["Jadi mau sekuat apa pun kau meniup nya sekeras apa pun kau berusaha kau tak akan pernah bisa memadamkan api ku. Kau tidak akan bisa karena mereka semua berada di samping ku!"]
(TAMAN, SORE HARI)
Sendirian dengan tentram tanpa suara berisik dan teriakan. Aku berjalan di bawah senja berada di taman yang indah menikmati waktu. Telingaku mendengar suara kicauan burung dan hidungku menghirup sejuknya udara.
Perasaan ini telah aku mimpikan bertahun-tahun, ku pikir tidak akan pernah melihat warna-warni bunga dan birunya langit.
Mataku menikmati waktu ini namun hatiku masih berada di suatu tempat. Tempat yang seharusnya tidak pernah aku masuki, apakah Tuhan akan memaafkan semua dosa yang aku buat.
"Jika benar aku ingin tahu apa arti semua ini?" aku berjalan terus menyusuri jalan taman
Sesampai di tengah taman terdapat banyak tempat duduk namun mataku tertuju hanya satu bangku. Itu adalah tempat dimana seorang wanita berparas cantik dan tenang duduk disana sendirian.
Rambut panjangnya terurai seperti benang halus yang di rajut bidadari. Pakaiannya seperti tuan putri dengan warna merah seperti bunga-bunga di taman membuat ia lebih mempesona.
Aku...tidak tahu apa yang terjadi, hatiku berdegup kencang seakan ada gejolak api di dalam. Mataku terus tertuju padanya, tak di pungkiri aku suka pada gadis itu.
Sadar dengan diriku yang terlalu bodoh, ku tepis saja kenyataan agar kami berdua tidak tersakiti. Dilihat lagi ia memiliki paras cantik, lembut, penyayang dan kaya. Sementara aku hanya laki-laki tanpa harapan.
Meski begitu aku tidak ingin melupakan perasaan ini, ku dekati dan duduk disampingnya. Saat mendekatinya aku tahu bahwa ada yang aneh, ia sangat peka dengan suara dan matanya selalu tertutup.
"Begitu rupanya ia tidak dapat melihat" kataku dalam hati
"Maaf apakah aku boleh duduk disini?" tanyaku
"Tentu saja, silakan"
Tanpa rasa khawatir ia mempersilakan aku duduk disampingnya. Bukan hanya itu suara dan bicaranya sangat lembut dan halus membuat hatiku tenang.
Meski ini tidak akan pernah terwujud aku hanya ingin mengenang rasa jatuh cinta pertamaku.
"Terima kasih" aku duduk di sampingnya
Beberapa menit kami duduk bersama tak ada percakapan diantara kami. Benar, memang begitulah seharusnya.
"Sudah cukup seperti ini" datang seperti asap dan pergi tanpa kehilangan jejak saat ditiup angin
Tak ingin membuang waktu aku berdiri dan bersiap pulang.
"Maaf apakah kakak sudah mau pulang? Kurasa tidak apa lebih lama kan?" ujar perempuan itu dengan nada membujuk
"Benarkah? Kalau begitu aku akan disini sebentar lagi" aku kembali duduk disampingnya
Ia berusaha membuka percakapan dan membujukku agar tetap disini.
"Apakah anda bosan jika duduk bersama saya?" tanya perempuan itu dengan bahasa formal
"Tidak"
"Begitukah? Dari lahir hingga sekarang banyak orang yang menjauhiku karena mata ini. Aku memiliki kekurangan dalam penglihatan membuat orang lain menjauhi dan mengasihi"
Aku hanya diam saat dia berkata seperti itu, aku tak tahu harus menanggapinya. Jika aku bertindak akan menjadi masalah, aku selalu ikut campur dalam masalah.
"Tapi aku merasa beruntung, walau aku memiliki kekurangan tapi Tuhan memberikan aku banyak kelebihan juga"
Benar, aku merasa semua kemampuan indera lainnya sangat tajam. Bahkan jika tidak memiliki penglihatan aku yakin ia bisa mendengar langkah kaki dan berjalan layaknya orang normal.
"Aku mampu bermain piano dan suaraku merdu, aku juga bisa menilai orang lain dengan berada di dekatnya saja. Aku juga bisa membaca dan menghitung dan masih banyak lagi" ujarnya sambil tersenyum
"Setiap manusia memiliki kelebihan dan kekurangan nya masing-masing. Bahkan ada orang yang dengan banyak kelebihan namun ia menyalahgunakan kelebihannya itu. Kupikir kelebihan itu menutupi kekuranganmu, tak seperti ku kelebihan membuat banyak kekurangan di diri"
"Meski begitu aku ingin sekali melihat wajah orang-orang, melihat indahnya taman bunga dan pesisir pantai, memandang langit biru dan bintang di malam hari. Kuharap...aku bisa melakukannya sebelum mati"
"Apakah kau juga memiliki penyakit bawaan?" tanyaku
Ia terdiam mendengar pertanyaan, kupikir aku tidak seharusnya bertanya. Ia tidak akan menjawab pertanyaan dari orang asing yang ditemuinya pertama kali.
"Aku tidak tahu..." ia tiba-tiba mengejutkanku
Aku menunggunya selesai bicara, bibir kecilnya itu gemetar saat ingin membuka mulut. Ia memaksa untuk mengatakannya, sebuah perasaan berat di setiap katanya.
Baginya itu adalah rantai terikat di dalam hatinya selama ini. Pada akhirnya ia berhasil mengatakan keadaan, di iringi rantai berat itu terlepas tanpa tersisa.
"Kata dokter aku akan mati beberapa tahun lagi karena penyakit. Ironis bukan selain mataku tapi juga umurku bahkan kehidupanku semuanya sudah direngut. Apakah menurutmu Tuhan itu ada? Apakah Tuhan itu adil?"
"Ya, Tuhan itu adil" ujarku padanya
Perempuan itu terdiam sejenak saat aku mengatakan pendapat. Meski begitu aku tidak ingin melihat ia menyerah setelah semua yang ia lalui.
"Apakah kau akan menyerah setelah memberitahu semua itu padaku? Tidak!" batinku
"Mengapa begitu?"
"Kau di berikan sebuah kelebihan di balik kekurangan mu, bahkan kau sudah tahu kapan kau akan mati. Asal kau tahu saja aku sangat iri padamu"
Ia diam mendengar jawabanku, sebuah hal yang ingin aku katakan juga pada orang-orang bahwa aku bukanlah orang baik. Aku hanyalah orang jahat yang bertopeng baik.
"Manusia di dunia lahir dengan kelebihan, namun apa kau tahu yang mereka lakukan dengan hal itu. Sebagian besar mereka gunakan untuk kejahatan, mereka menggunakan itu untuk diri mereka sendiri"
Perempuan itu mendekat ke arahku seperti ingin mendengar lebih jelas kata-kataku.
"Mereka semua saling membunuh satu sama lain, dengan tangan dan kaki yang mereka punya mereka merampas dan berjalan ke arah kejahatan, dengan mata itu mereka melihat keburukan dan banyak orang mati, dan hati mereka telah banyak mati"
"Aku salah satu dari mereka, aku menggunakan kelebihan untuk berbuat sesuatu yang salah. Jika kau ingin melihat maka aku tak apa-apa buta, jika kau tahu kapan kau mati maka beritahu aku juga, aku....sudah bosan hidup dengan dosa"
"Apakah anda berpikir bahwa anda adalah orang jahat?" tanyanya
"Tentu saja, aku sudah adalah penjahat"
"Tapi bagiku tidak seperti itu, menurutku anda adalah orang baik. Memang saya mencium bau darah dari diri anda, namun nafas dan langkah anda sangat tenang, yang terpenting lagi hati anda tidak mati, saya hanya merasakan kekosongan di dalamnya. Sama seperti saya!"
Mendengar itu aku sadar bahwa yang aku inginkan bukan sebuah kematian, namun sesuatu untuk menutup kekosongan.
"Sama seperti mu ya?, kurasa kau benar"
Kami berdua diam sejenak memikir ulang percakapan, membuat aku merasa lega saat seseorang percaya aku masih memiliki kebaikan.
"Jika kau bertanya apakah Tuhan itu adil, aku pun ingin tahu apakah Tuhan itu Pemaaf?"
"Kalau Tuhan itu adil maka ia akan selalu memaafkan bukan"
"Ya, kuharap kau benar"
Cahaya kuning dari matahari berubah menjadi jingga, hari ingin berganti malam agar orang dapat beristirahat.
Namun aku merasa tidak ingin pulang, aku masih ingin berbicara denganmu, walau kita membicarakan sesuatu berbeda kita dapat memahami.
Aku ingin lebih lama bersamamu, apakah boleh? Itu yang aku inginkan, bagaimana denganmu apakah kau juga sama? Masih ingin disini, bersamaku?
"Nona!" seseorang memanggil perempuan di sebelahku
"Oh Helen, kau sudah selesai?"
"Iya Nona Helena saya sudah selesai"
Seorang pelayan datang dengan gelagap gelisah. Tubuh tinggi dan wajah cantik berpakaian pelayan, aku tahu ia baik karena mengkhawatirkan Helena. Sifatnya yang khawatir berubah menjadi dingin saat sadar.
"Kalau begitu aku permisi dulu Kak, oh iya kita belum berkenalan. Aku adalah Helena Alycia 15 tahun, siapa nama kakak?"
"Aku Ferdi 15 tahun, senang bertemu dengan mu Helena" jawabku
"Kalau begitu saya pamit pulang dulu kak Ferdi, oh benar saya selalu disini setiap hari pukul 4 sore kuharap kita dapat bertemu lagi" ujar perpisahan Helena
"Yah kuharap kita bisa bertemu lagi"
Ia pergi menuju mobil hitam kendaraan pribadinya, kulihat dua orang berjas seperti pengawal membuka pintu untuknya.
Saat mereka akan menutup pintu mobil sorot mata dari pelayan dan pengawal Helena tajam mengarah ku.
"Kau tidak punya kekurangan Helena, kau hanya terlalu berlebihan. Aku juga belum memberitahu jika aku memiliki banyak kelebihan, salah satunya melihat masa depan!"
BAB 1....LAKI-LAKI LUAR BIASA DAN PEREMPUAN BUTA
6 Bulan Kemudian
(Pagi hari, Sekolah)
Mentari telah menyemai cahaya ke berbagai penjuru bumi. Ada beberapa yang tidak terkena sinarnya, selalu dalam hitam di dalam kegelapan.
Aku sendiri pernah berada disana, tempat yang tidak terkena sinar matahari namun sekarang aku telah pindah ke sisi terang. Kehidupan baru yang aku harap berjalan lancar tanpa masalah.
"Tunggu dulu!, cepat buka tas sekarang akan dilakukan pemeriksaan untuk murid baru" ujar seorang perempuan sepertinya kakak kelas
Kubuka dan ku perlihatkan semua isi tas, aku tak merasa membawa barang ilegal. Aku rasa ini karena seorang murid tertangkap basah membawa majalah dewasa ke sekolah.
Sekolah tahu dan memperkuat keamanan agar para murid tidak menyimpang. Lalu dijalankan oleh guru yang di bantu oleh OSIS, benar-benar ketat.
"Baik kau aman Ferdi" kata ketua OSIS bernama kak Putri
Sikap tegas dan ketat terlihat dari kak Putri, ia cekatan dan sangat baik. Walau banyak orang mengira ia menyeramkan nyatanya ia hanya perempuan biasa.
Selain cantik ia perhatian bahkan bisa memasak, aku tahu karena sudah merasakan bekal buatannya.
"Terima kasih kak" aku memakai kembali tas dan langsung meninggalkan gerbang
"T..tunggu Ferdi" kak Putri memanggilku
"Hemm, ada apa kak?"
"Itu...apa kau punya waktu sepulang sekolah? Ada hal penting yang ingin aku bicarakan"
Aku tak tahu ia akan membicarakan apa, kurasa ia akan meminta bantuan untuk memperbaiki sesuatu. Benar, aku dikenal di OSIS sebagai Service OSIS hal ini karena pertama kali aku memperbaiki printer di ruang OSIS.
Setelah itu banyak permintaan perbaikan dari OSIS dan guru untuk memperbaiki kipas angin dan proyektor kelas.
Aku dekat dengan semua anggota OSIS, tidak lebih tepatnya semua orang di sekolah sudah tahu siapa aku. Benar-benar merepotkan, padahal aku hanya ingin menjadi murid biasa.
"Tidak ada sih kak, tapi jam 5 aku harus pulang ke rumah. Kalau ada sesuatu aku akan meluangkan waktu seperti biasa"
"Kalau begitu sepulang sekolah aku tunggu kau di halaman belakang ruang OSIS"
"Baiklah, kalau begitu aku ke kelas dulu"
...***...
Sudah 6 bulan aku sekolah disini dan 6 bulan aku bertemu dengan Helena. Kami berdua membuat janji untuk bertemu setelah aku selesai sekolah, setiap hari pukul 5 sore aku akan menemui nya di taman.
Jika aku tidak datang aku akan mengirim ia pesan lewat Whats*** agar ia tidak menunggu lama. Setelah pertemuan pertama itu aku dan Helena semakin dekat, aku tahu nomor telpon dan alamat rumahnya.
Rahasia kami berdua pun semakin banyak, janji kami semakin banyak. Diantara janji yang kami buat tak akan ada cinta antara kami berdua.
"Aku sudah tahu hal itu, mustahil bagiku yang selalu memiliki musuh untuk membuat ia bahagia"
Lalu Helena pun berkata padaku, "Umurku tidak lama lagi, jika kau suka dan cinta padaku itu hanya sia-sia saja. Yang akan kau rasakan hanya sebuah cinta sementara dari orang yang sudah mati"
"Orang jahat dan orang yang akan mati kah?" tanyaku sambil duduk di kursi
"Hei master, ayo kita main catur" ajak Abdul teman sekelas ku
"Masih terlalu pagi Dul, kita juga mau upacara habis ini jadi simpan saja tenaga" nasehatku
"Yah padahal ini hari pertama masuk sekolah semester kedua. Aku sudah berlatih keras liburan kemarin untuk mengalahkan mu"
"Seharusnya kau isi dengan belajar saja"
"Ferdi hari ini kau piket kan?" tanya Sari padaku
"Iya benar, tapi nanti sore saja. Kelihatannya kelas sudah di bersih kak Bu Iin"
"Oke, jangan lupa ajak yang lainnya piket"
"Ferdi apa kau waktu sore ini? Hari ini kita ada tiket bioskop, kita nonton yuk. Aku juga barusan ajak kakak kelas 11 bersama kita dan mereka mau"
"Aku ada urusan hari ini"
"Heehh, dasar cowok sibuk. Lain kali harus ikut ya"
"Ferdi ini balasan untuk mengajariku semester kemarin. Maaf baru bisa sekarang dikasih" Alisa memberikan aku biskuit coklat
"Jika kau tidak keberatan aku akan terima Lis, terima kasih ya"
Beginilah kehidupan sekolah ku sekarang, terkadang berisik dan tidak dapat diatur, terkadang selalu tertawa dan bercanda, terkadang saling membantu satu sama lain. Dibalik itu aku tahu bahwa mereka semua baik dan perhatian.
Meski begitu aku terkenal di sekolah karena nilai tinggi di angkatan, baik dalam bidang olahraga dan sastra, aku mengikuti tes nasional bulutangkis dan hampir masuk bahkan aku sudah memiliki cerpen dan artikel terbitan sendiri yang telah di publikasi ke nasional.
"Aku tidak tahu dimana letak kesalahan, apakah aku terlalu menonjol? Aku hanya mengikuti saran ibu dan ayah"
(KELAS IPA 1, ANGKATAN TAHUN PERTAMA)
Sekelompok anak perempuan bermain truth or dare sebelum upacara bendera dilaksanakan.
"Oke selanjutnya kita putar ya" kata Lili sambil memutar botol plastik
Permainan ini sendiri dimainkan dengan siapa yang kalah atau terpilih untuk memilih truth or dare sebagai hukuman. Hampir semua perempuan di kelas itu ikut bermain.
"Yeyy, Cindi yang kena. Jadi truth or dare?"
Cindi tidak ingin rahasia miliknya terbongkar maka ia memilih dare untuk jalan aman. Namun ia salah memilih karena ini adalah putaran terakhir sebelum upacara teman-temannya menginginkan tantangan yang sulit untuknya.
"Kalau begitu bagaimana dengan menembak Ferdi dari kelas IPS 2"
"Ohh iya benar!"
Seketika kelas ribut karena hukuman untuk Cindi. Ia tahu bahwa seharusnya tak ikut namun ketika semua telah terlambat tak dapat berbuat apa-apa.
"Tak apa kok, Ferdi juga kelihatan tidak tertarik untuk pacaran. Buktinya sampai sekarang banyak cewek yang dekat dengannya tapi ia belum punya pacar"
"Justru itu yang membuat aku lebih malu, sudah pasti di tolak oleh Ferdi" ujar Cindi di dalam hati
Sejak awal tak memiliki kesempatan untuk apa dilakukan, itu yang selalu dipikirkan oleh banyak orang. 99% gagal dan 1% berhasil dari perhitungan membuat semua menyerah, tapi ada beberapa orang yang menganggap 0,1% dapat merubah segala.
Takdir dan usaha adalah sepasang benang yang tersambung, sebagian orang telah sadar dan mengalami hal itu. Begitu juga Ferdi, ia tahu bahwa takdir masih bisa di ubah. Sayangnya takdir tak dapat diketahui kapan dan dimana datangnya.... seperti sebuah kejutan.
"Ayo Cin ke kelas dia, nanti keburu upacara" dorong Chika
Tak bisa di hentikan, ia sendiri tidak ingin di musuhi oleh teman sekelas. Hasil akhir telah diketahui, hanya harus siap menghadapi rasa malu dan sedih.
"Ayoo!! ..."semua cewek mendorong Cindi ke kelas Ferdi
...***...
"Semuanya siap-siap ke lapangan" teriakku
"Okee" jawab mereka serentak
Angin sejuk meraba kulitku, menandakan sebuah keberuntungan menurut firasat. Apa yang akan terjadi?
"Ayoo!!!" suara ribut terdengar di luar
Teman-temanku yang lain mengintip ke luar, aku sendiri tidak tertarik agar masalah tak bertambah. Cukup diam dan membaca buku setelah itu bergegas ke lapangan.
Suara ribut yang besar itu hilang seketika, dan di depan pintu aku melihat siswi dari kelas IPA 1 bernama Cindi. Melihat ia gugup pasti sesuatu tidak menyenangkan akan terjadi, namun aku tersadar jika angin sejuk tadi membawa pesan.
"Begitu rupanya" aku pun mengambil kesimpulan dari kejadian ini
3 kesimpulan jika ini tentangku, dan hanya satu yang dapat aku lakukan setelah itu. Masa depan itu tak bisa diprediksi atau dilihat, aku sendiri tahu bahwa takdir berubah-ubah.
Ia masuk ke dalam kelas dan mendekati ku, semua orang melihat ke arah kami seperti sebuah tontonan.
"Kau...Ferdikan?" tanya Cindi
"Ya, ada apa?" jawabku dengan nada dingin
"A...aku suka denganmu, apakah kau mau jadi pacarku?" ujar Cindi menembakku
Masa depan tak dapat di lihat, namun aku selalu hidup menggunakan insting dan firasat. Akal berada di puncak pikiran, namun aku sering menggunakan firasat untuk mengambil keputusan.
Terlihat semua orang melihat kami terutama Cindi, mereka merasa aku akan menolak Cindi. Aku memang tidak tahu tentang suka atau cinta, perasaan dan hatiku telah lama mati. Aku hanya perlu mengikuti firasat dan mengikuti arus.
"Tentu, aku mau" jawabku menerima Cindi
Cindi sedari tadi terpejam setelah pengakuan terkejut. Namun tidak separah mereka yang menonton.
"Eehhhhhh!!!!" teriak semua orang
Cindi pun masih belum mengerti jika aku menerima nya, "Ehhhh??!!! Kau menerima nya?" tanya Cindi
"Ya, apakah aku harus mengatakan nya lagi?"
"Eeehhhh!!!" semua orang kembali terkejut termasuk Cindi
BAB 2....BENANG TAKDIR
(Sepulang sekolah)
Kabar tentang aku yang menerima pengakuan cinta Cindi kelas IPA 1 tersebar bagai api. Bahkan sampai ke kakak kelas 11 dan 12, aku tidak tahu tentang hal itu karena ingin menambah masalah.
Aku menuju ruang OSIS karena permintaan dari kak Putri tadi pagi. Sambil mengunyah permen karet aku hampir sampai di tujuan, namun disana aku disambut oleh anggota OSIS dengan tatapan tajam.
Perasaan ini tidak enak, sore hari di penuhi dengan emosi. Apalagi aku harus bertemu dengan Helena, membuat aku lelah.
"Ada apa ini?" tanyaku pada mereka
"Kau ini!" kak Rahma siap ingin menampar wajahku namun ia di tahan oleh kak Gus
"Tunggu Rahma, kita tidak boleh ikut campur ini urusan mereka" ujar kak Gusti
"Ada apa ini? Dan kenapa kumpul seperti ini? Tunggu dimana kak Putri?" tanyaku karena tidak mengerti
"Lebih baik kau temui Putri di halaman belakang sana" kak Gusti menunjuk ke arah halaman belakang ruang OSIS
Aku pun berlari kesana dan aku melihat kak Putri berdiri menundukkan kepala. Sinar senja mengenai tubuhnya, bayangan yang memantul dari kak Putri besar dan panjang.
Aku menghampiri kak Putri bertanya ada apa sebenarnya. Saat aku memanggilnya ia pun berbalik badan tak ingin melihat ku.
"Kak, ada apa?" tanyaku
Kak Putri tidak menjawab, aku tak dapat berpikir jernih saat ini. Karena sudah terlalu banyak energi yang aku gunakan.
Jika aku menggunakan ungkapan, "Laki-laki itu memang tidak peka" tak akan terpikir. Kalau begitu seharusnya kami laki-laki membalas "jika kau tidak bicara maka aku tidak tahu masalahnya".
"Kudengar kau menerima cinta teman seangkatan mu ya?"
Keheningan itu di buka dengan pertanyaan panas dari kak Putri. Kutanyakan sekali lagi pada diri, menyusun semua kejadian dari pagi hingga saat ini.
"Ah, begitu ya" aku pun tahu alasan dari suasana menyedihkan dan hening ini
"Iya" jawabku singkat
"Kenapa?" lanjut kak Putri
"Kenapa?!" aku tak mengerti yang menjadi pertanyaan kak Putri
"Kenapa kau menerima nya? Kupikir kau tidak mau berpacaran selama ini"
Sesuai dugaan ku, terlambat menyadari jika kak Putri juga mempunyai perasaan padaku. Selain itu aku hanya berpacaran mengikuti arus, tak lama lagi aku akan putus dengan Cindi. Hal ini berlaku jika aku menerima kak Putri.
Aku bukanlah orang baik, aku tidaklah kuat, aku tidak bisa melindungi segalanya. Keadaan ku saat ini berbahaya, Cindi sendiri hanya melakukan hukuman bukan karena cinta sungguhan.
Saat ini aku melakukan banyak kontak dengan orang dan mereka menjadi penting bagiku. Ketika bahaya muncul aku tak tahu siapa yang harus aku lindungi.
"Aku sendiri tidak pernah tidak berniat pacaran, hanya saja sampai saat ini tak ada orang yang menyatakan cinta padaku"
"Jadi dengan begitu kau terima saja! Walau kau tidak tahu siapa dan bagaimana wanita itu?!" teriak kak Putri
"Ti..tidak, aku...."
"Jika aku menembak mu juga apakah kau akan terima juga?"
"Itu...."
"Aku...Aku juga suka padamu Ferdi!"
Aku tak bisa berkata-kata, membuat perasaan orang lain tersakiti bukan kesengajaan. Jika aku menerima nya aku akan menyakiti Cindi, namun aku tidak bisa membiarkan kak Putri.
"Apa kak Putri mau menjadi yang kedua untukku?" tanyaku
Resiko besar saat aku menanyakan hal ini namun untuk membuat hasil akhir tanpa menyakiti nya hal ini di perlukan.
"Apa maksud perkataan mu itu? kau mau aku jadi simpanan?"
Ekspresi wajah kak Putri mulai berubah, kurasa ia sudah mendidih. Aku tak bisa mundur, cukup sesuai rencana dan selesaikan.
"Be...begitulah"
Aku sadar dan melihat ayunan tangan yang terbang ke wajahku. Sengaja tak ku hindari karena begitulah seharusnya.
"Plakk" suara tamparan dari wajahku
Kak Putri tanpa ampun menampar wajahku, bahkan aku sendiri tidak ingat sudah berapa lama orang berhasil mengenaiku.
"Hanya beberapa orang yang bisa menyentuh jika dulu tapi sekarang aku membiarkan ia menamparku"
"Jangan bercanda, aku tidak ingin menjadi simpanan mu, tidak aku sangka kau ini laki-laki bajinga*"
"Begitu juga aku, saat ini aku adalah pacar Cindi jika aku menerimamu maka ia yang akan tersakiti. Kau tidak ingin menjadi yang kedua bukan? Begitu juga dengan Cindi ia pasti tidak akan terima itu"
Aku tahu jika ini egois dan merupakan bagian dari rencana penyelamatan diri.
"Aku tidak ingin kalian berdua tersakiti karena aku. Jadi akan aku katakan ini, Terima kasih telah menyukai ku, aku juga menyukai mu Putri tapi maaf aku tidak bisa menerima mu"
"Hiks...hiks....hiks"
Bukan tamparan atau pukulan yang mengarah padaku namun hanya pelukan dari salah satu Madona cantik kelas 11, Putri Anggraini.
"Aku juga suka denganmu, aku tidak akan menyerah sampai kau putus dengannya" tegas kak Putri
"Terdengar menyeramkan!"
Di tengah badai panas berita dari Ferdi dan Cindi, seorang Madona cantik kelas 10 duduk menyendiri di ruang OSIS sambil melihat Ferdi dan Putri berpelukan.
Tak seperti anggota lain yang turun ke bawah bersembunyi melihat kejadian panas ketua Osis. Luna memikirkan masa depannya di ruang OSIS,
"Apakah aku bisa seperti itu?" bisik nya
...***...
Seminggu telah berlalu tapi api berita belum juga reda. Aku tidak dapat makan siang dengan tenang jadi aku makan di ruang OSIS.
"Seminggu ini kau sering kesini ya?" tanya Luna
"Iya, karena banyak yang ganggu nanti. Aku juga butuh makan untuk energi. Kau juga seperti nya tidak pernah makan siang di kelas, apa kau bermusuhan dengan teman sekelas?"
Aku menyantap bekal dari ibu dengan lahap, tak ingin membuang waktu aku juga memiliki hal lain untuk diurus. Berpikir jika ia selalu makan di ruang ini sendirian, hanya berpapasan dengan anggota lain yang mengambil beberapa keperluan.
"Tidak juga, aku akur sama teman sekelas ku. Alasanku sama seperti mu, aku butuh makan untuk energi, di kelas aku selalu di kelilingi orang jadi sulit untuk makan"
"Begitukah?"
Kami tidak bertukar kata lagi, sudah seminggu aku makan disini dan tentu saja melihat Luna ia menggunakan ruangan ini sejak awal. Ruangan ini tidak diperbolehkan masuk kecuali terdapat urusan OSIS atau wakil kesiswaan.
"Apakah ia selalu makan sendirian disini? Masalah apa yang membuat ia selalu saja tidak menghabiskan makanannya?" itu yang ingin aku tanya tapi tak bisa
Ia pun selesai makan, seperti biasa tersisa cukup banyak nasi dan lauk.
"Apakah tidak apa-apa bekalmu tidak habis, nanti ibumu marah?" tanyaku
Matanya berubah, ia berubah menjadi mode lebih dingin. Apakah Luna anak yatim piatu, aku tahu jika orang tua nya masih hidup.
"Itu bukan urusanmu. Selain itu aku sendiri yang memasaknya"
"Oh benarkah? Kau hebat sekali"
Seminggu hanya nasi, telur mata sapi, sosis dan kuah sayur bening. Minumnya kadang teh atau air putih, dalam hal gizi bekalnya terlihat seimbang. Protein, Karbohidrat dan Vitamin lain, tapi hal yang aneh adalah bekal selalu sama seminggu.
Aku telah menghabiskan bekalku, untuk meski begitu aku masih memiliki sisa tempat di perut.
"Hei apakah aku boleh makan sisa bekalmu?" tanyaku
"Hah?! Silakan saja"
"Terima kasih"
Awalnya kupikir tidak boleh namun ia membolehkan nya. Kusantap dengan ekspresi lahap, terlihat wajah Luna menunggu pendapat masakan.
"Emm, ini cukup enak walau kau yang masak" pujiku
"Benarkah? Aku...aku selalu masak sendiri sejak SMP. Aku sudah tinggal sendiri maka nya rasanya begitu"
"Tak apa kok ini enak"
"Hei, bagaimana rasanya jatuh cinta?" tanya Luna dengan pertanyaan aneh itu lagi
"Yah begitulah"
"Begitukah? Tapi tak kusangka orang dingin seperti mu bisa jatuh cinta. Namun dari yang aku lihat kau sendiri tidak memiliki cinta itu pada Cindi atau kak Putri" nada bicaranya berubah membuat aku mengerti pribadi Luna
"Heehh, dari mana kau tahu hal itu?"
"Kau pikir bisa menipuku, kau hanya berpura-pura bukan? Jika tidak sebutkan bagaimana rasanya jatuh cinta"
"Namun sepertinya kau tahu lebih banyak, akan kutanya kau apa kau juga pernah merasakannya? jatuh ci..."
"Tak pernah"
Ucapan ku dipotong langsung oleh Luna, dari kata-katanya ia seperti tidak pernah merasakan hal itu. Bukan! dari awal ia seperti tidak boleh merasakannya.
"Takdir ku sudah ditetapkan, tak bisa di ubah. Siapa yang bisa melawan adat dan budaya, siapa yang dapat melawan takdir?"
Begitu rupanya, ia sudah tahu bahwa tak ada arti dari cinta. Luna sendiri adalah putri dari klan besar di Jepang yang bertempat di Indonesia.
Setiap klan atau keluarga besar memiliki sebuah aturan dan ketentuan masing-masing untuk menjaga penerus. Hal sama sampai saat ini sejak dahulu, untuk membuat perjanjian atau hubungan diperlukan pengorbanan.
Nilai dari pengorbanan itu adalah kekayaan, banyak keluarga besar melakukan dengan menghubungkan paksa antara anak-anak mereka. Benar, "Pertunangan".
"Hei Ferdi, jika kau jadi aku apa yang akan kau lakukan? Orang yang melawan takdir sendirian?"
"Jika itu aku, aku akan mengikuti arus, namun jika itu tak dapat di ubah maka ku hadapi dengan kuat"
"Begitukah? kalau begitu aku akan menjadi dirimu sebentar" Luna pergi meninggalkan ruangan dengan kotak makan masih tertinggal
"Jadi itu alasannya ia tampak tak memiliki semangat lagi. Sejak awal dirinya hanya boneka, tak memiliki hati dan kebebasan"
Aku sendiri sudah berbohong dua padanya, pertama bagaimana orang melawan takdir mereka?. Aku sendiri masih mencari jawaban, maka entah itu benar atau salah tergantung padanya. Kedua, masakan buatannya tidak buruk namun bagi orang lain itu terasa "hambar".
BAB 3...KEPUTUSAN
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!