NovelToon NovelToon

Portal Menuju Dongeng

Prologue

Lindsey adalah gadis yang ceria, baik hati, dan suka menolong. Paling sering berkhayal tentang dunia dongeng. Dirinya percaya bahwa pernah melihat secara langsung proses alur cerita di setiap dongeng yang pernah ia baca. Tapi, ia berpikir bahwa itu sangat mustahil bukan?

Cerita itu kan hanya khayalan dan imajinasi belaka. Pikirnya seperti itu.

Lindsey adalah pendongeng yang sangat ekspresif. Dia juga sering pergi ke panti asuhan dekat dengan sekolahnya untuk bercerita pada anak-anak di sana. Hal itu ia lakukan rutin setiap pulang sekolah.

Di satu sisi, ia percaya bahwa dongeng itu bukan hanya fantasi semata. Selalu ada pelajaran berharga yang bisa dikutip dari tiap alur cerita. Baik dan buruk kisah yang diceritakan, itu merupakan pelajaran berharga bagi dirinya.

Membaca dan menceritakan kembali dongeng-dongeng masa lalu merupakan hobinya sejak umur 12 tahun. Hal itu berawal dari sang mama yang selalu menceritakan cerita dongeng pada Lindsey sebelum tidur, sejak saat itulah ia sangat tergila-gila pada cerita dongeng.

Jika tidak mendengar satu cerita pada malam hari, Lindsey tidak akan bisa tidur. Bahkan, mamanya pernah mengarang cerita untuk Lindsey karena ia sudah kehabisan cerita dongeng. Maklum saja toh, sudah lebih dari 100 cerita dongeng yang diceritakan sang mama hanya untuk Lindsey.

Kini usianya sudah menginjak 16 tahun, Lindsey berusaha untuk membaca setidaknya satu cerita dongeng sebelum tidur, kalau tidak ada ia pun akan membaca cerpen tentang fantasi. Dia juga sering membaca ulang cerita yang sudah pernah dibacakan oleh mamanya atau pun yang pernah dibacanya sendiri. Karena menurutnya dongeng itu menyenangkan, ia menganggap bahwa dongeng sudah mendarah daging ke dalam tubuhnya.

...***...

Di musim dingin yang bersalju, seorang gadis cantik dengan rambut kecoklatan tengah berjalan menyusuri kota London sambil membaca buku tebal di tangannya. Gadis itu baru saja kembali dari perpustakaan setelah meminjam sebuah buku tua tentang cerita dongeng. Buku itu berisi tentang cerita dongeng di berbagai belahan dunia. Terdapat 10 sub bab yang isinya mencapai lebih dari 500 halaman.

Lindsey berjalan santai dan matanya selalu tertuju pada tulisan di setiap baris buku. Ketika ia sedang fokus pada bacaannya, di penghujung jalan sana ia melihat seorang wanita paruh baya sedang duduk dengan tubuh meringkuk. Dari kejauhan, wanita itu terlihat kurus kering. Terlihat jelas dari bentuk pipinya yang tirus. Wanita itu terus memandang toko kue terkenal di kota London itu, dengan harapan bahwa akan ada seseorang yang memberinya sepotong kue.

Lindsey yang melihatnya merasa iba dan memutuskan untuk masuk ke dalam toko kue itu. Ia membeli sepotong kue red velvet kesukaannya dan cokelat panas yang akan diberikan pada wanita itu.

Lindsey menghampiri wanita itu lalu memberikan kue dan cokelat panas yang baru dibelinya. "Ini untukmu." Lindsey tersenyum ke arah wanita itu.

"Terima kasih, Nak ..." ucap wanita itu.

Lindsey pun duduk di sebelahnya. "Kau pasti sangat lapar," ucap Lindsey yang iba melihat wanita tua itu menyantap kue dan menyeruput cokelat panas dengan lahap.

Wanita tua itu hanya mengangguk pelan sambil terus menyantap kue pemberian Lindsey.

"Kau anak yang sangat baik. Siapa namamu, Nak?" tanya wanita itu dengan suara yang begitu pelan. Lindsey hampir tidak bisa mendengarnya.

"Namaku Lindsey," jawabnya singkat padat jelas.

"Aku punya hadiah untukmu." Wanita itu memberikan Lindsey sebuah kalung permata berwarna biru laut.

"Ini untukku?" tanya Lindsey kebingungan. Wanita itu mengangguk pelan.

Awalnya ia heran, mengapa wanita itu memiliki kalung permata yang bahkan jika dijual bisa untuk membeli makanan atau lebih. Namun karena tergiur dengan keindahan permata itu, ia pun tanpa sadar menerimanya.

"Terima kasih," ucap Lindsey berterima kasih pada wanita itu.

Setelah membantu wanita itu, Lindsey kembali melanjutkan perjalanan menuju rumahnya.

Ia berjalan sambil terus memandangi kalung yang baru saja diberikan oleh wanita tua itu.

"Sangat cantik," ucapnya sambil terus berjalan.

Tiba di rumah, Lindsey disambut oleh mamanya yang sudah menunggu kepulangan sang anak. "Honey, kenapa baru pulang?" tanya Mrs. Lane.

"Sorry, Mom, aku baru kembali dari perpustakaan. Aku ke kamar dulu ya," ucap Lindsey lalu pergi ke kamarnya yang terletak di lantai dua.

Ketika Lindsey hendak bersiap-siap untuk tidur, kalung pemberian wanita tua itu bercahaya sangat terang. Menampilkan kilauan biru lautnya yang menyilaukan mata. Lindsey yang tak kuat karena kilauan permata itu akhirnya memejamkan kedua matanya dan menutupnya dengan kedua tangannya.

Ketika Lindsey membuka kedua pelupuk matanya, dia terkejut karena saat ini dia berada di dalam hutan yang gelap.

"Ini ... di mana ...?" Lindsey masih mencoba memahami sekitarnya. Menoleh sembarang arah dan sangat ketakutan.

"K-kenapa aku bisa di sini? Mom! Kau di mana?!" teriaknya. Namun, tak ada jawaban dari siapa pun kecuali suara lolongan serigala, ditambah dengan kondisi hutan yang sangat gelap.

Lindsey tidak berhasil mencari mamanya, ia juga tidak menemukan apapun di hutan ini.

Akhirnya, Lindsey memutuskan untuk berjalan menyusuri hutan, ia melihat cahaya terang yang berada di ujung hutan. Dengan cepat Lindsey berlari menuju cahaya itu.

Ia melotot karena terkejut dengan apa yang kini tengah dilihatnya.

"I-ini?"

Sepatu Kaca Ella

Lindsey terkejut karena sekarang dirinya berada di sebuah desa terpencil, seperti pusat perdagangan. Banyak sekali orang-orang berlalu lalang.

"Pengumuman!! Bagi para bangsawan di seluruh negeri, hari ini sang raja akan mengadakan pesta dansa untuk mencarikan istri untuk sang pangeran."

Itu adalah suara pengumuman dari salah satu kereta kuda yang baru saja melewati Lindsey.

"Pesta dansa ...? Hah? Sebenarnya ini di mana, sih? Kenapa bisa ada pesta dansa?" Lindsey yang mendengarnya terlihat kebingungan dan hanya terus bertanya-tanya dalam pikirannya.

"Aku harus segera pergi dari tempat ini. Tempat ini aneh sekali." Lindsey kembali melangkahkan kakinya dengan cepat dan meninggalkan desa itu.

Di perjalanan, ia melihat sebuah rumah besar dengan taman bunga yang sangat indah. Kupu-kupu nampak berterbangan mengelilingi setiap kelopak bunga yang bermekaran diikuti siulan burung-burung yang hinggap di pohon pekarangan rumah. Lindsey juga melihat ada seorang gadis cantik berambut pirang sedang menyirami tanaman di sekitar taman bunga itu. Sesekali gadis itu menyanyi mengikuti siulan burung-burung yang hinggap di pohon.

"Cinderella! Cepat kemari!" Tiba-tiba seseorang memanggil nama yang tidak asing bagi pendengaran Lindsey, dari dalam rumah besar itu.

"Cinderella?" Lindsey kembali bertanya-tanya.

"Iya, kak! Aku datang!" sahut gadis yang sedari tadi menyirami bunga.

"Eh? Jangan-jangan gadis pirang itu, Cinderella?" ucapnya menduga.

"Astaga, ini tidak masuk akal. Masa sih ini tempat Cinderella? Ya ampun, ini gila!" ucap Lindsey semakin bingung, "tapi, bagaimana bisa?" sambungnya.

Bukankah Lindsey sangat mempercayai bahwa dongeng itu nyata? Kenapa dia masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya saat ini?

"Tentu saja bisa, Lindsey." ucap seseorang.

"S-siapa itu?" Lindsey terkejut dengan suara misterius itu. Dia tak melihat apapun di sekitarnya, yang terlihat hanya burung dan kupu-kupu yang masih berada di tempat mereka.

"Aku berbicara melalui kalung ini," ucap sosok misterius itu kembali.

"Kalung?" Lindsey langsung mengarahkan pandangannya ke kalung permata biru laut yang sudah melingkar di lehernya.

"Tenang saja Lindsey, kau akan baik-baik saja. Tugasmu hanya mengamati cerita dongeng yang ada di sini, jika ada yang harus kau lakukan jangan sungkan untuk melakukannya. Kau juga harus ingat, kalau kau tidak bisa mengubah cerita yang sudah dibuat." jelas kalung itu.

"Apa maksudmu? Aku tidak bisa, ini semua hanya mimpi, ayo bangun Lindsey," ucapnya masih tidak percaya. Ia terus menepuk wajahnya.

"Ini bukan mimpi, kau harus menyelesaikan tugasmu disini. Jika tidak, kau tidak akan bisa kembali ke duniamu sebelum tugas-tugas itu selesai. Kau mengerti?"

"Kenapa harus aku yang melakukannya?"

"Karena kau orang yang terpilih,"

Tiba-tiba kalung itu kembali bersinar menampilkan kilauan biru lautnya. Lalu suara misterius itu menghilang dengan sendirinya.

"Tunggu! Aku belum selesai bicara!" teriak Lindsey.

"Sekarang aku harus bagaimana?" Lindsey tertunduk.

"Baiklah, aku akan mengikuti alur ceritanya sampai selesai." ucap Lindsey pasrah.

Lindsey diam-diam menyelinap ke rumah besar itu. Rumah dimana Cinderella berada.

"Apa aku harus membantu Cinderella?" ucap Lindsey masih kebingungan.

"Lebih baik aku amati saja dulu jalan cerita di sini," sambungnya sambil terus mengintip di luar jendela rumah Cinderella.

"Cinderella! Cepat bawakan aku kue dan teh!"

"Cinderella! Sisir rambutku!"

"Iya, Kak! Tunggu sebentar!"

"Cepat! Kau ini lamban sekali! Aku tidak mau menunggu!"

"Astaga! Apa aku harus melihat Cinderella diperbudak seperti itu?" gerutu Lindsey.

Beberapa lama kemudian, Cinderella pun kembali ke kamarnya, ia juga terlihat sangat kelelahan akibat terus diperintah oleh Ibu maupun kakak tirinya yang kejam. Ia berbaring di tempat tidurnya sambil menangis.

"Ayah ... Ibu, aku merindukanmu ..." lirih Cinderella sambil terus mengusap wajahnya karena air mata.

Ning nong!

Saat Cinderella sedang berbaring di tempat tidurnya, ia mendengar suara bel pintu rumah berbunyi. Dengan cepat Cinderella bangkit dari tempat tidurnya lalu berlari untuk membukakan pintu.

Cinderella membuka pintu rumah dengan wajah yang sudah sangat kelelahan.

"Siapa, ya?" tanya Cinderella pada orang itu.

"Aku adalah pengawal istana kerajaan yang diutus oleh sang raja untuk membacakan undangan bagi para bangsawan yang ada di negeri ini." jawab sang pengawal itu.

"Undangan?"

"Ahh ... ada pengawal istana rupanya, silahkan masuk, Tuan." Tiba-tiba Ibu tiri Cinderella datang dan mempersilahkan pengawal itu untuk masuk ke dalam rumah.

"Cinderella, cepat panggil kakak-kakakmu!" titah Ibu tiri pada Cinderella. "Setelah itu pergi mencuci pakaian!" titahnya lagi.

"Baik, Ibu ..." Cinderella hanya pasrah atas perintah sang ibu.

"Siapa gadis itu?" tanya pengawal yang penasaran.

Sang ibu tiri terkekeh pelan. "Dia hanya pembantu di sini," jawab ibu tiri dengan senyum sombongnya.

"Apa gerangan Tuan datang ke istana kecilku?" tanya Ibu tiri pada pengawal.

Sang pengawal membuka surat undangan itu lalu membacanya dengan keras. "Malam ini sang raja akan mengadakan pesta dansa untuk merayakan hari ulang tahun putera tunggalnya. Ia juga akan mencarikan pasangan yang cocok untuk sang Pangeran. Pihak kerajaan mengundang para bangsawan di negeri ini untuk hadir di pesta tersebut."

Pengawal itu menutup lembaran undangan yang ada di tangannya dan kembali duduk sambil menyeruput segelas teh.

"Sebuah pesta dansa? Itu sangat mengagumkan!" seru salah satu gadis yang tengah menuruni tangga.

Pengawal menoleh ke arah dua gadis itu. "Siapa mereka?" tanyanya.

"Mereka adalah anak-anakku, yang kelak akan menjadi calon pasangan Pangeran," ucap Ibu tiri dengan percaya diri.

Kedua gadis itu pun tersenyum lebar mendengar pujian sang ibu.

"Cih! Mereka tidak pantas untuk pangeran. Yang pantas itu Cinderella!" gerutu Lindsey yang sedari tadi mengintip di balik jendela.

"Baiklah, kalau begitu saya permisi." Pengawal itu pun memutuskan untuk pergi dan kembali ke kereta kuda miliknya.

"Saya akan mengantarmu, Tuan."

Ibu tiri Cinderella pun mengantar pengawal istana ke depan pintu gerbang rumahnya.

"Hari ini aku pakai gaun apa, ya? Aku harus kelihatan cantik saat pesta nanti," ucap kakak tiri pertama.

"Aku juga, lebih baik kita mulai bersiap-siap." sahut kakak tiri kedua.

"Yuhuuu! Cinderella, cepat ke kamarku! Bantu aku bersiap-siap." Kedua Kakak tiri itu kembali memerintah.

Cinderella yang sedang membersihkan lantai pun hanya bisa pasrah melakukan semua perintah itu.

"Hei, Cinderella! Cepat sisir rambutku!" bentak kakak tiri pertama.

"Cinderella! Di mana sepatuku?" teriak kakak tiri kedua.

"Tunggu sebentar, aku akan mencarinya," ucap Cinderella lalu bergegas mencari sepatu yang diinginkan sang kakak.

Ketika Cinderella kembali menyisir salah satu rambut kakak tirinya, sang kakak bertanya pada Cinderella. "Hei Cinderella, apa kau tidak datang ke pesta itu?"

"Apa aku boleh ikut?" jawabnya, Cinderella nampak mulai menunjukkan rasa senang di wajahnya.

"Tentu saja. Tapi, apa kau punya gaun yang bagus untuk pergi?"

"Kalau kau datang menggunakan gaun itu, nanti kau akan dikira pelayan di sana."

"Tapi, kau memang pelayan, kan? Hahaha!" sahut Kakak tiri kedua. Wajah yang tadinya senang tiba-tiba sirna begitu saja saat sang kakak kembali mengejek dan menertawakan Cinderella. Bahkan, Cinderella sudah tak kuasa menahan air matanya, hingga dia menangis sambil terus menyisir rambut kakaknya.

"Ih! Jahat sekali!" Kali ini Lindsey kembali menggerutu. Ia tak bisa melakukan apapun saat ini. Yang bisa ia lakukan hanya melihat dan mengamati.

"Aku merasa seperti menonton drama di sini. Kapan cerita ini akan berakhir?"

...***...

Sepatu Kaca Ella (2)

Akhirnya malam pun tiba. Ibu dan kedua kakak tiri Cinderella telah berangkat ke istana untuk menghadiri pesta dansa.

Cinderella hanya bisa melihat ibu dan kakak tirinya berangkat dari jendela kamarnya. Saat ini dia sangat sedih, karena tidak bisa pergi ke pesta dansa itu. Padahal, dia ingin sekali pergi. Namun, Cinderella tak punya gaun secantik milik kedua kakak tirinya.

Ketika rumah sudah sangat sepi, Lindsey yang melihat Cinderella sedang sedih mengambil kesempatan untuk masuk ke dalam rumah dan menemui Cinderella.

"Psstt ... Cinderella." Lindsey berusaha memanggil.

Cinderella yang terkejut hanya bisa menoleh ke sembarang arah untuk mencari sumber suara tersebut.

"Siapa itu?!" Wajah Cinderella nampak panik.

"Aku di sini," ucap Lindsey sambil melambaikan satu tangannya.

Cinderella pun menoleh ke arah jendela dan membukanya.

"Kau siapa?" tanyanya.

"Aku Lindsey. Jangan takut, aku tidak akan menyakitimu," ucap Lindsey, ia berusaha membuat Cinderella percaya padanya.

"Sekarang ikut aku keluar. Kau mau ke pesta dansa itu, kan?" rayu Lindsey pada Cinderella.

"Bagaimana kau bisa tahu?"

"Ayo ikut saja,"

Lindsey menarik tangan Cinderella dan pergi menuju halaman belakang.

"Untuk apa kita ke sini?" tanya Cinderella.

"Kau tunggu saja, sebentar lagi ibu peri akan datang untuk membantumu." jawab Lindsey sambil senyum-senyum.

"Ibu peri? Di mana?"

"Tunggu saja, dia akan segera datang."

Lindsey yang percaya akan kedatangan ibu peri terus menunggu hingga waktu sudah menunjukkan pukul 9 malam.

"Loh? Kenapa ibu peri itu tidak datang? Padahal sebentar lagi sudah mau pukul 12 malam." Lindsey bertanya-tanya.

"Memangnya kenapa jika pukul 12 malam?" Cinderella yang sudah mulai bosan menunggu akhirnya bertanya pada Lindsey.

"Eh? Bagaimana cara menjelaskannya, ya?" Lindsey terlihat kebingungan untuk menjawab pertanyaan Cinderella. Ia tidak mungkin menjawab bahwa tepat pukul 12 malam semua keajaiban akan kembali seperti semula. Pasti jawaban itu akan sulit dimengerti oleh Cinderella. Dan mungkin bisa mempengaruhi alur cerita di sini.

"Lindsey, kau harus ingat. Selesaikan tugasmu secepatnya, karena waktumu hampir habis di tempat ini." Kalung Lindsey kembali bersinar dan bicara untuk memperingatkannya.

Eh? Kalung ini bicara lagi. Gumamnya.

"Bagaimana caranya? Ibu peri itu tidak datang untuk membantu Cinderella," jelas Lindsey pada kalung itu

"Apa kau bicara padaku?" Cinderella kebingungan saat Lindsey berbicara sendiri. Dia pikir Lindsey yang mengajaknya bicara. Ternyata bukan.

"Kau tidak perlu menunggu kedatangan ibu peri itu. Karena kaulah yang akan membantu Cinderella untuk pergi ke pesta dansa itu."

"Caranya?"

"Tetapkan hatimu. Lalu wujudkan,"

"Aku tidak mengerti, tolong jelaskan lebih rinci lagi, kalung!"

"Kau sedang berbicara dengan kalung itu?" tanya Cinderella. Namun Lindsey tak menghiraukan pertanyaan Cinderella.

"Ada satu hal lagi yang perlu kau ingat. Kau tidak boleh mengubah alur cerita di dalam dongeng ini maupun yang lainnya. Kalau sampai itu terjadi, maka kau tidak akan pernah kembali ke duniamu. Kau mengerti!"

"Hah?! Itu tidak adil, aku tidak mau terjebak di dunia dongeng. Apa yang harus aku lakukan?" ucap Lindsey sambil berteriak.

"Jadi, apa ibu peri itu akan benar-benar datang?" Lagi-lagi Cinderella kembali bertanya. Lindsey pun tetap diam dan tidak menjawab pertanyaan Cinderella.

"Tetapkan dan wujudkan? Apa maksudnya?" ucap Lindsey masih tidak mengerti.

"Aaaa! Sudah tidak ada waktu lagi, kalau begini caranya Cinderella tidak akan bisa ke pesta dansa itu. Ibu peri itu tidak bisa diandalkan!" ucapnya sangat kesal.

"Seandainya aku bisa mewujudkan keinginan Cinderella untuk pergi ke pesta dansa itu, mengenakan gaun indah sebiru laut, memakai sepatu kaca, dan pergi ke istana menggunakan kereta kuda dari sebuah labu!" ucap Lindsey dengan suara lantang.

Ting!

Ucapan Lindsey yang asal itu membuat kalung yang tengah dikenakannya bersinar dan merubah penampilan Cinderella yang saat ini telah mengenakan gaun sebiru laut dan memakai sepatu kaca yang sangat berkilau. Labu yang sudah dipersiapkan pun telah menjadi kereta kuda.

Lindsey membuka lebar-lebar mata dan mulutnya karena terkejut dengan apa yang baru saja dilihatnya. Sihir.

"Dari mana kau mendapatkan gaun dan sepatu kaca itu? Lalu, kereta kuda it--" tanya Lindsey pada Cinderella yang ikut kebingungan.

"Aku tidak tahu, tiba-tiba semua terjadi begitu saja setelah kau mengucapkannya." Cinderella pun juga sangat kebingungan.

"Ucapanku? Yang mana?" Lindsey masih sangat kebingungan dengan dirinya sendiri.

"Aku mengerti, ucapanku tadi yang membuat semua ini menjadi kenyataan. Itu berarti, kau harus cepat ke istana!" suruhnya pada Cinderella untuk segera menaiki kereta kuda dan pergi ke istana.

"Baiklah." Cinderella pun menuruti perintah Lindsey untuk segera naik ke kereta kuda dan berangkat ke istana.

Kereta kuda itu pun melaju dengan cepat menuju istana. Lindsey yang melihatnya turut senang karena ia tepat waktu.

Apa mungkin ini sejenis sihir? Aku tidak percaya kalau barusan aku memang memakai sihir. Batin Lindsey.

"Eh, Cinderella! Kau harus kembali sebelum pukul 12 malam!" teriak Lindsey.

"Baik Ibu peri!"

"Eh? Dia memanggilku apa? Ibu peri?" Lindsey tercengang mendengar ucapan Cinderella yang menganggapnya sebagai ibu peri.

Karena rasa penasaran Lindsey pada Cinderella amat besar, ia pun menyusulnya ke istana untuk memastikan semua alur cerita berjalan semestinya.

Lagi-lagi ia mengucapkan sesuatu yang aneh, ia berharap akan mengendarai seekor kuda putih menuju istana kerajaan. Padahal Lindsey tidak pernah mengendarai apalagi menaiki seekor kuda.

"Sangat keren!"

Ajaibnya, Lindsey menaiki dan mengendarai kuda itu dengan penuh percaya diri. Bahkan seperti sudah terbiasa menaiki kuda.

Tiba di istana, Lindsey berhenti sebelum benar-benar masuk ke dalam. Ia harus memikirkan sesuatu sebelum penjaga istana mengetahui siapa dirinya. Bisa-bisa dia langsung diusir.

Apa aku harus menyamar? Batinnya.

Dan benar saja, Lindsey menyamar menjadi seorang pelayan untuk bisa masuk ke dalam istana.

"Menjadi pelayan adalah hal yang sama sekali tidak keren." gerutunya.

Tiba di dalam istana, Lindsey melihat Cinderella dan Pangeran sedang berdansa bersama. "Ya ampun, mereka benar-benar cocok."

Teng ..! Teng ..!

Lindsey yang sedang asik mengamati Cinderella berdansa, terusik saat mendengar suara jam besar yang terpajang di ujung ruangan pesta.

"Sudah pukul 12 malam. Tapi, kenapa Cinderella masih berdansa dengan sang Pangeran?" ucap Lindsey.

"Aih! Jangan-jangan dia lupa. Tidak ada pilihan lain, aku harus memperingatkannya!"

Dengan cepat Lindsey berlari ke arah Cinderella yang masih asik berdansa dengan sang Pangeran. Lindsey berusaha memberi isyarat pada Cinderella untuk segera meninggalkan istana. Akhirnya Cinderella menyadari keberadaan Lindsey dan dengan cepat meninggalkan istana.

"Tunggu! Kau mau ke mana? Pesta ini belum selesai." tanya sang Pangeran.

"Maaf Pangeran, aku harus pergi."

"Tapi, aku belum tahu siapa namamu?" tanya Pangeran pada Cinderella, namun ia berlari tak menghiraukan pertanyaan sang Pangeran padanya.

"Aduh! Kenapa sepatu kaca Cinderella tidak terlepas juga dari kakinya? Padahal dia sudah berlari," ucap Lindsey masih terus memperhatikan Cinderella yang berlari menuju kereta kuda.

Apa aku harus turun tangan? Pikirnya.

Saat Cinderella sampai di depan pintu istana, ia ditarik oleh Lindsey untuk bersembunyi di sekitar semak-semak taman istana.

"Ibu peri?" Cinderella terlihat kebingungan dengan kedatangan Lindsey yang tiba-tiba menariknya ke semak-semak.

"Sstt! Diamlah,"

"Kenapa Ibu peri ada di sini?" tanya Cinderella.

"Hei, jangan panggil aku Ibu peri. Aku ini masih remaja," cicit Lindsey yang tak ingin dipanggil ibu peri oleh Cinderella.

Apa aku setua itu? Batinnya.

"Sekarang, lepaskan sepatu kacamu!" perintah Lindsey.

"Kenapa?"

"Sudah, lepaskan saja,"

"Iya." Cinderella pun menuruti perintah Lindsey untuk melepaskan sepatu kaca dari kakinya. Setelah itu, ia langsung memberikannya pada Lindsey.

Dengan cepat Lindsey melempar sepatu kaca itu tepat di depan Pangeran yang terlihat sedang sibuk mencari keberadaan Cinderella. Untungnya sepatu kaca itu tidak pecah (karena ajaib)

"Eh? Ini kan, sepatu milik gadis itu." Sang Pangeran pun menyadari keberadaan sepatu kaca milik Cinderella tepat di bawah tangga.

"Pengawal! Cepat cari pemilik sepatu ini!" perintah Pangeran pada seluruh pengawal istana.

"Cinderella, kita harus segera pergi dari sini," ucap Lindsey.

"Baiklah,"

Lindsey dan Cinderella pun pergi menjauh dari istana. Mereka tidak boleh sampai ketahuan oleh para pengawal suruhan Pangeran, mereka juga harus sampai di rumah Cinderella sebelum ibu dan kakak tirinya sampai terlebih dahulu.

Setelah perjalanan menuju rumah mengendarai kuda putih Lindsey, akhirnya mereka pun sampai tepat waktu sebelum Ibu dan kakak tiri Cinderella sampai.

"Terima kasih Lindsey. Berkat bantuanmu aku bisa datang ke pesta dansa, aku benar-benar sangat bahagia," ucap Cinderella menunjukkan raut wajah bahagia.

"Tapi ini belum berakhir,"

"Maksudnya?" Cinderella bingung dengan ucapan Lindsey padanya.

"Tunggu saja sampai besok,"

"Baiklah, kalau begitu aku masuk dulu," kata Cinderella lalu masuk ke dalam rumah.

Setelah Cinderella masuk ke dalam rumah. Lindsey yang mendengar kata Cinderella hanya bisa diam dan memikirkan nasibnya.

"Apa aku harus tidur di halaman belakang rumah Cinderella untuk menunggu hari esok?" keluh Lindsey lalu pergi ke taman belakang.

Terpaksa, Lindsey harus tidur di halaman belakang rumah Cinderella untuk menunggu hari esok. Karena, besok adalah hari dimana Pangeran membawa Cinderella ke istana untuk menjadikannya pasangan hidup.

...***...

Keesokan paginya, Cinderella seperti biasa bangun lebih awal dari ibu dan kakak tirinya untuk beres-beres rumah. Seperti mencuci pakaian, menyapu lantai, menyirami tanaman di halaman belakang, dan kegiatan rutin yang biasa ia lakukan.

"Hoam! Sudah pagi?" ucap Lindsey sambil terus menguap.

"Oh iya, apa pengawal istana sudah datang?" Lindsey mulai bertanya-tanya pada dirinya sendiri.

"Aku harus melihatnya." Dengan cepat Lindsey langsung berdiri dan melihat keadaan Cinderella dari balik jendela.

Dan benar saja, saat ini pengawal istana tengah bertanya-tanya pada ibu tiri Cinderella mengenai sepatu kaca yang ditinggalkan Cinderella saat pesta dansa semalam.

Satu persatu kakak tiri Cinderella mencoba memakai sepatu kaca itu. Alhasil, tidak ada yang muat.

"Apa aku boleh mencobanya?" Cinderella memberanikan diri bertanya pada pengawal untuk mencoba sepatu itu.

"Tentu saja Nona, silahkan." Sang pengawal menyetujuinya.

"Hahaha! Hei Cinderella, tidak mungkin sepatu kaca itu muat di kakimu!" Kedua kakak tiri Cinderella mengejek dan menertawakannya. Cinderella yang tengah mencoba sepatu itu tidak terusik dengan ejekan sang kakak.

"Bagus sekali Cinderella! Dengan begini tugasku akan selesai," umpat Lindsey.

Tiba-tiba, sepatu kaca yang sedang dicoba oleh Cinderella bersinar sangat terang. Dan seketika itu gaunnya berubah seperti yang ia pakai pada saat pesta dansa semalam.

"Hah!? Cinderella adalah Putri yang semalam berdansa dengan sang Pangeran!?" seru kedua kakak tiri Cinderella sambil menganga lebar.

"Akhirnya, aku menemukan gadis pemilik sepatu kaca ini," ucap pengawal itu kegirangan.

"Syukurlah Cinderella, dengan begini hidupmu tidak akan sengsara lagi." ucap Lindsey yang bahagia melihat akhir cerita Cinderella.

Ting!

Tiba-tiba, kalung Lindsey bersinar sangat terang, dan menunjukkan cahayanya yang menyilaukan mata. Lindsey yang tak kuat melihat cahaya itu pun langsung memejamkan kedua matanya. Saat cahaya itu meredup, ia kembali membuka matanya dan melihat ke sekelilingnya yang dipenuhi oleh warna putih.

"Salju?"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!