Di sebuah sekolah bertingkat.
Suara lonceng terdengar nyaring berdenging panjang, menandakan itu jam istirahat.
“Aaaaa!!!”
“Horeeee!” Terdengar teriakan dan suara hirup pikuk mereka yang menyerbu dan berlarian keluar dari dalam ruangan kelas masing-masing. Para murid remaja yang memakai seragam putih biru dongker.
Ada sekelompok murid yang langsung menuju kantin, perpustakaan, dan taman sekolah.
“Hai, Rella!” sapa seorang pemuda remaja yang bergaya slengekan.
Gadis cantik yang bernama Rella itu mengabaikannya. Dia terus berjalan bersama tiga orang temannya hendak menuju kantin.
“Woy! Sombong amat!” Pemuda remaja itu menghadang Rella bersama teman-temannya yang berjumlah lima orang.
“Apa-an sih? Aku 'kan sudah bilang, aku gak suka kamu!” ketus Rella.
“Jangan sok kecantikan, GR banget jadi orang! Aku cuma iseng aja kok nembak kamu. Ahahaha! Oh ya, ini buku yang kamu cari 'kan?” Pemuda remaja itu mengeluarkan buku dari punggungnya yang dia selipkan di celana belakangnya.
“Buku ini ditemukan oleh seseorang, tapi dia minta sesuatu, dia ingin bertemu kamu di sudut sana!” tunjuk pemuda remaja itu.
Rella mengernyit. Menatap tiga temannya. “Ayo!” jawab salah satu temannya yang mendapatkan tatapan meminta persetujuan dari Rella.
“Eiitz! Tunggu dulu! Dia cuma mau jumpa dan ngobrol sama Rella aja. Kita cuma boleh nunggu di sini! Kamu bisa sendirian ke sana 'kan, untuk mengucapkan terimakasih?” Pemuda remaja itu mencondongkan wajahnya pada Rella.
Rella mendorong wajah pemuda usil dan nakal itu agar menjauh dari wajahnya.
“Huh! Baiklah!” dengus gadis cantik itu.
Dia berjalan ke sudut sekolah yang diikuti oleh gerombolan pemuda remaja itu dan tiga sahabatnya, kemudian mereka berdiri sedikit jauh, menunggu Rella.
Rella berjalan cepat ke sudut sekolah. Hingga dia menemukan punggung laki-laki berpakaian seragam sekolah sama sepertinya.
“Hei!" sapa Rella.
Laki-laki itu berbalik dan menatap Rella malu-malu, pipinya memerah, ada sepucuk surat di tangannya yang sedang ia genggam. Ia semakin menggenggam erat surat itu dengan tangan yang berkeringat dingin.
“Ka-kau sudah datang Rella?” tanya laki-laki remaja itu gugup.
“Hm,” jawab Rella berupa dengusan. “Jadi kam-” ucapan Rella terpotong karena laki-laki remaja itu juga ingin bicara.
“Jadi--” Dia juga menghentikan ucapannya kembali karena mendengar Rella ingin bicara.
“Ya sudah, kamu bicara duluan!” Rella mempersilahkah anak laki-laki remaja itu untuk bicara terlebih dahulu. Dia ingin tahu, apa yang diinginkan oleh pemuda di depannya ini karena sudah menemukan buku miliknya.
“Hm, aku juga!” kata pemuda remaja itu, membuat Rella bingung.
“Juga apa?” tanya Rella.
“A-aku su-suka, aku suka kamu Rella!” ucapnya gugup, pipinya memerah, kedua tangannya memelintir ujung bajunya.
Rella menatap dingin pemuda itu. Laki-laki yang sangat culun, tampilan yang sangat-sangat buruk di mata Rella, wajah biasa saja, dan tidak ada hal yang menonjol. Bisa-bisanya pemuda culun itu menyatakan cinta padanya di sudut sekolah ini.
Rella mendorong kasar tubuh pemuda culun itu, menghentakkan kaki dua kali, berlari pergi dari sana.
“Haaaaaaaah!” Laki-laki culun itu memegang dadanya dengan bibir gemetar, menghela nafas panjang, dia masih sesak saat mengungkapkan perasaannya. Jelas ini adalah penolakan, tetapi hatinya malah senang, dia tersenyum karena Rella menyentuhnya, mendorong tubuhnya.
Dia akhirnya bisa bersentuhan dengan Rella, bisa bicara dengan Rella. Dia bisa menyatakan perasaannya. Aneh!
Bukh!
Rella berlari kencang, bahkan menubruk gerombolan pemuda yang masih menunggu dia.
“Rella! Kau kenapa?” Satu temannya berteriak dan mengejar Rella yang berlari kencang. Sedangkan dua orang teman Rella lagi, telah mencengkram kerah baju pemuda yang memberikan buku tadi.
“Ada apa di sana? Jika terjadi apa-apa! Awas kau!” Bugh! Setelah berkata seperti itu, dia mendorong keras tubuh pemuda itu, kemudian menyusul Rella.
“Andi, si Culun gak apa-apa-in Rella 'kan?” Salah satu temannya menepuk bahu Andi yang sedang merapikan rambut dan pakaiannya karena di dorong keras oleh teman Rella tadi.
“Ah, jangan khawatir! Apa yang bisa dilakukan si Culun itu!” Pemuda remaja itu tersenyum licik.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Hallo, salam kenal🙏 Semoga terhibur dan suka dengan ceritaku ya😘😍
Ya, Pemuda ini bernama Andi Novembri. Anak bungsu kelahiran bulan November. Dia memiliki wajah tampan nan manis, dua buah lesung pipi dengan rambut hitam tebal, kulit eksotis, tinggi semampai.
Dia dari keluarga berkecukupan. Memang manja dari dulu, apapun yang dia inginkan selalu dia dapatkan, hingga dia bersikap nakal dan usil karena terlalu dimanjakan. Kesalahan apapun yang dilakukan olehnya, selalu orangtuanya menyelesaikan dengan memberi ganti rugi.
“Ayo, kita datangi si Culun!” ajak Andi pada lima temannya.
Mereka jalan sambil merangkul bahu masing-masing.
“Woy, Culun!” teriak Andi pada pemuda culun itu. “Gimana?” tanyanya menatap pemuda culun itu sambil tergelak.
“Nggak gimana-gimana kok,” jawab si Pria culun.
“Ahahaha! Apa kau habis ditendang atau ditampar Rella? Mukamu memerah tuh!” sambung kawan Andi tertawa mengejek.
“Ahh?” Dia langsung memegangi dua pipinya yang memerah karena malu.
“Hahahaha! Dasar bodoh! Kau pikir, surat itu beneran Rella yang nulis? Hahahaha!” Andi berkata dengan tertawa.
Pemuda culun itu menatap Andi, wajahnya berubah terkejut.
“Hahahaha! Kalian lihat! Lihat wajah dia! Dia tampak terkejut! Ahahaha! Benar-benar bodoh! Ayo, kawan-kawan! Ini sangat seru sekali! Ahahahaha!” Andi tertawa terbahak-bahak bersama teman-temannya sambil meninggalkan Pemuda culun itu yang mematung diam di sudut sekolah.
Tadinya, dia sudah bersiap pergi, surat yang dia genggam sudah dia simpan dengan baik di dalam kantong, dia merapikan pakaian dan kacamatanya. Akan tetapi, gerombolan Andi datang dan mengatakan tentang surat itu.
Surat yang membuat dia berdebar-debar hebat sejak kemarin sore, bahkan dia tidak tidur semalam, hatinya yang berbunga-bunga, kini menjadi patah hati.
Dia adalah Haikal Mukminin. Pemuda yang memiliki kulit putih cerah, lembut dan kenyal, hidung mancung dengan bibir merah berisi, bola mata bulat dan lentik, rambut hitam lurus dan lebat.
Sejak kecil dia sudah memakai kacamata, dia selalu berbicara lemah lembut seperti perempuan. Kancing bajunya selalu terpasang semua, sehingga menutupi lehernya dengan sempurna, celana yang pasangnya lebih tinggi mendekati pusat, rajin dan rapi.
Dia tidak pernah sekalipun mengeluarkan bajunya keluar seperti anak laki-laki lainnya, selalu berpakaian lengkap setiap hari senin, topi dan dasi dia gunakan. Tidak pernah terlambat datang ke sekolah, selalu membuat PR. Hanya saja, dia sedikit lamban dalam bergerak dan melakukan sesuatu.
Apa dia seperti benco*ng? Tidak! Tubuhnya bagus, jalannya tegap, tidak ada lenggak lenggok sama sekali seperti perempuan, hanya saja, memang dia tipe pria lembut dan lamban.
“Rella, kau kenapa?” tiga teman Rella sudah mengerubunginya.
“Tidak apa-apa, aku hanya kesal saja! Sepertinya dia mengerjai si Culun. Pemuda culun itu-- aaaaaahh!” Rella tak melanjutkan ucapannya, dia malah mendesah.
“Itu apa? Apa dia berani macam-macam padamu?” Teman Rella tampak marah dan sudah berdiri, mengancang-ancang hendak meremukkan Haikal.
“Gak lah! Malahan aku yang dorong dia tadi dengan keras sampai tersandar ke dinding. Dasar bodoh! Dia menyatakan suka padaku!” rungut Rella kesal.
“Apa!!!” Tiga teman Rella berteriak serempak, beberapa detik mereka saling beradu pandang satu sama lain, kemudian tertawa terbahak-bahak.
“Ahahhhaaa! Aku kirain kau kenapa-kenapa! Rupanya cuma ditembak si Culun!” ucap Desi.
Teman Rella yang badannya paling tinggi dan besar, dia anak silat bersabuk merah. Dia tomboi dan pemberani, potongan rambutnya selalu pendek sebahu, seperti polwan.
“Eh, kenapa tak kau kerjai balik, kau goda sampai dia GR!” sambung Rika.
Teman Rella yang memiliki rambut ikal panjang, suka memakai aksesoris sewarna setiap hari dan berganti-ganti. Jika hari ini dia memakai ikat rambut merah, maka gelang, kalung, cincin, dan tasnya akan berwarna merah juga.
“Jangan ngelawak! Kalau dia GR tambah runyam lah!” balas Selvi serius.
Selvi anak yang pintar, dia selalu juara satu sejak sekolah dasar, dia tak banyak bicara, berwajah manis dan selalu berpenampilan sederhana.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Beberapa tahun kemudian.
Brak!
Seorang gadis dengan dress berwarna putih sepanjang lutut, sepatu sneaker hitam dengan tas sligbag hitam bertali rantai emas. Dia mendorong pintu apartemen seorang pria dengan kuat.
“Aakkh!” Pria itu terdorong ke belakang, lebih tepatnya terjengkang jatuh, saat membuka pintu apartemennya.
Matanya bengkak, mascaranya sudah luntur, di bawah matanya sudah mengalir air mata yang bercampur maskara. Wajahnya kini terlihat menakutkan seperti hantu.
“Huhuhuhu, hiks!” Setelah mendorong pintu apartemen itu, dia malah menangis dengan posisi berdiri menunduk.
“Hm, k-kau jangan menangis, kau kenapa?” Pria itu sudah berdiri dari jatuhnya. Mendekati gadis itu, hendak menenangkan dengan menyentuhnya, tapi ia urungkan.
“Huhuhu! Hiks! Hiks! Huwaaaa! Huhuhu!”
Bukannya menjawab, gadis itu malah meraung-raung sejadi-jadinya, membuat pria itu kelabakan. Dia adalah Haikal Mukminin yang sudah dewasa dan gadis yang meraung-raung ini adalah Rella Hanifah. Gadis remaja yang dulu pernah ia tembak cinta.
“Ja-jangan menangis! Tolong hentikan Rella!” pinta Haikal.
“Apa kau masih mencintaiku, Haikal?” Rella menatap pria di hadapannya. “Jika masih. Ayo, kita menikah!” lanjutnya dengan tegas.
Dia menghapus air matanya yang berwarna hitam bercampur maskara itu, lalu menghambur ke tubuh Haikal yang kaku.
Cup! Della langsung memagut bibir Haikal dengan rakus, menciumi bibir itu. Sedangkan Haikal? Dia diam membatu, jantungnya ingin melompat keluar saking terkejutnya.
“Hah! Hah! Haaah!” Keduanya sama-sama mengambil nafas dalam, setelah Rella melepaskan bibirnya dari bibir Haikal yang menguasai secara sepihak.
Ya, pria dihadapannya ini hanya diam saja tanpa respon saat Rella menciumi bibirnya.
“Apa kau tidak menyukaiku lagi?” tanya Rella, dia menunduk sedih.
“Ah? A-aku!” Haikal menggaruk tengkuknya, bingung harus menjawab bagaimana.
“Apa aku terlalu buruk? Aku hina, hiks! Hiks!” tanyanya semakin sedih.
“Rella, tolong hentikan, ini bisa mengganggu orang lain di apartemen sebelah!” Haikal menggoyangkan ke dua tangannya, sebagai tanda berhenti.
Rella mendorong tubuh Haikal kuat, sehingga terdorong masuk ke dalam apartemen. Blam! Pintu apartemen di tutup dengan keras oleh Rella. Dia menguncinya kemudian.
Sekarang, Haikal terdiam dalam posisi terhenyak duduk, sedangkan Rella berdiri menatapnya. “Katakan! Apa kau masih menyukaiku?” teriaknya berkacak pinggang.
“Kenapa kau diam saja?” Bukannya menjawab, Haikal malah mengedipkan matanya beberapa kali.
“Rella kamu kenapa?” jawabnya lembut, dia mencoba untuk bangun dari posisi duduknya.
Rella berjongkok, mendorong tubuh Haikal, kemudian duduk menindih pria itu, tepat di atas antara kedua pahanya.
Glug! Haikal menelan salivanya, hingga terlihat jakunnya naik turun. “Hm, Rella, itu-- kamu--” Perkataan Haikal terpotong, Rella kembali mencium bibir Haikal sekilas.
“Katakan padaku, apa kau masih menyukaiku atau tidak!” Rella mengadukan keningnya dengan kening Haikal.
“Aku sungguh tidak akan mengganggumu dengan kekasihmu, sungguh. Itu-- seminggu yang lalu, aku tidak sengaja minum alkohol, aku mabuk, aku tidak pernah minum alkohol sebelumnya, maafkan aku, maafkan aku Rella!” tutur Haikal jujur.
“Jadi ... pengakuan cintamu waktu itu palsu?”
“Itu---”
“Katakan, kau masih menyukaiku 'kan? Kalau iya, ayo kita menikah!”
“Me-menikah? Rella, menikah itu bukan main-main. Apa kau yakin ingin bersuami 'kan aku?” tanya Haikal menatap wajah Rella yang kacau, namun baginya masih saja seperti bidadari.
“Aku hanya butuh kepastian rasa sukamu, jika kau menyukaiku! Ayo, menikah. Besok pagi kita daftar ke tempat pernikahan.” Rella berdiri.
“Besok pagi aku akan menunggumu!” Dia berjalan pergi dan keluar dari apartemen Haikal.
Setelah Rella pergi, Haikal mengambil nafas dalam-dalam. Jantungnya benar-benar berpacu, bahkan sesuatu di antara dua pahanya setengah terbangun karena diduduki oleh Rella, apalagi tadi sambil dicium bibirnya.
“Oh, juniorku, hentikan!” Dia meringis, junior yang bersarang diantara dua paha itu bukan lagi setengah bangun, kini malah ingin merobek celana yang dia pakai, berharap menyembul bebas keluar.
“Hentikan pikiranku, hentikan!” Dia menepuk kepalanya yang semakin berpikir mesum. Dia bergegas mengunci pintu kamar apartemen dan berlari ke kamar mandi. Memilih berendam air dingin di bathtub.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!