NovelToon NovelToon

Pejantan Tangguh [Pemilik Hati Tuan Putri]

Kedekatan.

"Ellen, berhenti!Jangan membuat Ibu kesal!" Lengkingan Mira terdengar memenuhi ruangan sambil menyusul lari kecil sang putri.

Gadis kecil imut itu malah tertawa sambil terus berlari.

"Ellen, kembali lah. Kau harus makan!" Mira kembali berteriak.

"Ayo tangkap Ellen dulu Bu!" Melompat ke atas sofa dan melompat lagi ke sofa yang lain.

Para pelayan hanya bisa menggeser kaki mereka sambil tersenyum menatap itu. Kemanisan Tuan Putri mereka begitu terlihat ketika sedang menjahili Ibunya.

Dan itu selalu terjadi saat waktu makan Tuan Putri yang payah.

Para Pelayan pun sudah tidak sanggup untuk membujuk. Mira harus susah payah untuk merayunya. Ellena akan berlari dahulu keliling ruangan tengah. Jika Mira sudah berhasil menangkapnya baru Ellena akan makan.

"Ellena! Jangan begitu, nanti kau bisa terjatuh!" Baru saja selesai bicara,

Brug....!

Jantung Mira hampir berhenti berdegup ketika tubuh Ellena terjungkal.

Begitu juga para pelayan yang menjerit bersamaan.

"Fic." Ellena tersenyum di tangan Fic yang berhasil menangkap tubuhnya.

"Nona! Berhati hatilah." Fic membawa Ellena melangkah dan mendudukkannya di sofa.

Mira langsung berlari menghampiri.

"Kau membuat Ibu jantungan Ellen! Jika kau jatuh bagaimana?"  

"Kan ada Fic, Bu. Fic pasti akan menangkapku. Ibu tidak perlu khawatir. Iya kan Fic?" Ellena menoleh pada Fic yang berdiri dengan lututnya di hadapan Ellena.

Fic hanya tersenyum.

"Fic tidak akan terus memperhatikanmu. Jika Fic tidak melihatmu melompat, maka kepalamu akan retak terbentur lantai!" Bentak Mira, tangannya mencubit pipi putrinya.

"Tapi Fic akan terus melihatku. Bukankah itu sudah menjadi tugasnya? Benar kan Fic?" Bantah Ellena memegangi pipinya, kembali menoleh pada Fic yang masih tersenyum.

"Tugas Fic bukan hanya untuk melihatmu saja! Tapi juga menjaga Rumah ini. Kau jangan terus merepotkannya!" Mira kembali hendak mencubit pipi Ellena, tapi kali ini Fic menarik tubuh Ellena hingga terhindar dari tangan Mira.

"Nyonya. Jangan lakukan lagi. Kasihan Nona Ellen." 

"Dia nakal Fic! Biarkan aku memberinya hukuman!" Mira menarik lengan Ellena. Tapi Ellena merengkuh kuat lengan Fic, menyembunyikan wajahnya di dada Fic.

"Nyonya sudahlah. Nona Ellen tidak nakal. Dia hanya lincah dan sangat manis. Lihatlah, pipinya memerah karena cubitanmu." Fic membelai kepala Ellena.

"Dia selalu melakukan itu saat waktu makannya. Berlari keliling ruangan ini dulu baru kembali ke meja makan setelah aku berhasil menangkapnya." Keluh Mira.

"Dan aku, paling kesal jika dia melompat seperti tadi. Jika kau tidak melihatnya, siapa yang akan menangkapnya? Kepalanya akan terbentur. Dan Nathan akan marah besar jika terjadi sesuatu sedikitpun pada Putrinya." Sambung Mira , kini duduk di sebelah Ellena.

"Nona tidak boleh seperti itu lagi ya? Kasihan, Ibu jadi khawatir." Ucap Fic, menarik wajah Ellena dari dadanya.

"Lalu, jika terjadi sesuatu padamu, maka kami semua yang akan dihukum oleh Ayahmu." Fic menatap Ellena yang malah tersenyum.

"Tidak akan terjadi apa apa Fic. Karena aku tidak akan melompat jika tidak ada kau." Jawab Ellena.

"Anak pintar." Fic menepuk lembut kepala Ellena.

"Kau dengar Nyonya, Nona Ellen tidak akan melompat jika tidak melihatku sudah bersiap di dekatnya. Jadi semuanya aman. Tidak perlu khawatir." Ucap Fic, ingin menenangkan hati Mira.

"Aku tetap khawatir Fic!" 

"Ah, baiklah. Fic akan menemani Tuan Putri makan. Bagaimana?" Fic bertanya pada Ellena.

"Ya. Aku senang." Jawab Ellena dengan ceria.

"Tapi janji, jangan berlari dan melompat lagi seperti tadi?" 

"Asal kau mau menemaniku setiap waktu makan, aku akan berjanji." Jawab Ellena.

"Baiklah, Fic berjanji." Fic mengulurkan jari kelingkingnya. Ellena cepat menyambutnya dengan jari kelingkingnya juga.

"Kalau begitu, ayo kita makan." Ucap Fic.

"Gendong!" Rengek Ellena.

Fic tersenyum, memutar tubuhnya untuk memasang punggungnya.

Mira hanya bisa tersenyum melihat Fic sudah melangkah dengan Ellena di punggung pria itu.

Kedekatan Putrinya dengan kepala pelayan itu memang sudah terjadi ketika pertama kali Ellena lahir ke dunia. Fic selaku kepala pelayan, memang ditugaskan untuk menjaga seluruh sekeliling Ellena agar berjalan sempurna sebagaimana mestinya sang Penerus.

Fic lah, yang menentukan para pelayan khusus untuk Putri semata wayang Nathan itu. Fic yang mengatur semua jadwal Tuan Putri Ellena. Menu makanan apa untuknya dan waktu tidur bahkan bermain untuk Putri Ellena. 

Sebab itu, waktu Fic hampir sepenuhnya untuk memperhatikan Ellena kecuali waktu tidur saja. Tidur pun, terkadang masih Fic lah yang menutup pintu terakhir setelah para pelayan keluar kamar Ellena kemudian Mira dan Nathan selesai menemaninya.

"Tuan." Sapa Pelayan pada Nathan yang baru saja menginjak anak tangga. 

Mendengar itu Mira langsung berlari kecil menyambut.

"Mira!" Nathan menyambut uluran tangan Istrinya dengan beberapa kali ciuman di kepala dan wajah Mira.

"Kau sudah pulang. Kau pasti lelah. Ayo!" Mira menggandeng tangan Nathan.

"Meskipun aku lelah, semua itu akan hilang setelah melihatmu." Jawab Nathan, membuat Mira sungguh bahagia. Karena jawaban itu yang selalu didapatkan Mira ketika suaminya pulang dari kantor.

"Dimana Putriku? Apakah dia sudah makan dengan baik hari ini?" Tanya Nathan sebelum melangkah ke kamar.

Nathan sangat hafal bagaimana payahnya sang Putri untuk makan. Bukan dari Mira yang sering mengeluh, tapi Nathan yang sering memperhatikan sendiri ketika ia sedang tidak pergi ke Perusahaan.

"Fic sedang menemaninya makan."

"Aku ingin melihatnya dahulu." 

Mira mengangguk, menggandeng tangan Nathan untuk melangkah ke meja makan.

Nathan bisa melihat Putrinya sedang makan dengan lahapnya dari suapan tangan Fic.

"Putri Ayah sedang makan?" 

Ellena menoleh, segera berlari kecil menyambut Ayahnya. Nathan memeluk Putri kecilnya dan menghadiahi ciuman beberapa kali, begitu juga dengan Ellena melakukan hal sama pada Ayahnya.

Fic hanya mengangguk hormat ke arah Nathan yang di balas senyuman saja.

"Ellen sedang makan bersama Fic, Ayah."

"Kenapa Ellen masih memanggil nama pada Fic?" Nathan mengangkat Tubuh putrinya dan mendudukkan kembali ke kursi. 

Ellena tidak menjawab.

"Ellen, panggil dia paman."

Ellena menggeleng. "Dia bukan paman ku."

"Tapi Fic sudah seperti adik Ayah sendiri." Ucap Nathan, berusaha memberi tahu dengan lembut.

"Tapi dia tidak pantas Ellen panggil Paman! Fic belum tua. Fic juga teman Ellen, Ayah! Sama seperti Khale, Kimmy dan juga Keyan." Bantah Ellena.

"Ellen!" 

"Tuan, tidak apa apa." Fic cepat melerai.

"Itu tidak sopan, Fic!" 

"Nath. Ellen dan Fic sangat dekat. Biarkan saja selama Fic tidak keberatan." Kini Mira yang berbicara.

"Kau tidak keberatan kan Fic!" Ellena mengguncang lengan Fic untuk meyakinkan.

"Ah iya. Nona Ellen boleh memanggilku Fic. Fic tidak keberatan.Bukankah dari dulu memang begitu?" Fic menepuk kepala Ellena dengan lembut. Ellena tersenyum puas.

Nathan hanya bisa pasrah.

"Maafkan Ellena, Fic."

"Tidak apa apa Tuan. Sungguh."

"Baiklah Fic. Terimakasih atas pengertiannya." 

Fic hanya membalas dengan senyuman.

"Apa Ayah sudah makan siang? Ayo makan bersama kami." Ellena menarik tangan Nathan untuk ke kursi.

"Ini sudah sore. Tentu saja Ayah sudah makan siang di Kantor. Nanti malam Ayah akan makan lagi, makan malam bersama kalian." Jawab Nathan menarik kursi dan duduk. Mira pun sama.

"Bagaimana hari ini Tuan? Perusahaan berjalan lancarkan?" tanya Fic.

"Tentu saja. Berkat doa istri dan putri kecil ku tercinta ini. Perusahaan selalu lancar." Jawab Nathan.

"Syukur lah Tuan. Apa anda ingin menemani Nona Ellen makan? Aku akan menyiapkannya." Fic sudah memutar tubuhnya.

"Tidak perlu Fic. Aku masih kenyang."

Fic akhirnya duduk kembali, melanjutkan suapannya ke mulut Tuan Putri.

"Ellena selalu makan banyak jika Fic yang menyuapinya Nath." Ucap Mira terdengar seperti mengadu.

"Tidak mengapa Mira. Fic, memang pandai mengambil hati Ellena." 

Mira hanya mengangguk, sementara Fic hanya tersenyum. 

Sebenarnya, tidak seperti apa yang dikatakan oleh Nathan . Fic sudah pernah berjanji pada Nathan, apapun jenis kelamin bayi nathan kelak, Fic akan menjaganya sepenuh waktu, sampai para Pejantan Tangguh yang siapkan oleh Ken siap menjaga Calon Penerus.

Fic tentu masih mengingat bagaimana dia dulu terlambat menyelamatkan Mira hingga Nathan dan Mira harus kehilangan calon bayi mereka.

Fic, tidak ingin itu terulang kembali.

Pada saat Mira masih hamil sekalipun dulu, Fic akan menjaga Mira dengan ketat saat Nathan sedang tidak berada di rumah.

Kemudian berlanjut ketika Ellena lahir ke Dunia, hingga saat ini.

Kedekatan Fic dan Ellena sungguh terjalin dengan baik. Ellena akan luluh pada Fic jika tak ada satupun yang mampu membujuknya dalam hal apapun.

Nathan dan Mira tentu tidak mempermasalahkan itu, justru mereka merasa bangga pada Fic yang bisa dipercaya.

"Mempunyai seorang anak itu menyenangkan sekali Fic. Jadi kapan kira kira kau akan menikah?" Tiba tiba Nathan bertanya pada Fic. 

Fic mendongak. "Aku belum memikirkannya Tuan." 

"Umurmu sudah hampir 25 tahun, seharusnya kau sudah memikirkannya." Tambah Nathan.

"Baiklah Tuan. Aku akan segera memikirkannya. Aku akan mencari kekasih dan akan segera meminangnya.." Jawab Fic.

"Cepatlah kalau begitu. Jika kau sudah menemukannya, Kami yang akan datang melamar gadis itu untukmu" Ucap Nathan.

Fic hanya mengangguk sambil kembali menyuap Ellena. Namun kali ini Ellena tidak mau membuka mulutnya.

"Nona, sedikit lagi." Fic membujuk.

"Aku tidak mau!" Ellena menepis tangan Fic dengan sorot mata penuh kekecewaan. Kemudian berdiri dan berlari meninggalkan mereka.

"Ellen!" Mira memanggil.

"Putri ku kenapa?" Nathan bertanya tanya.

"Aku juga tidak mengerti." jawab Mira, segera menyusul Ellena.

Nathan dan Fic mengikuti dari belakang.

____________

[ Beri dukungan untuk Bab awal ini dengan like , komentar, jika tidak keberatan bunga dan vote nya kakak!]

Triple K.

Keputusan yang tepat diambil oleh Ken saat ia mengusung anak istrinya untuk menempati Rumah pribadinya dahulu.

Tiga putra tampan milik Ken benar benar membuat orang tuanya kewalahan. Bukan hanya lincah, gesit, super cerewet, namun nakal!

Hari hari Ken dan Rimbun dibuat hampir menjerit setiap waktu.

"Khal, letakkan pot itu! Bahaya jika mengenai adik adikmu!" Jerit Rimbun ketika Khale sang sulung mengangkat pot keramik tinggi tinggi dan siap melemparnya ke arah Kimmy dan Keyan.

"Astaga Key!" Rimbun kembali menjerit saat Keyan malah mengambil sebuah sapu. Sambil merebut pot dari tangan Khale kecil, Rimbun berlari merebut sapu dari tangan si bungsu Keyan.

"Cepat masuk ke kamar!" Rimbun mengancam dengan gagang sapu kepada tiga bocah itu.

"Ampun Bu!" Ketiga bocah yang sudah berusia tujuh tahunan itu berlari ke kamar. 

Melihat itu, Rimbun tidak berhenti mengejar putra putranya untuk memberi hukuman karena sudah membuat Ruangan tengah berantakan.

Ken yang baru saja datang seketika berlari melerai.

"Jelek! Apa yang kau lakukan pada Putra putra ku?" Segera memeluk Kimmy yang sudah ketakutan di bawah tangan Rimbun.

"Mereka selalu membuat ku kesal sepanjang hari, Ken!" Menjewer telinga Khale yang dapat di jangkaunya, namun Ken cepat menarik si kecil untuk menyelamatkan. Sementara dua yang lain, sudah berada di belakang punggung Ken untuk mencari perlindungan.

"Sayang, sudah. Jangan begitu. Kasian mereka. Mereka ketakutan. Kau ini seperti ibu tiri saja." Ucap Ken , menciumi Khale yang masih ia dekap.

"Mereka sangat nakal Ken! Aku pusing mengurus Putra putra mu ini. Bahkan Baby Sister, tidak ada yang sanggup mengurus mereka!" Tuding Rimbun dengan tekanan darah yang begitu tinggi.

"Ayah.. Ibu galak." Rengek Kimmy mencondongkan wajahnya.

"Ah, maafkan ibu. Mungkin semua ini karena kalian nakal." Ken memutar tubuhnya untuk mengangkat Kimmy.

"Sayang. Maafkanlah mereka. Mereka masih anak anak. Belum mengerti. Maafkan ya?" Kini mengelus kepala Rimbun.

"Tidak ada kata maaf untuk anak anak nakal ini!" Rimbun berkacak pinggang .

"Aku sudah bosan memaafkan mereka. Semakin besar, bukannya semakin pintar malah semakin Badung luar biasa!" Menunjuk satu satunya anak.

"Keluarkan semua anak ini Ken! Bawa mereka ke panti asuhan saja! Khale dan Kimmy. Lalu Keyan, beri pada pengemis di pinggir jalan!" Rimbun menuding kembali dengan nada marah.

Seketika, tiga bocah itu menangis.

"Jangan ibu. Jangan! Ampuni kami. Kami tidak akan nakal lagi Bu.." Mereka mengiba.

"Sayang… Jangan begitu. Mereka sudah meminta ampun." Ken memohon.

"Tidak ada kata ampun lagi! Mereka berbohong. Setiap hari berjanji namun selalu mengingkari . Kali ini, Tidak ada toleransi . Cepat bawa pergi mereka!" Rimbun sungguh marah. Dengan muka sangar, tanpa sedikitpun menunjukkan belas kasihan seorang ibu lagi.

"Rimbun. Kenapa kau tega? Mereka Putra putra kita. Yang kau kandung dan kau lahirkan dengan susah payah!" Ken mencoba mengingatkan istrinya.

"Justru itu. Aku sudah susah payah mengandung dan melahirkan mereka. Tapi mereka tega padaku. Setiap hari membuat aku bersedih karena kenakalan mereka! Ayo bawa mereka pergi, atau aku akan mengusir kamu juga hah!" Kini Rimbun mengancam suaminya.

Ken terkikik dalam hati. Gemes melihat istrinya mencak mencak. Teringat masa lalu yang indah. Ken ingin sekali memeluk wanita yang sudah menjadi ibu dari anak anaknya itu.

"Baiklah sayang. Aku akan membawa mereka pergi. Mereka yang sudah menyakiti hatimu dan membuatmu kesal setiap hari." Jawab Ken,melirik ketiga wajah putranya yang sudah berubah pias.

Rimbun tersenyum tipis. Ingin tergelak namun menahannya. Kemudian keluar kamar sambil membanting pintu dengan kuat. Membuat tiga bocah itu terkejut dan semakin ketakutan. 

Ken menoleh pada mereka. 

"Ayah tidak bisa menolong kalian lagi " Ken menghela nafas berat.

Tiga bocah itu menunduk. "Maafkan kami Ayah. Tapi kami tidak mau pergi." si bungsu Keyan berbicara, melirik sedikit dua saudaranya.

"Ayah tidak bisa membantah Ibu. Maafkan Ayah. Ayo kemasi barang barang kalian." dengan santai Ken melangkah, mengambil tas mereka dan membuka lemari.

"Ayah…" Khale meraung. Menyambar tangan Ken.

"Maafkan Khal. Maafkan Kimmy dan Keyan. Jangan usir kami." 

Sebenarnya Ken ingin tergelak, melirik Kimmy yang kini merangkul kakinya. Sementara Keyan sudah merongsot ke lantai.

"Ibu, adalah wanita yang paling Ayah sayangi. Yang paling berharga dalam hidup Ayah. Tidak ada satupun yang boleh menyakiti hatinya. Termasuk kalian!" Ken berjongkok, menatap tajam ketiga Putranya.

Ketiga putranya menggeleng.

"Kami tidak menyakiti ibu. Kami tadi hanya bertengkar kecil. Maafkan kami Ayah." Kimmy kembali memohon.

Ken menghela nafas , kini duduk di pinggir ranjang. Ketiga Putranya menarik tubuh dengan lutut untuk mendekati Ken. Ketiganya berlutut dibawah kaki Ken.

Ken, memandangi satu satu wajah Putra kembarnya yang berbeda itu.

"Kalian bertengkar, kemudian membuat keributan. Lalu mengacak ruangan. Ibu sedih melihat para Putranya tidak akur dan setiap hari bertengkar walaupun hanya masalah sepele. Ibu kecewa kepada kalian. Ibu merasa sia sia mengandung dan melahirkan kalian." 

"Kami tidak akan mengulanginya lagi." Khale menangis. Dua adiknya pun ikut menangis.

"Apa kalian bisa menepati janji kalian? Apa ucapan kalian bisa percaya?" Ken menunduk untuk menatap wajah mereka.

"Kami bersumpah Ayah!" Ketiganya menjawab bersahutan.

"Dengarkan Ayah." Ken menepuk bahu Khale.

"Kalian adalah kebanggaan ku. Aku ingin kalian bisa menjadi pria pria hebat yang dapat dipercaya. Saat dewasa nanti, kalian akan memikul tugas berat yaitu menjaga Tuan Putri Ellena sampai Dia mendapatkan pendamping yang pantas untuk mendampinginya meneruskan perusahaan. Jika kalian saja tidak bisa saling menjaga antara kalian sendiri, bagaimana mungkin kalian bisa menjaga Nona Ellen dengan baik?" 

Ketiga bocah itu saling melempar pandang. Kemudian menunduk kembali.

"Jika kepada kami saja kalian tidak patuh dan tidak bisa dipercaya, bagaimana Tuan Nathan dan Nyonya Mira bisa mempercayai kalian?" 

Keyan mengangkat wajahnya. "Aku akan belajar memperbaiki diri, Ayah. Aku akan patuh kepada kakak kakak ku dan akan menyayangi mereka." 

Kimmy pun mengikuti, "Beri kami kesempatan, Ayah. Kami akan membuat kalian bangga dan tidak akan mengecewakan Tuan Nath!"

"Ayah. Kami ingin menjadi pengawal Tuan Putri Ellena." Khale berdiri.

Ken tersenyum. Kemudian membantu dua putranya yang masih berlutut.

"Sekarang, temui Ibu. Meminta maaflah padanya. Dan buktikan jika kalian adalah Putra Putra yang bisa membuatnya bangga!" 

Ketiganya mengangguk.

 Kini berjalan pelan beruntun ke kamar sang Ibu. Sempat menoleh pada Ken yang mengikuti mereka dari belakang.

Ken mengangguk samar.

Khale membuka pintu perlahan untuk mengintip ke dalam.

Rimbun terlihat duduk di ujung sofa memijat pelipisnya.

Mereka menyeret langkahnya dengan ragu.

"Ibu.." 

Rimbun hanya melirik sebentar, kemudian membuang muka.

"Ibu…!" Ketiganya berhambur menubruk kaki Rimbun.   

"Maafkan kami. Maafkan kami!" Tiga bocah itu memohon dipangkuan Rimbun.

"Pergi kalian. Aku tidak butuh Putra nakal dan pembangkang seperti kalian!" Rimbun menepis semua kepala mereka yang berada di pangkuannya.

"Ibu! Beri kami kesempatan sekali lagi. Jika kami mengingkari lagi, Ibu boleh menyeret kami keluar dari rumah ini." Ucap Khale mewakili kedua adiknya.

Rimbun melirik Ken yang sudah berdiri di sisi pintu. Ken hanya melempar senyuman dan mengangguk samar.

"Hm, kalian sudah berjanji. Dan harus memegang janji itu sampai kapan pun!" Ucapan Rimbun merupakan sebuah ancaman.

"Kami berjanji!" Ketiganya menjawab bersamaan.

Rimbun kini tersenyum. Membelai tiga kepala itu bergantian. Keyan mendongak untuk mengintip. Melihat senyuman di bibir Rimbun, Keyan langsung berdiri.

"Ibu tersenyum. Yeah!" Memeluk Rimbun dan menciumi wajahnya.

Dua saudaranya yang masih menunduk pun segera bangkit dan melakukan hal yang sama.

Mereka kini berebut menciumi wajah Ibunya.

Ken mendekati mereka. Merangkul mereka dengan tangan lebarnya.

"Ayah! Ibu sudah memaafkan kami." Ucap Keyan dengan senangnya.

"Bagus. Jadi mulai hari ini, kalian tidak boleh lagi membuat Ibu bersedih. Ibu adalah wanita yang harus kita bahagiakan sampai kapanpun juga." Sahut Ken.

Mereka mengangguk. "Kami akan membereskan semua ruangan yang sudah berantakan oleh kami Bu," ucap Kimmy.

"Kami akan bertanggung jawab atas perbuatan kami." Khale pun menyahut.

"Bagus. Ayo cepat lakukan sekarang." Perintah Ken.

"Besok, kita akan pergi mengunjungi Nona Ellen." Ucap Ken sebelum mereka keluar kamar.

"Benarkah?" Tanya mereka serempak.

"Tuan Ntah, menyuruh Ayah membawa kalian kesana untuk bertemu Nona Ellen. Bukankah kalian sudah lama tidak bertemu?" 

"Hore! Kita akan bertemu dengan Tuan Putri Elena!" Teriak Keyan, girang.

Kedua saudaranya pun kegirangan.

"Putri Ellena yang cantik!" 

"Nona Ellen yang manis!"

"Tuan Putri yang imut!" 

Mereka melangkah dengan semangat!

Ken dan Rimbun tersenyum bahagia.

"Maafkan mereka ya? Mereka masih anak anak. Belum mengerti mana yang baik mana yang tidak." Ucap Ken, menarik tengkuk Rimbun untuk mencium keningnya.

"Aku tidak marah pada mereka. Justru sebenarnya aku senang mereka sangat lucu. Hanya saja, aku ingin mereka berhenti bertengkar dan bisa patuh pada kita." 

"Aku tau maksudmu. Terimakasih, sudah mau menjaga mereka dengan baik. Padahal sister saja sudah tidak ada yang sanggup mengurus mereka." Ken menggenggam erat jemari Rimbun.

"Tak perlu berterima kasih Ken, itu sudah menjadi tugasku bukan? Dan tugasmu mendidik mereka." 

"Ah Jelek." Ken mendekap istrinya.

"Aku mencintaimu sayang." Mencium wajah Rimbun beberapa kali.

_______

[ Dukungannya sangat di harapkan Kakak!]

Janji Fic.

Mira menyusul langkah Ellena, membuka pintu kamar pribadi Tuan Putri untuk mengintip. Ellena terlihat duduk termenung di tepi ranjang dengan mendekap Guling.

Gurat kemarahan bisa dilihat dari wajahnya yang tertekuk.

Mira berjalan pelan, kini duduk di sebelah Putrinya.

"Putri Ibu kenapa? Kenapa tiba tiba marah dan pergi meninggalkan makanannya. Apa ada yang salah?"

Ellena hanya melirik sebentar, kemudian membuang muka.

"Ellen. Tidak baik seperti itu. Kau ini akan menjadi seorang wanita yang tangguh untuk menggantikan Ayah. Memimpin Perusahaan. Kau harus bisa belajar bersikap sopan dan baik sejak dini. Meninggalkan makanan dengan marah, kemudian menepis kasar tangan Fic, itu perbuatan yang tidak sopan." tegur Mira kembali.

Ellena menoleh sedikit, kemudian menunduk. Wajah marahnya berubah sedih.

"Ellena , ada apa sebenarnya? Apa ada yang menggangu pikiranmu? Cerita kepada Ibu." Mira masih saja merayu Putrinya.

Ellena kali ini mendongak.

"Fic akan menikah. Itu artinya, Fic akan meninggalkan Ellen. Aku tidak mau itu, Ibu. Siapa yang akan menemani Ellen bermain? Siapa yang akan menjaga Ellen? Mengantar Ellen sekolah dan menunggu Ellen di gerbang?"

"Ellen? Jadi kau marah karena itu? Kan ada Ibu, ada Ayah, masih ada banyak para pelayan. Kau tidak akan kesepian. Fic juga tidak akan pergi meninggalkan mu meskipun Fic sudah menikah. Dia akan tetap disini bersama kita." Mira mencoba memberi pengertian Ellena.

"Tidak! Ellen tidak mau! Fic tidak boleh mencari kekasih. Ellen tidak ingin Fic menikah! Fic harus tetap bersamaku, dan tidak boleh bersama orang lain!" Ellena tiba tiba berteriak.

Ucapan jujur Ellena cukup mengejutkan Mira. Baik Nathan dan Fic yang sudah berdiri di depan pintu pun sama terkejutnya dengan ucapan emosi bocah seusia Ellena yang seharusnya belum berbicara seperti itu.

"Ellen! Dengar ibu. Fic tidak harus memikirkan hidupmu terus. Fic harus memikirkan hidupnya juga. Ellen tidak boleh seperti itu. Itu tidak baik!" Mira berbicara dengan nada mulai mengeras.

Ellena menangis, "Aku tidak mau Fic pergi. Aku tidak mau ada orang lain yang lebih disayang Fic dari pada aku. Pokonya Fic tidak boleh menikah. Jika Fic menikah, aku tidak akan makan! Selamanya!"

"Ellen!" bentak Mira.

"Mira. Sayang... Biar aku yang berbicara padanya. Tenang lah." Nathan cepat mengambil posisi terbaik. Mendekap Putrinya yang menangis.

"Putri Ayah.. Fic tidak akan pergi meninggalkan mu. Fic akan tetap bersamamu." Nathan mencium beberapa kali kepala Ellena. Sambil menepuk halus punggungnya.

"Jangan menangis lagi. Jangan menangis lagi ya?"

Ellena menatap Nathan dengan tatapan serius.

"Ayah. Katakan pada Fic untuk tidak menikah. Ayah, jangan menyuruh Fic untuk menikah. Ellen tidak mau. Ellen tidak ingin Waktu Fic terbagi untuk orang lain." Ellena kini meraung pada Ayahnya.

"Ellena. Kau belum mengerti apa itu menikah. Kenapa harus memikirkan itu?" Nathan terus membujuk Putrinya.

"Aku tau! Jika Fic menikah, dia akan punya seorang istri dan anak. Fic akan menjaga mereka, dan tidak akan lagi menjaga Ellen. Seperti Paman Ken yang menjaga Bibi dan Putra Putranya. Bukan kah Ayah yang mengatakan jika Paman Ken dulu yang menjaga Ayah dan Ibu? Lalu sekarang karena Paman Ken Sudah menikah dan mempunyai Putra, maka Paman Ken harus menjaga mereka dan tidak menjaga kalian Lagi." ucap Ellena di luar pemikiran mereka.

"Ellen.."

"Tidak Mau Ayah! Fic akan meninggalkan Ellen. Fic akan pergi dari rumah ini kan? Ayah, Aku tidak mau. Kata kan pada Fic Ayah! Kata kan pada Fic! Ellen mohon!" Ellena kembali menangis keras mengguncang guncang lengan Nathan.

"Ellen , Ellen. Tenang lah. Kau terlalu jauh berpikir."

"Aku tidak mau! Pokoknya aku tidak mau!"

Melihat itu Fic hanya tersenyum kecil, kemudian ikut mendekati Ellena. Kini duduk dengan lututnya dihadapan Ellena.

"Nona."

Ellena menoleh padanya.

"Berhentilah menangis."

"Kau tidak mencari kekasih?" Ellena kini bertanya pada Fic.

Fic tersenyum hangat, lalu menggeleng.

"Kau tidak akan menikah?" Ellena kembali bertanya.

Fic menarik nafas. "Ya. Aku tidak akan menikah."

"Kau janji?" Ellena ingin meyakinkan.

Fic mengangguk.

"Percayalah. Asal Nona Ellen berhenti menangis dan jangan marah lagi."

Ellena tiba tiba memeluk Fic. "Jangan meninggalkan aku ya? Ellena menyayangi Fic." kedua tangan kecil itu mendekap erat punggung Fic.

Nathan dan Mira hanya menghela nafas, menyaksikan kelakuan Putrinya yang seolah begitu terobsesi pada Fic.

"Fic juga menyayangi Nona. Tidak usah khawatir lagi ya. Fic akan disini selamanya." Fic menarik lembut tubuh Ellena.

"Kau sudah mendengar ucapan Fic. Jadi sekarang Ellena istirahat ya? Ibu akan menemanimu." ucap Mira , meraih tubuh Ellena untuk memeluknya.

Nathan dan Fic beranjak.

"Kau mau kemana?" tangan Ellena menahan lengan Fic.

Fic menoleh. "Aku harus memanggil pelayan. Ini waktu mandi untuk Nona Ellen."

"Kau tidak akan pergi?"

Fic tersenyum dan menggeleng.

"Biarkan Fic kembali berkerja Ellen. Kau bersama Ibu dulu." ucap Nathan.

Ellena hanya mengangguk.

Nathan melangkah keluar kamar Ellena. Fic menyusul setelah menutup pintu.

Kedua pria itu duduk di sofa.

"Kenapa berjanji kenapa Ellena. Kau tidak harus melakukan itu." ucap Nathan resah.

"Nona Ellen masih anak anak Tuan. Dia belum mengerti. Aku hanya ingin menenangkannya saja." jawab Fic.

"Belum mengerti katamu?" Nathan kini menatap Fic.

"Putriku itu berbeda Fic. Pikirannya jauh dari usianya. Pikirannya dan semua yang ada dirinya itu terkadang melewati batas usianya. Jika dia mengerti, jika tidak? Dia akan menuntut janjimu!"

"Setelah beranjak dewasa nanti, dia pasti akan mengerti. Percayalah Tuan."

Nathan tergelak, "Setelah dia dewasa? Artinya Kau sudah tua Fic. Kau akan menunggu selama itu untuk menikah?"

"Tentu saja. Bagiku tidak masalah. Karena yang terpenting adalah, kebahagiaan Nona Ellena."

Nathan cukup tersentuh dengan kesetiaan Fic. Pria yang ia terima di rumahnya dan ia didik sejak masih anak anak itu, kini sungguh bisa diandalkan.

"Maafkan aku Fic. Semua ini salah ku. Seharusnya aku mencari Orang lain untuk menjaga Ellena. Tapi aku malah memilihmu dan mempercayakan Ellena padamu. Akhirnya, kau harus mengorbankan hidupmu sendiri demi Putriku." ucap Nathan.

"Tuan. Anda yang sudah memberiku kehidupan yang terhormat seperti ini. Aku bisa seperti ini karena anda. Untuk apa anda meminta maaf. Bagiku, Tuan Ken, kalian dan Nona Ellena adalah segalanya. Kalian yang terpenting dalam hidup ku. Jadi aku mohon, jangan mempertanyakan soal kebahagiaan ku. Aku cukup bahagia." Sahut Fic. Keduanya saling menatap.

"Saat Putra Putra Tuan Ken sudah siap untuk menjaga Nona, dan salah satu dari mereka bisa memenangkan Hati Nona Ellena, saat itu aku berjanji akan memikirkan kelanjutan hidupku. Dengan mencari pendamping dan menikah. Percayalah, semua akan baik baik saja dan berjalan sesuai rencana kita." ucap Fic kembali.

"Kau benar Fic. Kami akan memasukan mereka pada Fakultas yang sama. Aku yakin saat itu, Tiga Putra Ken sudah siap menjaga Ellena. Tapi.." Nathan menjeda kalimat.

"Apa yang anda khawatirkan Tuan?"

"Pada saat mereka masuk Fakultas, umur mereka sudah memasuki 18 tahun, dan kau sudah lebih dari 35 tahun Fic!"

Fic malah tergelak. "Umur segitu belum terlalu tua Tuan. Aku masih bisa mencari gadis seusia Nona."

"Haha... Yang benar saja. Pengalaman mengenai wanita saja kau belum ada. Mana mungkin?"

"Itu masalahnya."

Kedua tertawa. Tidak pernah terbersit sedikitpun di pemikiran mereka, baik Nathan , Ken maupun Fic sendiri. Jika rencana mereka tentang ke depannya Ellena akan meleset sempurna!

______

< Vote Nya Dong kak. Buat dukungan karya yang baru netes ini >

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!