NovelToon NovelToon

Tahun Ke Sepuluh

Bab 1. Ana Harus Bekerja Keras

Di aula sekolah PAUD Matahari, sedang ada rapat walimurid untuk membahas acara perpisahan yang akan diadakan bulan depan. Ibu-ibu itu sedang membahas tentang bagaimana acara itu akan dilangsungkan. Dan juga biaya yang perlu dikeluarkan.

Salah satu dari ibu-ibu itu adalah Ana. Ibu-ibu rumah tangga biasa. Tinggal di rumah dengan nyaman dan merawat anak dan suaminya. Menyiapkan makanan dan membersihkan rumah. Tapi itu hanyalah angan-angan Ana.

Nyatanya, selama dia menikah dengan suaminya, Farhan, suaminya itu tidak pernah memberinya nafkah yang cukup. Ana yang memiliki usaha catering kecil-kecilan masih harus mengeluarkan uang yang lebih banyak dari Farhan.

Selama ini, Ana lah yang menanggung hampir semua kebutuhan rumah tangga mulai dari makanan, pakaian, kebutuhan-kebutuhan kecil yang lainnya. Ana juga yang harus mengeluarkan uang untuk biaya sekolah kedua anaknya.

Farhan memang memberinya uang setiap bulan, tapi itu hampir hanya bisa dianggap seperti dititipkan padanya. Atau kadang bahkan dia perlu menambahkannya. Farhan akan meminta uang untuk beli bensin dan juga uang saku setiap kali ia akan pergi.

Saat Ana masih menjadi guru, itu bukan masalah besar. Gajinya masih cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga mereka. Tapi sejak empat tahun yang lalu saat ia hamil putri keduanya, Rania, ia mengundurkan diri dari pekerjaannya karena kondisi kehamilannya yang lemah.

Selain itu, ibunya yang sebelumnya membantu merawat putri pertamanya, Najwa, juga menyatakan ketidaksanggupannya untuk membantu merawat anak keduanya. Sedangkan untuk menyewa jasa pengasuh juga membutuhkan banyak uang dan Ana tidak akan bisa membayarnya.

Akhirnya, karena terbentur kebutuhan ekonomi, Ana membuka jasa catering sesaat setelah ia melahirkan dan menghidupi keluarganya dari sana. Sebelum menerima jasa catering, Ana juga mencoba beberapa pekerjaan yang bisa ia lakukan di rumah. Sambil mengasuh putrinya.

Ana pernah bekerja borongan untuk membuat tas kertas yang bisa ia bawa pulang. Hasilnya cukup lumayan. Tapi tidak lama setelah Ana bekerja, Ana tidak lagi diberi bahan karena pesanan yang sedikit dari majikannya.

Selain itu, Ana juga pernah membuka toko kecil-kecilan di depan rumahnya yang menjual es dan jajanan untuk anak-anak. Tetapi itu juga tidak berlangsung lama. Sampai akhirnya Ana membuka jasa catering.

Tetapi hasil dari juga catering tidak banyak. Hanya cukup untuk biaya makan sehari-hari. Untuk biaya sekolah, Ana masih harus pusing memikirkan caranya karena Farhan sama sekali tidak mau peduli.

Pulang dari rapat, edaran mengenai biaya perpisahan diberikan. Ana membukanya di tempat dan terpaku pada nominal yang tertulis di dalamnya.

Tidak banyak memang, hanya tiga ratus ribu rupiah. Tetapi bagi Ana itu adalah uang yang banyak sekarang. Uang simpanan nya untuk modal usaha catering saja tidak sampai segitu.

Mulai sekarang ia harus ekstra berhemat agar dapat mengumpulkan uang untuk membayarnya.

***

Sore harinya Farhan yang bekerja sebagai sopir antar jemput anak-anak di sekolah tempat Ana mengajar dulu pulang. Sedangkan Ana sedang memasak di dapur untuk anaknya malam keluarganya.

Rumah yang mereka tempati saat ini adalah rumah mertua Ana. Hanya ada bapak mertuanya, ibu mertua Ana sudah meninggal dua puluh tahun yang lalu. Rania tinggal di sana bersama mereka, tetapi Najwa tidak tinggal bersama mereka. Najwa tinggal di rumah ibu Ana untuk menemaninya karena Ana hanya dua bersaudara, adik perempuannya sudah menikah dan ikut tinggal bersama suaminya. Jadi ibu dan ayah ana meminta agar Najwa tinggal bersama mereka. Ana tentu saja tidak keberatan karena itu malah membantunya.

"Dari mana yah? Kenapa jam segini baru pulang?" Biasanya Farhan pulang jam setengah empat sore. Tapi saat itu sudah jam lima.

"Aku ada urusan bentar."

"Oh... ya sudah, kamu mandi terus sholat dulu." Ucap Ana saat Farhan datang ke dapur untuk mencarinya.

Masakan yang dibuat Ana cukup sederhana malam ini. Ana membuat sambal terasi dengan terong, tempe dan tahu goreng. Ana mengambilkan makanan untuk Rania yang menyuapinya. Farhan dan Marwan, mertua Ana juga makan dengan tenang. Setelah memberi makan Rania? Ana baru mengambil makanan untuk dirinya sendiri.

Rania yang lelah bermain sejak pagi segera tertidur. Siang tadi karena Ana pergi rapat di sekolah, Ana tinggal di rumah tetangganya dan bermain dengan anaknya yang juga seumuran dengan Rania sehingga tidak tidur siang. Jadi begitu perutnya kenyang, Rania langsung mengantuk dan tidur.

"Yah, tadi aku baru saja rapat walimurid di sekolahnya Rania." Ucap Ana setelah ia duduk di samping Farhan.

"Rapat untuk apa?"

"Untuk acara perpisahan. Rania lulus tahun ini. Jadi membutuhkan banyak biaya. Untuk itu kita perlu membayar biaya tiga ratus ribu yah." Ana menyerahkan edaran yang diberikan sekolahan. Di dalamnya juga ada perincian kegunaan uang tersebut. Itu untuk biaya pembuatan rapot, ijazah, juga sudah mencakup untuk acara perpisahan seperti foto,menyewa tenda dan juga toga.

"Banyak sekali. Apa ini tidak terlalu mahal?" Farhan mengernyitkan alisnya. Dulu saat Najwa sekolah taman kanak-kanak, segala biaya Ana yang mengurusi. Jadi Farhan memang tidak pernah tahu. Tapi sekarang Ana tidak lagi bekerja menjadi guru, dan jasa catering juga tidak pasti adanya.

"Ini sudah semuanya yah. Termasuk juga buat acara kelulusan."

Farhan berpikir sebentar sebelum mendengus. "Aku sedang tidak punya uang bun."

"Ini juga tidak harus di bayarkan sekarang yah. Sekolah memberikan kelonggaran waktu hingga minggu depan." Jelas Ana. Gaji Farhan diberikan setiap minggu. Dan itu pas untuk membayar uang yang dibutuhkan untuk sekolah Rania.

"Ya sudah. Nanti aku usahakan."

"Baiklah. Aku mau siap-siap dulu buat masak besok. Ada pesanan catering yang mau diambil besok pagi." Ucap Ana sambil berdiri. Ia sebenarnya sudah terlalu berharap pada Farhan. Selama ini Farhan hanya bisa berjanji tetapi jarang bisa menepatinya. Apalagi kalau masalah uang.

Dua hari yang lalu ana mendapatkan pesanan dari kenalannya yang memesan tiga puluh box makanan untuk acara selamatan tiga bulanan kehamilannya. Tiga box itu akan dibawa ke tempat kerjanya dan diberikan pada rekan-rekannya. Jadi pesanan itu akan diambil sebelum berangkat ke tempat kerjanya, jam enam pagi.

Ana sudah membeli bahan pagi tadi sehingga ia bisa mulai menyiapkan semuanya sehingga esok dini hari ia bisa masak dengan cepat.

Farhan pergi tidur, sedangkan Ana masih sibuk di dapur. Mengupas bawang, memotong kentang, menggoreng tahu. Membumbui ayam. Semuanya dilakukan ana malam itu agar bisa selesai tepat waktu saat diambil pemenangnya.  

Hampir pukul sebelas malam ketika Ana selesai. Namun semuanya masih setengah jadi. Ana memasang alarm jam tiga pagi untuk dapat menyelesaikan pesanannya.

Bab 2. Farhan Tidak Pulang

Ana yang saat itu sedang berada di rumah ibunya karena ibunya sedang mengadakan hujatan tidak mengetahui apa yang dilakukan oleh suaminya bersama dengan wanita lain.

Karena ibunya mengajakin hajatan yang cukup besar, Ana datang lebih awal dan berniat untuk menginap di sana karena banyak pekerjaan yang mulai dikerjakan di malam hari.

Rumah mertua Ana berada cukup dekat dengan rumah ibunya. Hanya membutuhkan waktu kurang dari setengah jam untuk sampai. Jadi, saat Farhan, suaminya meminta izin untuk pulang terlebih dahulu dan mengatakan bahwa malam itu ia tidak menginap di rumah mertuanya Ana mengizinkannya tanpa mencurigai sesuatu.

Zubaidah, ibu Ana memiliki dua anak perempuan yang sudah menikah semua. Jadi peranan menantu dari keluarga itu selalu diandalkan untuk membantu pekerjaan untuk mengirim mamanah hujatan kepada para saudara.

Namun, hingga siang hari saat waktunya mengantarkan makanan-makanan itu, suami Ana bahkan tidak datang dan ponselnya juga tidak bisa dihubungi. Karena tidak bisa menghubungi Farhan, Ana menghubungi Ridwan yang merupakan adik kandung Farhan.  Tetapi Ridwan mengatakan bahwa ia sedang berada di pondok pesantren dan tidak mengetahui dimana Farhan. Semua orang menanyakan pada Ana mengenap keberadaan suaminya, Ana mengatakan bahwa mungkin ia sedang sibuk di rumah mereka.

Sebagai seorang istri, Ana tidak pernah berpikiran macam-macam terhadap Farhan. Sebaliknya, ia khawatir jika terjadi sesuatu terhadap Farhan.

Pada akhirnya, Ana mulai curiga saat ia sendiri yang datang ke rumahnya untuk mengantarkan makanan untuk mertuanya dan juga kepada saudara-saudaranya.

Saat Ana sampai di rumahnya, rumah dalam keadaan terkunci. Tidak biasanya rumah dikunci seperti ini karena memang jarang tidak ada orang di rumah. Karena Ana ingin memastikan keberadaan Farhan,  Ana pun menunggu setelah ia selesai mengantarkan makanan ke rumah-rumah saudaranya.

Tidak lama setelah itu, Marwan yang merupakan mertua Ana pulang bersama dengan Ridwan. Ana pun bertanya mengenai keberapaan Farhan.

Marwan mengatakan bahwa Farhan sedang mengantarkan temannya ke suatu tempat. Ana akhirnya lega. Ia tidak mencurigai apapun karena pekerjaan sampingan suaminya memang menjadi sopir yang disewa orang. Ana pun kembali ke rumah Zubaidah dengan perasaan lega.

"Bagaimana? Dimana Farhan?" Tanya Zubaidah setelah Ana pulang.

Ana duduk dan menghela napas di samping Zubaidah sambil mengatakan bahwa Farhan sedang mengantarkan temannya bepergian.  Zubaidah juga mengetahui pekerjaan Farhan. Jadi dia juga biasa saja mendengarnya.

Sampai saat acara selesai pun Ana tidak memikirkan hal macam-macam mengenai Farhan. Hingga ia pulang ke rumah dan mendapati jika Ridwan dan Marwan bertingkah aneh. Hari itu juga, Ridwan dan Marwan mengatakan bahwa mereka pergi ke rumah saudara mereka yang tinggal di S yang merupakan salah satu Kiai di sana.

Selama tiga hari, Ana tidak bisa menghubungi Farhan sama sekali. Pikiran macam-macam mulai muncul di kepala Ana. Tetapi tidak satupun Ana berprasangka buruk terhadap Farhan.

Farhan pulang pada malam hari ketiga. Yang membuat Ana curiga adalah bahwa Farhan pulang bersama dengan Marwan dan Ridwan. Juga anehnya, Marwan dan Ridwan malah hanya menurunkan Farhan dan pergi lagi.

Ana tidak bisa tidak penasaran. Setelah membiarkan Farhan istirahat beberapa saat, ia pun menanyakan apa yang sebenarnya terjadi.

"Apa yang ingin kamu ketahui bun?" Farhan dan Ana duduk di kamar mereka.

"Kemana kamu pergi yah? Kenapa tidak ada kabar?" Ana bertanya dengan cemas. Ia lega suaminya kembali dengan keadaan baik-baik saja. Tetapi ia tidak bisa menghilangkan penasaran di dalam hatinya.

"Apa kamu tidak mendengar berita tentangku kemarin?" Bukanya menjawab, Farhan malah menanyakan sesuatu pada Ana. Ana menggeleng. Meskipun ia sudah lama tinggal di rumah mertuanya, ia jarang keluar dan jarang berbicara dengan masyarakat karena kesibukannya.

"Masak sih?" Farhan tidak percaya. Selama dia tidak ada di rumah, ia mendengar kabar mengenai dirinya. Jadi ia khawatir jika istrinya mendengar hal ini.

Ana semakin penasaran mendengar pertanyaan Farhan. Jadi dia mendesak Farhan agar cepat memberitahu nya karena dia benar-benar tidak tahu.

"Apa kamu tidak mendengar jika aku dituduh membawa lari istri orang?"

Deg.....

Ana merasa kosong. Ia menatap suaminya tidak percaya. Selama ini suaminya memang sering keluar malam karena ia mengaji di rumah temannya yang menampung anak-anak mengaji. Farhan membantu di sana. Jadi dia tidak pernah berpikir hal ini akan didengar olehnya.

"Apa maksudmu yah? Istri siapa yang kamu bawa memangnya? Bukankah kamu pergi mengantar orang?" Ana bertanya dengan hati yang bingung.

"Bunda, kemarin lusa, Ridwan ditelpon oleh bu Yuni untuk mengantarkannya ke rumah kakaknya. Karena aku tidak ada kerjaan, aku juga ikut. Tapi tidak disangka sesampainya di rumah kakaknya, kami bertiga langsung dimarahi dan diusir. Kakak Bu Yuni mengatakan bahwa Tomi menghubunginya dan mengatakan bahwa istrinya dibawa kabur oleh laki-laki lain."

Ana mendengarkan hampir tak percaya. Ana juga mengenal betul siapa Yuni dan Tomi. Meskipun mereka bukan saudara, tetapi karena Farhan dan Tomi berteman akrab, kedua keluarga itu saling mengunjungi dan cukup dekat.

Meskipun Ana dan Yuni tidak begitu akrab karena jarang bertemu, tapi Ana tahu bagaimana Yuni memperlakukan Tomi dan bagaimana Tomi memperlakukan Yuni. Memang Ana merasa ada yang tidak beres karena keduanya terkadang sering menjelekkan satu sama lainnya. Tetapi ia tidak menyangka jika hal seperti ini akan terjadi di dalam rumah tangga mereka yang bahkan lebih dari sepuluh tahun.

"Apa Pak Tomi tidak mengetahui jika bu Yuni pergi ke rumah katanya dengan diantar Ridwan?" Ana tidak mengerti hal ini. Jika istri sebelumnya izin kepada suami dan suami tahu kemana dan dengan siapa istrinya pergi, hal seperti ini tidak akan terjadi.

"Kata Ridwan sudah. Katanya bahkan Tomi mengantarkan bu Yuni sampai masuk ke dalam mobil."

"Jika iya, kenapa bisa Pak Tomi berkata seperti itu?" Ana masih heran. Sepertinya ini sangat aneh. Farhan, Ridwan dan Tomi semuanya mengenal dengan akrab. Hampir setiap malam, Farhan dan Ridwan pergi ke rumah Tomi untuk mengaji atau hanya sekedar mengobrol. Jadi jika Yuni pergi dengan Ridwan ke rumah kakaknya, itu tidak akan menjadi masalah. Kenapa jadi Farhan dituduh membawa Yuni pergi?

"Aku juga tidak tahu. Awalnya, bu Yuni dalam keadaan yang tidak baik. Sepertinya dia baru bertengkar dengan Tomi. Mungkin karena itu dia ingin pergi ke rumah kakaknya. Tetapi oleh kakaknya, Bu Yuni malah diusir dan dituduh seperti itu. Bu Yuni marah dan pergi dari sana berlari ke jalan raya."

"Ya Allah. Lalu bagaimana yah?"

"Bukankah Yuni hampir tertabrak bus yang melintas. Untung saja dapat segera aku tarik dan masukkan lagi ke dalam mobil. Setelah itu, bu Yuni berkata padaku bahwa ia ingin mengakhiri hidupnya. Ia berkata bahwa ia sudah tidak tahan hidup bersama dengan Tomi yang suka main tangan dan berkata kasar padanya."

"Astagfirullahal'adzim." Ana menekan dadanya terkejut. Ia tidak menyangka ada hal seperti itu bisa terjadi.

"Setelah itu dia menangis. Dan aku bertanya padanya kemana dia ingin pergi. Saat itu dia bilang dia tidak tahu. Dia terus menangis putus asa. Akhirnya, dia memintaku untuk mengantar nya ke rumah Pak Zawawi untuk menenangkan diri."

Ana mengangguk faham. Pak Zawawi sendiri adalah adik laki-laki mertuanya yang tinggal di kota S. Yuni dan Tomi memang mengenal pak Zawawi dan juga pernah datang ke rumahnya.

*

*

*

Terima kasih sudah mampir •~♤《 *;*》♤~•

Jangan lupa like, komen, Vote dan share ya....

Bab 3. Kecurigaan Ana

Setelah kejadian yang tidak disangka-sangka itu Ana menjalani hidup seperti biasanya. Ia membuka jasa cetering untuk membantu memenuhi kebutuhan rumah tangga. Farhan yang bekerja sebagai buruh pabrik memiliki gaji yang pas-pasan dan sering tidak dapat mencukupi kebutuhan rumah tangga. Belum lagi dengn dua orang anak yang mulai bersekolah.

Hari itu Ana menerima pesanan untuk memasak nasi kotak sebanyak tiga puluh kotak dan akan diambil sore harinya karena acara akan diadakan malam harinya. Ana sudah mulai memasak pagi hari. Sedangkan untuk berbelanja, sesudah solat subuh Ana pergi ke pasar untuk membeli semua keperluan.

Saat itu siang hari, Farhan baru saja pulang dari bekerja. Dan Ana sudah hampir selesai menyelesaikan pekerjaannya. Hanya tinggal menunggu nasi matang dan siap untuk ditata sebelum diambil oleh pemesan.

Biasanya setelah bekerja Farhan akan menemui Ana meskipun hanya sekedar menanyakan apakah pekerjaan sudah selesai, tetapi siang itu Farhan bukan hanya tidak menemuinya, ia bahkan tidak melihatnya di dapur sama sekali. Sebaliknya, Farhan pergi ke belakang rumah untuk menerima telepon.

Beberapa hari ini, Ana sudah memperhatikan perilaku Farhan yang aneh seperti ini. Biasanya Farhan tidak akan repot-repot pergi ke belakang rumah yang merupakan kebun hanya untuk menerima telepon. Ana tidak bisa untuk tidak curiga mengenai sesuatu.

Ana melihat ke arah kompor yang dia gunakan untuk memasak nasi. Nasi itu masih membutuhkan beberapa waktu untuk matang, jadi dia dengan hati-hati pergi mencari Farhan di belakang rumah.

Dari jauh Ana mendengar Farhan serang berbicara dengan seseorang di telepon. Ia juga akan sesekali tertawa dengan renyah. Ana tidak bisa tidak mengernyitkan alisnya. Siapa yang sedang berbicara dengan Farhan hingga membuat suaminya itu tertawa dengan begitu bahagia?

Seketika, ingatan tentang perselingkuhan yang dilakukan oleh sepupunya terlintas di Ingatannya. Semua tahun yang lalu, sepupu iparnya juga mengalami hal yang sama. Sepupunya selalu menelepon seseorang setiap hari dengan menjauh dari istrinya. Itu berjalan cukup lama hingga membuat semua tetangga yang masih terhitung saudara memberi tahu pada sepupu iparnya jika suaminya mungkin mulai berselingkuh. Hal ini karena tidak sedikit orang yang sama-sama mendengar suara seorang wanita dari seberang telepon.

Tetapi, Sebagai seorang istri, sepupu iparnya mempercayai tanpa syarat suaminya hingga ia mengabaikan ucapan semua orang dan mengatakan pada mereka bahwa itu adalah rekan bisnisnya.

Namun pada akhirnya kebenaran terbongkar. Sepupunya terbukti selingkuh dan bahkan selingkuhannya sampai hamil.

Rumah tangga mereka pun berantakan dan berakhir dengan perceraian. Kedua anak mereka pun menjadi korban. Anak sulung yang laki-laki sudah mengerti kelakuan sangat ayah dan sangat membencinya. Sering mengatakan hal-hal kasar pada ayahnya. Sedangkan anak kedua yang seorang gadis kecil berusia tujuh tahun memilih ikut ayahnya karena merasa ayahnya baik karena selalu memberikannya barang-barang yang bagus.

Mengingat semua itu, Ana menekan dadanya sendiri. Ia tidak mau mencurigai suaminya.

Saat Ana tenggelam dalam lamunan nya sendiri, Farhan mengetahui kedatangannya dan bertanya.

"Ada apa bun? Kok kemari?" Ucap Farhan sambil menutup sisi bawah ponselnya.

"Aku...aku ingin meminta bantuan untuk mengangkat panci yah." Ana mengerahkan mencari alasan yang bagus agar Farhan tidak curiga bahwa ia telah mencurigai nya.

"Oh baiklah. Aku akan segera datang. Kamu matikan saja kompornya dulu." Farhan mengangguk.

"Iya." Ana mengangguk ragu-ragu dan berbalik. Tapi ia tidak bisa menahan rasa penasarannya dan berbalik kembali.

"Ada apa bun?" Farhan yang masih memandang Ana heran dan bertanya.

"Emmm.... siapa yang telepon? Kenapa ke sini?" Ana bertanya dengan hati-hati.

"Oh ini Yuni."

Mendengar jawaban Farhan, Ana mengernyitkan alisnya. Kenapa istri sahabat Farhan ini menghubungi suaminya dengan cara sembunyi-sembunyi?

"Kenapa dia telepon?"

"Ceritanya panjang. Nanti aku akan ceritakan padamu." Farhan berdiri. Ia kemudian berkata pada Yuni yang ada di seberang bahwa ia kanan membantu Ana dan akan menelpon lagi nanti. Ana semakin curiga di dalam hatinya.

Ini Aneh kan? Kenapa masih mau menelpon lagi?

Setelah seharian bekerja, Ana lelah. Ia membaringkan dirinya di depan televisi bersama dengan Farhan dan Rania, putri keduanya karena putri pertamanya tinggal bersama dengan Zubaidah. Ketiganya menonton televisi bersama sambil sesekali bercanda.

Namun di tengah waktu bersama keluarga itu, lagi-lagi ponsel Farhan berbunyi dan Farhan mengangkatnya di tempat lain. Ana meliriknya semakin curiga. Ia tidak berani memikirkan apa yang terjadi jika suaminya benar-benar selingkuh. Meskipun Farhan tidak banyak membantu, peran Farhan sebagai seorang ayah dan suami tidak bisa diabaikan.

Akhirnya, setelah Rania tidur, Ana memberanikan diri untuk bertanya pada Farhan mengenai apa yang terjadi pada Yuni sehingga ia terus menelpon Farhan.

"Rumah tangga mereka berantakan bun." Ucap Farhan langsung saat ia ditanya.

"Maksudnya bagaimana yah? Apa masalah kemarin masih berlanjut?  Bukankah kemarin sudah dijelaskan kalau semua ini adalah kesalahpahaman?" Ana jelas mendengar jika masalah ini sudah diluruskan. Jadi bagaimana bisa rumah tangga mereka malah berantakan?

Farhan menghela napasnya sebelum bercerita. "Aku juga tidak tahu pasti apa yang terjadi." Sejak kejadian itu, Farhan memang sudah tidak pernah lagi pergi ke rumah Tomi.

"Yuni sudah satu minggu lebih dipulangkan ke rumah orang tuanya." Ucap Farhan selanjutnya. Ana tentu saja terkejut.

Jika itu satu minggu lebih, bukankah itu hanya beberapa hari setelah Yuni dan Farhan kembali dari kota S? Ini artinya masalah tidak sesederhana yang ia kira. Masalah ini lebih serius.

"Memang apa yang sebenarnya terjadi yah? Kenapa sampai mereka bisa begini?" Bukankah mereka sebaiknya baik-baik saja? Pertanyaan terpenting adalah, kenapa saat itu Yuni pergi ke rumah kakaknya tanpa suaminya?

Farhan kemudian menceritakan bahwa ketika ia dan Ridwan pergi ke sana, mereka kerap mendengar Tomi mengucapkan hal yang tidak pantas dan juga kasar pada Yuni. Awalnya Farhan dan Ridwan hanya bisa menutup telinga dan mata mereka berpura-pura mereka tidak mendengar. Lalu, belakangan terungkap dari Yuni bahwa Tomi bahkan tidak hanya melakukan kekerasan verbal, tetapi juga kekerasan fisik.

Yuni mencoba untuk bertahan. Jika tidak, bagaimana bisa rumah tangga mereka bisa mencapai sepuluh tahun?

Masalah yang sering mereka perdebatkan adalah masalah anak yang belum juga mereka dapatkan setelah sepuluh tahun menikah. Membuat Yuni merasa kalau keluarga Tomi pilih kasih dengan istri adik iparnya yang sudah memiliki anak hanya dalam satu tahun menikah.

Sebenarnya Yuni pernah hamil. Tetapi pada usia enam bulan bayi itu tiba-tiba hilang dan diganti oleh jin yang bersarang di dalamnya. Selama beberapa tahun mereka menyangka bayi itu masih ada di dalam karena memang ada orang tang akan mengandung selama beberapa tahun. Apalagi Yuni dan Tomi sama sekali tidak bisa pergi ke dokter untuk memeriksa karena setiap mereka akan menjadi pergi, akan selalu ada halangan yang menyebabkan mereka tidak bisa memeriksakan kandungan itu.

Siapa yang sangka setelah beberapa tahun mereka percaya jika di dalam kandungan Yuni masih ada bayi ternyata salah besar dan menemukan adanya jin yang dikirim oleh seseorang. Setelah perjuangan, perut Yuni yang awalnya besar seperti orang hamil akhirnya kempis seperti sedia kala.

Setelah itu, Yuni juga beberapa kali hamil lagi. Tetapi selalu keguguran tidak sampai tiga bulan.

Hal ini membuat Yuni tertekan. Apalagi menghadapi Tomi yang sering berbicara kasar dan berlaku kasar padanya.

Sebagai puncaknya, hari itu mereka bertengkar hebat dan kejadian itu pun terjadi. Yuni meminta Tomi untuk mengantar nya ke rumah kakaknya untuk menenangkan diri. Tetapi Tomi tidak mau mengantar nya sehingga Yuni pun meminta bantuan Ridwan. Namun Yuni tidak mengira Tomi akan memperketat suasana dengan mengatakan pada kakak Yuni bahwa Yuni telah pergi bersama laki-laki lain dan bahkan mengancam akan melaporkan Ridwan ke kantor polisi jika Yuni tidak diantarkan kembali.

"Lalu kenapa Yuni meneleponmu yah?" Bukankah ini tidak pantas? Sebagai seorang wanita yang sedang mengalami masalah rumah tangga, akan sangat tidak pantas untuk menghubungi laki-laki lain untuk bercerita kan? Namun Ana tidak mengatakan semuanya. Dan menyimpannya sendiri di dalam hatinya.

"Itu karena Yuni ingin meminta tolong untuk membantunya mencarikan surat cerai."

"Mencari surat cerai? Bukankah ia memiliki banyak saudara yang bisa membantunya? Kenapa harus meminta bantuan?"

"Itu karena keluarganya tidak setuju."

Yah. Hampir semua keluarga tidak akan mengizinkan ada rumah tangga yang bercerai.

*

*

*

Terima kasih sudah mampir •~♤《 *;*》♤~•

Jangan lupa like, komen, Vote dan share ya....

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!