"Artis papan atas yang mendapatkan skandal atas kasus pembullyan. Korban mengatakan jika pelaku yang berinisial K ini hampir membuatnya bunuh diri karena depresi..."
Kala memandang layar tv dengan air mata yang sudah menetes dari tadi, tangannya mengepal.
Naela selaku asisten manager Kala mencoba menenangkan gadis itu.
"Sudah banyak media yang membahas itu, aku tau jika berita itu tidaklah benar." ucap Naela sambil mengusap punggung Kala.
"Aku akan memesankan tiket, kita pergi ke luar kota saja."
Kala menggengkan kepalanya ia menatap Naela dengan tatapan sendu.
"Aku akan mengatasinya sendiri."
"Tapi..."
Kala menggenggam tangan Naela, dengan berat hati Naela mengiakan perkataan Kala.
Berita itu salah, seharusnya Kala adalah korban bukan pelakunya.
***
Kala memasuki kelasnya dengan senyuman yang merekah disetiap sudut bibirnya.
Rambut panjang yang dikuncir kuda dan juga beberapa buku yang ia tumpu di tangannya.
Gadis itu hendak mendaratkan pantatnya di kursi tetapi seseorang malah menarik kursi itu hingga Kala terjatuh.
Semua orang tertawa melihatnya sedangkan Kala berusaha berdiri. "Lo bisa berdiri?" tanya salah satu siswa disana.
"Kayaknya ga bisa deh, diakan gendut."
Semua orang lagi-lagi tertawa setelah mendengar perkataan itu, Kala yang sudah berhasil berdiri kini menatap mereka semua.
Mencoba untuk menahan air matanya yang akan menetes. "Lo mau marah?" tanya salah satu siswa disana.
"Gue heran deh kenapa Daffa suka sama lo, lihat aja penampilan lo yang kayak gini, lebih mendingan Kanza yang penampilannya bagus."
Kanza memasuki kelas membuat orang-orang yang ada disana menjauhi Kala dan menghampirinya.
Kala menatap penampilan gadis itu, memang benar yang dikatakan oleh siswa itu jika penampilannya memang sangat bagus.
"Aku mau kayak dia." batin Kala
"Kalian masih aja bully Kala?" tanya Kanza membuat siswa siswi disana menundukan kepalanya.
"Udah gue bilang, jangan ada yang pernah bully dia lagi, kalau enggak..."
"Gue bakal laporin kalian ke BK." ucap Kenza lalu menarik lengan Kala yang dari tadi sedang menatapnya.
Kenza membawa Kala ke kantin, memberikannya botol minuman lalu duduk disampingnya.
"Lo gak apa-apakan Kal?" tanya Kenza.
Kala menggelengkan kepalanya. "Makasih ya Kenza."
Gadis itu tersenyum. "Sama-sama, lain kali kalau ada yang bully lo, harus lawan."
"Gue gak seberani itu." ucap Kala dengan pelan.
Kenza memutar kedua bola matanya. "Kala, lo sahabat gue. dan gue gak mau lo terus-terusan dibully, lo harus lawan mereka agar mereka diam!"
"Iya, gue bakal usahain." ucap Kala seraya tersenyum.
"Pantes ya Za, selain cantik lo juga baik banget."
"Hahaha biasa aja kali Kal."
Selama tiga tahun Kala dan juga Kanza bersahabatan, walaupun Kala sering mendengar perkataan orang lain yang memanding-mandingkan dirinya dengan Kanza tapi gadis itu menganggapnya hanya angin lewat saja.
Setelah sekolah sudah selesai, Kala yang dari tadi tak henti-hentinya menelpon Daffa. Entah kenapa laki-laki itu tidak menjawabnya.
"Gak biasanya kayak gini." gumam Kala dalam hati.
"Daffa kemana sihh..."
Sebuah motor berhenti tepat didepan Kala, membuat gadis itu memandangi pemilik motor tersebut.
"Lo mau pulang?"
"Reja? iya gue mau pulang bareng Daffa tapi dari tadi telepon gue gak diangkat sama dia."
"Naik."
"Hah?"
"Naik, gue anter lo pulang." ucap Reja
"Tapi Rej..."
"Udahlah naik aja, keburu ujan."
Mau tak mau Kala pun menerima tawaran Reja untuk mengantarkannya pulang, karna memang benar cuaca hari itu sedang mendung."
Disetiap perjalanan Kala tak henti-hentinya memikirkan Daffa yang belakangan ini susah sekali untuk dihubungi, membuatnya cemas apa yang terjadi kepada pacarnya itu.
Setelah sesampainya dirumah Kala, gadis itu turun dan berterima kasih kepada Reja karena telah mengantarkannya pulang.
Reja menerima helm yang Kala berikan, laki-laki itu menatap Kala sebentar.
"Kal, gak ada niatan buat turunin berat badan lo?" tanya Reja.
Kala terdiam sesaat mendengar ucapan Reja. "Maksud lo? Oh maaf tadi lo keberatan ya bawa motornya? Maaf ya gue gak bermaksud..."
"Bukan gitu, udah lupakan aja. Kalau gitu gue balik ya."
Kala menatap punggung laki-laki itu yang semakin lama menghilang dari pandangannya, setelah merasa jika Reja sidah pergi Kala pun dengan segera memasuki rumahnya.
Kala tinggal sendirian di rumah karena ibunya sedang dirawat dirumah sakit, sedangkan ayahnya yang sudah meninggal disaat Kala berusia 5 tahun.
Jadi apapun kebutuhan Kala ditanggung oleh ibunya, setelah selesai membersihkan diri, Kala berniat untuk pergi kerumah sakit menengok ibunya.
Kala juga bekerja menjadi pelayan di restoran milik pamannya, untuk menabung membayar operasi ibunya.
Sebenarnya Ayya selaku ibu Kala melarang keras putrinya untuk bekerja, akan tetapi Kala tetap memaksa bekerja untuk mendapatkan uang.
Kala terlihat melamun saat setelah dirinya keluar dari ruangan dokter Fazri, dokter yang menangani ibunya.
"Kala, kita harus segera mengoperasi ibumu. sekarang dia sedang kritis jika kamu tidak segera membayar uang operasi itu, ibumu mungkin tidak akan selamat."
Kala melihat dari jendela ibunya yang sedang terbaring lemah dengan bantuan alat-alat medis.
Hatinya tidak kuat melihat ibunya seperti itu, Kala membuang nafasnya lalu pergi meninggalkan rumah sakit untuk kembali bekerja.
"Kamu mau minjem uang? Sedangkan paman juga gak punya uang Kala!!" ucap pamannya itu.
"Maaf paman, Kala gak punya pilihan lain, ibu harus segera dioperasi."
"Ibu kamu memang menyusahkan. Seharusnya dia tidak membiarkan anaknya bekerja seperti ini dan mengemis-ngemis meminta uang."
"Paman..."
"Cepat kembali bekerja Kala."
Kala memejamkan matanya, hatinya sangat sakit sekali mendengar perkataan pamannya itu.
Kala pun kembali bekerja mengurus beberapa pelanggan yang semakin hari semakin tambah banyak.
Hanya pekerjaan inilah yang gadis itu lakukan untuk mendapatkan uang, jika tidak bekerja mungkin dia tidak akan sanggup lagi membayar uang operasi yang sangat besar.
Reja memarkirkan motornya di depan rumah milik Daffa, kakinya melangkah memasuki rumah yang sangat besar itu.
Suasana yang sangat ramai karena memang sedang berkumpul.
Terdengar suara ketawa yang terbahak-bahak di ruangan tersebut. "Eh lo udah ga deket lagi sama tuh cewek?" tanya Arzan.
"Cewek tolol itu?" tanya Daffa lalu tertawa.
"Anjir." semua yang ada disana tertawa setelah mendengar perkataan Daffa kecuali Reja dan juga Zhafran.
"Parah lo Daf, hahaha.." seru Ghaffar
"Gue deketin dia karena gue suka sama sahabatnya, si Kanza."
"Ogah gue deketan sama cewek gendut tuh, gak sudi gue." lanjut Daffa
"Parah lu Daff, lu mau apain tuh cewek?" tanya Arzan
"Rada kasihan sih gue sama tuh cewek, lo jadiin mainan." timpal Zhafran.
Ghaffar dan juga Arzan berhenti tertawa dan menatap heran Zhafran dan juga Reja. Daffa tersenyum miring mendengarnya.
"Gue gak peduli, gue suka liat dia menderita."
Reja menatap tajam kearah Daffa dengan tangan yang mengepal, rasa ingin menghajar habis-habisan laki-laki yang ada dihadapannya itu, tetapi dengan sekuat tenaga ia tahan.
"Tapi seharusnya lo gak gini juga Daf, kasihan gue sama Kala. kalau lo suka sama sahabatnya kenapa dari awal lo ajak dia pacaran?" tanya Reja.
"Lo suka sama tuh cewe Rej?" tanya Arzan.
Mereka semua kini menatap Reja menunggu laki-laki itu menjawab pertanyaan Arzan.
"Lu beneran suka sama tuh cewek?" tanya Ghaffar.
"Kenapa kalian malah nyimpulinnya kayak gitu?" tanya balik Reja.
Kini mereka kembali tertawa. "Dia ngelak guys." seru Ghaffar
"Percuma juga gue ngomong."
"Kalau beneran aja Reja suka sama tuh cewek, seru nih baku hantam sama si Daffa." kata Ghaffar tak henti-hentinya tertawa.
Reja menghela nafasnya mencoba untuk tenang, ia memutuskan untuk kembali pulang karena waktu sudah menunjukan jam sepuluh malam.
Disisi lain Kala memasuki ruangan yang ibunya tempati. suara alat monitor yang Kala dengar, melihat ibunya dibantu oleh oksigen agar tetap menapas.
"Ibu, Kala bakal usahain buat dapet uang."
"Ibu harus bertahan, demi Kala." gumam gadis itu dalam hati.
Kala menghelakan nafasnya lalu merebahkan dirinya di soffa yang ada diujung ruangan itu.
Lalu tak lama kemudian Kala pun tertidur lelap karena seharian ini hari yang melelahkan baginya.
***
Jam menunjukan pukul 07.00 WIB Kala terbangun dan mengecek ponselnya, tidak ada notif apapun yang masuk hari ini.
Gadis itu mengubah posisinya menjadi duduk, memijat keningnya yang sedikit pusing.
Kala menatap ibunya yang sedang terlelap tidur, ia pun menghebuskan nafasnya ke udara.
"Kapan ibu sadar?" tanya Kala.
Setelah bersiap-siap, Kala memutuskan pergi ke rumah Daffa, karena dari kemarin laki-laki itu sangat susah sekali untuk dihubungi.
Setelah turun dari angkot, Kala harus berjalan kaki beberapa meter untuk sampai di rumah Daffa.
Gadis itu meminta izin kepada satpam yang menjaga di pintu gerbang, setelah mendapatkan izin Kala pun memasuki rumah itu.
Setelah sampai di depan kamar Daffa, Kala mengetuk pintu kamar laki-laki itu.
Beberapa menit kemudian, pintu kamar terbuka memperlihatkan tubuh laki-laki itu yang sudah rapih menggunakan kaos bewarna abu-abu dan rambutnya yang sedikit basah.
"Lo masuk kesini diizinin sama siapa?" tanya laki-laki itu dengan nada yang sangat malas.
"Satpam, di depan tadi."
"Mau ngapain kesini?"
"Itu, cuman mau mastiin kalau kamu baik-baik aja. Soalnya dari kemarin ponsel kamu susah banget buat dihubungin..."
"Gak usah repot-repot lo dateng kesini. Gue baik-baik aja, sekarang lo bisa pulang."
"Tapi Daf..."
"Gue sibuk Kala, bisa gak sih lo ga usah manja. Gue jijik!"
"Maaf Daf." ucap Kala menundukan pandangannya.
Kala pun memutarkan badan hendak pergi dari sana tetapi Daffa mencegahnya.
"Gue anter, tapi ada syaratnya."
Setelah menyetujuinya Kala pun diantar oleh Daffa ke rumahnya. Setelah selesai mengantarkan Kala, laki-laki itupun pergi tanpa berpamitan dengannya.
"Gue mau nomornya Kanza."
Kala membuang pikiran buruk tentang Daffa, mungkin saja ada urusan pribadi sehingga menbuat Daffa ingin meminta nomor Kanza.
Kala pun memasuki rumah dan membersihkan diri sebelum ia berangkat kerja lagi.
Hari ini hari minggu, tetapi Kala tidak libur bekerja, ia harus bekerja keras untuk menghasilkan uang dan membayar uang operasi ibunya itu.
Setelah sesampainya di restoran milik pamannya itu, dengan segera Kala melayani pelanggan.
Beruntung jika pelanggan hari ini sangat ramai dari yang kemarin, setelah mengantarkan pesanan kepada salah satu meja pelanggan Kala duduk di kursi untuk beristirahat, ia membawa ponsel yang daritadi ia selipkan di saku celananya.
Kala:
Daf, kamu sibuk gak nanti malem?
Kala meremas ponselnya takut akan jawaban dari laki-laki itu. Sudah beberapa hari ini sikap Daffa berubah, entah apa yang membuatnya berubah Kala pun kebingungan.
Berbicara kasar dan memperlakukannya dengan sangat kasar juga, bahkan Kala ingin sekali menyerah tetapi ia urungkan karena Daffa yang selalu kembali membujuknya dan meminta maaf.
Daffa:
Sibuk. Meskipun gue gak sibuk dan lo ajakin gue buat jalan-jalan gue gak mau.
Gue malu sama penampilan lo yang kayak gitu.
Ubah penampilan lo dong, bosen banget gue ngeliatnya.
Gak takut kalau gue selingkuh?
Kala memejamkan matanya setelah membaca balasan pesan yang Daffa kirim. Hatinya benar-benar sangat sakit sekali mendengarnya.
Kenapa dengan penampilannya? Apakah salah jika penampilannya seperti itu? Apakah wajahnya sangat merugikan orang-orang yang ada disekitarnya?
Kala ingin menjadi diri sendiri, dia tidak perlu menjadi orang lain untuk mengubah penampilannya.
Kenapa orang-orang sangat jahat sekali kepada dirinya? Memperlakukannya dengan sangat beda. Apalah berwajah jelek tidak berhak mempunya teman ataupun pacar?
Sungguh Kala sangat serba salah, ia kebingungan harus bagaimana. Sikap pacarnya yang seperti itu ingin sekali membuatnya menyerah.
Kala harus kembali menyiapkan minuman disaat kedua teman Kanza datang ke restoran tempatnya bekerja.
Setelah membuatnya, Kala meletakan kedua minuman itu dimeja yang ditempati oleh Jenia dan juga Gisella.
"Kalian kok tumben kesini? Kanza dimana?"
Keduanya saling menatap satu sama lain, hingga membuat Kala menyernyitkan keningnya.
"La, kita mau ngomong sesuatu. tapi lo harus janji ga boleh marah..." ucap Jenia pelan.
"Emangnya ngomongin apa?"
"Itu.. Tadi pas kita main bareng Kanza tiba-tiba Daffa dateng, entah kemana dia bawa Kanza pergi."
Kala terdiam sejenak, memikirkan sesuatu. "Mungkin mereka lagi ada urusan pribadi."
Jenia dan Gisella menggelengkan kepalanya dengan kuat, "Gue sama Jenia buntutin mereka berdua, dan mereka gandengan tangan."
Bak dihantam oleh besi, Kala berusaha menyembunyikan air matanya.
"Gue gak percaya kalau bukan gue yang lihat sendiri."
Terdengar suara helaan nafas yang keluar dari mulut Jenia dan juga Gisella. "Yaudah, yang penting kita udah ngasih tau lo." ucap Jenia
"Kala, maafin gue kalau lancang. Lo ga ada niatan buat ganti penampilan lo ataupun diet gitu?" tanya Gisella sesekali menundukan pandangannya.
Kala terdiam lalu kemudian menggelengkan kepalanya dengan senyuman yang ia paksakan.
"Lo ga capek, ngedenger orang-orang selalu bandingin lo sama Kanza? Mereka semua ngebully lo Kal.."
"Gue tau, tapi gue gak masukin ke hati. itu udah biasa...."
"Lo harus tetap semangat Kal, kalau lo butuh bantuan kita, kita pasti akan bantu." ucap Jenia menggenggam tangan Kala guna untuk menyemangatinya.
Setelah waktu sudah menunjukan pukul 10 malam, Kala memutuskan untuk pulang karena sudah tidak ada pelanggan lagi yang berkunjung ke restoran itu.
Kala merebahkan tubuhnya setelah selesai mandi, ia menatap langit-langit membayangkan perkataan Jenia dan juga Gisella.
Sebenarnya ia ingin sekali berdiet dan mengubah penampilannya, tetapi dipikir-pikir untuk apa? jika Kala sudah berubah apalah orang-orang akan mendekati dan mulai menyukainya? jika memang benar berarti mereka mendekatinya hanya karena penampilannya.
Seteleh lelah dengan pikirannya yang kemana-mana akhirnya Kala pun tertidur lelap.
Keesokan harinya, Kala terbangun karena mendengar suara alrm yang berasal dari ponselnya itu.
Dengan mata yang masih terpejam, Kala mematikan alrm itu dan mengubah Posisiny menjadi duduk.
Beberapa menit setelah berdiam diri karena melamun, akhirnya Kala beranjak dari tempat tidurnya dan langsung masuk kedalam kamar mandi.
Setelah selesai, tak lupa Kala membersihkan tempat tidurnya lalu memasak, untuk Daffa.
Walaupun sebenarnya Kala sedikit tidak tenang karena perkataan Jenia dan juga Gisella kemarin siang tapi ia buang pikiran itu karena ia akan melihatnya sendiri, apakah benar jika Daffa berselingkuh dengan Kanza.
Setelah selesai memasak Kala segera bersiap-siap untuk berangkat. Butuh beberapa menit untuk sampai disekolahnya itu karena jarak rumahnya dan juga sekolahnya lumayan jauh.
Kala hendak memasuki kelasnya, tetapi tubuhnya mematung saat melihat pemandangan yang tidak ia inginkan, ya. Kanza yang menyenderkan kepalanya sambil memeluk tubuh Daffa.
Mata Kala mulai memerah, nafasnya memburu ternyata benar apa yang dikatakan oleh Jenia dan juga Gisella kemarin, jika Daffa dan Kanza mempunyai hubungan yang ia tidak ketahui.
Disisi lain Reja yang baru sampai kelasnya pun menghentikan langkahnya saat melihat Kala yang hendak menangis sambil membawa rantang makanan itu.
Pandangannya mengikuti arah mata Kala dan betapa terkejutnya ia saat melihat Daffa sedang berpelukan bersama Kenza, tanpa menyadari kehadiran Kala.
Niat ingin menghampiri Kala dan membawanya jauh dari sana, tetapi ia urungkan karena Kala duluan masuk kedalam kelas dan menggebrak meja sambil berteriak kencang.
"Daffa! Kamu kenapa pelukan sama Kenza?!" teriak Kala mencoba memisahkan Kenza dari Daffa.
Mereka berdua terkejut dan segera melepaskan pelukan mereka, karena memang ia tidak tahu kehadiran Kala yang dari tadi sedang mengamatinya.
"Apaansih Kal, berisik tau!" seru Daffa.
"Jawab Daf, apa yang kamu lakuin tadi?" tanya Kala lagi sambil terisak.
"Keliatannya? Gue lagi pacaran sama Kanza."
Kala menatap Kanza yang dari tadi sedang menundukan kepalanya, beberapa detik kemudian iapun menampar wajah gadis itu dengan sangat keras.
Tentu saja semua orang yang ada dikelas itu terkejut, Reja pun sama. Perempuan yang biasanya selalu diam saat orang-orang membullynya tapi kali ini apa? dia menampar sahabatnya sendiri.
"Kala!" bentak Daffa menarik kasar lengan Kala.
Gadis itu menghempaskan tangan yang digenggam oleh Daffa, dan mulai memukul-mukul dada bidang laki-laki itu.
Rantang yang tadi ia bawa bahkan sudah terjatuh dari tadi. Kini emosi Kala sudah benar-benar tidak bisa diatur.
"Kenapa ga bilang dari awal sih, Daf?"
"Bisa diem gak?" bentak Daffa lagi rahangnya mulai mengeras.
"Ga,"
"Kenapa?"
"Kenapa sih Daf? Kenapa tiba-tiba? Kenapa harus sahabat aku sendiri? Kenapa?" tanya Kala sambil berteriak.
"Karena dia lebih cantik dari lo!" jawab Daffa sambil berteriak lagi.
"Penampilan lo beda dari dia, udah gue bilang dari awal buat ubah penampilan lo, ubah!"
"Gue malu Kal, malu!" lanjut Daffa
"Kenapa sama penampilan aku, hah? Kenapa!"
Dengan emosi yang mulai terpancing, Daffa menarik tangan Kala dengan kasar untuk menghampiri kaca yang berukuran sedang terpajang disudut kelas.
Dengan kasar ia meraih tengkuk Kala dan memperlihat wajah Kala dicermin.
"Lo jelek, gendut, dekil. Lo harusnya nyadar orang-orang pada bully lo!"
"Kamu jahat."
"Alah, hidup lo kebanyakan drama anjing!"
Daffa membenturkan wajah Kala ke tembok desebelah cermin, sehingga membuat kening dan hidung Kala berdarah.
Reja hendak menghampirinya tetapi tiba-tiba saja Ghaffar dan Arzan datang merangkul pundak laki-laki itu.
"Seru nih drama baru." imbuh Arzan dengan santai
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!