Azka Vincent Aldebaran, biasa dipanggil Azka. Putra tunggal dari pasangan Abraham Aldebaran dan Renata Syafira Sanjaya. Azka remaja berusia 17 tahun, sekolah di SMA Galaxy kelas 11 milik Ayahnya sendiri. Azka memiliki empat sahabat dari orok namun saat memasuki jenjang sekolah atas mereka harus berpisah sekolah tapi walaupun begitu mereka tetap berkumpul setiap hari.
Azka memiliki sebuah Geng, yang dia buat bersama keempat sahabatnya, nama Gengnya, Geng Cobra yang mana Azka sendiri menjadi bosnya. Geng tersebut mereka bentuk semenjak kelas tiga SMP memiliki anggota cukup banyak di berbagai sekolah.
Awal mula semuanya terjadi karena ayahnya, setelah sang ayah menikah lagi semenjak empat tahun Kematian ibunya, Azka yang dulu nya anak baik, penurut dan sedikit nakal berubah menjadi semakin nakal, pembangkang dan selalu memandang sinis apalagi saat bertatap dengan ibu tiri dan saudara tirinya benar-benar membuat seorang Azka jijik dan muak.
Bahkan tak jarang Azka mendapatkan tamparan kasar dan pukulan dari ayahnya sendiri. Semenjak kedua manusia bermuka dua itu masuk dalam kehidupan nya dia tidak pernah mendapatkan perhatian dan kasih sayang lagi dari sang ayah. Yang lebih menyakitkan lagi ayahnya lebih percaya omongan ibu tiri dan anak tirinya dibandingkan dia sebagai anak kandungnya.
Tapi jangan pikir Azka itu akan menangis, dia tidak akan pernah menangis bahkan saat dipukuli sang ayah. Ya Azka anak kuat. Bahkan tidak ada rasa kebencian sedikitpun terhadap sang ayah, karena dia ayahnya pahlawannya sejahat apapun sang ayah Azka tidak pernah membenci nya. Dia hanya merasa kecewa. Itu saja.
...
Di sebuah arena balapan liar terdengar beberapa sorakan dari para penonton. Mereka menunggu siapa yang akan menjadi pemenang pertama.
Brumm...Brummm...
Brumm...
Terlihat sebuah motor sport hitam sampai pertama digaris finish membuat para penonton bersorak.
“Apa gue bilang? sudah pasti si bos yang bakal menang!” Sorak seorang remaja biasa dipanggil Nano, panjangnya Nano Wiliam, sahabat Azka paling Playboy cap kakap.
“iya dong gue gitu loh!” Azka sebagai pembalap meraih kemenangan mengangkat wajah songong setelah membuka helm full face nya.
“Gini nih kalo dipuji songong nya minta ampun!” cibir Raditya Reynand, biasa dipanggil Radit, sahabat Azka paling barbar dan petekilan.
“Bukan bos gue” Adelio, panjangnya Adelio Caesar Fernandez menggelengkan kepala sok jijik. Kelakuannya hampir sama dengan Radit tapi masih parah Radit.
Azka malah memandang mereka jengah suka sekali menistakan bos sendiri.
“Nih bayaran nya pas 15 juta, gue akui Lo hebat salut gue!” seorang remaja memberikan sebuah amplop berisi uang yang langsung diambil oleh Azka.
“Makasih, Lo juga hebat kok” balas Azka sedikit tersenyum.
“Kenalin gue Alister, kalo lo siapa?’ ternyata lawan nya itu tidak seburuk ia pikirkan tidak seperti lawannya sebelumnya.
“panggil Azka” setelah membalas jabatan tangan remaja bernama Alister itu.
“Ok, Azka senang kenalan sama Lo, kalo gitu gue cabut” remaja bernama Alister itu pergi membawa motor kearah lain. Azka hanya membalas dengan anggukan, sedetik kemudian amplop ditangannya malah direbut seseorang.
“Widiih...banyak bener nih bos, bisa traktir kita keknya bos” siapa lagi kalo bukan Radit tersenyum tengil.
Plak
“kayak orang miskin aja Lo minta gratisan mulu, heran gue!” Nano menggeplak bahu Radit dengan cibiran nya.
“mendingan contoh noh si kulkas diam aja dari tadi kagak bacot kek Lo pada!” Mereka melirik kearah tatapan Azka. Sedangkan orang yang disebut diam saja tidak merasa sama sekali.
Dia Bagas Faresta, sahabat Azka paling datar, dingin dan irit bicara tapi kalo soal pengertian dia lah yang paling utama apalagi terhadap Azka. Biasa dipanggil Bagas. Jangan heran karena sudah dari lahir kek gitu.
“Ini mah enggak usah di jelasin, lama-lama bosan gue liat wajah datar begituan” mereka tertawa mendengar ucapan Radit yang mana tetap dapat tatapan datar dari Bagas.
“Dah cabut kuy” kata Azka yang sudah menstater motor kesayangan nya.
“Markas bos”
“Iye, sekalian gue traktir anak-anak” mereka menjadi bersemangat apalagi Nano kecuali Bagas. Masing-masing motor mereka melesat mengikuti Azka yang sudah duluan.
☀️
☀️
☀️
Sekarang Azka sudah sampai didepan rumah setelah menghabiskan waktu kurang lebih dua jam di markas. Azka menarik napas dalam-dalam sebelum membuka pintu utama rumah besar tersebut. Ia berharap si tuan rumah sudah memasuki alam mimpi.
Cklek
Tapi sepertinya sang semesta tidak berpihak padanya, karena disana telah berdiri si tuan rumah menatap tajam kearah nya seperti ingin memakan hidup-hidup.
“Masih ingat pulang!” Abraham Aldebaran itu nama sang ayah.
“Mau jadi apa kau pulang selarut ini, mau jadi berandalan Hah! Dasar anak tak tau diri! Kau contoh seperti saudara mu Dava dia tidak pernah berkeluyuran malam seperti mu dan selalu membuat ku bangga, sedangkan kamu tidak pernah membuat ku bangga, malah keluyuran. Mau jadi apa kau nanti Hah!”
Azka memejamkan mata kuat mendengar suara dingin dan bentakan ayahnya. Selalu saja begitu, apa ayahnya tidak bisa berbicara baik-baik saja.
“bukan urusan ayah, dan satu lagi JANGAN PERNAH BANDINGKAN AKU SAMA ANAK KESAYANGAN AYAH ITU...”
Plak
Terlihat sebelah pipi Azka memerah dengan kepala ikut menoleh ke samping kiri. Sedangkan Abraham pelaku nya tidak merasa bersalah sedikitpun. “Dasar anak kurang ajar, saya tidak pernah mengajarkan mu berbicara tinggi di depan yang lebih tua!” Abraham terlihat sangat marah sekali.
“Cih...apa peduliku” Azka tersenyum sinis tidak peduli dengan pipinya yang terasa memanas karena sudah terbiasa bahkan saat tawuran saja lebih parah dari ini jadi biasa saja baginya.
Tanpa mempedulikan kemarahan sang ayah Azka memilih melewati ayahnya dan menaiki tangga menuju kamarnya.
Kebetulan disana ia berpapasan dengan Dava yang akan turun. Dava tersenyum kecil penuh kemenangan. “Gimana sakit gak di tampar ayah sendiri!” bisik Dava sangat pelan namun masih terdengar di gendang telinga Azka. Dan Azka hanya membalas dengan senyuman sinis dan acuh tak acuh.
Melihat itu tentu saja membuat Dava kesal, “sialan! Dia betah sekali dengan tampang nya. Ck...lihat aja nanti gue bakalan buat Lo terusir dari rumah ini, hanya gue yang boleh menjadi putra Abraham dan kasih sayang seorang Abraham! lagian gue udah muak liat wajah songong lo” batin Dava. Gak sadar apa? Jelas dia sendiri hama disana.
...
Sesampai dikamar Azka menutup pintu kamar nya dengan kasar tidak peduli roboh sekalipun.
“Davanjiing sialan! Awas aja lo”
“Cih...dasar manusia licik kurang belaian, mungkin dari kecil kagak pernah dapat kasih sayang dari ayahnya sampe cari perhatian ayah orang lain bahkan udah buat ayah gue kecentol, anjiing emang!” Cerocos Azka tanpa henti sambil memukul-mukul tempat tidur nya karena saking kesalnya.
“Ini gara-gara si davanjiing bangsat tempat tidur gue jadi korban. Awas aja Lo! Nanti bakal gue balas sampe masuk liang lahat biar kagak jadi hama lagi, heran gue!” Dengan mulut terus komat-kamit Azka membawa langkah kaki memasuki kamar mandi mungkin dengan mandi otak nya jadi segar dan melupakan human buluk untuk sejenak. Bodoamat dengan kesehatan cukup kali ini saja ia mandi malam.
BERSAMBUNG...
Kring...kring (bunyi jam waker)
Deringan dari jam waker membuat seseorang yang lagi tidur terganggu. “Eungh...apa sih ganggu gue aja” gumamnya kesal. Dengan terpaksa mencoba membuka matanya dan menjangkau jam tersebut yang berada di nakas dekat tempat tidur nya.
“Hoaaam...baru juga jam tujuh” ucapnya santai sambil menguap dan menyibakkan selimut nya. Dengan gontai beranjak kearah kamar mandi.
Berselang 10 menit melakukan ritual mandinya, Azka keluar dan memakai seragam sekolahnya. Sebenarnya males banget dia pergi sekolah karena pasti akan ada drama murahan lagi. Tapi mau bagaimana lagi jika tidak bisa habis dia oleh ayahnya.
“Kapan coba gue bisa bareng lagi ama mereka, melas banget gue lama-lama satu sekolah ama human kek dia! Bisa nya cuman nyusahin gue mulu” Azka memakai seragam sekolah dengan asal bodoamat di tegur guru nanti, merasa telah selesai ia keluar setelah mengambil tas dan kunci motornya.
Saat melewati ruangan makan ia tidak menoleh sedikitpun karena sudah biasa seperti itu, namun tiba-tiba saja langkah harus berhenti mendengar suara dingin sang ayah.
“Jam segini baru bangun, apa kau masih niat sekolah!”
Hanya memutar bola matanya melas dan menjawab dengan santai, “suka-suka gue lah bukan urusan Lo juga, yang sekolah gue ngapain Lo yang ribet sih” santai sekali seperti tak punya beban.
“K-kau, beraninya kau berbicara tidak sopan pada orang tua! Saya tidak pernah mengajarkan mu menjadi pembangkang, dasar anak tak tau diri!” Itu lagi, sudah muak ia mendengar nya, apa tidak ada kata-kata selain itu, ck memuakkan.
“Lah itu Lo ngaku, hayo jadi salah siapa dong? Gue, apa Lo!” tunjuk Azka dengan sinis senang sekali membuat ayahnya marah.
“Azka, apa kamu sadar dengan ucapan mu itu! Ibu mohon jangan membuat ayah mu marah lagi” Dia Alena ibu tiri Azka sekaligus ibu kandung si Dava kampret.
“Eleh...sok manis lo dasar wanita busuk” batin Azka jijik.
“apa sih ngikut aje Lo, kenal aja kagak” cetus Azka sangat sinis, lalu melanjutkan langkah kakinya untuk keluar bahkan dia tidak peduli teriakkan sang ayah.
“DASAR ANAK SIAL! MENYESAL SAYA MEMILIKI ANAK PEMBANGKANG SEPERTIMU!” bahkan tukang kebun pun ikut kaget, pagi-pagi sudah berteriak marah-marah lagi.
“Hah...tuan benar-benar berubah, saya jadi kasihan sama si aden malah seperti di anak tirikan” lirih pak Bejo si tukang kebuh, jelas dia tau semuanya karena dia sudah lama bekerja disana.
...
15 menit kemudian, Azka sampai di depan gerbang sekolah namun yang ia dapatkan gerbang malah tutup. Tentu saja udah tutup orang dia datang hampir jam lapan jadi jelas tutuplah.
“Gini nih yang gak gue suka...heran gue padahal masih pagi juga udah tutup aje, tau gini mending bolos” oceh nya tak sadar diri tapi masih tetap didengar oleh pak satpam.
“Aduh...aden lagi, gak capek apa terlambat terus, saya kan jadi bosan liat muka aden!” Jelas lah bosan hampir setiap hari dia bertemu murid satu ini.
“Yaudah gak usah diliat ribet amat Lo, dah cepat buka gue mau masuk!” malah ngegas lagi bukannya minta baik-baik udah tau terlambat.
Pak satpam geleng-geleng kepala, “maaf den...saya tidak bisa karena ini perintah langsung dari bu Eta” Mendengar nama nya saja Azka sudah mengerti, bu Eta alias guru BK langganannya.
“Ck” Dengan kesal ia terpaksa memutar arah jalan motornya tujuan nya ke warung Mpok Nana yang berada di bagian belakang sekolah.
Sampai disana Azka memarkirkan motornya, “mpok numpang motor saya ya”
“Eh...den Azka toh, terlambat lagi den”
“Biasa Mpok” balasnya dengan cengiran. Namun saat ia akan memanjat pagar pembatas langsung terhenti saat mendengar suara seseorang.
“Njiir...Lo lagi bos” Azka menoleh dan melihat seorang remaja berseragam sama seperti nya dan ia kenal, dia Fano salah satu anggota Cobra.
“Paan...ngiri Lo” sewotnya.
“Santai bos, sewot aje Lo masih pagi juga”
“Ngapain Lo disini kagak masuk Lo”
Fano menggeleng, “males gue lagian udah terlanjur terlambat dari pada dihukum bu Eta mending nyantai gue disini”
“Waah...gue suka gaya Lo, yok gue temani, gak jadi gue masuk” Azka merangkul pundak Fano dan mengajak nya nongkrong di warung Mpok Nana. Mereka malah tertawa tanpa beban membuat Mpok Nana geleng-geleng kepala.
...
Sedang kan di dalam kelas, Dava tersenyum saat tidak melihat Azka masuk, ya mereka sekelas semua itu atas permintaan Dava sendiri yang ingin sekelas dengan Azka dan semua itu kabulkan oleh ayahnya eh...ayah tiri maksudnya.
“He.. bagus Lo kagak datang dengan begini gue bakal buat ayah makin marah” gumamnya tersenyum jahat.
☀️
☀️
☀️
Azka memang tidak berniat ke sekolah dan malah pergi ke markas tidak dengan Fano anak itu masuk saat jam istirahat. Ia tidak peduli lagi apa yang akan terjadi nanti, mau melakukan hal benar pun dia pasti tetap akan di marahin sang ayah. Jadi buat apa juga di pikirin.
Sesampai di markas dia langsung dapat sambutan dari anak-anak lain yang kebetulan juga membolos.
“Ck, mereka kagak bolos, tumben. Insaf kali ya” ocehnya saat tidak menemukan para sahabatnya. “Bodo ah, mending gue main” Azka mengeluarkan ponselnya sambil rebahan di atas sofa.
“Apa kagak ada yang ngajak tawuran nih, kangen gue” gerutunya karena sudah hampir dua mingguan geng musuhnya tidak mencari masalah biasanya hampir setiap mencari masalah dengan gengnya dan berujung tawuran, tapi sekarang mana mungkin udah kapok kali ya.
Hampir dua jam Azka main ML dan karena saking serunya tidak menyadari kedatangan para sahabatnya.
“Keknya seru amat nih sampe gak dengar kita” seru Radit.
“Dit!” Lio memandang Radit seperti merencanakan sesuatu, Radit yang mengerti mengangguk. Sedangkan Nano hanya berdecak dan Bagas memilih duduk menatap jengah kelakuan kedua nya. Sudah dipastikan sebentar lagi telinganya berdegung.
“ satu...dua...ti...” hitung mereka dan
“BOS, ADA KUNTI DIDEPAN LO!” teriak mereka tepat di telinga Azka membuat si empu terkejut.
Duk
“HAH...MANA KUNTI!” Heboh Azka yang sudah terguling jatuh dari sofa dengan muka pucat. Azka itu paling takut ama kunti apalagi genderowo seram njiir.
HAHAHA
Tawa mereka seketika pecah kecuali Bagas hanya terkekeh apalagi melihat muka pucat Azka, kasihan.
Sadar dirinya dikerjai, Azka mengamuk, “Bangsat lo! Beraninya Lo pada ngerjain gue, sini Lo ******!”
Mereka dengan cepat menghindar dan malah menarik Nano juga. “Woiii... ngapain kalian bawa-bawa gue bangsul!” umpat Nano tidak terima.
“Jangan lari kalian” Azka mengejar mereka dengan muka kesalnya bahkan sudah membulatkan tinjunya ingin menonjok mereka satu persatu.
Dan berakhir terjadi lah kejar-kejaran membuat Bagas geleng-geleng begitupun anak-anak lain mereka tidak heran lagi melihat kelakuan mereka.
...
“Tega amat Lo bos sampe muka gue benjol gini!” keluh Radit mengusap bagian mukanya yang kena tonjok Azka.
“Muka ganteng gue, huhuu!” Lio menangis lebay.
“Sialan Lo pada, gara-gara kalian gue ikut jadi korban, gak rela gue!” Nano menatap kedua dengan muka sebal. Sedangkan Azka hanya acuh, lagian siapa suruh buat ia kesal kan kena batunya.
“Ck, kagak usah lebay, di tonjok musuh ampe babak belur aja b aja tuh, sekarang malah sok kesakitan” cibir Azka memandang mereka dengan sinis.
Puk
Merasa tepukan dibahunya Azka menoleh kearah si pelaku. “Napa gas?”
“Gimana!”
“Hah...gimana apa maksud Lo? Ngomong tuh yang jelas dah” kesalkan dia, punya sahabat kok gini amat yah.
“Om Abraham”
“Oh” akhirnya ia mengerti maksud pertanyaan sahabat kulkas nya.
“Ya...gitu, Lo tau lah ayah gue tetap sama lebih sayang ama bini nya dan si buluk” mereka hanya menghela nafas lemah mendengar jawaban Azka. Bagas mengangkat tangannya mengusap sayang puncak kepala sang sahabat. Azka sendiri tidak marah, dia malah merasa nyaman.
“yang sabar bos gue yakin om Abraham bakal sadar dan nyesal udah lakuin semuanya ama Lo” kata Lio.
“Tapi bos sampai kapan Lo betah tinggal disana, apalagi sama kedua manusia ular itu” saut Nano dengan nada marah.
“Lagian kok ada ya seorang ayah kek gitu malah lebih belain anak tiri dibandingkan anak kandungnya sendiri” Radit ikut nimbrung.
“Ck, gak usah pikiran mereka males gue” sengaja karena yang ada makin sakit hati dia.
“Mending kita keluar laper nih gue” kata Azka sudah merasa lapar karena tadi dia hanya makan sedikit di warung Mpok Nana.
“Iya nih gue juga belum sempat makan tadi di sekolah” saut Lio. Mereka beranjak pergi ke tempat langganan mereka yang berada tak cukup jauh dari markas.
BERSAMBUNG...
“dah gue mau balik” Azka menaiki motornya, hari sudah hampir malam dia yakin sampai dirumah nanti akan mendapatkan hadiah lagi dari ayahnya.
“Ye...hati-hati Lo bos” Azka hanya mengangguk dan melesat pergi. Tak butuh waktu lama Azka sampai dirumah segera memasuki motornya ke garasi. Lalu berjalan memasuki rumah, baru saja akan masuk sudah terdengar suara dingin dan marah ayahnya.
“sudah puas kau bermain diluar sana Hah! Sekarang ikut saya” Dengan kasar Abraham menarik Azka kearah gudang belakang.
“Mau apa Lo! Lepasin gue bangsat” Azka tau apa yang terjadi selanjutnya, apalagi bukan menyiksa dan mengurung nya digudang, apa dia pikir tidak sakit. Sialan emang! Untung masih sayang.
Di ujung tangga Dava tersenyum kemenangan melihat itu, dia sangat senang sekali melihat Azka tersiksa.
“Bun, aku sudah tidak sabaran menjadi tuan muda dan putra Abraham satu-satunya” katanya pada ibunya yang berada didekat-Nya.
Alena terkekeh sambil mengusap sayang kepala sang anak, “tentu sayang, kau pasti akan memiliki semuanya, kita harus secepatnya menyingkirkan anak bodoh itu!” mereka tersenyum jahat.
Sedangkan di gudang belakang, terdengar suara pukulan beberapa kali tepat mengenai punggung Azka.
“Rasakan hukuman untuk anak kurang ajar seperti mu” Abraham terus memukulkan ikat pinggangnya ke arah punggung Azka tanpa mempedulikan suara ringisan sang putra.
“Shiiit...” Azka memejamkan matanya menahan rasa sakit itu, punggung nya terasa ingin robek.
“Berani sekali kau tidak masuk sekolah bahkan ingin mencelakai putra saya” setelah merasa puas, Abraham keluar membiarkan Azka kesakitan disana.
“Aarggh...sialan! Sakit banget njiir” bahkan terasa basah, apa lagi selain darah, beberapa kali Azka menggertak kan rahangnya menahan rasa sakit. Dia juga ingat ucapan terakhir ayahnya dan itu benar-benar membuat nya kesal, marah dan semakin membenci Dava. Tetapi kenapa ia tidak bisa membenci ayahnya.
“Dava anjiing...drama murahan apalagi yang Lo buat. Kalo gini ceritanya sampe kapan akan slalu kek gini, pakai cara apalagi biar ayah percaya lagi sama gue”
“Gue yakin mereka pasti pakaian santet makanya ayah jadi nurut banget” Azka memejamkan mata dengan bersandar di dinding gudang tanpa peduli rasa sakit di punggungnya.
Pernah sekali dua kali ia mengatakan jika yang diucapkan Dava tidak benar dan hanya memfitnah nya, awalnya ia pikir ayahnya akan percaya tapi apa? ternyata ayahnya tetap percaya Dava dan berakhir dirinya di pukuli.
Semenjak itu, Azka akan memilih diam saja saat mendapatkan hukuman dari ayahnya karena jika ia protes pun tidak akan ditanggapi, percuma saja. Terserah ayahnya saja bahkan jika membunuh nya sekalian, lagian yang dosa ayah yang bakal nyesal nanti juga ayahnya jadi nikmati saja.
...
Saat tengah malam Azka berjalan tertatih-tatih keluar gudang menuju kamarnya, dia juga sedikit bersyukur karena tidak dikunci dari luar.
“Ck...gini amat nasib gue!” gumamnya.
“Derita Lo!” terdengar balasan penuh ejekan dari seseorang yang tak lain ialah Dava. Azka jangan ditanya dia sangat marah sekali jika tidak ingat anak kesayangan ayahnya sudah ia buat tuh anak sampe babak belur.
“Hama aja bangga Lo, gak sadar lo, Lo tuh siapa disini! Hanya perantara, lo cuman hama perusak hubungan orang! Kagak usah sok Lo nanti jatoh sakit!” Dengan santai Azka masuk kedalam kamar nya, puas sekali dia melihat wajah jelek Dava.
“Cih...kita lihat aja, gue pasti bakal buat Lo makin menderita” Dava tidak terima dikatakan hama, walaupun emang itu kenyataan nya tapi dia tetap tidak ingin mengakui.
☀️
☀️
☀️
Keesokan harinya, Azka terlihat malas sekali untuk sekedar bangun, apalagi dengan keadaan bagian punggung nya walaupun ia yakin sudah mulai mengering namun masih terasa ngilu.
“Aw...Aw aw!”
“Asu kok gue jadi ngikut gaya tiktok sih” sebalnya, mungkin terlalu sering nonton tiktok jadi ikut-ikutan kan. Azka hanya mencuci muka dan gosok gigi lalu memakai seragam sekolah nya tanpa mandi dengan luka begitu mana sanggup ia mandi.
“Hufff...” tak lupa memakai jaket hitam yang berlambang ular hitam dengan sebuah mahkota di kepala sang ular, itu jaket khusus Geng dan mahkota sebagai tanda ketuanya. Merasa tampilan nya telah keren ia keluar menuruni anak tangga satu persatu.
“Azka sini sarapan dulu, bunda udah buatin makanan kesukaan kamu” mulai lagi cari mungka nya membuat Azka jengah.
“Gak perlu gue gak bakal sudi makan sama orang bermuka dua kek Lo, ck...bisa aja Lo kasih racun kan”
“Hiks...sayang kok kamu ngomong gitu sih hikss...mana mungkin bunda lakuin hal macam itu!”
Azka memutar bola matanya males, masih pagi mata dan pendengar udah dibuat gatal.
“Ka, kalo Lo gak mau gak usah nuduh bunda yang enggak-enggak” Dava merasa kesal tapi dalam hatinya tersenyum jahat karena setelah ini pasti Azka akan di marahin lagi.
Abraham yang sedang menyantap makanannya memandang Azka dengan tajam, “Jaga ucapan mu Azka, jangan membuat istri saya menangis lagi karena tuduhan asal mu” suara Abraham sangat dingin sekali, tapi tidak membuat Azka takut.
“Ck, bodoamat, makanya suruh bini Lo tuh diam kagak usah sok baik sama gue” jawab Azka sangat santai dan melanjutkan langkahnya keluar peduli amat dia.
“Anak itu makin lama semakin menjadi, menyesal saya membesarkannya”
“udah mas, kamu gak boleh ngomong begitu bagaimana mana pun Azka tetap putramu” kata Alena dengan lembut berusaha menenangkan kemarahan suaminya, padahal mah dalam hati tertawa. Dan melirik kearah putranya dengan kedipan membuat Dava tersenyum kecil.
“Tinggal selangkah lagi” batin Dava menyeringai. Sedangkan Abraham tidak sadar sama sekali. “aku berangkat, Dava hari ini ayah akan mengantarkan mu” Dava tentu saja semangat mendengar nya, dia menang lagi.
“Siap ayah” Abraham dan Alena hanya tersenyum melihat tingkah putra mereka.
“Hati-hati ya mas”
“Bun, Dava berangkat ya”
“Iya, belajar yang benar” Dava mengangguk lalu mengikuti ayahnya keluar memasuki mobil.
☀️
☀️
☀️
Di sekolah, Azka sudah duduk santai di kantin mengisi lambung ditemani Fano dan beberapa anggota cobra lain nya yang kebetulan sudah datang.
“Lapar banget ye bos” cetuk Fano melihat Azka makan sangat lahap.
“Udah tau nanya Lo” Fano hanya mendengus mendengar balasannya.
“Coba aja Lo bukan bos gue, udah gue angkat lo jadi dedek emes gue” entensi mereka beralih menatap kearah remaja berambut gondrong lalu sedetik kemudian mereka menatap bos mereka.
Sedangkan Azka hampir saja tersedak mendengar ucapan si gondrong, “asu Lo, mau gue bukan bos Lo, gue juga kagak bakal mau, ogah!”
“dedek emes jigong Lo!” cibir Azka merasa jijay mendengar nya.
“waah...gak benar nih bos” Yang lain ikut mengompori membuat si gondrong berdecak sebal.
“ngikut aja Lo pada, kagak usah muna kalian, gue yakin diantara kalian pasti punya pemikiran sama kek gue!” si gondrong menunjukkan mereka satu-persatu dengan tatapan sinisnya.
“Ye...malah nuduh kita lagi” ejek remaja berambut pirang.
“Ck...berisik kalian, ntar orang nya ngamuk mampus Lo pada!” Kata Fano membuat mereka melirik takut kearah si bos dan ternyata memang benar muka si bos jadi merah dengan tatapan tajamnya.
“Ehehe...canda bos, lo kalo marah suka ngamuk kek macan, gue mau kelas dah bos ntar lagi mau bel” si gondrong malah cengengesan sambil mengangkat dua jarinya lalu ngacir duluan.
“Kita juga mau cabut bos” yang lain malah ikut-ikutan takut kena amukan massal. Azka hanya menatap kesal kepergian mereka. “No, coba Lo perhatiin emang apa sih yang buat mereka pengen Jadiin gue adeknya, kalo soal ke gantengan mah gue udah tau apalagi kekerenan gue emang mantap!” tanya Azka sambil menyibakkan rambutnya ke belakang membuat kadar ke gantengan nya semakin terlihat.
Mendengar pertanyaan si bos membuat Fano menggaruk kepalanya dengan tersenyum paksa, ia akui emang ganteng tapi kagak usah kek gitu juga kali. “Lah mana saya tau saya kan ikan”
“Ck, gak asik Lo” cibir Azka kesal mendengar balasan Fano.
Kring...Kring...(bunyi bel masuk)
Baru aja mau jawab tapi sudah didahului bunyi bel, “dah bos gue kelas” kata Fano beranjak dari tempat duduknya. Azka juga ikut berdiri ingin membayar makanan. Selesai, ia berjalan santai menuju kelasnya.
“Hais...ketemu hama lagi dah, emang ya gak dirumah disini pun tetap ada, hama selalu merajalela!” ocehnya mengingat si Davanjing.
BERSAMBUNG...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!