NovelToon NovelToon

Pendekar Pedang Petir - Sang Penerus Tahta

Ganendra Wisnu Wijaya

Disebuah Padepokan Ilmu Kanuragan yang terletak di Lereng Gunung Arjuno bernama Padepokan Kenaling Rogo saat itu tepat ketika Bulan Purnama, semua murid dan para Guru Padepokan Kenaling Rogo sedang berkumpul dihalaman Padepokan dengan duduk bersila berjajar rapi, Para Guru dan seluruh murid bukan untuk latihan tapi Mereka bersama-sama sedang memanjatkan doa untuk istri dari Pendiri Padepokan yang sedang proses melahirkan Anak Pertama yang sudah menanti 15 Tahun lamanya, sampai hewan-hewan ternak pun tidak ada yang tidur dan seakan ingin menyaksikan kelahiran Si Jabang Bayi tersebut,

"Semua sudah berkumpul?" ucap Guru Gunawan

"Sudah Guru, Saya sudah mengecek disemua kamar murid, sudah kosong semua berarti Mereka sudah ada dihalaman semua" jawab seorang murid senior bernama Argo Baruna

"Selamat Malam, saat ini Kita semua tau bahwa saat ini Istri dari Guru Wijaya Karna sedang berjuang melahirkan, mari semua mulai bersemedi untuk mendoakan kelancaran kelahiran Si Jabang Bayi" ucap Guru Gunawan

"Baik Guru" jawab Para murid serentak

Para Guru dan Murid tak henti memanjatkan doa bersama agar proses kelahiran berjalan dengan lancar dan untuk keselamatan Ibu dan Si Jabang Bayi, Mereka berharap ketika lahir didunia Si Jabang Bayi menjadi seorang yang berjiwa Ksatria, luhur budi pekertinya, welas Asih serta membawa kedamaian dan keadilan untuk masyarakat karena ditengah situasi yang sedang sulit ini, penyebab utama adalah Para Punggawa kerajaan hanya memikirkan kepentingan pribadi dan penuh keserakahan tanpa memikirkan nasib rakyat jelata termasuk Sang Patih Lodaya

Suasana malam yang sangat tenang dan damai, tak seperti biasanya Guru Wijaya Karna pun masih duduk bersila meditasi menunggu si jabang bayi lahir, ketika terangnya bulan purnama sudah mencapai pada puncaknya terdengarlah suara tangisan bayi yang memecah keheningan malam, Guru Wijaya Karna pun beranjak dari duduknya lalu berdiri didepan pintu

"Guru Wijaya Karna" ucap Mbok Sumirah

"Iya Mbok" jawab Guru Wijaya Karna

"Anaknya sudah lahir, Laki-laki" ucap Mbok Sumirah, nampak senyum diwajah Guru Wijaya Karna kemudian masuk ke dalam Rumah, setelah beberapa saat Guru Wijaya Karna keluar dari rumah lalu Guru Wijaya Karna berdiri di depan Para Murid

"Terima kasih untuk para Guru Padepokan Kenaling Rogo serta para murid padepokan yang sudah berkenan ikut mendoakan dimalam yang indah ini, dengan ijin Gusti Yang Maha Pemurah apa yang kita harapkan dapat tercapai sesuai dengan harapan kita, dan silahkan kembali untuk beristirahat, Aku memberikan nama untuk Putraku Ganendra Wisnu Wijaya dan acara besok Saya ingin mengadakan selametan untuk ananda Ganendra Wisnu Wijaya sebagai wujud rasa syukur kita kepada Gusti, Saya harap besok semua dapat membantu menyiapkan jamuan dan acara besok yang dihadiri tamu undangan dari beberapa Padepokan aliran Putih yang masih tersisa, dan silahkan kembali beristirahat" ucap Guru Wijaya Karna yang nampak sangat bahagia

"Baik Guru" jawab Para Murid serentak kemudian Guru Gunawan membubarkan barisan para murid.

Lalu Guru Wijaya Karna memanggil Guru Gunawan untuk membicarakan hal penting tentang kondisi Kerajaan Nagari

"Adimas Gunawan kondisi sekarang semakin memprihatinkan, karena menurut informasi dari Telik Sandi Padepokan bahwa akan ada upaya melenyapkan 7 Padepokan aliran putih yang masih tersisa karena selama ini Persatuan Padepokan Kita bersama 6 Padepokan aliran putih lainnya sangat sulit ditaklukkan dan Kita masih mengedepankan prinsip-prinsip ajaran dari leluhur, sehingga dari pihak yang saat ini menguasai Dunia Persilatan merasa bahwa Kita adalah ancaman"ucap Guru Wijaya Karna

"Berarti Kita harus lebih berhati-hati Kakang Wijaya, karena Kita adalah yang masih tersisa dari aliran putih" jawab Guru Gunawan

Tampak sedikit kekhawatiran dalam benak Guru Wijaya Karna yang nampak dari raut wajahnya dan acara besok rencananya akan dimanfaatkan untuk berunding antar padepokan agar bisa lebih berhati-hati dan tidak salah langkah agar tidak mengalami kerugian dilain hari.

***

Pada pagi hari Padepokan sudah sangat sibuk menyiapkan acara dan jamuan yang akan dihidangkan, para murid pun banyak yang bertanya-tanya karena jarak antar padepokan sangat jauh karena masing-masing padepokan terletak dilereng-lereng Gunung, Seperti Gunung Lawu, Gunung Arjuno, Gunung Slamet, Gunung Merbabu, Gunung Pangrango, Gunung Sumbing dan Gunung Bromo.

Setelah siang hari tamu-tamu sudah mulai berdatangan seperti Adipati, Demang, serta para warga sekitar Padepokan Kenaling Rogo

Guru-guru dari masing-masing padepokan aliran putih pun sudah duduk ditempat yang disediakan, yang membuat takjub para murid-murid yang sedang menimba ilmu disana.

"Para Guru sudah tiba" ucap Seorang murid

"Benar saudaraku, ini sangat hebat" jawab murid yang lain

Setelah jamuan dan acara resmi selesai para undangan utusan dari Kerajaan Nagari sudah berpamitan dan mengucapkan selamat kepada Guru Wijaya Karna atas kelahiran putra pertama beliau, wcara pun berpindah di Ruang Rapat Padepokan Kenaling Rogo yang bersifat tertutup sehingga murid-murid senior melakukan penjagaan ketat selama acara berlangsung.

Didalam acara sangat santai sambil bercanda melepas rindu karena sudah lama tak bertemu, dan tak lupa masing-masing Guru memberikan doa dan restu kepada Ganendra Wisnu Wijaya.

Setelah setiap Guru bergantian memberikan doa dan restu, acara pun dilanjutkan kembali dengan pembahasan yang sangat serius dan rahasia yaitu mengenai kabar dari telik sandi tentang nasib dari padepokan aliran putih setiap Guru dari masing-masing padepokan mengungkapkan gagasan mereka strategi yang harus ditempuh agar niat dari Patih Lumayan untuk menyingkirkan mereka dapat ditanggulangi, walaupun pasti sangat sulit karena padepokan-padepokan seperti Garuda Sakti, Cakar Naga, dll sudah dilenyapkan dengan fitnah makar terhadap Kerajaan Nagari Mereka seolah hanya seperti menunggu giliran saja kapan fitnah itu tertuju kepada mereka.

Sedangkan Padepokan aliran Hitam pasti tidak akan tersentuh karena mereka adalah boneka dari Sang Patih Kerajaan yang tak lain dan tak bukan adalah salah satu Pendekar dari aliran hitam sedangkan Pendekar aliran hitam mayoritas dari mereka menjadi kelompok-kelompok berandalan dan sebagai penagih upeti atau pajak paksa dari rakyat jelata sehingga dengan dilenyapkan padepokan-padepokan aliran putih mereka bertujuan memutus keilmuan agar semakin sedikit orang yang memiliki kemampuan ilmu Kanuragan sehingga Mereka tidak akan mampu melawan ketidak adilan yang sudah merajalela, sehingga bisa dipastikan sasaran terakhir adalah Padepokan aliran putih yang saat ini sedang berkumpul.

Para Dewan Guru memutuskan untuk pasrah terhadap nasib serta garis takdir dari Gusti Yang Maha Segalanya, karena jika melakukan perlawanan juga akan menimbulkan peperangan yang dapat membuat rakyat jelata lebih sengsara, jadi mereka harus berkorban demi generasi penerus yang mereka yakini akan ada yang menjadi penerang dikegelapan.

Setelah itu mereka berkumpul mengenang masa ketika masih menjadi murid dari Mpu Sagara, karena Guru-guru yang masih tersisa adalah alumni dari Mpu Sagara jadi tidak mengherankan jika Mereka masih solid, 7 Guru murid dari Mpu Sagara yang sampai saat ini masih setia dan taat pada sumpah yang akan selalu menjadi saudara sampai akhir hayat, dan anehnya dari 7 murid Mpu Sagara yang berjuluk 7 Pendekar Harimau Putih hanya Guru Wijaya Karna yang memiliki anak, yang 6 belum memiliki anak, sehingga mereka sangat bergembira setidaknya akan ada penerus yang menjadi estafet dari keilmuan Mpu Sagara, dan saat itupun dari masing-masing Guru memberikan Hadiah Kitab Rahasia dari masing-masing Padepokan yang akan diberikan kepada Ganendra Wisnu Wijaya ketika sudah saatnya nanti dan dikumpulkan menjadi satu dan disimpan disebuah tempat rahasia oleh Guru Wijaya Karna, seakan pertemuan ini akan menjadi pertemuan terakhir mereka karena mereka hanya menunggu giliran antara dijebloskan ke penjara atau dibunuh oleh Patih Lodaya yang sebenarnya merupakan murid dari Mpu Sagara.

Perjodohan

Patih Lodaya diusir Mpu Sagara ketika muda dulu karena memiliki hasrat membunuh dan keserakahan yang melebihi batas dalam keduniawian.

Para padepokan aliran putih pun hampir habis karena Patih Lodaya memanfaatkan jabatan untuk menyingkirkan aliran putih, Patih Lodaya yang lebih tertarik pada ilmu aliran hitam, selama ini lebih berpihak kepada para pendekar aliran hitam yang memang rata-rata bisa dia atur dan kontrol olehnya, mereka pun mau jika disuruh melakukan pekerjaan kotor karena aliran hitam yang penting adalah mendapat bayaran sepadan jadi tolok ukur mereka adalah uang.

Tidak sedikit para Guru-guru aliran putih yang memilih menutup padepokan dan menyamar menjadi orang biasa agar hidupnya tidak terusik dan menutup mata dari kedzaliman yang terjadi, lalu menjalani kehidupan sebagai petani ataupun pedagang yang penting hidup mereka aman dan sentosa tanpa sadar melanggar sumpah pengabdian memayu hayuning bawono, yang merupakan ajaran leluhur yang sepatutnya selalu dihidupi dalam kehidupan.

Padepokan Gagak Ireng adalah milik dari Patih Lodaya yang menopang Kerajaan Nagari, sehingga membuat Padepokan Gagak Ireng semakin besar, Anggotanya pun semakin banyak dan membuka beberapa Padepokan ditiap wilayah Kadipaten diwilayah Kerajaan Nagari dan karena menjadi bagian dari Padepokan Gagak Ireng memiliki kebebasan bertindak dan tidak akan diganggu ketika gerombolan rampok ataupun ketika perjalanan sedang terjadi pembegalan, karena mereka memiliki kode etik tidak boleh mengganggu sesama anggota Gagak Ireng dan jika melanggar gerombolan itu akan ditumpas sendiri oleh Patih Lodaya.

Sedangkan Sang Raja dari Kerajaan Nagari Prabu sendiri konon tidak pernah keluar dari Keraton karena Patih Lodaya selalu menghasut bahwa rakyat makmur dan wilayah kekuasaan pun semakin meluas, Sang Raja menurut kabar hanya menjadi Boneka dari Patih Lodaya, hampir semua yang bermukim dipusat pemerintahan adalah anggota dari Gagak Ireng, Sehingga Rakyat yang berada di Ibukota Kerajaan Nagari sangat makmur hidupnya karena setiap dari mereka yang kesusahan akan disengkuyung dari sesama anggota Gagak Ireng serta mereka wajib saling mengisi jika mereka berdagang akan memiliki kewajiban membeli dagangan dari anggota dan tidak boleh merugikan sesama anggota, jadi kehidupan mereka otomatis akan terangkat, walaupun jika dilihat hal itu seperti ada negara didalam negara, yaitu kerajaan dibalik layar Gagak Ireng dan Patih Lodaya tentunya yang mengatur dan memungut iuran wajib dari setiap anggota Gagak Ireng dengan dalih sebagai balas budi kepada Padepokan Gagak Ireng sedangkan iuran itu dinikmati sendiri oleh Patih Lodaya.

Walau sebenarnya banyak sekali yang masuk Gagak Ireng tapi batin mereka tersiksa karena mereka paham betul dengan seharusnya menjadi manusia, bukan manusia tapi berkarakter seperti binatang.

Dan aliran putih hanya tinggal Padepokan aliran Kenaling Rogo saja yang masih bertahan dari gempuran karena letak padepokan dilereng gunung jadi dinilai belum membahayakan pengaruhnya oleh Patih Lodaya namun hal ini tetap menjadi sebuah perhatian dari Patih Lodaya, karena dia juga memendam rasa sakit hati karena baru sedikit mempelajari ilmu yang diwariskan oleh Mpu Sagara, hanya 7 muridnya saja yang masing-masing memiliki kesaktian merata dari Mpu Sagara.

***

Waktu pun cepat berlalu sekarang sudah 5 Tahun usia dari Ganendra Wisnu Wijaya, walaupun masih anak-anak dia sudah memiliki kemampuan beladiri yang lumayan karena faktor genetik dan bakat yang dia miliki, dia juga menjadi seorang yang sangat peka terhadap lingkungan sekitar, setiap murid-murid Padepokan sedang latihan dia selalu menonton sambil mempraktekkan gerakan yang dia tonton, jadi otaknya sudah menyimpan rekaman jurus dan kegiatan para murid-murid ketika latihan, dimulai saat dia genap usia 5 Tahun sudah mulai dididik oleh Boponya dengan puasa dan meditasi ketenangan, jadi Ganendra Wisnu Wijaya secara tidak langsung sudah sangat baik dalam mengontrol aliran cakra tenaga dalam karena rohaninya sudah digembleng sejak dini, Ganendra Wisnu Wijaya juga merupakan anak yang cekatan dan sangat mudah mengingat. Seperti ketika Ganendra Wisnu Wijaya ikut bersama Guru Gunakan kehutan mencari tanaman obat, walau masih 5 Tahun Ganendra Wisnu Wijaya sudah mulai mempelajari ramuan obat-obatan yang sering Guru Gunawan racik dan perjalanan kehutan membuat fisik dan tulang Ganendra Wisnu Wijaya menjadi terlatih dan kuat.

"Nak Ganendra ingat baik-baik dengan setiap hal yang Aku lakukan" ucap Guru Gunawan

"Baik Guru Gunawan" jawab Ganendra Wisnu Wijaya

"Guru Wijaya Karna tidak memperbolehkan dirimu digendong kecuali oleh ibumu dan keadaan tertentu seperti ketika Nak Ganendra Wisnu Wijaya sakit atau mengantuk ketika perjalanan kehutan, itu adalah keuntungan Nak Ganendra karena medan dilereng gunung sangat baik untuk melatih badan secara alami dapat membentuk fisik yang tangguh, serta dataran tinggi yang membuat stamina bagus karena kadar oksigen akan lebih sedikit disana dan mandi air dingin juga menjadi penguat otot serta syaraf dirimu Nak Ganendra" ucap Guru

"Baik Guru Gunawan, Aku tidak merasa keberatan dengan metode seperti ini" jawab Ganendra Wisnu Wijaya dan setiap menjelang malam Ganendra Wisnu Wijaya selalu diajari tentang ilmu kehidupan, walau dia belum paham betul isinya namun anggota padepokan selalu memberi contoh keseharian tentang budi pekerti dan nilai-nilai kehidupan.

Ketika Guru Wijaya Karna bermeditasi Beliau mendapatkan kabar bahwa saudara Seperguruan dari Padepokan Gunung Pangrango bahwa Istri dari Guru Dirgajaya melahirkan bayi perempuan yang diberi nama Diah Ayu Wardani

"Dinda baru saja Kakang mendapatkan kabar ketika meditasi, Adimas Dirgajaya sudah memiliki Anak, Istrinya Nyimas Eis melahirkan seorang putri yang diberi nama Diah Ayu Wardani" ucap Guru Wijaya Karna kepada istrinya Nyai Maharani

"Berarti Kakang harus kesana, ajaklah Ganendra Wisnu Wijaya agar tidak hanya dihitung saja pengalaman Anak Kita Kakang" jawab Nyai Maharani

"Baiklah Dinda" ucap Guru Wijaya Karna, dengan menggunakan ilmu Sepi Angin bukanlah hal yang sulit bagi Guru Wijaya Karna untuk ke Padepokan Gunung Pangrango tapi Beliau tetap pamitan kepada istri tercinta Nyai Maharani serta mengajak Guru Gunawan dan sesuai pesan dari Nyai Maharani untuk mengajak serta Ganendra Wisnu Wijaya

***

Karena situasi tidak terlalu kondusif berbeda ketika masa kelahiran Ganendra Wisnu Wijaya, sehingga membuat Guru Dirgajaya tidak mempermasalahkannya, sehingga Guru Dirgajaya hanya mengundang Saudara seperguruannya dulu itu pun lewat jalur telepati, karena bagi mereka bahwa pertemuan dengan saudara seperguruan sudah sangat membahagiakan.

Setelah sampai di Padepokan Gunung Pangrango ternyata Diah Ayu Wardani belum berhenti menangis dari sejak keluar dari rahim ibunya, jadi para Guru pun sekalian memberikan doa dan restu juga memikirkan cara agar Diah Ayu Wardani bisa berhenti menangis.

"Silahkan Kakang Wijaya Karna untuk berikutnya" ucap Guru Dirgajaya, kemudian Guru Wijaya Karna maju mendoakan dan memberi restu, tak lama setelah Guru Wijaya Karna selesai Ganendra Wisnu Wijaya maju dan menghibur memegang pipi dari Diah Ayu Wardani

"Hai Adik kecil, kenapa Kamu menangis?" tanya Ganendra Wisnu Wijaya seketika Bayi ini langsung diam dan tidur, para Guru pun tersenyum seakan kejadian itu mengisyaratkan sesuatu.

"Bopo Adik Diah Ayu Wardani sudah diam dan tidur" ucap Ganendra Wisnu Wijaya

"Ya sudah karena Adik Diah Ayu Wardani sudah tidur, kita kembali keluar saja ya biar adik sukma tidak nangis lagi" jawab Guru Wijaya Karna

Lalu para Guru kembali untuk mengobrol diruang tamu utama padepokan, dan salah satu Guru menyela pembicaraan tanpa sengaja salah seorang Guru menyela Pembicaraan "Mohon maaf Kakang Guru Wijaya Karna kalau boleh menyampaikan isi hati tapi beribu maaf jangan tersinggung ya kakang, dari Saya melihat kejadian tadi apakah tidak alangkah baiknya jika Ganendra Wisnu Wijaya dijodohkan dengan Dyah Ayu Wardani? Mohon ampun kakang sebelumnya kalau Saya lancang" ucap Guru Thole.

Semua Guru pun tersenyum dan mengangguk, lalu Guru Wijaya Karna dan Guru Dirgajaya saling menatap dan tersenyum langsung berjabat tangan dan saling berucap "Saya Setuju" dan para Guru pun sangat bersyukur dengan kesepakatan perjodohan tersebut

Penyusup Walet Ireng

Padepokan Gunung Pangrango merupakan wilayah berbeda dari 6 Padepokan aliran Kenaling Rogo lainnya karena termasuk Wilayah Kerajaan Sundapura

Namun padepokan Gagak Ireng sudah ada yang dibangun dibangun diwilayah perbatasan antara Kerajaan Sundapura dan Kerajaan Nagari, sebenarnya ini adalah situasi yang rumit namun pihak Kerajaan tidak mencium gelagat mencurigakan jadi Padepokan Gunung Pangrango selalu waspada dan tidak membuat acara yang menarik perhatian agar tidak terjadi hal yang tak diinginkan, sedangkan perkiraan para Guru yang saat ini berada di Padepokan Gunung Pangrango jika Padepokan yang paling aman dari 7 Padepokan aliran Kenaling Rogo dimasa yang akan datang adalah Padepokan Gunung Pangrango, Jadi Padepokan Gunung Pangrango harus tetap bertahan dari gempuran antek-antek Patih Lodaya dan nanti jika hal terburuk terjadi diwilayah Kerajaan Nagari kepada Padepokan aliran Kenaling Rogo maka Padepokan Gunung Pangrango akan menjadi tempat sianggah dari murid-murid yang bisa sampai kesini, namun dari 6 Guru Padepokan aliran Kenaling Rogo memiliki Pedoman tidak akan meninggalkan padepokannya dan akan mempertahankan walau nyawa sebagai taruhannya, lalu 6 Guru aliran Kenaling Rogo meminta Guru Dirgajaya jika sesuatu terjadi maka Ganendra Wisnu Wijaya akan dilarikan kesini oleh Guru Gunawan. Guru Dirgajaya pun sudah pasti tidak keberatan karena sama saja Ganendra Wisnu Wijaya juga merupakan anaknya sendiri karena kelak akan dinikahkan dengan Diah Ayu Wardani.

Setelah semua sudah sepakat dengan setiap hal yang dibahas maka para Guru aliran Kenaling Rogo pun istirahat diruangan masing-masing karena esok pagi mereka akan kembali ke Padepokan masing-masing.

***

Esok paginya setelah jamuan Sarapan para Guru aliran Kenaling Rogo berpamitan dan kemudian mengeluarkan ajian Seipi Angin agar cepat sampai di Padepokan masing-masing.

Ketika sudah sampai di Padepokan Gunung Arjuno, Guru Wijaya Karna mendapat laporan dari Telik sandi Padepokan jika komplotan Gagak Ireng sedang melancarkan aksi disekitar Lereng Gunung Arjuno. Guru Wijaya Karna hanya mengangguk lalu menuju ruang meditasi untuk berkomunikasi dengan seluruh Guru dari 7 Padepokan aliran Kenaling Rogo dan Guru Wijaya Karna memutuskan akan mengawali perlawanan dengan tim yang akan dibentuk nanti, sesuai hasil pertemuan tempo hari dengan menyiapkan 10 murid yang sudah bergelar Pendekar.

"Malam ini adalah misi yang sangat penting, Argo Baruna yang akan memimpin misi ini" ucap Guru Wijaya Karna

"Baik Guru" jawab Para Murid serentak, misi diawali gerombolan yang agak jauh dari padepokan harus diintai dan dihabisi, 10 Orang menjadi 2Tim, lalu keduanya berpisah menargetkan sesuai dengan strategi dan kembali sebelum fajar menyingsing.

"Saat melakukan misi, jangan sampai melamun harus fokus dan tak ada rasa kasihan maupun takut"

"Baik Guru" jawab Para Murid serentak

"Jika ada yang terluka langsung diobati, Guru Gunawan dan Ganendra Wisnu Wijaya sudah ada diruang pengobatan jadi bergegaslah jika besok ada pemeriksaan jangan muncul dulu langsung saja pergi kehutan mencari tanaman obat yang banyak Guna menyiapkan Jika kita nanti membutuhkan banyak tanaman obat"

10 pendekar murid padepokan yang sudah bertarung langsung pergi keruang pengobatan untuk mendapatkan penanganan dari Guru Dirgajaya dan Ganendra Wisnu Wijaya, walau masih anak-anak namun bakatnya tidak ada yang berani menyangkal sama sekali, seusia anak-anak saja sudah sangat cekatan dalam mengobati luka dan sakit yang membutuhkan ramuan, tapi untuk pengobatan dengan tenaga dalam sampai usia 18 Tahun Ganendra Wisnu Wijaya belum boleh mempraktekkan untuk mengobati orang lain, tapi jika untuk mengobati diri sendiri diperbolehkan karena raga nya belum kuat untuk menahan besarnya cakra yang keluar dari organ bioplasma miliknya.

***

10 Murid yang sedang menjalankan misi tidak mengalami kesulitan berarti karena semua pengikut Gagak Ireng sudah dihabisi dengan mudah, akhirnya sebelum fajar menyingsing mereka selesai melaksanakan misi dan tidak ada yang mengalami luka serius, dan tidak ada yang terkena racun, dan tinggal menunggu kabar dari telik sandi Padepokan tentang reaksi dari para antek Patih Lodaya.

***

Pada pagi hari semua berjalan seperti biasa, para murid Padepokan Gunung Arjuno berlatih senam pernafasan untuk mengolah tenaga dalam dan menyeimbangkan aliran cakra.

Sedangkan Guru Gunawan, Ganendra Wisnu Wijaya dan 10 murid yang melakukan misi semalam diberikan tugas mencari tanaman obat kehutan. Tak lama berselang Guru Wijaya Karna merasakan kehadiran Telik sandi Padepokan lalu Guru Hadiwijaya masuk kedalam rumah untuk mendengar laporan dari telik sandi Padepokan.

"Lapor Guru, keadaan masih kondusif namun mereka sudah tau jika ada penumpasan terhadap anggota mereka, sementara itu yang bisa saya laporkan" ucap Pendekar Telik Sandi Padepokan

"Baiklah tetap pantau terus perkembangan situasi" perintah Guru Wijaya Karna

***

Sedangkan rombongan yang dihutan sudah mendapatkan banyak bahan obat, mereka bersantai sejenak dan melihat Ganendra Wisnu Wijaya berlatih, mereka sangat takjub karena Ganendra Wisnu Wijaya sudah menguasai beberapa Jurus yang agak rumit,padahal masih berusia sangat muda. Apalagi setiap hari Ganendra Wisnu Wijaya selalu ikut Guru Gunawan pergi ke Hutan untuk mencari tanaman obat, jadi fisiknya ditempa hampir tiap hari lalu ketika dihutan pasti Guru Gunawan mengajari tehnik Olah nafas sesuai intruksi dan porsi dari Guru Wijaya Karna.

Guru Wijaya Karna sangat paham dengan Putranya awalnya Guru Gunawan agak ragu karena porsi materi latihannya termasuk berat, karena itu adalah porsi latihan anak usia 12 Tahun, tapi Ganendra Wisnu Wijaya terlihat biasa saja dalam menjalani setiap sesi latihan.

"Guru Gunawan Saya sudah selesai latihan pernafasan" ucap Ganendra Wisnu Wijaya

"Ya sudah Ananda Istirahat dulu saja, mau minum?" tanya Guru Gunawan

"Aku sedang puasa paman, jadi nanti setelah gelap baru boleh makan" jawab Ganendra Wisnu Wijaya dengan polos

"Sudah berapa hari puasanya Ganendra?" tanya salah satu murid

"sudah 3 hari kangmas , besok tidak puasa, Saya hanya nurut bopo jika disuruh puasa ya puasa, kalau tidak ya tidak" jawab Ganendra Wisnu Wijaya

"Bagus, harus seperti itu, ananda tidak boleh melebih-lebihkan atau diam-diam tidak mengerjakan semua perintah bopomu" ucap Guru Gunawan

"Iya Guru, walau Bopo jarang bercanda denganku tapi aku tau bopo sayang padaku karena kadang kalau malam aku pura-pura tidur lalu bopo menghampiriku lalu kepalaku dielus-elus lalu seluruh badanku seperti diperiksa mungkin bopo mencari apa ada luka dibadanku" ucap Ganendra Mereka semua tersenyum mendengar Ganendra Wisnu Wijaya bercerita, sebuah kepolosan Anak kecil tapi dia bisa memahami sesuatu dari sudut pandang pemikiran dewasa, benar-benar anak istimewa

***

Ketika hari sudah menjelang sore, mereka memutuskan untuk kembali ke padepokan, ketika diperjalanan Guru Gunawan merasakan kehadiran beberapa pendekar yang lumayan hebat, lalu Guru Gunawan memberi kode pada murid-murid untuk bersiaga, namun ternyata mereka adalah salah satu dari Sekte Pendekar aliran Putih jadi mereka adalah satu aliansi.

"Selamat sore Kisanak, mohon maaf mengganggu bolehkah kami meminta sedikit perbekalan yang kalian miliki? Karena kami adalah pengembara siapa tau kalian sudi berbaik hati kepada kami" tanya salah satu dari 3pendekar itu dengan sopan

"selamat sore saudaraku, tentu saja silahkan" jawab Guru Gunawan sambil menyerahkan pembekalan makanan yang Mereka miliki

"syukur terima kasih kisanak, bolehkan saya tau dari mana rombongan kisanak berasal kenapa membawa dedaunan banyak sekali?Apakah untuk pakan ternak" tanya salah satu pendekar

"Anggap saja begitu saudaraku, kami hanyalah rakyat jelata yang hanya pencari rumput, tujuan mau kemanakah para saudaraku ini?" tanya Guru Gunawan

"Kami bertiga bukan dari satu daerah, kami hanya diutus oleh Masing-masing dari Guru kami untuk memberikan secarik kertas untuk disampaikan kepada Guru Wijaya Karna dari Padepokan aliran Kenaling Rogo Gunung Arjuno" ucap salah seorang dari mereka

"Oh kalian ingin ke Padepokan, bolehkan saya melihat isi kertas itu saudaraku?nanti sebagai gantinya akan kuantar ke Padepokan" ucap Guru Gunawan, mereka lalu tersenyum

"Mohon beribu maaf kisanak, Kami siap mengorbankan nyawa kami demi secarik kertas ini, karena ini adalah mandat dari masing-masing Guru Kami sebelum meninggal" jawab salah seorang dari Mereka

"Baiklah kalau begitu, maafkan jika Saya lancang karena sudah mengucapkan permintaan yang tak sepatutnya Saya ucapkan, Saya hanya menguji kalian" ucap Guru Gunawan, terlihat ekspresi kurang senang dari ke 3 pendekar, tapi mereka masih menjunjung tinggi adab jadi mereka tidak boleh marah dan berkata kasar kepada orang yang berkenan memberi makan pengembara.

"Perkenalkan Saya Wijaya Gunawan, anak kecil ini Ganendra Wisnu Wijaya dan ke 10 ini adalah saudara-saudara Saya" ucap Guru Gunawan, butuh beberapa menit bagi mereka untuk sadar, lalu mereka langsung memberi hormat.

"Hormat dari Kami Guru, mohon maaf kami tidak mengenali salah satu Guru Padepokan Gunung Arjuno, kami hanya sempat mendengar nama tapi belum pernah melihat sosoknya, mohon ampun untuk ketidak sopanan kami" ucap mereka

"Sudah tidak apa-apa santai Saja, kalau makan sudah selesai mari ikut bersama kami pulang ke Padepokan" ujar Guru Gunawan

"Inikah Ganendra Wisnu Wijaya putra dari Guru Wijaya Karna, benar-benar anak berbakat akun pun bisa merasakan aura dan aliran tenaga dalam yang kuat namun gerakan energi yinyang nya sangat stabil, benar-benar bakat alam yang luar biasa, padahal baru usia segini, pantas saja mendiang Guru sangat terobsesi dengan anak ini" ucap salah satu dari 3 pengembara

Namun tiba-tiba 1 dari 3 pengembara tadi menghunus pedang dan menyerang Ganendra Wisnu Wijaya namun pedangnya tidak sedikitpun melukai Ganendra Wisnu Wijaya, melihat hal itu seketika Guru Gunawan mengeluarkan pukulan brojomusti yang membuat pendekar tadi seketika terpental dan terkapar tak bernafas lagi lalu Guru Gunawan menggeledahnya hanya ditemukan gulungan kertas dan sebuah gambar di lengan logo walet Ireng dari sebuah perkumpulan aliran hitam yang berafiliasi dengan Gagak Ireng, nampak Guru Gunawan sangat tenang tidak kaget tapi ternyata pemilik gulungan yang asli sudah dihabisi oleh Orang tersebut.

"Untuk memastikan bahwa Kita tidak diikuti Kalian menyebar menjadi 5 tim dan gunakan kemampuan cakra sensor untuk mendeteksi keberadaan telik sandi" ucap Guru Gunawan

"Baik Guru" jawab Para Murid serentak, kemudian Para murid pun langsung menyebar ternyata memang benar, masih ada telik sandi yang menguntit Mereka.

"Mereka berhasil Kami habisi Guru, seperti biasa ada 3 orang dalam bentuk formasi sandi" ucap Argo Baruna

"Kalau begitu mari Kita kembali ke Padepokan" ucap Guru Gunawan

"Baik Guru Gunawan" jawab Para Murid serentak, Tim sandi biasanya berjumlah 3orang, agar jika mereka ketahuan minimal 1orang harus bisa mengirim kabar, namun mereka adalah murid-murid senior dari Padepokan aliran Kenaling Rogo jadi setiap langkah yang diambil sudah penuh perhitungan agar setiap misi persentase keberhasilannya tinggi.

Namun tiba-tiba Guru Gunawan dengan cepat melemparkan senjata rahasia sebuah Belati kecil dan seperti mengenai sesuatu,

"Coba lihat dulu itu apa, sepertinya lumayan" ucap Guru Gunawan

"Baik Guru" ucap semua Murid, setelah dilihat ternyata adalah seekor Rusa yang langsung tidak bisa kemana-mana karena terluka pada 2 kaki belakang

"Disembelih dulu saja nanti malam bisa untuk acara makan-makan bersama" ucap Guru Gunawan

"baik Guru" ucap Argo Baruna, kemudian Mereka mulai mengerjakan apa yang diperintahkan oleh Guru Gunawan.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!