hanya sebatas mimpi, mengingat gaji nya yang tidak seberapa dan meski dikumpulkan puluhan tahun pun pasti tidak akan bisa membelinya.
"Mobil Lamborghini Gallardo itu milik mu?" Masih dengan rasa yang tidak percaya, Bram pun kembali bertanya saat langkah nya menghampiri mobil tersebut.
"Iya ini mobilku, apakah tidak cocok ya?" Tanya Yuna membuat Bram menggeleng seketika.
'Ternyata gadis polos ini orang yang kaya. Aku tidak menyangka ia sekaya ini, bahkan mobil miliaran ini ia gunakan untuk pergi ke pusat kebugaran. Aku sangat iri!' Gumam Bram yang merasa iri pada kehidupan Yuna.
"Bram, bisa turunkan aku sebentar. Akan ku buka kunci mobil ini terlebih dahulu." Titah Yuna membuat Bram lansung menurunkan nya dengan hati-hati.
Yuna pun dengan santainya membuka kunci mobil itu. Membuat Bram semakin yakin bahwa Yuna memang pemilik mobil miliran itu. Saat memasuki mobil tersebut, Bram masih merasa di alam mimpi. Membuat nya mencubit tangan nya sendiri.
"Aww..." Erangan nya membuat Yuna terkekeh-kekeh.
"Astaga Bram, kamu ngapain? Kamu lagi nggak mimpi kok!" Ucap Yuna yang terkekeh-kekeh.
"Aku nggak nyangka bisa mengendarai mobil miliaran ini. Aku rasa lagi di mimpi." Jujur Bram membuat Yuna gemas.
"Astaga Bram, biasa saja. Muka kamu menggemaskan banget. Lagian mobil ini juga jarang di pakai, palingan cuman di taro di garasi. Nggak ada istimewa-istimewanya." Ujar Yuna jujur.
'Apanya yang biasa? Apanya yang nggak istimewa, ini mobil kesukaan ku dari dulu! Dasar nih cewek belagu banget!" Gumam Bram tidak terima.
"Ya sudah, kenapa belum jalan?" Tanya Yuna yang sedari tadi menunggu. Ia sudah merindukan kasurnya kini, mengingat kaki nya yang masih ngilu. Yuna hanya berniat untuk tidur saja.
"Oh iya, rumah mu dimana?" Tanya Bram yang akhirnya tersadar dari kekaguman nya dan mulai menjalankan mobil.
"Jalan saja dulu, nanti aku arahkan." Jawab Yuna dengan tersebut hangat. Bram hanya fokus menikmati mobil yang ia bawa, sedangkan Yuna sudah salah tingkah karena berdua di mobil bersama Bram.
Selang beberapa menit akhirnya Yuna dan Bram memasuki pekarangan rumah yang mewah dan besar itu. Bram kembali dibuat melongo dengan kekayaan Yuna.
'Astaga, nih cewek benar-benar kaya raya. Rumah sebesar ini bahkan sudah seperti istana. Pasti beruntung banget punya rumah dan semua fasilitas ini. Aku makin iri melihat kehidupan Yuna ini!' pikir Bram dalam hatinya.
"Parkir kan di sana saja!" Titah Yuna menunjuk halaman yang tidak jauh dari pintu masuk rumah. Bram masih tidak berhenti mengagumi semua yang ia lihat hari ini. Memarkirkan mobil tersebut, Yuna pun memutuskan untuk turun. Tentu Bram membantu Yuna dengan senang hati, ia tidak ingin melewatkan kesempatan untuk memasuki rumah semewah ini.
"Assalamualaikum ma." Salam Yuna memasuki rumah dengan di papah oleh Bram.
"Waalaikumsalaam, astaghfirullah sayang kamu kenapa nak?" Tanya Sri yang kaget melihat Yuna di papah kesakitan.
"Aku nggak apa-apa kok ma, cuman terkilir saja pas pemanasan tadi. Tapi udah di pijit kok, udah mendingan. Oh ya, kenalin ini pelatih yoga nya Yuna ma. Namanya Bram." Jelas Yuna membuat kekhawatiran Sri sedikit berkurang.
"Ya sudah, ayuk duduk dulu di sofa. Makasih banyak ya nak Bram, sudah antarkan anak gadis tante ke rumah dengan selamat." Ucap Sri dengan ramah.
"Iya tante, sama-sama. Ini juga sudah tugas saya." Ucap nya dengan sangat sopan.
Setelah duduk di sofa, Bram masih terpanah dengan kemewahan isi rumah yang besar ini. Ia terus celingak-celinguk membuat Sri menatap dengan tidak suka. 'Sangat tidak sopan melihat rumah orang seperti itu! Kampungan sekali!" Pikir Sri tidak suka.
"Hmmm... Nak Bram mau minum apa?" Deheman Sri membuat Bram tersadar dan kemudian tersenyum.
"Nggak perlu repot-repot Tante, saya juga mau kembali ke pusat kebugaran. Saya pamit dulu ya." Ujar Bram berpamitan dengan menyalami Sri.
"Eh tunggu dulu Bram, ini untuk ongkos pulang kamu!" Ujar Yuna dengan memberikan selebaran uang kertas merah yang ia ambil dari dalam tas sport miliknya. Tentu saja Bram tidak menolak, mengingat itu adalah uang. Hanya saja caranya tidak tepat, ia tanpa malu lansung mengambil uang yang di berikan Yuna itu.
"Terima kasih ya Yuna, aku pamit dulu. Semoga cepat sembuh." Ujarnya melangkah ke luar rumah dengan wajah senang. Ia begitu bahagia hari ini, setelah mengendarai mobil miliaran itu, memasuki rumah yang mewah dan kini dirinya mendapatkan uang yang banyak dari Yuna.
"Mama tidak menyukai pelatih yoga mu itu! Kenapa kamu begitu banyak memberikannya uang?" Ketus Sri mengubah mimik wajah Yuna kesal.
"Astaga ma, dia sudah membantu ku. Apa salahnya aku membalas kebaikannya." Ujar Yuna tidak terima.
"Dia terlalu tidak sopan! Mama tidak suka, ganti saja pelatih yoga mu itu!" Titah Sri membuat Yuna geleng-geleng kepala.
"Sudah lah ma, aku lelah. Aku ke kamar dulu ya!" Yuna tidak menggubris sedikit pun nasehat ibunya itu.
BERSAMBUNG.....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!