Seorang anak kecil berusia lima tahun kini tengah menatap seorang wanita yang terbujur kaku tak berdaya. Matanya yang kosong kini tengah menangis tanpa suara. Jemarinya saling bertautan kuat seolah menahan rasa yang seperti ingin mendobrak dari hatinya.
Dia adalah Lora Queenera.
" Lora, Bibi turut berduka cita atas meninggalnya Ibumu. " Ucap seorang wanita kepadanya. Tak hanya berucap, wanita paruh baya itu juga memeluk erat tubuh Lora berharap agar Lora tak begitu terpukul dan tetap semangat menjalankan hidupnya.
Masih tak ada jawaban, entah sudah berapa banyak tetangga yang datang untuk mengucapkan kata turut berduka cita, tapi anak lima tahun itu masih tak bergeming. Matanya tak lepas dari wajah Ibunya yang tertutup kain seolah menuntut jawaban atas apa yang terjadi sekarang.
Pemakaman sudah selesai, tapi Lora masih tak berekspresi, beberapa tetangga sudah banyak yang bertanya apakah dia baik-baik saja atau tidak, tapi Lora masih tetap diam membisu. Ketika sampai dirumah yang sudah ditinggali bersama dengan Ibunya beberapa bulan terakhir, Lora menjadi begitu emosional saat melihat potretnya bersama sang Ibu yang tengah tersenyum begitu indah. Lora menatap tajam seolah dia marah hingga matanya merah dan mengeluarkan air mata. Dia meraih photo itu dan melemparnya di lantai dengan kuat.
Prang!
Lora tak bersuara, dengan mata tajam yang terus meneteskan air mata itu dia tetap menatap dengan tajam.
" Pembohong! " Ucap Lora kepada photo yang ia banting ke lantai. Marah, tangannya juga mengepal kuat hingga gemetar.
" Ibu bilang akan menjagaku selamanya, Ibu bilang akan selalu ada untukku! Pembohong! " Lora kini mulai sesegukan tapi matanya tetap menatap marah. Dia marah, kecewa, juga sangat sedih dengan apa yang terjadi. Usianya baru lima tahun, tapi dia harus tinggal sendiri tanpa Ibunya lagi padahal kata-kata manis yang selalu di ucapkan oleh Ibunya semua tentang cinta, janji akan menemani, menjaga, juga merawat sampai dewasa. Kemana? Dimana? Janji itu menghilang kemana? Kenapa orang mudah sekali berjanji dan mati begitu saja sebelum memenuhi janjinya?
" Aku benci! Aku benci Ibu! Ibu seharunya tidak boleh mati sendirian, Ibu seharunya membawaku, aku tidak bisa kalau tidak bersama Ibu. " Lora duduk lemas di lantai sembari terus menangis. Sekarang dia harus kemana? Dengan siapa dia akan hidup? Kalaupun ingin mencari Ayah dan saudari kembarnya itu juga tidak mungkin karena mereka sudah tinggal di luar negeri semenjak perceraian orang tuanya.
" Lora? " Seorang wanita yang tak lain adalah sahabat dari Ibunya kini datang ke rumah karena mendengar barang pecah.
" Lora, ikutlah bersama Bibi ya? Biarkan Bibi menjagamu, Bibi Janji akan baik padamu. "
Ukuran tangan itu, dan senyum hangat itu nampak tulus. Lora yang saat itu hancur dan kehilangan arah hanya bisa menyodorkan tangannya untuk meraih tangan hangat yang terulur kepadanya.
Hari demi hari Lora habiskan sebisa mungkin menjadi anak berbakti, dia sama sekali tak pernah manja. Dia mengerjakan segala apa yang dia bisa, mulai dari mengerjakan pekerjaan rumah tangga, membantu menjaga anak dari wanita yang merawatnya, bahkan bersekolah pun hampir tidak pernah Lora membawa uang saku karena memang merasa tidak enak. Tapi, hari ini seolah semua pengorbanannya tak cukup, Lora yang saat itu telah berusia enam belas tahun harus merasakan pedihnya luka kehidupan saat suami dari wanita yang mengasuhnya melecehkannya. Menyedihkan? Iya! Tapi penderitaan Lora tak cukup sampai disitu saja.
Semenjak kejadian pelecehan yang dilakukan oleh suami dari wanita yang merawatnya, Lora tak lagi berani keluar dari kamar kalau pria itu ada di rumah, dia menjadi semakin pendiam, bahkan makan pun sehari sekali, kadang juga tidak makan kalau seharian pria itu ada di rumah.
Tibalah hari ini, hari dimana Lora lulus sekolah menengah atas, wanita yang merawatnya, atau sebut saja Ibu angkat ternyata tak setulus itu merawatnya. Dengan dalih merasa iba, dia memberi tempat tinggal dan juga makan untuk Lora, tapi kenyataannya dia menyimpan maksud tersembunyi selama ini. Ibu angkatnya ternyata memiliki hutang besar dengan seorang yang terkenal kaya dan sudah memiliki dua istri, niatnya adalah untuk menyodorkan Lora sebagai bentuk pembayaran. Melihat Lora yang begitu cantik, pria itu tentu saja tak menolak, dengan segera dia menyetujuinya dan menunggu tepat saat Lora lulus sekolah menengah atas.
Andaikan bisa seperti kebanyakan cerita di novel yang lari dari pernikahan dan menemukan cinta baru juga seorang pangeran, maka itu berbanding terbalik dengan Lora. Gadis itu hanya bisa menangis pilu karena tak bisa kabur barang selangkah pun, dan terpaksa menikah dengan pria tiga puluh tahun itu.
" Lepas bajumu, atau aku yang akan melepasnya? " Tanya pria itu, pria yang sekejap mata telah menjadi suaminya. Dia adalah Hanzel, anak dari pengusaha kaya, dan kini dia juga adalah penerus usaha sang Ayah. Tak heran memang kalau dia sudah memiliki dua istri sebelumnya, karena selain dia kaya, dia juga memiliki paras yang sangat tampan.
" Tuan, tolong jangan lakukan ini. " Pinta Lora, gadis cantik itu hanya bisa menggenggam erat menahan rasa takut hingga tubuhnya gemetar. Padahal bukan keinginannya seperti ini, lalu kenapa dia tidak memiliki pilihan lain?
Pria itu tersenyum miring, tatapannya terlihat begitu ingin menerkam Lora.
" Kau pikir uang empat ratus dua puluh juta itu sedikit? Uang itu bahkan tidak pantas untuk membeli mu. Jadi jangan menguji kesabaran ku, setidaknya kau harus menunjukkan bahwa kau bisa melakukan sesuatu yang menyenangkan agar aku tidak merasa sayang dengan uang itu. "
Lora mengigit bibir bawahnya dengan mata yang tak henti menitihkan air mata. Kenapa? Padahal bukan dia yang berhutang, tapi kenapa dia harus membayarnya, bahkan juga harus dengan tubuhnya juga.
" Tuan, tolong jangan begini. " Lora meminta dengan tatapan memohon saat Hanzel meraih dagunya dan membuat wajahnya terangkat menatapnya.
" Aku benar-benar penasaran, apakah kau sungguh gadis baik-baik, atau sedang memakai topeng. " Hanzel menarik lengan Lora, menyeretnya untuk dia hempaskan ke atas tempat tidur mengabaikan bagaimana Lora terus menangis dan memohon untuk dilepaskan.
" Jangan! Tuan, aku mohon jangan! " Hanzel tak mendengarnya, dia justru menjadi lebih semangat untuk melakukan apa yang memang dia inginkan. Dengan tak sabaran Hanzel merobek baju yang dikenakan Lora, melepas paksa semua kain yang melekat di tubuhnya, menahan kedua tangan Lora ke atas kepala, meregangkan kedua kakinya dan tanpa perduli mulai melakukan kegiatan suami istri.
" Rasanya memang sempit, tapi aku yakin itu bukan yang pertama bagimu kan? "
Lora memegangi kain untuk menutup tubuhnya. Hanya suara tangis yang keluar dari bibirnya. Entah kapan penderitaan ini akan berakhir, tapi setelah apa yang terjadi beberapa tahun lalu, dan juga hari ini, dia sudah mulai tak lagi mengharapkan kebahagiaan yang mustahil untuk ia rasakan.
Bersambung.
Setelah malam pertama kemarin, kini Lora hanya tinggal dirumah itu sendiri. Entah kemana semua orang, yang pasti sekarang Lora harus lari dan mendatangi Ibu angkatnya untuk meminta pertolongan, kalaupun memang dia di manfaatkan, setidaknya dia masih berharap akan mendapatkan belas kasih dan di bebaskan dari pernikahan tidak masuk akal itu.
Lora berjalan cepat dengan begitu buru-buru sampai dia tidak berani mengambil sendalnya yang terlepas karena takut akan di tangkap dan dikurung di rumah itu. Sebentar dia memegangi kakinya yang gemetar, juga merasakan perih karena laki-laki yang entah bagaimana ceritanya bisa menjadi suaminya. Sesampainya di rumah Ibu angkat, Lora duduk di kursi teras dengan pelan tak bersuara karena takut ada Ayah angkatnya. Sebentar dia meniup telapak kakinya yang berdarah karena tertusuk batu. Maklum saja, Lora tinggal di pedesaan yang belum banyak fasilitas mewah, jalanan juga masih menggunakan batu Kolar agak tidak licin saat hujan. Setelah dia rasa sedikit berkurang rasa perih di bagian inti juga kakinya, perlahan dia bangkit dan mengetuk pintu meski dia sendiri ketakutan.
Tok Tok
Cukup lama Lora mengetuk pintu, hingga akhirnya pintu terbuka.
" Kak Lora? "
" Arzum? "
" Kakak kemana saja? Aku lapar kak, tidak ada yang menyiapkan sarapan untukku. " Keluh Arzum si bocah yang kini berusia sepuluh tahun.
" Ibu kemana? " Tanya Lora sembari celingukan karena dia takut kalau sampai ada Ayah angkatnya disana.
" Sedang beli makanan, baru saja pergi. Ayo masuk kak, kakak kenapa berdiri di depan saja? " Ajak Arzum lalu menggenggam tangan Lora untuk membawanya masuk. Arzum adalah anak kedua dari orang tua angkatnya, sedangkan anak pertamanya yang bernama Resa bersekolah di kota, kabarnya sih Resa tinggal bersama Bibinya disana dan di sekolahkan hingga kini kuliah karena Bibinya tidak memiliki keturunan.
" Kak, kemarin aku ada PR sekolah dan aku lupa mengerjakannya. " Keluh Arzum yang memang sangat dekat dengan Lora. Dia juga sering menghubungi kakaknya, bahkan sesekali Resa juga pulang untuk mengunjungi orang tuanya, tapi Arzum memang hampir tidak pernah akur dengan kakaknya sendiri.
" Kakak kan sudah bilang Arzum, sepulang sekolah kau harus segera mengerjakan tugas rumah mu supaya kau tidak lupa dan nilai mu tidak kosong. " Baru saja Lora akan bertanya dimana Ayah angkatnya, tapi yang akan ditanyakan malah sudah lebih dulu muncul dengan wajah bajingan menjijikkan.
" Oh, ada Lora ya? "
Lora menelan salivanya dengan wajah ketakutan. Dia ingin bangkit dan lari, tapi sungguh kakinya terasa begitu perih dan sakit. Belum lagi bagian intinya juga terasa ngilu, dan juga perih membuatnya sulit untuk berjalan bebas seperti biasanya.
" Arzum, cepat masuk ke kamarmu! "
Lora semakin ketakutan, melihat wajah Ayah angkatnya menatap dengan penuh maksud membuatnya tak mau lagi berlama-lama. Dengan sekuat tenaga dia bangkit dari duduknya, tapi secepat itu juga Ayah angkatnya menekan pundaknya agar ia tak bisa bangkit.
" Mau kemana, hem? " Dia tersenyum, tapi itu sungguh menakutkan bagi Lora.
" Ayah, aku ingin mengerjakan tugas sekolahku dengan kak Lora. " Ucap Arzum.
" Jangan membantah! Masuk ke kamarmu, atau Ayah akan memukulmu! "
Melihat bagaimana Ayahnya melotot dan menatap dengan tajam, Arzum tidak lagi ingin membantah, segera dia mengikuti perintah Ayahnya dan segera masuk ke dalam kamar nya.
" Kau pasti tidak terpuaskan oleh kakek tua itu kan? Bagaimana kalau Ayah yang baik hati ini memuaskan mu? "
Lora mengernyit bingung. Kakek tua? Apa maksudnya? Bukankah yang dia nikahi adalah seorang pria matang? Sejenak Lora berpikir, tapi merasakan tangan Ayah angkatnya mulai berjalan ingin menyentuh bagian dadanya, segera dia menepis dengan kuat dan kasar.
" Ayah mau apa?! " Sungguh Lora ingin menatap pria bajingan yang sudah menghancurkan harga dirinya itu dengan marah dan berani, tapi dia takut, sungguh sangat takut hingga tak berani menatap lama kedua bola mata Ayah angkatnya.
" Mau apa? Jangan terlalu takut, Ayah hanya ingin memuaskan mu. Kakek tua itu pasti sudah tidak sanggup melayani kan? Sekarang biarkan Ayah yang membuatmu puas. "
" Jangan! " Lora bangkit seraya menepis tangan Ayah angkatnya yang ingin menyentuh bagian dadanya.
" Kau mau pulang, tolong menyingkir dari jalanku, Ayah. "
Pria paruh baya itu justru tersenyum miring dan teru saja menatap Lora dari ujung kaki hingga ujung kepala. Cantik, juga sangat membuat sesuatu dari seorang pria bangkit dengan cepat. Sejujurnya Lora tidaklah secantik gadis cantik yang hidup di kota karena dia sama sekali tak pernah sekalipun merasakan yang namanya perawatan wajah. Bahkan baju yang ia kenakan tak lebih dari tiga lembar untuk cuci kering pakai saja.
" Menyingkir? Tentu saja, tapi biarkan Ayah menyentuh sebentar. "
" Brengsek! Lepaskan aku, bajingan! " Berontak Lora yang dengan kasar menepis tangan Ayah angkatnya yang dengan cepat menyentuh bagian dadanya. Melihat Lora terus memberontak, Ayah angkat menjadi kesal dan menahan tangan Lora dengan satu tangan, lalu satu tangan lagi ia coba gunakan untuk melucuti pakaian yang di gunakan oleh Lora.
Brak!
" Apa-apaan ini?! " Ibu angkat menatap kaget juga marah melihat Lora dan suaminya seperti sepasang orang yang akan melakukan hubungan suami istri. Dengan cepat Ayah angkat menepis tangan Lora yang sedari tadi ia cengkram dengan kuat.
" Dia! Gadis sialan ini yang merayuku! Dia membuka bajunya untuk menggodaku! Dia bilang tidak puas dengan si kakek tua itu dan meminta tolong untuk aku puaskan! Aku sudah menolak, tapi dia terus memaksa. "
" Bohong! Aku tidak melakukan itu, Ibu! Aku datang bukan untuk menggoda, aku- "
" Jangan mengelak! Kalau bukan, untuk apa kau datang kesini huh?! Kau ini pel*cur! "
" Tidak, aku tidak melakukannya, Ibu. Aku benar-benar tidak begitu. "
" Dasar gadis sialan! Tidak tahu malu! " Ibu angkat yang marah karena lebih mempercayai ucapan suaminya menarik rambut Lora dengan kuat, menyeretnya keluar rumah dengan paksa dan mengabaikan saja rintihan Lora yang kesakitan.
Bruk!
" Dasar gadis kotor! Kalau kau tidak terpuaskan dengan kakek tua itu, jangan suamiku juga yang kau incar! Pergi sana! Jangan berani-berani nya datang ke rumahku lagi! "
" Tidak, jangan Ibu! " Lora bangkit dari posisi duduk karena memang dia terjatuh duduk saat di hempas oleh Ibu angkatnya tadi. Segera dia berlutut memegangi kedua kaki Ibu angkatnya dan memohon.
" Ibu aku mohon, aku tidak menggoda Ayah, aku datang karena aku- "
" Banyak omong! " Ibu angkat mendorong tubuh Lora, lalu mengambil sebuah batu dan melempar ke kepala Lora.
" Ah! " Pekik Lora yang jelas ia merasakan sakit karena batu Kolar di lepas ke kepalanya.
" Kau sudah di beri makan dan tempat tinggal, jadi kau harus menerima kakek tua itu sebagai upah untuk kami. "
Kenapa? Padahal dia bersekolah lewat jalur prestasi, uang saku juga hampir tidak pernah dia minta, lalu pekerjaan rumah sudah dia kerjakan hampir semua, tapi kenapa masih harus membayar sesuatu yang dia tidak tahu menahu?
Bersambung
Lora meniup-niup telapak kakinya yang berdarah karena tusukkan batu Kolar tajam, belum lagi kepalnya juga berdarah, dan untunglah tak banyak. Sejenak dia menyeka air mata di wajahnya saat ada seorang Ibu dan juga anak gadisnya tengah berjalan bersamaan sembari menenteng tas belanjaan, sepertinya mereka pulang dari pasar.ora tak mengalihkan pandanga dari mereka hingga mereka tak bisa lagi dia lihat karena semakin jauh mereka berjalan.
'' Kalau Ibu masih hidup, kami pasti akan seperti itu kan? Kalau Ibu masih hidup, aku tidak akan kehilangan kesucianku saat usiaku enam belas tahun kan? Aku juga tidak mungkin menikah dengan pria asing itu juga kan? " Lora kembali menangis, sudah tidak tahu akan kemana lagi, pulang kerumah Ibu angkat tidak mungkin, kembali ke rumah pria yang katanya adalah suaminya juga dia tidak mau. Kalaupun mau tidur di jalanan juga akan sangat berbahaya. Pedesaan disana masih jarang penerangan di jalanan, hanya ada di rumah-rumah warga saja.
" Aduh, non! Kenapa ada disini? Tuan sudah marah karena non pergi tidak pamit. " Ucap wanita yang kira-kira usianya tiga puluh lima sampai empat puluh tahunan itu. Sungguh dia tidak kenal, tapi kalau melihat dari cara bicaranya, tidak mungkin juga dia asal bicara karena dia juga terlihat sangat panik.
" Kau siapa? " Tanya Lora.
" Saya Ita. Saya bekerja di rumah baru tuan Hanzel, dan ini adalah hari kedua saya bekerja. " Jawab wanita itu yang dapat dilihat oleh Lora jika wanita itu seperti orang yang jujur.
" Tuan Hanzel yang Bibi maksud siapa? "
Ita melongo bingung, bagaimana sih? Bukannya dia adalah istri ya Hanzel? Kok bisa-bisanya tanya siapa itu Hanzel?
" Non Lora bagaimana sih? Tuan Hanzel kan suami Nona. "
Lora kini terlihat panik, segera dia ingin bangkit karena tidak ingin kembali ke rumah itu lagi. Cukup, sudah cukup harga dirinya di obrak-abrik seperti seorang jal"ng yang tidak memiliki harga diri. Pertama-tama Ayah angkatnya, lalu pria asing itu, bukan tidak mungkin kalau akan ada pria lagi yang melakukan hal brengsek semacam itu kan?
" Aku tidak mau! Aku tidak ingin berada di rumah pria itu! " Lora berusaha untuk berjalan menjauh, tapi sialnya kaki yang tidak mengenakan alas itu lagi-lagi tertusuk batu Kolar.
" Ah! " Pekik Lora yang semakin merasakan sakit saat lukanya kembai tertusuk hingga berdarah lebih parah dari sebelumnya.
" Ya ampun non Lora! " Segera Ita berjalan menghampiri Lora, lalu membantu Lora untuk bangkit perlahan-lahan.
" Non, kemana sendal non Lora? Lukanya lumayan dalam, harus segera dibersihkan dan di pakaikan obat, non Lora biar saya bantu dan kita obati lukanya dulu ya? "
Lora menggeleng, bukannya akan sama saja hasilnya? Dia akan tetap kembali ke rumah itu kan?
" Aku tidak mau kembali kesana, aku mohon lepaskan aku, tolong lepaskan aku ya? "
Ita menatap Lora dengan tatapan tak tega, tapi melihat bagaimana kondisi Lora, dia semakin tak tega kalau harus melepaskannya. Tidak tahu apa yang membuat istri dari majikanya itu ketakutan setengah mati seperti ini, tapi saat mengendus bau darah dari rambut Lora, sepertinya dia harus segera mencari tahu sendiri.
" Non Lora, percuma saja kalau non Lora ingin kabur. Tuan Hanzel adalah pemilik perusahaan teh, perkebunan teh juga sudah menjadi miliknya, kebanyakan warga kan adalah karyawan Tuan Hanzel, jadi lebih baik jangan membuang banyak tenaga, non Lora bersembunyi di lubang semut pun adalah hal mudah bagi Tuan Hanzel kalau ingin menemukan Non Lora. "
Lagi, Lora tak bisa banyak bicara dan menentang. Benar, kalau di lihat dari penampilan, juga rumah yang ditempati sudah jelas jika Hanzel adalah orang kaya. Wajahnya juga tidak seperti penduduk lainnya karena Hanzel blasteran Eropa. Wajar jika Lora tidak mengenal banyak orang di kampung ini, selain sekolahnya sangat dekat dengan rumah, Lora juga hampir tidak pernah keluar dari rumah, apalagi kalau ada Ayah angkatnya, dia akan diam seharian di kamar dan mengunci pintu kamar rapat-rapat.
Sesampainya di rumah Hanzel.
Lora hanya bisa diam saja saat Ita mengobati luka di kakinya.
" Non Lora, kepala Non Lora terluka juga kan? Biar saya obati ya? Takut nanti infeksi, Non Lora bisa demam, bahkan bisa meninggal juga. Jadi biarkan saya mengobatinya ya? "
" Jika boleh, aku malah ingin meninggal saja. "
Ita terdiam tak bisa lagi berkata-kata. Entah penderitaan apa yang membuat gadis muda itu sampai depresi seperti ini, yang pasti dia sada benar jika Gadi yang kini tengah dia obati memiliki trauma yang sangat berat.
" Kau pikir nyawamu adalah milik mu? " Suara pria yang Lora tahu benar jika itu adalah pria yang sudah menjadi suaminya.
" Kau pergi seperti pencuri yang takut tertangkap, lalu pulang seperti seorang pel*cur yang ketahuan menggoda suami orang lalu dipukuli warga. Apakah kau begitu menyukai kegiatan itu? " Hanzel, pria itu menatap dengan tatapan menghina. Sejujurnya dia sama sekali tidak mengerti bagaimana cara berpikir gadis kecil yang ia nikahi kemarin itu, di usia delapan belas tahun saja sudah tidak suci, bukan tidak mungkin juga kalau dia suka menggoda lelaki di luar sana dan terbiasa berhubungan badan kan?
Lora, gadis itu hanya bisa terdiam menahan tangis. Tidak perlu rasanya membela diri, di usianya yang masih begitu muda tapi sudah tidak suci, tentu saja dia tahu kalau gunjingan seperti ini cepat atau lambat akan dia dengar juga. Memang rasanya menyakitkan, tapi apakah orang akan perduli, memahami, dan bisa membantunya? Tidak! Selama ini begitu sedikit, bahkan hampir tidak ada orang yang bisa mengerti dirinya, apalagi untuk perduli, tentu hal itu hanya akan ada di dalam mimpi saja.
" Ita, bersihkan tubuhnya, sebentar lagi Ayahku akan datang, jadi aku ingin melihat bagaimana responnya. "
" Baik, Tuan Hanzel. "
Setelah mendapatkan perintah dari Hanzel, Ita dengan segera membantu Lora untuk membersihkan tubuhnya dengan hati&hati karena terdapat beberapa luka yang tidak boleh terkena air dulu.
" Non Lora, setelah saya lihat-lihat, Non Lora itu mirip seorang aktris ya? "
Lora terdiam tak tertarik untuk menjawab, sementara Ita yang sedang menyisir rambut Lora, wanita itu terus saja mengoceh menceritakan tentang beberapa film yang dibintangi oleh aktris yang sedang ia ceritakan.
" Tapi sepertinya dia itu bibirnya disuntik deh, lipatan matanya juga lebih tegas. Aduh, lihat tuh! Nona Lora sudah rapih dan cantik, jadi benar-benar mirip seperti aktris favoritku, Nora Q. "
Deg!
Lora terkejut, dan dengan segera menatap Ita.
" Bibi bilang siapa namanya? "
" Eh? Aktris Nora Q Maksudnya? hehe, mirip juga namanya dengan Nona Lora ya? Hampir aku mengira kalian kembar loh. "
" Kalau mau lihat wajah aktris itu, bagaimana caranya? "
" Aku mengikuti akun media sosialnya kok, lihat nih! "
Lora terdiam sembari mengepalkan tangan dengan kuat.
Nora Queenera, jadi kau hidup dengan sangat bahagia ya?
Bersambung.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!