"Sha, tolong ketikin ini dong." sahut Gwen kepada seorang wanita berkulit putih, berkacamata, dan cantik, yang saat ini semakin cantik dengan memakai blouse putih bermotif warna-warni cerah.
"Oke, selesai ini yah, Gwen. Nanti kalau udah selesai, aku taro meja kamu atau aku kirim email aja, jadi kamu ngeceknya gampang juga?" jawab wanita itu.
"Emailin aja deh, Sha. Thanks yah." sahut Gwen lagi.
Namanya Trisha Vioreen Bramadja, bekerja sebagai sekretaris di sebuah perusahaan ternama di ibukota. Hobi menyanyinya membawanya masuk ke dalam sebuah paduan suara di kantornya, sehingga semakin melambungkan namanya. Dan karena sifatnya yang baik, ceria, dan cantik, banyak pria yang menyatakan cinta kepadanya. Namun, entah apa yang dicari Trisha sehingga dia tidak menerima semua pernyataan cinta pria-pria itu.
Trisha mempunyai seorang atasan, yang tidak membawahinya langsung, tapi Trisha belum pernah sekalipun bertemu dengan atasannya tersebut. Segala laporan yang ia buat selalu di kirim via email tanpa tembusan.
Namun hari ini, atasan Trisha berkunjung ke kantor untuk menerima laporan secara langsung. Dan hal itu membuat para karyawan kantor membicarakannya.
"Dia anak yang pemegang saham terbesar di kantor ini." sahut seseorang.
"Benarkah? Setauku dia seorang CEO, karena ayahnya merupakan kepala grup kantor ini." sahut yang lain lagi.
"Beruntung sekali yah, di usia semuda itu sudah bisa menjadi seorang direktur dan mempunyai saham." kata yang lain.
Begitulah kabar simpang siur yang beredar di antara para karyawan.
"Sha, bagaimana menurutmu atasan kita itu?" tanya Gwen.
"Entahlah Gwen, aku pikir dia seorang yang akan membosankan, kan? Bayangin aja, di usia semuda itu sudah jadi CEO." jawab Trisha.
" Aku rasa dia tampan, Sha." sahut Gwen lagi.
Trisha tertawa, "Darimana taunya kalau dia tampan?" tanya Trisha geli.
"Dari namanya aja udah keren, Sha. Coba deh ucapin Miles Omkara...kan?" sahut Gwen tersenyum.
"Ah, ada-ada aja. Lalu, bagaimana dengan namaku? Cantik atau jelek?" tukas Trisha melengos pergi, "Aku lanjutkan pekerjaanku dulu, Gwen. Ayo bantu aku!" sahut Trisha kepada Gwen, dan menarik kerah bajunya untuk pergi.
Miles Omkara, akhirnya dia datang. Sepatunya berketak ketuk di atas lantai seiring gerak langkahnya. Miles meminta semua laporan sudah di atas mejanya.
"Sha...Sha..aku belum selesai di print. Tunggu aku dong." seru Gwen lirih.
"Aduh, bukannya ngga mau, Gwen. Kayaknya doi galak, kalau kita masuk terakhir, kayaknya bakal ngamuk ngga tuh?" sahut Trisha, "Ya udah, aku tungguin. Cepetin dikit!" seru Trisha mendesak Gwen.
Gwen, akhirnya selesai mengeprint, dengan secepat kilat, dia menyematkan pin kertas pada laporannya, dan memasukannya ke dalam map berwarna hijau. Tepat, seperti dugaan Trisha, mereka meletakkan laporan ke ruang kerja Miles bersamaan dengan masuknya Miles ke ruangan tersebut.
"Apa ini?" tanya Miles dengan suara baritonnya.
"Maaf pak, saya yang terlambat menyerahkan laporan, karena mesin print nya sempat error. Dan Trisha ini hanya menunggu saya." sahut Gwen menjelaskan.
Miles Omkara menatap mata mereka berdua, seperti menyinari mereka dengan sinar xray. Pandangannya berhenti sesaat pada Trisha.
"Kamu boleh keluar, kamu tetap tinggal!" sahut Miles menunjuk pada Trisha. Trisha menatap hampa Gwen yang meninggalkannya sendirian di ruangan Miles. Tatapan minta tolong Trisha tidak berlaku pada Gwen saat ini.
"Siapa namamu?" tanya Miles kepada Trisha.
Trisha mengangkat kepalanya yang sedari tadi dia tundukkan, jantung Trisha berdegup kencang. Andaikan dia di pecat hari ini karena Gwen, dia akan bunuh diri, dan akan menghantui Gwen seumur hidupnya! Dan dengan bantuan pikiran jahat itu, membuat Trisha berani menegakkan kepalanya dan menghadapi pertanyaan Miles.
"Nama saya Trisha pak." jawab Trisha lantang.
"Laporan apa yang kamu dan temanmu buat?" tanya Miles lagi dengan gaya angkuh dan arogan.
"Laporan tentang pengeluaran dan pemasukan kita minggu ini pak." sahut Trisha lagi, "dan di temukan sedikit kejanggalan jika di perhatikan dari dua bulan kemarin, ada sejumlah uang yang dikeluarkan untuk transaksi yang seharusnya tidak ada, dan ini menyebabkan pengeluaran kita tidak seimbang dengan pemasukannya pak. Dan itu membuat kita merugi sebesar 0,5%." jelas Trisha lagi.
Miles mengecek laporan Trisha dengan map berwarna biru, dia membalik dan membaca lembar demi lembar laporannya, "Itu bukan lingkup kerjamu, bukan?" tanya Miles.
"Bukan pak, tugas saya hanya melaporkan, tapi kalau ada keanehan transaksi seperti ini, saya rasa saya juga wajib melaporkannya." sahut Trisha tegas.
Miles menatap Trisha, "Ikut aku rapat nanti, laporakan apa yang kamu temui!" tukas Miles.
"Kalau bapak membaca setiap laporan yang saya kirimkan, bapak akan tau bahwa ada transaksi yang tidak seharusnya sejak dua bulan lalu. Saya tidak pernah terlambat atau melewati deadline, dan saya pikir bapak akan membaca setiap laporan yang saya kirimkan." sahut Trisha menjelaskan.
"Apa kamu berani mempertanggungjawabkan laporanmu? Saya akan bawa ke rapat direksi nanti." tanya Miles.
Trisha menatap Miles, mata mereka bertemu, "Ya, saya berani." jawab Trisha.
"Oke, tunggulah disini. Dan silahkan duduk." sahut Miles.
"Untuk apa saya disini? Saya masih ada beberapa laporan yang harus saya selesaikan, apa bapak berani menjamin laporan saya akan selesai kalau saya duduk manis disini bersama bapak?" tanya Trisha. Segala keraguan dan ketakutannya tadi telah hilang, sirna.
Dia tidak begitu pintar, tidak seperti yang kukira, pikir Trisha.
"Baiklah, keluarlah, siapa namamu tadi? Trisha. Aku akan mengingatmu." seru Miles.
Apa maksudnya dia akan mengingatku? Sungguh tidak jelas! pikiran Trisha tentang atasannya itu kembali berkelebat di otaknya.
Trisha kembali ke meja kerjanya, dan disana Gwen sudah menunggunya dengan wajah cemas, "Apa yang dia lakukan terhadapmu, Sha?" tanya Gwen, "kamu tidak di pecat kan?"
"Kamu akan tau kalau aku di pecat, Gweeny. Aku akan berubah menjadi hantu menyeramkan dan akan menghantuimu seumur hidupmu, dan akan membuatmu menjadi perawan tua yang depresi dan diliputi kecemasan tinggi...hahahaha!" sahut Trisha, dia senang menggoda temannya itu.
"Ah, jangan menakutiku!" seru Gwen. Trisha masih tertawa melihat kecemasan di wajah temannya. Kemudia Trisha menceritakan apa yang terjadi di dalam tadi bersama Miles.
"Menurutmu, apakah kamu yang akan di pecat atau para direksi itu? Dan kenapa juga harus melaporkan soal itu sih, Sha?! Astaga!" tukas Gwen.
"Aku pikir atasan kita itu orang yang sudah berumur, mana kutau ternyata dia masih muda. Kalau sudah lebih berumur berarti lebih dewasa dan lebih bijak menanggapi laporan seperti itu. Dia tidak mungkin melakukannya, aku curiga kepada para direksi. Mereka yang melakukan transaksi fiksi itu." jawab Trisha.
...----------------...
"Trisha ke ruanganku! Sekarang!" panggil Miles dari interkom.
"Aku di panggil ke ruangan Miles, Gwen. Bagaimana ini? Aku minta maaf jika aku ada salah, jika aku menyakitimu, Gwen." ucap Trisha dan memeluk Gwen.
Gwen membuka tangannya lebar dan merangkul Trisha, "Kita akan bertemu lagi, Sha. Aku udah maafin kamu." seru Gwen.
Trisha kemudian berjalan memasuki ruangan Miles. Dan dilihatnya Miles sudah mengawasi Trisha sejak Trisha belum memasuki ruangan.
Trisha mengetuk pintu, dan ada suara masuk dari dalam, dengan ragu, Trisha masuk ke dalam.
"Pak Miles memanggil saya. Ada yang bisa saya bantu, pak?" sahut Trisha.
"Laporanmu, sebelum rapat direksi kamu bilang, kamu sanggup mempertanggungjawabkan laporanmu, benar begitu?" tanya Miles. Kini Miles beranjak berdiri, dan mendekati Trisha yang duduk di depannya, kemudian Miles duduk di meja tepat di depan Trisha duduk.
Trisha mengangkat kepalanya dengan takut-takut, dan mengangguk, "I...iya pak saya sanggup." jawab Trisha.
Miles tersenyum, kemudian mendekatkan wajahnya ke wajah Trisha, "Suaramu mengatakan sebaliknya, Trisha." sahutnya dengan suara yang semakin dalam.
Jarak Miles dan Trisha sudah sangat dekat sekali. Trisha bahkan bisa merasakan alunan nafas Miles di telinganya.
"Saya sanggup mempertanggungjawabkan laporan saya, pak!" seru Trisha memberanikan dirinya, dan menatap Miles. Jantungnya berdetak kencang sekali, dan bahkan dia takut kalau-kalau Miles dapat mendengar detak jantungnya.
Miles tersenyum dan semakin mendekatkan wajahnya ke Trisha, jarak mereka hanya tinggal satu inci sekarang, "Karena kamu, aku kehilangan asistenku dan beberapa karyawanku, jadi aku mau, kamu menjadi asisten pribadiku saat ini." bisik Miles suaranya yang dalam membuat Trisha bergidik.
Trisha memundurkan kursinya, "Saya tidak di pecat?" tanya Trisha.
Miles memegang kedua lengan kursi Trisha, "Apa kamu mau begitu?" tanya Miles dan menatapnya tajam.
"Ti...tidak pak." jawab Trisha.
"Oke, mulai besok, ruang kerjamu ada disini. Karena asistenku selalu berada di sebelahku." sahut Miles lagi, "dan aku memutuskan mulai hari ini aku akan selalu datang ke kantor, dan menerima laporan secara langsung. Dan mulai hari ini juga aku memutuskan untuk jatuh cinta kepadamu, Trisha Vioreen Bramadja." ucap Miles tersenyum.
Trisha tidak tau harus lega atau bagaimana mendengar pernyataan cinta Miles. Yang dia tau, sekarang dia berada dalam masalah yang cukup besar.
......................
Hanya dengan menyebut namanya saja sudah membuat Trisha kesal. Memang dia menikmati pendapatannya yang telah di naikkan oleh sang atasan, tapi dia harus bekerja di bawah atasannya langsung!
"Sha, kok dapat bunga? Dari siapa ini?" tanya Miles suatu pagi, karena melihat ada sebuket bunga mawar putih di atas meja kerja Trisha.
"Aldo, divisi sebelah." Trisha menjawab dengan enggan. Karena ini tidak hanya sekali terjadi, Trisha sudah terbiasa seperti itu, tapi tidak dengan Miles. Miles tidak suka ada bunga, cokelat, atau boneka besar di atas meja asisten pribadinya itu.
"Sainganku banyak juga ternyata. Padahal kamu biasa aja, kenapa banyak yang suka sama kamu?" tanya Miles sambil memperhatikan Trisha yang daritadi tidak peduli dengan ocehannya.
Trisha menarik nafas, "Apa yang mendasari keputusanmu untuk menyukaiku?" tanya Trisha tanpa mengalihkan pandangan dari laptopnya.
"Entahlah, mungkin kamu memakai susuk atau pelet. Aku tidak tau." jawab Miles santai.
Trisha menatapnya sebentar, dan melotot ke arahnya, setelah itu dia membenamkan dirinya kembali ke kesibukannya. Tak lama, pintu di ketuk, seorang kurir datang, membawa sebuah kotak cokelat besar berbentuk hati, "Trisha Vioreen?" tanya kurir tersebut.
Trisha mengangkat tangannya, "Ya, saya pak. Masuk saja." sahut Trisha.
Kurir tersebut bergerak mengikuti perintah Trisha, dan meletakkan paket yang di bawanya sesuai arahan Trisha. Miles menatapnya tidak percaya, "Kali ini dari siapa?"
Trisha melihat name tag yang disematkan di kotak cokelat itu, "Revan, mengajakku makan siang bersama hari ini." jawab Trisha.
"Dan?" tanya Miles lagi.
"Aku akan menemuinya di jam makan siang nanti tanpa perlu dan." jawab Trisha sekenanya.
Miles mengangguk-angguk, "Aha, jadi begitukah cara mengajakmu keluar atau berkencan. Baiklah." tukas Miles. Miles kemudian keluar ruangannya, dan Trisha tidak peduli akan hal itu.
Selang beberapa menit, bunyi suara pengumuman kantor terdengar, "Saya Miles Omkara, CEO dari perusahaan ini, meminta perhatian kepada semua pria, tidak peduli apa pun jabatannya untuk tidak mengirimkan atau memberikan atau bahkan secara terang-terangan mengajak keluar Trisha Vioreen Bramadja. Karena mulai detik ini yang bersangkutan sudah menjadi kekasih saya. Terimakasih sebelumnya. Kalau ingin mengirimkan buket bunga sebagai ucapan selamat, kami akan menerimanya dengan senang hati. Dan teruntuk Aldo dan Revan yang mengajak kekasih saya makan siang hari ini, sudah jelas kan, dia tidak akan bisa. Terimakasih."
Gwen yang mendengar itu, berlari memasuki ruangan kerja Miles, "Benarkah itu, Sha?!" tanyanya menutup mulutnya.
Trisha hanya bisa terdiam menahan emosi amarahnya, "Tidak Gwen, dia berbohong hanya karena dia tidak suka aku mendapat banyak kado, sedangkan dia tidak!" sahut Trisha, "Aku akan menemuinya." sahut Trisha dan bergegas menemui Miles di ruang siaran.
Sepanjang jalan, semua orang menatap Trisha. Trisha tetap berjalan dan tidak memperdulikannya. Begitu sampai di ruang siaran, Trisha menggebrak meja, dan untungnya Miles masih berada disana.
"Miles Omkara!! Aku tidak peduli kamu CEO atau bukan! Aku tidak suka dengan caramu seperti tadi! Mengapa kamu melakukan itu?!" seru Trisha menyerang Miles. Dia tidak peduli ada beberapa orang dari grup siaran melihatnya. .
"Aku sudah memutuskannya kemarin, dan kamu sudah mendengarnya dengan jelas. Apa perlu aku katakan disini? Saat ini juga?" sahut Miles.
Trisha tidak suka di tantang! "Apa yang akan kamu katakan, Miles?!" tanya Trisha, dia sudah tidak lagi memakai pak saat menyebut Miles.
"Oke, as you wish, Trisha! Trisha, aku menyukaimu, maukah kamu menjadi kekasihku?" tanya Miles dan saat itu Miles berbicara di depan mic yang sedang dalam posisi on.
Trisha memandangnya kesal! "Aku menolakmu, Miles!" sahut Trisha dan pergi meninggalkan ruang siaran. Miles mengejarnya, meraih tangan Trisha dan menariknya, "Ikut aku!" sahut Miles. Trisha memberontak dan berusaha melepaskan cengkraman tangan Miles.
"Lepaskan tanganmu, brengsek!" seru Trisha, tapi Miles tetap berjalan dan mencengkram tangan Trisha.
Sampai akhirnya mereka berhenti di lapangan luas, namun karena ini masih jam kerja, lapangan itu agak sepi, hanya ada beberapa orang yang melintas.
"Kenapa kamu menolakku?" tanya Miles, "Aku tidak pernah mengalami penolakan seumur hidupku, dan kamu, wanita yang pertama kali menolakku. Apa masalahmu,Sha?" tanya Miles lagi.
"Karena kamu seenaknya sendiri! Aku tidak suka. Kalau kamu menyukai wanita, lakukanlah dengan perlahan, bukan dengan gayamu yang seradak seruduk seperti itu!" jawa Trisha.
Miles mengangguk, "Oke, baik akan aku terima tantanganmu. Satu hal yang perlu kamu tau, ketika aku sudah memutuskan untuk menyukai seseorang maka itu akan berlaku seumur hidup. Ingat itu, Sha!" tukas Miles dan berjalan pergi dengan memberikan flying kiss untukku.
Berkat berita Miles itu, suasana kantor menjadi gempar, semua mata memandangku kemana pun aku melangkah, "Bisa gila aku Gwen kalau begini terus, mau ke kamar kecil aja diliatin." sahut Trisha beberapa hari kemudian.
"Ya kan emang kamu udah famous, ketambahan Miles menyatakan cinta dengan cara yang sensasional, jadilah kamu makin famous,Sha." jawab Gwen, "Tapi aku senang berteman denganmu, aku jadi di perhatikan juga...hehehe." tambah Gwen lagi sambil nyengir.
Trisha kemudian berpikir, selama beberapa hari ini memang ada perubahan sikap dari atasannya itu, tidak lagi egois atau seenaknya sendiri, tapi tetap suka memerintah.
"Kalau semisal Miles itu ngga seenaknya sendiri, aku mungkin bisa menerimanya. Dia tampan, sedikit pintar, dan cukup humoris." sahut Trisha.
"Jadi kamu juga cinta niy sama si bos?" tanya Gwen.
"Belum, Gweenny... belum." jawab Trisha. Sedetik setelah Trisha menjawab, satu pesan singkat masuk ke ponselnya, "panjang umur kan niy si Miles!" sahut Trisha kesal.
"Sha, temenin ngopi nanti sore yah. Aku traktir. Aku tunggu di lobi!" tulis Miles di dalam pesannya.
Trisha menunjukkan pesan itu kepada Gwen, "Lihat kan, aku harus selalu mengikuti jadwalnya, tapi dia ngga pernah peduli dengan jadwalku!" sahut Trisha kesal.
"Aku ada latihan paduan suara sore ini. Ngga bisa, sorry. Lain waktu yah." jawab Trisha membalas pesan Miles.
...----------------...
Sore harinya, Trisha datang ke ruangan auditorium untuk berlatih paduan suara. Trisha memang senang menyanyi, dan alasan mengapa dia bertahan di perusahaan ini hanya karena perusahaan ini mempunyai kelompok paduan suara.
Sesampainya disana, Trisha langsung mengambil posisi pada barisan sopran. Dan mereka pun mulai melakukan pemanasan. Latihan berlangsung selama dua jam. Setelah latihan selesai, Trisha berpamitan kepada teman-temannya. Baru saja akan keluar, teman-teman kelompok paduan suara Trisha menghampirinya, "Sha, pacarmu nungguin tuh sampai ketiduran di tangga." katanya.
"Baru kali ini lihat CEO nungguin pacarnya, how lucky kamu, Sha." sahut yang lain.
Trisha bergegas keluar, dan benar saja, Miles tertidur menelungkup di salah satu anak tangga. Trisha segera menghampirinya, dan membangunkannya, "Pak, pak, bangun pak." sahut Trisha dengan lembut. Namun tidak ada pergerakan dari Miles. Trisha mencoba membangunkannya lagi, "Pak, ayo pulang. Saya sudah selesai." sahut Trisha lagi.
Miles hanya bergerak sedikit lalu tertidur lagi. Trisha mulai kesal, dia melihat ke sekeliling, dan ternyata sudah sepi, Trisha mendekatkan diri ke telinga Miles, dan berbisik, "Miles jelek, bangun aku mau pulang, kalau kamu tidak bangun, aku akan meninggalkamu sendirian disini!" ancam Trisha dalam bisikan.
Miles membuka matanya dan tersenyum, "Gitu dong, kalau bangunin pacarnya, dan sejak kapan kamu memanggilku pak? Panggil namaku saja, semua sudah tau kok kita pacaran." sahut Miles tersenyum.
Deg
Kondisi jantung Trisha tidak dalam kondisi aman, hanya karena melihat senyum Miles, jantungnya berdegup kencang.
Miles memperhatikan itu, "Kenapa, Sha? Baru sadar yah kalau aku ganteng?" tanya Miles bangga.
"Ngga kok, aku hanya mau memberitahukanmu, di sebelah kanan mulutmu ada bekas iler." tukas Trisha kemudian meninggalkan Miles mengejarnya.
"Sha, tolong seka dong iler aku." rengek Miles manja, Trisha tetap berjalan tanpa mempedulikan rengekan Miles. Tidak hilang akal Miles menggandeng tangan Trisha dan berjalan bersamanya.
Trisha tidak menolaknya, sampai akhirnya Miles memberanikan diri untuk menyampaikan cintanya kembali kepada Trisha, "Sha, pacaran yuk. Aku orangnya asik kok, yuk mau yuk." tanya Miles dengan santai.
Trisha memberhentikan langkahnya, dan di pandangnya atasannya itu, "Baiklah, ayo kita berpacaran." jawab Trisha. Miles tersenyum dan memeluk Trisha erat.
"Yeiiyy...akhirnya Trisha mau pacaran sama aku!!" teriaknya. Trisha menutup Miles dan dengan wajah memerah, dia menggandeng tangan Miles untuk segera menjauh dari sana.
......................
Hubungan Trisha dan Miles berlangsung cukup lama. Mereka seperti menemukan cinta sejatinya masing-masing, dan mereka juga saling melengkapi satu sama lain.
1 tahun berlalu...
2 tahun berhasil di lewati...
3 tahun tanpa hambatan berarti ...
Hingga...
"Faster, Miles...faster!" seru Trisha. Saat ini dirinya sedang berada di puncak kenikmatan akibat reaksi gerakan yang di hantarkan oleh Miles. Miles memegang erat Trisha dan membuat Trisha tidak berhenti berteriak. Keringat mulai membasahi mereka berdua, entah sudah berapa lama mereka asik dalam permainan ini. Sampai akhirnya, mereka mengeluarkan suara lenguhan karena berhasil mencapai puncak bersama.
Miles tergeletak tidak berdaya di samping Trisha.
"Happy 6th anniversary, Sha." sahut Miles dengan suara masih terengah-engah, dan kembali memagut bibir Trisha.
Trisha membalasnya, "Happy anniversary too, Miles. I love you." sahutnya.
Mereka terdiam, saling memeluk, dan mengatur nafas mereka masing-masing.
"Sha, kapan berani ketemu orangtuaku?" tanya Miles.
"Atur aja. Aku selalu siap." sahut Trisha, "orangtuamu sama sibuknya denganmu, Miles." sahutnya lagi.
Miles tersenyum, "Aku? Sibuk? Katakan padaku, apa saja kegiatanku? Berjalan bersamamu, makan siang dan malam berdua denganmu, setelah itu memelukmu, kemudian menciummu..." seru Miles, tangan Miles kembali merayap, dan menjelajahi tubuh Trisha, "kemudian berbuat ini bersamamu." tambahnya lagi, kini Miles tidak bisa berhenti, dia menaikkan kembali gelombang listrik di tubuh Trisha. Dan permainan mereka pun mengulang lagi dari awal.
"Ah, aku lelah sekarang. Berhentilah, masih ada hari esok, Miles." seru Trisha, menghentikan Miles lagi, "Berapa kali hari ini kita bermain? 6 kali." sahut Trisha sambil mengingat-ingat.
"Ya, pas dong, sesuai dengan tahun jadi kita." sahut Miles, yang sepertinya tidak bisa berhenti mencumbu Trisha.
"Percayalah, besok pagi aku akan berjalan dengan langkah lebar, dan orang-orang akan menganggapmu maniak." seru Trisha.
Miles hanya tertawa, dan membawa Trisha masuk ke dalam pelukannya, "Tidak masalah, bukan?" jawab Miles santai.
6 tahun sudah hubungan penuh gairah Miles dan Trisha berlangsung, semua orang yang melihat mereka, beranggapan mereka akan menikah. Harapan itulah yang diimpikan Trisha.. Menikah. Apalagi hubungan mereka sudah cukup kamay, seluruh keluarga Trisha sudah mengenal Miles. Mulai dari orangtua, om tante, nenek kakek, dan keluarga Trisha yang lain.
Namun tidak dengan Miles. Miles belum pernah mempertemukan Trisha dengan orangtuanya, selain karena orangtuanya sibuk, sepertinya kekuarga Miles belum merestui hubungan mereka. Ayah Miles merupakan kepala grup perusahaan ini yang menurut Miles, ayahnya adalah seorang presiden dengan pegawai-pegawainya sebagai rakyat. Dan mungkin akan sulit merestui hubungan mereka, itu yang sering dipikirkan Trisha.
Sampai suatu ketika, Miles membawa berita mengejutkan. Selesai bekerja, Miles mengajak Trisha untuk makan bersama, dan disanalah Miles bercerita tentang perjodohan yang dilakukan oleh orang tuanya.
"Sha, gimana kalau aku dijodohkan?" tanya Miles saat itu.
Trisha tersedak, dan terbatuk-batuk, "Apa maksudmu?" tanya Trisha.
"Aku dijodohkan oleh orangtuaku, Sha. Katanya ini perjanjian yang ayahku lakukan saat aku masih kecil." jawab Miles, "Tapi, tentu saja, aku menolaknya. Aku hanya bertemu dengan lewat foto." sahut Miles.
Trisha menatapnya serius, "Bagaimana kalau tidak bisa?" tanya Trisha khawatir.
"Harus bisa! Aku tidak akan melepasmu, bahkan bila bumi berhenti berputar sekalipun, aku tidak akan pernah melepasmu, Sha." jawab Miles.
...----------------...
Malam itu di kediaman Miles Omkara, ayah Miles memandang Miles tajam, "Apa maksudmu menolak perjodohan ini?!" tanya ayah Miles.
"Tentu. Aku bahkan tidak mengenalnya, melihatnya saja belum, dan kenapa aku harus menikahinya?" jawab Miles keras.
"Dengarkan aku, Miles. Nasib perusahaan kita, ada di tangan kalian berdua. Ayahnya sudah berteman denganku sejak kalian masih kecil. Aku bisa menjamin, dia anak yang baik dan cantik, juga pintar." bujuk ayah Miles.
Miles menggelengkan kepalanya, "Tidak mau. Lagi pula aku sudah mempunyai pilihanku sendiri, dan aku akan menikahinya." terang Miles.
"Siapa? Trisha itu? Semua orang membicarakan kedekatan kalian, itu hanya cinta monyet, dia mendekatimu karena kamu adalah pewaris grup ini." seru ayah Miles meremehkan.
Miles merasakan amarahnya menggelegak keluar, "Aku yang pertama menyukainya, aku yang pertama mengungkapkan cinta kepadanya. Dan ayah tau, Trisha jauh lebih baik dari wanita pilihanmu itu! Seribu kali lebih baik dari wanita mana pun." sahut Miles.
Ayah Miles tersulut emosinya juga karena penolakan dari Miles, "Aku akan bertemu dengannya besok. Jika aku tidak suka, maka kamu wajib menikah dengan wanita pilihanku!" tukas ayah Miles.
"Baik, jika itu kemauanmu! Aku yakin, ayah akan menyukainya, hampir semua pria menyukainya, dan aku yakin sekali, ayah akan seperti aku dan pria lainnya." seru Miles.
Seperti yang dikatakan oleh ayah Miles, pagi itu, ayah Miles berangkat bersama anak laki-lakinya itu. Langkah kakinya terasa ringan, berbeda dengan langkah kaki Miles yang dirasanya sangat berat pada hari itu. Sesampainya di kantor, semua karyawan berdiri untuk memberi salam kepanya, dan menundukkan kepala tanda hormat.
Ayah Miles masuk ke dalam ruangan kerja Miles, dan disinilah mereka bertemu. Trisha sudah siap berdiri untuk menyambut ayah Miles.
"Selamat datang pak Omkara." sahut Trisha dengan senyum manisnya.
Ayah Miles alias Pak Omkara, menyalaminya, "Ini Trisha?" tanya pak Omkara.
Trisha menyambut uluran tangannya, "Iya, pak Omkara. Saya Trisha, asisten pribadi bapak Miles." sahut Trisha memperkenalkan diri, "Silahkan duduk, pak. Mau minum apa? Akan saya ambilkan." sahut Trisha lagi mencoba berbaik hati kepada calon mertuanya itu.
Pak Omkara dan Miles duduk menempati tempat yang sudah di arahkan oleh Trisha. Tanpa berlama-lama, dan tanpa basa-basi, pak Omkara langsung mengutarakan maksud kedatangannya hari itu, "Tidak perlu minum, duduklah disini." sahutnya kepada Trisha yang sedari tadi masih berdiri. Trisha kemudian duduk di kursi sebelah pak Omkara.
"Jadi, namamu Trisha? Kekasih anakku, Miles?" tanya pak Omkara.
Trisha melirik Miles sebelum menjawab, dan kemudian mengangguk, "Iya pak, panggil Shasha saja pak." sahut Trisha.
"Sudah berapa lama kalian berhubungan?" tanya pak Omkara.
Kembali Trisha melirik Miles, baru menjawab pertanyaan pak Omkara, "6 tahun pak." jawab Trisha.
Pak Omkara meneliti Trisha dari atas sampai bawah, "Kamu cantik, menarik, dan cara bicaramu juga gerak tubuhmu menyiratkan kamu wanita yang cerdas. Wajar anak saya tergila-gila padamu. Aku pun demikian, jika, hanya jika aku seorang karyawan biasa." ujar pak Omkara, "Sayangnya aku hanya bisa menerimamu sebagai karyawan dari Omkara Grup saja, bukan seorang istri dari Miles Omkara, anakku." tambahnya lagi.
Trisha berusaha tersenyum, dia tidak menyangka bahwa pak Omkara atau ayah Miles akan membahas ini di jam kerja mereka.
"Ayah!" tukas Miles, "Apa yang ayah bicarakan?!! Kenapa membahas persoalan disini??!" seru Miles lagi.
Trisha mengangkat tangannya untuk menenangkan Miles, "Tidak apa-apa Miles. Silahkan dilanjutkan kembali, pak Omkara." ucap Trisha dengan lembut, dan masih mempertahankan senyumnya.
Pak Omkara memperhatikan hal kecil itu, "Pertahanan dirimu luar biasa, Trisha. Tapi aku akan meminta maaf kepadamu, dengan sangat menyesal Miles akan aku jodohkan. Kamu mungkin sudah sering dengar, perjodohan biasa di lakukan di kalangan seperti kami, demi memperluas relasi bisnis." sahut pak Omkara menjelaskan.
Trisha mendengarkan dengan tenang, tidak ada yang bisa menebak bagaimana keadaan hatinya saat ini, "Saya tau saya akan sulit untuk mempertahankan ini, apalagi saya hanya akan membawa nama cinta saat ini, jadi saya serahkan masalah ini kepada Miles." sahut Trisha.
"Cinta katamu? Cinta bisa di pelajari, Trisha. Naif sekali jika kamu mempertahankan anakku atas dasar cinta, pasti ada maksud tersembunyi di balik nama cinta." tukas pak Omkara.
"Ayah, cukup!" seru Miles.
Namun, lagi-lagi Trisha mengangkat tangannya, meminta Miles untuk diam dan tenang. Trisha tersenyum dan menjawab pak Omkara, "Tidak ada, pak. Saya mencintai Miles dengan kesungguhan hati saya." sahut Trisha.
"Baiklah, kalau kamu cinta kepadanya, putuslah dengannya, dan biarkan dia menikah dengan wanita pilihanku." ujar pak Omkara.
Miles menghadang ayahnya, "Aku tidak akan menikah dengan siapapun selain Trisha! Aku tidak mau pernikahanku seperti ayah dan ibu, yang berantakan karen di jodohkan. Ibu sengsara sekali setiap harinya, melihatmu hanya bekerja dan bekerja! Aku tidak akan membiarkan kehidupanku seperti itu! Aku menolak!" seru Miles.
Pak Omkara pun terbawa emosi, "Silahkan, aku tetap akan menikahkanmu, minggu depan!!" sahutnya dan bergegas keluar dari ruang kerja Miles. Miles mengejarnya.
Trisha terhenyak di kursi, apa yang harus dilakukannya sekarang? Dia tidak mau Miles menjadi anak durhaka karena membangkang kepada ayahnya. Sekarang Trisha paham kenapa Miles belum mempertemukannya dengan keluarganya.
...----------------...
One Week Later
"Sha...Sha...kamu dapet juga?" tanya Gwen kepadaku. Aku dan dia memegang sebuah amplop cantik berwarna krem, dengan pita kecil menghiasi ujung lipatan amplop tersebut.
Disitu terukir nama :
Kepada : Trisha Vioreen Bramadja dan Partner
Trisha membuka amplop tersebut, dan disitu tertulis nama yang sangat Trisha kenal, dan yang masih sangat Trisha cintai :
***Miles Omkara, MBA, B.sc
Anastasia Marcella, SMb***
"Aku dapet juga kok, Gwen." jawab Trisha sambil berusaha menguatkan suaranya.
"Terus, kamu gimana?" tanya Gwen, khawatir dengan sahabatnya itu.
Trisha tersenyum, "Ya, ngga gimana-gimana, kan? Kalau mau datang, ajak aku yah. Kita seragaman nanti." jawab Trisha.
"Sha, kalau mau nangis, nangis aja, Sha." sahut Gwen memeluk Trisha.
Trisha melepas pelukan Gwen, "I'm oke kok Gwen. Lihat deh, ngga ada airmata kan?" ucap Trisha.
Selepas pulang kerja, Trisha berjalan seorang diri, rintik-rintik hujan menemani kesedihannya. Dia menumpahkan semua airmatanya, tidak akan ada orang yang tau kalau dia menangis, begitu pikirnya.
...----------------...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!