"Dasar pelakor!!! Kamu bisanya mendekati suami orang. Apa kamu tidak laku hah?!"
"Dasar Wanita murahan!!"
"Bisanya cuma menggoda suami orang!!"
"Wanita tidak tahu malu!!"
"Dasar wanita penggoda!!!."
Dan masih banyak lagi cacian dan makian, yang dilontarkan oleh para ibu-ibu atau bahkan para wanita yang kekasihnya tergoda kepada Dhea.
Berulang kali juga Dhea menangis, karena sakit hati dengan perkataan mereka. Tapi, karena terlalu sering mendapat cacian dan juga hinaan, membuat Dhea menjadi tidak peduli dengan omongan mereka.
Dhea Lestari.
Itulah nama seorang gadis yang berusia 21 tahun, ia memiliki kulit putih bersih, tinggi badan sekitar 169 cm dengan berat badan 48 kg. Ia hidup sendirian karena beberapa tahun yang lalu ibu dan ayahnya meninggal dunia. ibu dan ayahnya ikut dalam tragedi kecelakaan jatuhnya pesawat maskapai, di lautan selat Sunda, sampai saat ini jasad kedua orang tuanya belum berhasil ditemukan.
Dhea sosok wanita yang mandiri dan tidak manja, keluarganya termasuk keluarga yang berada. Begitu banyak aset dan harta yang ditinggalkan oleh ayahnya Dhea, sehingga membuat Dhea tidak kekurangan suatu apapun, tapi ketika ia menikah seolah alam tak berpihak, membuat hidupnya sulit dan menitipkan kedua adiknya bersama paman dan bibi, yaitu Mira dan Bagas.
Hingga Dhea menerima tawaran tante Tasya, tapi nahas saat itu ia hampir tersisihkan karena ia dibawa ke tempat pelacuran.
Tapi beruntung, Dhea ditolong oleh pria yang terdengar berkuasa, yakni Moza Ramlan. Pria yang menolongnya. Anehnya ia bersama sang paman, bicara menolong membantu Dhea tidak terlambat.
'Ah, penat jika dipikirkan.' ia pingsan, menjalani pemulihan disaat tubuhnya lemas hampir di selir banyak preman.
Ruangan Rumah Sakit.
Dhea terbaring lemah. Ia menatap sekelilingnya, dan menangis karena merasa dibohongi. Paman mereka dan bibi mereka berterus terang, jika sengaja menaruh mereka, dan seolah sang paman menolongnya meminta bantuan, agar pria berpengaruh melirik dan mau menolong Dhea karena sebuah alasan.
Dhea menangis, sejadi jadinya. Empat bulan lalu, ia mengira ditolong dengan pria baik. Tetapi ia harus menerima kenyataan hidup dalam bayang bayang sarang orang lain yang tidak seharusnya Dhea sentuh, dan masuk kedalamnya.
#Pov Ingatan Dhea.
Saat itu Dhea mengenal pria bernama Ramlan, ia berada di salah satu mall di Bali, ia sedang mencari oleh oleh untuk dibawa pulang. Tapi tiba tiba saja seorang wanita sekitar 45 tahun menjambak rambut Dhea dari belakang. Dhea sangat terkejut dan berusaha melepaskan jambakan dari wanita itu.
"Dasar wanita ******, Jadi benar kamu dan suami ku pergi ke sini untuk berlibur!??" Dhea sangat bingung karena ia tidak mengenali wanita itu sama sekali.
"Maksud ibu apa? dan siapa suami yang ibu maksud? saya sama sekali tidak mengenal Anda." Dhea merasakan perih di bagian pipi sebelah kirinya, ternyata wanita itu berhasil mencakar wajahnya.
"Kamu tidak usah berpura pura tidak tahu, suamiku adalah Moza Ramlan. Kamu jangan mencoba coba mendekati suami saya atau kamu akan tahu akibatnya."
Dhea menggeleng gelengkan kepalanya.
"Saya tidak ada hubungan apapun dengan suami ibu. Saya tidak kenal, apa yang ibu maksud."
"Bohong!!! kamu jangan coba coba untuk menipu saya, rumor tentang kelicikan dan kebusukan kamu sudah tersebar di kalangan sosialita istri dari para pembisnis di Jakarta. Jadi saya sudah tahu tabiat kamu, kamu mengincar uang dan juga kekayaan para pria kaya itu kan?"
Karena melihat keributan yang terjadi melalui CCTV maka pihak keamanan dari mall tersebut mengamankan mereka.
Saat ini Zia dan juga wanita itu berada di ruang security. Dhea tidak terima perlakuan wanita itu maka ia memutuskan untuk melaporkannya.
"Pak tolong kirimkan rekaman CCTV di tempat kejadian, Saya ingin menuntut ibu ini karena melakukan penyerangan dan penganiayaan terhadap saya."
Wanita itu terlihat pucat karena ia begitu panik, goresan di wajah Dhea menjadi bukti bahwa adanya kekerasan yang dilakukan nya, ditambah lagi rekaman CCTV yang membuat bukti itu semakin akurat.
"Maaf Bu, Tapi sebaiknya masalah ini di dibicarakan secara baik baik! ya itu menempuh jalur damai!"
Dhea semakin emosi dan menatap tajam ke arah security itu.
"Bapak tidak melihat wajah saya? Apa bapak tahu berapa biaya yang saya habiskan untuk memulihkan wajah saya seperti semula melalui operasi plastik?"
"Kalau begitu saya tidak bisa berbuat apa-apa Bu, sekarang tuliskan alamat email ibu dan saya akan mengirimkan rekaman CCTV tersebut."
Dhea tersenyum penuh kemenangan karena kali ini dia tidak akan tinggal diam.
Sedangkan wanita yang mengaku sebagai istri Moza Ramlan terlihat begitu cemas dan wajahnya berubah menjadi sangat pucat, dibawa oleh security menjauh. Dhea bingung, apakah nama pria itu adalah suaminya saat ini yang dinikahinya secara mendadak.
Mengenal Ramlan pria yang baik padanya, tidak ada celah dan merasa benar lajang, membuat Dhea berpikir keras. Sehingga segera berkemas, ingin mencari tau langsung menemui Ramlan diam diam di kantornya.
Tbc.
Dukung Dhea ya all.
Dhea meletakan tas, dan mengobati merah pipinya. Dhea merasa kecewa, karena pria yang menikahinya amat sulit di hubungi. Ke kantornya bahkan tidak ada, entah kenapa Dhea merasa makin curiga atas apa yang ia terima kala satu wanita melabrak, dan mempermalukanya kemarin siang.
Hidup Dhea memang sulit, sebelum dinikahi Pria yang membuatnya kagum, menolongnya disaat ia terpuruk. Kebaikannya, dan sang paman bicara jika dia pria yang baik gila kerja, dan lajang yang bisa membahagiakan Dhea kelak, terlebih salah satu adik Dhea mempunyai sakit serius.
Tanpa pikir panjang, mencari tau Dhea luluh, hingga ia mau dinikahi secara sederhana, karena sikap pria itu amat dingin, bagai beruang kutub yang romantis dengan perhatian kecil.
'Bodoh.' alasan Dhea yang saat ini menyesali.
Dhea, saat ini telah membersihkan dirinya. Ia melilitkan handuk kecil dan menatap kedua adiknya Mira dan Bagas yang pulang sekolah.
Saat ini ia pulang ke rumah paman, ia menunggu sang paman untuk menanyakan sesuatu.
"Assalamualaikum, kak!"
"Walaikumsalah, dek. Gimana lancar pinter semua ya, jangan bolos harus yang rajin sekolahnya!" ucap Dhea yang baru saja pulang bekerja.
"Iy kak! kak tapi Mira belum bayar spp enam bulan loh, bagas juga sama. Kata bu guru kapan kakak ke sekolah?"
Dhea terdiam, sehingga tatapan sang paman membuat Dhea buyar dan mengikuti arah pamannya. Seolah ingin bicara dan tidak ingin adiknya mendengar.
"Paman syukurlah paman datang, aku dah nunggu. Paman, Dhea bisa bicara sebentar?"
"Soal, apa. Paman sibuk. Bibi mu biasa sedang kuli nyuci, Dhea! lebih baik kamu pulang ke rumahmu, gimana kalau suami kamu cari kamu kesini."
"Paman, aku mau tanya. Paman kenal wanita ini, dia tadi labrak Dhea. Bilang kalau dia istri Ramlan."
"Hey Dhea. Kamu tidak bisa berfikir logis. Setidaknya balas budi bibimu yang sudah urus kamu dan dua adikmu dari bayi." tajam paman Rozak.
"Maksud paman apa?"
"Alaah, kamu ingat Dhea! suami pertama kamu itu cuma beban Dhea! pikirin matang matang. Rizky setelah ijab kabul, kecelakaan dan kamu banting tulang. Bahkan rumah peninggalan kedua orangtua kamu dijual untuk pengobatan siapa? habis harta, dia meninggal sengsara kan. Lihat dua adikmu spp aja ga kebayar, bibimu ngontrak. Kamu kerja bagian limbah, bau mau sampe kapan saat itu. Jadi saat ini kamu menikah dengan pria beristri anggap aja tidak tahu, berpura pura amnesia."
"Paman cukup! Dhea tidak akan mengadu sama bibi atas apa yang paman ucap tadi, Dhea ga mau dengar ocehan paman lagi. Yang Dhea butuhkan adalah, apakah mas Ramlan sudah menikah sebelum menikahi Dhea. Ramlan sulit Dhea temui, jika benar begitu Dhea merasa ini salah." kesal Dhea.
"Setidaknya balas budi dengan jerih bibi paman selama ini. Lihat kedua adikmu, hak mereka kamu rampas, dijual demi suami mayat cacatmu kan. Tidak perduli dia sudah menikah atau punya istri, yang penting hidup kau terjamin, kedua adikmu juga kan." tajam Rozak.
Paman Rozak pergi, ia berlalu membuat Dhea menangis sejadi jadinya.
Sementara Dhea, di dalam kamar ia menangis histeris. Perkataan tajam sang paman, benar adanya. Ia juga menatap bingkai foto dan berusaha menyadarkan dirinya atas apa yang terjadi selama ini ada benarnya. Sehingga Dhea memilih tidur dan melupakan rasa laparnya.
Dhea jadi ingat pertemuan pertama kali, sebelum ia berada ditempat penjualan wanita. Sang bibi mengajaknya dengan alasan bertemu orang baik, untuk menawarkan kerja gaji besar, karena Dhea terkena phk di pembuangan limbah.
Benar saja tanpa menunggu lama, Dhea menunduk ketika ibu paruh baya yang setelan fashionnya mewah. Memakai diamond dan berlian serta kalung mutiara mahal yang melilit dileher.
"Jadi ini wanitanya?"
"Wanita, maksud bibi apa?" teriak Dhea menjauh, kala kabur ia disambut beberapa preman, dan bagusnya kala itu pria bernama Ramlan menolongnya.
Sesaat itu pula, paman Rozak mengatakan Dhea selamat dan kami tidak terlambat. Ingatan bodoh itu baru Dhea sadari saat ini.
'Jadi aku harus apa, kalau benar adanya suamiku menikahiku sudah punya istri.' batin menyesakkan.
Tbc.
Di rumah, Dhea menyiapkan seperti biasa. Kedatangan suaminya pulang, ia akan masak dan membuat rumah sebersih mungkin. Hingga Dhea akan menanyakan langsung disituasi tepat.
“Kamu mandilah dulu. Biasanya wanita menghabiskan waktu lama di kamar mandi. Aku tidak mau waktuku terbuang sia-sia,” perintah Ramlan pada Dhea.
Dhea tidak melihat gelagat aneh apapun dari sang suami menurut. Ia melangkah menuju kamar mandi dengan handuk yang sudah berada dalam genggaman.
'Baiklah, aku mandi duluan. Kamu jangan bertingkah aneh seperti tadi. Atau kamu akan aku berikan pelajaran.' gemuruh Dhea sebelum menghilang dari balik pintu.
Di tempatnya, Ramlan terkesiap. Ia yang sedang fokus dengan ponselnya menatap pintu kamar mandi dengan tatapan kosong. Beraninya istrinya itu mengancam.
Kamar mandi ini sangat luas hanya untuk digunakan oleh satu orang. Dhea heran mengapa orang-orang kaya sangat suka membuang uang untuk satu hal yang sebenarnya bisa dibuat efektif.
Dua buah wash basin yang ada di hadapan Dhea adalah salah satu contohnya. Jika semasa lajang maupun masih berstatus sebagai suami orang, menurut Dhea, penggunaan single wash basin masih cukup efektif dibandingkan harus memasang dua buah sekaligus. Meskipun Dhea adalah seorang lulusan menengah, tapi dia sangat anti dengan pemborosan.
Ia melepas gaun yang dipakainya dalam sekali tarikan resleting. Namun, di tengah usahanya yang menurunkan resleting hingga ke ujung, benda itu tiba-tiba tak bisa ditarik hingga ke bawah.
“Aduh, kenapa harus macet, sih?” gerutunya kesal.
“Kenapa kamu belum juga mandi?” suara Ramlan tiba-tiba memenuhi ruang kamar mandi. Sontak Dhea terkejut melihat sosok tinggi besar yang kini berdiri di ambang pintu.
“Sejak kapan kamu berdiri di sana?” tanya Dhea gelagapan. Ia memeluk erat gaun yang hampir luruh dari tubuhnya. Belum terbiasa dengan kehadiran orang asing di kamar mandi meski orang itu adalah suaminya.
Bukannya menjawab pertanyaan Dhea, Ramlan justru melangkah semakin dekat. Mengikis jarak diantara keduanya.
“A-apa yang mau kamu lakukan?”
Sreet…
Dengan sekali tarikan, Ramlan menarik resleting yang sebelumnya macet. Berapa banyak pun usaha yang Dhea kerahkan, tidak bisa membuatnya lepas dari gaun indah dan mewah yang ia pakai.
Sluurph!
Bersamaan dengan itu pula, gaun yang tadi ditangkup oleh kedua tangan Dhea lepas. Dhea lengah untuk mengeratkan pegangannya karena terlalu fokus dengan pemandangan pria tampan di hadapannya ini.
“AAAAAHHHH!!!” teriak Dhea seketika. Gaun yang sudah luruh ke lantai ia pungut lagi demi menutupi tubuh yang hanya ditutupi oleh G-string dan bikini warna merah menyala. Salah Dhea yang menuruti perintah sahabatnya untuk mengenakan pakaian seksi itu di hari pernikahannya.
Ramlan memandang Dhea dari ujung kepala hingga ujung kaki. Gaun yang sudah terlepas dari tubuh istrinya tak bisa membantu Dhea menutupi tubuh molek miliknya.
“Tutup matamu!” Anda mendesak. Tangannya sibuk mencari benda apapun yang bisa menutup tubuhnya.
“Kamu pikir dengan menunjukkan G-string dan bikini menormu itu bisa membuat nafsu ku tergugah? Jangan harap! Lihat itu, tidak ada satu titik pun yang bisa aku remas demi memuaskan nafsuku.”
Setelah mengatakan itu, Ramlan membalikkan tubuhnya keluar dari kamar mandi. Sebelum sampai ke pintu, pria itu merampas handuk yang tergantung di lemari.
“Kamu mau kemana, mas?” tanya Dhea Barusan adalah interaksi terlama yang berlangsung di antara dua insan itu.
“Mandi di kamar sebelah. Bisa habis kesabaranku hanya untuk menunggumu selesai mandi,” tandas Ramlan dari arah kamar. Terdengar suara pintu yang ditutup memperjelas kepergian pria itu.
“Aku harus memupuk sabar lebih banyak untuk menghadapi mas Ramlan. Aku yakin bisa meluluhkan hatinya,” ucap Dhea meyakinkan diri.
Suara gemericik air menjadi alunan merdu di dalam kamar mandi. Dhea begitu menikmati waktunya hingga tak sadar lima belas menit berlalu sudah.
Pintu kamar mandi terbuka, uap panas menyembul dari dalam disusul dengan langkah kaki Dhea yang jenjang.
Memiliki bentuk tubuh bak model, adalah salah satu kelebihan Dhea. Tetapi entah kenapa Ramlan tak pernah menyimpan ketertarikan padanya. Lalu untuk apa ia dinikahi, masih dalam benak Dhea yang penat.
“Kamu sudah selesai mandinya?” Dhea bertanya pada Ramlan yang duduk di sofa kamar. Pria itu begitu menikmati waktu sendirinya sambil tersenyum menatap layar ponselnya.
Ramlan mendongak. Kedua matanya langsung terkunci pada lekukan-lekukan indah tubuh Dhea yang ditutupi handuk sebatas atas tubuhnya hingga paha. Kulit putih mulus itu langsung membuat Ramlan terperangah.
“Kamu lihatin apa? Bukannya kamu sendiri bilang kamu tidak akan menyentuhku?” seloroh Dhea terus terang.
Menyadari dirinya telah tertangkap basah menikmati pemandangan tubuh Dhea, Ramlan mengalihkan pandangan ke sembarang tempat.
“Pede banget kamu! Wanita dengan tampang pas-pasan sepertimu tidak akan membuatku tergoda. Sudah, aku mau tidur.”
Ramlan bangkit dari tempatnya. Berjalan menuju tempat tidur besar yang bisa menampung tiga orang dewasa. Namun, satu hal konyol dilakukan olehnya membuat Dhea terpancing untuk melayangkan protesnya.
“Kalau kamu tidur dengan posisi melintang seperti itu. Bagaimana aku bisa tidur?”
“Siapa bilang aku mengizinkan kamu tidur di kasur? Kamu tidur saja di sofa atau di karpet lantai. Ini kasur milikku. Tidak ada satu wanita pun yang bisa menempatinya,” jawab Ramlan seraya memberikan ultimatum.
Dhea mendengus kesal. Suaminya benar-benar tega pada dirinya yang notaben adalah istrinya sendiri.
“Suami macam apa yang membiarkan istrinya tidur di lantai?” Dhea menyindir. Ia mengambil piyama tidur dari dalam koper yang dibawanya dari rumah.
“Aku tidak peduli! Enyahlah! Aku tidak sudi tidur satu kamar dengan wanita ****** sepertimu!” usir Ramlan ketika Dhea sudah memakai piyamanya.
Dhea tidak menyangka Ramlan begitu tega mengusirnya dari kamar. Ia pulang hanya terus menyakiti hatinya, setiap saat pulang selalu dingin, bagaimana Dhea memulai menayakan wanita yang melabraknya. Jika sikap Ramlan seperti ini.
Tbc.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!