NovelToon NovelToon

Aku Tidak Mandul Ibu Mertua

Perdebatan suamiku dan mertuaku

Adira Alin Harmita atau yang biasa di sapa Dira, baru saja tiba di rumah setelah belanja di pasar bersama bik Sumi ART di rumah mertuanya. Adira baru saja meletakkan sayur mayur dan beberapa perlengkapan dapur di atas meja dapur. Namun Adira seketika menghentikan kegiatannya saat mendengar suara yang cukup kencang terdengar di telinganya, yaitu suara mama Erlin ibu mertuanya. Dan tidak lama Adira pun juga mendengar suara suaminya, ya benar mama Erlin sedang berdebat dengan anak laki-lakinya yaitu Marlio Ardian Mahesa, atau yang biasa di sapa Ardi.

Adira yang mendengar perdebatan mereka berdua seketika mencoba untuk mendekat.

"Bentar ya bik." Adira yang sudah menepuk pundak bik Sumi.

"Iya nyonya." jawab bik Sumi sedikit mengangguk.

Adira berjalan pelan, ternyata suara itu bersumber dari ruang keluarga, yang tidak jauh dari dapur dan ruang makan. Adira terus berjalan pelan namun seketika langkahnya terhenti begitu saja karena mendengar ucapan ibu mertuanya yang begitu menyakitkan masuk ke dalam hati yang paling dalam.

"Ceraikan Adira Ar, dia tidak pantas bersamamu." ucap mama Erlin yang berdiri di depan Ardi anaknya.

"Kenapa mama selalu meminta aku untuk menceraikan Adira, kita berdua saling mencintai ma." sangkal Ardi yang tidak setuju dengan ucapan mamanya.

"Adira itu wanita mandul, dia tidak bisa memberikan keturunan, apa kamu mau hidup bersama dengan wanita yang tidak bisa memberikan anak?."

"Adira itu tidak mandul ma." Ardi yang tidak terima istrinya di katakan mandul.

"Buktinya? dia sampai sekarang juga belum hamil."

"Mungkin Allah belum mengizinkan kita untuk menjaga amanahnya, yaitu seorang anak." sahut Ardi.

"Halah.. Pernikahan kalian itu sudah memasuki umur satu tahun, tapi mana Adira juga belum hamil, apa lagi kalau tidak mandul, lihatlah istri Samuel, mereka baru saja menikah 4 bulan, tapi istrinya sudah hamil 2 bulan."

"Rezeki orang itu berbeda-beda ma, toh juga aku dan Adira menikah baru 1 tahun, banyak yang menikah sudah 3 sampai 5 tahun belum di karuniai anak, tapi bukan berarti istri mereka mandul, tapi karena Allah belum mengizinkan amanahnya di titipkan kepada mereka, karena anak itu adalah amanah dari tuhan yang harus di jaga, tapi mereka tidak menyerah terus berikhtiar dan berusaha untuk bisa mendapatkan momongan."

"Sekarang kamu berani ya menjawab ucapan mama setelah menikah dengan wanita kampungan itu."

"Ardi tidak membantah atau mencoba melawan mama, tapi Ardi mencoba menjelaskan kepada mama, bahwa istri Ardi tidak mandul. Ardi dan Adira juga sedang berusaha untuk memberikan cucu kepada mama dengan selalu berkunsultasi ke dokter, dan menjalani beberapa terapi, jadi Ardi mohon mama bersabarlah kita berdua akan segera memberikan cucu untuk mama."

"Bersabar sampai kapan? sampai mama tua? sampai wajah keriput dan semua rambut sudah ubanan? sudah lah Ar apa susahnya kamu tinggalkan wanita itu, masih banyak wanita yang lebih cantik, dan pintar dari dia, tentunya juga cepat memberikan keturunan untuk keluarga besar kita, agar bisa menjadi penerusmu nanti, menikah lah lagi, kalau tidak menikahlah dengan Delisa wanita yang sudah mama jodohkan denganmu." ucap mama Erlin.

"Ardi tidak pernah mencintai Delisa ma, Ardi hanya mencintai Adira, dan sampai kapan pun Ardi tidak akan pernah menceraikan Adira." ucap Ardi dengan tegas.

"Cinta itu bisa belakangan, yang penting kalian sama-sama mau dulu, Delisa juga cantik dia model papan atas, bahkan terlahir dari keluarga kaya, tidak seperti Adira."

"Stop ma, stop.. tolong jangan terus menjelekkan Adira, Adira itu istriku, menantu mama yang juga anak mama."

"Tidak.. sampai kapan pun mama tidak akan menganggap Adira sebagai menantu mama, dan cepat ceraikan dia, dan menikahlah lagi!." mama Erlin yang sudah pergi begitu saja dari hadapan Ardi.

Adira yang masih di balik tembok ruang makan, berdiri terdiam mematung mendengar ucapan ibu mertuanya, bukan hanya satu kali atau dua kali Adira mendengar mertuanya berbicara bahwa Adira adalah wanita mandul, tidak bisa mempunyai keturunan. Hampir setiap hari Adira mendengar mertuanya berbicara seperti itu, dan selalu mendesak suaminya untuk segera menceriakan dirinya. Hati Adira begitu sakit bagaikan tersayat beribu-ribu peso yang sangat tajam. Air matanya pun sudah tumpah ruah membasahi pipi mulusnya. Adira begitu terluka mendengar semua makian dan cacian sang mertua.

Kehadiran dirinya selama satu tahun di rumah sang mertua tidak pernah di anggap dan tidak pernah di hargai, dia hanya di anggap sebagai pembantu bukan istri dan juga menantu di keluarga Mahesa.

Ardi adalah anak tunggal, itu yang membuat Ardi tidak bisa meninggalkan orang tuanya, sebenarnya Ardi berniatan untuk mempunyai rumah sendiri bersama Adira, namun karena papa Ardi sakit-sakitan ia harus ikut bersama mamanya untuk ikut membantu menjaga sang papa yang sedang berbaring di tempat tidur karena gejala setruk.

"Kapan di mata mertuaku aku baik dan benar." Adira yang terus menitihkan air matanya.

Namun saat Adira masih berdiri di sebalik tembok, tiba-tiba Ardi datang dengan tubuh sedikit terkejut melihat istrinya sedang berdiri tidak jauh dari pintu ruang makan.

"Sayang kamu ngapain di sini?." tanya Ardi yang mendekat ke arah Adira.

"Ah itu.. aku sedang mau buat sarapan mas." jawab Adira sambil menyeka air matanya.

Ardi bisa melihat bahwa Adira baru saja menangis, Ardi sudah tau pasti Adira juga mendengar perdebatanya bersama mamanya.

"Kamu jangan masukin ke hati ya ucapan mama, mama begitu hanya karena marah saja." Ardi yang sudah memeluk sang istri di dekapannya.

"Tapi yang di bilang mama memang benar mas, aku wanita tidak berguna dan tidak bisa memberikan_."

"Sutsss.. jangan berbicara seperti itu, kamu ingat kan ucapan dokter waktu itu, bahwa kamu dan aku sama-sama sehat, tidak mempunyai kelainan dan penyakit apapun, mungkin Allah belum menginginkan kita untuk mempunyai baby dulu." Ardi yang mencoba menenangkan Adira.

"Iya mas.. tapi kan tetap saja di mata mama dan di mata orang-orang aku adalah wanita mandul." Adira yang begitu sedih di pelukan Ardi.

"Jangan hiraukan perkataan orang lain, yang penting Kita sudah berusaha untuk mendapatkan momongan, sisanya kita serahkan pada yang di atas, besuk kita buktikan saja kepada mereka bahwa kita bisa memiliki momongan." Ardi yang sudah mengecup kening istrinya.

Adira yang mendengar ucapan Ardi seketika menjadi tenang, dia benar-benar merasa bersyukur mendapat laki-laki seperti Ardi yang selalu menyayanginya, sabar dan mencoba memahami semua isi hati seorang istri.

"Sudah ayo ke kamar." Ajak Ardi sudah melingkarkan tangannya di pinggang Adira.

"Ta_tapi aku belum buat sarapan mas, nanti mama marah."

"Biar bik Sumi yang buat sarapan, kamu itu istri aku, yaitu nyonya Ardian bukan pembantu di rumah ini." ucap Ardi.

.

.

.

.

Selamat mampir di karya aku kakak-kakak semua.

Jangan baper ya, karena Novel ini kedepannya akan menyajikan kisah lika-liku kehidupan rumah tangga.

Semoga kalian suka dan menjadi favorit kalian.

Jangan lupa tinggalkan jejak seperti like, komment, dan Vote.

Selamat membaca, sarang heoo ❤

Kemarahan Ardi

Adira sedang menyibukkan diri di dapur, sedang memasak cumi-cumi pedas untuk menu makan malam nanti, dengan penuh kesabaran Adira memasak untuk suami dan mertuanya.

"Nyonya muda kenapa sore ini masak banyak sekali, apa nanti malam ada tamu istimewa?." tanya bik Sumi yang sedang memotongi bawang merah.

"Entah bik, saya juga kurang tau, mungkin ada teman mama yang akan datang ke rumah, biasanya kan teman-teman arisan mama ke sini."

"Oh iya mungkin saja nyonya." sahut bik Sumi lagi.

Saat Adira masih menyibukkan diri di dapur, tiba-tiba dari arah ruang tamu Adira mendengar suara suaminya.

"Sepertinya mas Ardi sudah pulang bik."

"Iya sepertinya nyonya."

"Sebentar ya bik." Adira yang sudah cuci tangan di wastafel, lalu mengelap dengan tisu dan berjalan keluar dari dapur untuk menemui suaminya.

"Asalamualaikum, sayang aku pulang." teriak Ardi.

"Waalaikumsalam sayang." Adira yang berjalan mendekat ke arah suaminya, lalu langsung mencium tangan suaminya dan tidak lupa juga mengambil alih tas kerja suaminya.

"Kok lama keluarnya?." tanya Ardi lalu mengecup kening istrinya.

"Iya.. sibuk masak." jawab Adira.

"Masak apa?." Ardi yang sudah melingkarkan tangannya di pinggang Adira.

"Masak banyak sayang." jawab Adira sambil menatap wajah sang suami.

"Tumben, buat apa masak banyak?." tanya Ardi lagi karena penasaran.

"Gak tau." Adira yang sedikit mengangkat kedua pundaknya."mungkin teman mama mau main ke rumah."

"Oh." Ardi yang sedikit menggelangkan kepalanya.

Adira pun berjalan di samping Ardi untuk mengantarkan suaminya masuk ke dalam kamar, namun saat tiba di depan pintu kamar mama Erlin memanggil anaknya.

"Ardi?." panggil mama Erlin, dan seketika membuat Ardi dan Adira menoleh.

"Iya ma?." jawab Adira.

"Aku tidak memanggil mu, aku memanggil anakku!." ucap mama Erlin dengan ketus.

"Ada apa ma?." Ardi yang sudah berdiri di depan mamanya, dengan Adira terus di sampingnya.

"Nanti malam dandan lah yang rapi, pakailah kemeja yang bagus." ucap mama Erlin.

Ardi yang mendengar ucapan mamanya seketika langsung mengerutkan dahinya. "Buat apa Ardi pakai kemeja malam-malam, emang ada acara keluarga nanti malam?."

"Iya.. nanti malam keluarga Delisa akan datang ke rumah kita untuk membahas pernikahan kamu dengan Delisa." mama Erlin yang sedikit melirik pada Adira.

"Apa!." Ardi yang sangat terkejut dengan ucapan mamanya.

Deg..

Keluarga Delisa akan datang untuk membahas sebuah pernikahan? Adira yang mendengar ucapan mertuanya tidak kalah terkejutnya, tidak hanya sakit seperti di sayat peso, tapi kali ini Adira merasa seperti di timpa beribu-ribu batu panas dari neraka.

"Mama ini apa-apaan, buat apa orang tua Delisa ke sini, aku tidak akan menikah dengan Delisa, mama kan tau aku sudah punya Adira." jelas Ardi yang tidak setuju dengan kemauan mamanya.

"Kemarin kan mama sudah bilang ke padamu, cepat ceraikan istri tak berguna mu itu lalu menikahlah dengan Delisa."

"Tidak! apa mama fikir pernikahan itu main-main? hingga mama dengan mudah menyuruh ku untuk menikah lagi dengan wanita lain."

"Lalu buat apa kamu bertahan dengan seorang wanita yang tidak bisa memberimu keturunan?."

"Adira bisa memberi keturunan ma, bukankah Ardi sudah bilang kemarin, sabarlah.. kita berdua akan segera memberikan mama cucu."

"Sabar mama sudah habis Ardi, apakah satu tahun masih kurang lama? dan mama tidak mau tau, nanti malam keluarga Delisa akan kesini, kamu harus menemuinya, tidak mungkin mama akan membatalkannya."

"Tidak ma, aku tidak akan mau menikah dengan Delisa."

"Kalau kamu tidak mau menikah dengan Delisa, lebih baik mama mati, bukankah kamu lebih memilih wanita mandul itu dari pada mama, pilihlah dia Ardi, tapi mama akan mati, dengan begitu mama mengalah dari wanita mandul mu itu." ucap mama Erlin yang mengancam anaknya.

"Aku memilih mama dan juga memilih Adira, tapi tidak dengan memilih Delisa dan menikah dengannya, tolong lah ma, hargai Adira sebagai istri Ardi di rumah ini."

Adira yang masih berdiri di samping Ardi sudah mencengkram jas yang di kenakan suaminya, Adira benar-benar merasa sakit dan kecewa mendengar ucapan mertuanya, bahkan matanya pun sudah berkaca-kaca, namun Adira mencoba untuk menahannya agar tidak jatuh di depan mertuanya.

"Mama tidak mau tau, kamu harus menikah dengan Delisa, titik!." mama Erlin yang sudah berjalan pergi namun di cegah oleh Ardi.

"Ma.. Ardi mohon ma, jangan seperti ini, Ardi punya istri, tidak mungkin Ardi menikah lagi." Ardi yang terus memohon kepada mamanya.

"Ya sudah.. kalau kamu tidak mau menceraikan Adira, poligami saja, jadikan Delisa istri kedua, gampang kan?." ucap mama Erlin.

Ardi pun semakin geram dan tidak tahan dengan ucapan mamanya. "Mama sangat tega dengan Ardi, mama sangat tega dengan pernikahan Ardi dan Adira, mama benar-benar keterlaluan!." Ardi yang sudah menerka-nerka.

"Sekarang kamu berani membentak-bentak mama Ar, kenapa tidak sekalian kamu pukul mama, ayo pukul, pukul, biar kamu puas!." mama Erlin yang sudah meraih tangan Ardi lalu mengarahkan ke pipinya.

"Ardi tidak akan pernah membentak mama, kalau mama tidak keterlaluan!."

Adira yang melihat suaminya semakin tak terkendali pun segera menenangkannya. "Istighfar mas, istighfar.. dia adalah mama mu, tidak baik marah-marah seperti itu."

"Hanya karena membela wanita mandul itu." mama Erlin yang menunjuk ke arah Adira."Kamu sekarang berani dengan mama."

"Ardi sudah bilang berkali-kali kepada mama kalau Adira itu tidak mandul!." sentak Ardi lagi.

"Mas.. sudah..." Adira yang terus menenangkan suaminya.

"Puas kamu wanita mandul, setelah anakku menikah denganmu, anakku semakin berani denganku!." ucap mama Erlin menatap Adira dengan penuh kebencian lalu berjalan pergi meninggalkan Adira dan Ardi.

Di wajah Ardi masih terlihat raut wajah marah, Ardi memang anak yang keras kepala dan tidak suka di atur-atur, apa lagi di paksa.

"Sudah ayo ke kamar mas.. kamu pasti capek kan?." Adira yang sudah membuka pintu kamar.

Ardi dan Adira pun sudah masuk ke dalam kamar, Ardi sudah duduk di ujung ranjang tempat tidur, dan Adira sedang berdiri di depan suaminya untuk melepas dasi dan juga jas yang di kenakan suaminya.

"Semarah apapun mas, jangan sekali-kali membentak seorang ibu, itu tidak baik, mas tau kan surga itu di bawah kaki ibu." Adira yang terus menenangkan suaminya.

"Aku tau seorang ibu harus di hormati, dan di sayangi, tapi apakah itu balasan seorang ibu kepada anaknya saat anaknya menghormatinya, aku tidak bisa diam saja Dir, mama sangat egois, apa kamu juga setuju jika aku menikah lagi?." Ardi yang menatap wajah Adira.

"Tentu saja tidak mas, tapi aku bisa apa, memang yang di katakan mama benar, aku tidak bisa mempunyai keturunan, dan mungkin dengan mas menikah lagi itu jalan yang terbaik."

"Jalan terbaik dari mana? ini yang mas tidak suka darimu, kamu selalu mencoba kalah dan mengalah, bahkan saat mama menghinamu pun, kamu tetap diam dan hanya bisa menangis, cobalah menjadi wanita yang kuat walaupun keadaan memaksamu untuk tidak kuat." Ardi yang tiba-tiba juga marah kepada Adira.

Adira yang mendengar Ardi berbicara tinggi kepadanya pun menjadi diam, bahkan matanya sudah berkaca-kaca. Ardi yang melihat istrinya sudah berkaca-kaca seketika tidak tega.

"Di saat aku ingin mempertahankan rumah tangga kita, aku juga mau kamu mencoba untuk mempertahankan rumah tangga kita." Ardi yang sudah memeluk tubuh istrinya, dan mengusap rambut panjang istrinya.

Penghinan dari mama Delisa untukku

Pagi pun sudah beralih menjadi malam, setelah tadi ada tragedi mama Erlin mengancam Ardi anaknya dengan naik ke atas lantai dua dan mencoba untuk lompat, akhirnya mau tidak mau Ardi harus menuruti keinginan mamanya yang menyuruhnya untuk menemui keluarga Delisa malam ini.

Di dalam kamar Ardi sudah begitu rapi menggunakan kemeja dengan di padukan celana panjang, Ardi sudah berdiri di depan istri tercinta yang terlihat mencoba kuat dan tidak menangis.

"Maafkan aku sayang, aku tidak punya pilihan lain, aku menyayangimu, tapi kamu tau sendiri kan mama seperti apa." Ardi yang sudah menyentuh wajah istrinya.

"Kenapa kamu tidak menceriakanku saja mas, lebih baik aku di cerai dari pada aku harus di madu, dan melihatmu mempunyai istri baru."

"Sayang.. aku tidak akan menceraikanmu, dan sampai kapan pun kita tidak akan bercerai, aku akan menikah dengan Delisa karena kemauan mama, bukan kemauan ku, dan kamu akan tetap jadi yang pertama bagiku, kamu tidak akan tergantikan oleh siapa pun sayang, aku akan selalu menyayangimu." Ardi yang memberi penjelasan kepada istrinya bahwa ini semua bukan keinginannya.

"Bagaimana jika Delisa bisa memberi mas keturunan, pasti mas akan bahagia bukan kalau Delisa bisa memberikan seorang anak."

"Aku tidak akan pernah menyentuh Delisa." sahut Ardi dengan ketus."Aku hanya mau menyentuh tubuhmu saja."

"Tidak mas, mas tidak boleh seperti itu, jika mas berani menikahi Delisa, mas juga harus berani memberikan nafkah secara lahir dan batin, itu sudah menjadi kewajiban mas." ucap Adira.

"Tapi pernikahan ini bukan kemauanku Adira, aku juga tidak mencintai Delisa, bagaimana aku bisa menyentuh tubuhnya."

"Lama-kelamaan kamu pasti bisa, percaya itu." Adira yang sudah mengusap rambut suaminya dengan lembut.

"Aku menyayangimu Adira, aku sangat menyayangimu, maafkan aku yang belum bisa membahagiakanmu." Ardi yang langsung memeluk tubuh istrinya, sesekali mengecup kening istrinya.

"Aku juga menyayangimu mas, aku yang seharusnya minta maaf karena belum bisa memberikanmu keturunan." Adira yang sudah mengusap pundak suaminya.

"Tidak.. jangan bicara seperti itu, aku yakin kamu pasti bisa memberi ku keturunan."

"Berjanjilah padaku ya mas, berjanjilah jika mas akan tetap menyayangiku setelah menikah dan mempunyai anak dari Delisa." Adira yang sudah mendongakkan kepalanya menatap wajah suaminya.

"Tanpa kamu minta, aku akan tetap mencintaimu dan menyayangimu sayang, aku akan tetap menyangimu sampai kapan pun."

Adira yang mendengar ucapan suaminya sudah berkaca-kaca, namun dia mencoba untuk kuat, dan menerima bahwa suaminya akan berpoligami, walupun Adira tau itu bukan keinginan suaminya, hanya karena desakan dari sang mertua yang cepat menginginkan cucu.

Saat Ardi dan Adira masih berpelukan tiba-tiba pintu kamar terbuka.

"Ceklak." membuat Ardi dan Adira menoleh bersamaan ke arah pintu.

"Ayo Ardi, keluarga Delisa sudah datang, kita harus segera menemuinya." ucap mama Erlin.

Ardi pun seketika kembali menatap wajah istrinya. "Sayang." ucap Ardi lirih, dan Adira pun hanya mengangguk pelan memberi isyarat bahwa dirinya mengizinkan Ardi untuk menemui keluarga Delisa.

"Kamu ikut ke depan ya?." ucap Ardi lagi.

"Eh.. ngapain kamu ajak wanita mandul itu menemui keluarga besar Delisa, engga-engga.. mama tidak mengizinkan, buat malu saja." ucap mama Erlin yang masih di ambang pintu.

"Ma, bagaimana pun Adira adalah istri Ardi yang pertama, tanpa seizin istri pertama suami tidak boleh menikah lagi, alias poligami." jelas Ardi. "Ardi akan membawa Adira kedepan, menemui keluarga Delisa, kalau mama tidak setuju, Ardi juga tidak akan mau menemui keluarga Delisa." ancam Ardi.

"Iya-iya.. terserah kamu, bawa saja wanita mandul itu, tapi ingat ya, awas wanita itu membuat masalah, langsung mama buang dari rumah ini!." ucap mama Erlin begitu pedas menyayat hati.

"Cepat keluar, mama tunggu di ruang tamu." lanjut mama Erlin yang sudah kembali menutup pintu kamar.

"Sayang kamu benar tidak apa-apa kan?." tanya Ardi sekali lagi.

"Iya sayang.. aku tidak apa-apa." jawab Adira dengan sangat kuat, namun di dalam hati justru sebaliknya, hatinya benar-benar hancur, tidak bisa membayangkan jika suaminya nanti menilkah dengan Delisa.

"Ayo kita keluar." Ardi yang sudah melingkarkan tangannya di pinggang sang istri melangkah keluar dari kamar.

Ardi dan Adira pun sudah tiba di ruang tamu, di ruang tamu sudah banyak keluarga Delisa, dan tentu saja juga ada Delisa.

"Hay Ardi, apa kabar kamu, kok makin ganteng aja sih?." Delisa yang sudah beranjak berdiri mendekati Ardi.

Adira bisa melihat wanita cantik, tinggi, mempunyai boddy golas, dan tentu saja juga sangat modis. Begitu terlihat jauh darinya, yang hanya tampil biasa-biasa saja, bahkan hanya menggunakan bedak dan lisptik saja.

"Apakah ini menantumu itu jeng Erlin?." tanya seorang wanita paruh baya namun masih terlihat cantik dan elegan, seperti mama Erlin yang sudah berumur tapi masih terlihat cantik, dia adalah mama Delisa yang bernama tante Siska.

"Iya, dia istri Ardi." jawab mama Erlin dengan malas mengakui bahwa Adira adalah menantunya.

"Kamu tampan-tampan kok selera nya rendahan sih Ardi, cari itu yang kaya Delisa dong, cantik dan berpendidikan, bahkan model papan atas." ucap tante Siska yang menyanjung anaknya sendiri.

"Istrimu ini bisa apa, dan bekerja apa, apa dia hanya wanita rumah tangga, bisanya di dapur doang, eh denger-dengar juga mandul ya, gak bisa punya anak." celetuk tante Siska.

"Maaf tante, jika tante datang ke sini hanya untuk menghina dan menginjak-ijak nama istri saya, lebih baik tante kembali pulang saja." Ardi yang tidak terima Adira di hina.

"Eh.. kamu usir tante, bukankah yang tante ucapkan memang benar, bahkan mamamu juga sering cerita kepada tante, bahwa istrimu itu man_".

"Stop.. stop tante, jangan pernah bilang lagi bahwa istri saya itu mandul!." Ardi yang semakin marah.

Adira yang masih berdiri di samping Ardi hanya bisa menunduk saja, bahkan bukan hanya keluarga suaminya yang menghinanya, bahkan orang tua Delisa pun juga menghinanya. Hatinya semakin hancur bagai kaca jatuh di lantai berserakan tanpa bisa kembali utuh seperti semula.

"Ma.. jangan bilang seperti itu, tidak baik, mama juga punya anak perempuan, yaitu Delisa, bagaimana kalau anak mama yang mandul, ucapan itu adalah doa." ucap tuan Abraham yaitu suami tante Siska.

Tante Siska yang mendengar ucapan suaminya tersenyum kecut. "Tidak mungkin Delisa mandul, secara dia kan anakku, anak orang kaya."

Mama Erlin yang melihat kondisi semakin tak kondusif segera mencairkan suasana. "Sudah-sudah jangan berdebat, ayo kita lanjutkan saja memilih tanggal untuk pernikahan Ardi dan juga Delisa, ayo Delisa yang cantik duduk kembali, ayo Ardi kamu juga duduk." ucap mama Erlin.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!