Bismillahirohmanirohim
"Lo gila? memangnya dengan cara lo bunuh diri semua masalah lo bakal selesai gitu aja?" Maki Alvin pada seorang cowok.
Alvin tidak kenal dengan cowok ini, tapi melakukan bunuh diri bukanlah salah satu perbuatan yang dibenarkan dalam agama maupun negara.
"Lebih baik gue bunuh diri daripada terus hidup dalam ketidak adilan" jawabnya.
Alvin hanya terkekeh mendengar jawaban manusia yang sedang berdiri di depannya, pemikiran macam apa yang dia punya.
"Memangnya lo pikir setelah lo bunuh diri lalu lo mati, semuanya selesai iya?" tanya Alvin sambil menatap cowok tadi.
"Bukankah setiap orang yang memiliki masalah besar, lalu tidak ada jalan keluarnya akan melakukan hal sama kayak gue? yaitu bunuh diri" ucapnya lirih.
"Itu pemikiran orang bodoh! mata hatinya sudah tertutup, seberat apapun masalahnya pasti ada jalan keluarnya, hanya saja kadang manusia cepat putus asa" jelas Alvin.
"Lagipun setelah lo bunuh diri, hidup lo bukannya tambah baik malah akan lebih sengsara, semua orang yang lo kenal akan memaki lo, karena kebodohan lo sendiri melakukan bunuh diri, lalu"
"Gue pergi dulu" belum sempat Alvin selesai bicara laki-laki tadi sudah pergi meninggal Alvin begitu saja.
"Awas aja lo, gue tandain muka lo" kesal Alvin, bisa-bisanya dia sedang bicara panjang kali lebar ditinggal begitu saja.
Alvin yang sudah kesal segera pergi meninggalkan tempat tersebut, tempat dimana dia melihat dengan mata kepalanya sendiri, seorang cowok ingin mengakhiri hidupnya.
"Gue harap bisa ketemu lagi sama itu orang, dia masih punya utang sama gue, orang belum selesai ngomong main tinggal aja, nggak ada sopan santunya emang" dumel Alvin, ternyata dia masih tidak terima ditinggal begitu saja, padahal dia belum menyelesaikan ucapannya.
Tidak terasa Alvin sudah sampai di depan kampusnya, dia melupakan sejenak rasa kesal yang sedari tadi menyelimuti dirinya.
"Kenapa lo Vin? muka lo kusut amat" ucap Eza.
"Tadi ada orang gila" jawab Alvin asal.
Eza dan Alvin merupakan mahasiswa di universitas Negeri Jakarta, mereka berdua baru saling mengenal saat hari pertama masuk kuliah sampai saat ini. Hari ini seminggu setelah mereka mulai kembali masuk kuliah, keduanya berada pada semester yang sama.
"Hahah! seorang Alvin bisa ketemu orang gila juga ternyata" tawa Eza sudah pecah, padahal tidak ada yang lucu sama sekali.
Sedangkan Alvin menatap Eza jengah. "Emang lo pikir ada yang lucu?" tanya Alvin, sambil pergi meninggalkan Eza begitu saja.
"Vin tungguin gue lah, main tinggal-tinggal aja lo sama teman sendiri" teriak Eza, sambil berjalan sedikit cepat agar bisa menyusul Alvin.
"Cih, gue nggak peduli" sahut Alvin, tapi Eza masih bisa mendengarnya, mereka berdua memang sudah biasa seperti itu.
Keduanya berjalan beriringan menuju kelas, ditemani tatapan para cewek gatel, yang ingin terus memandang pesona seorang Alvin dan Eza, tapi sayang mereka berdua tidak peduli.
***
"Gara-gara orang tadi gue nggak jadi mati, sialan" umpatnya.
"Buat apa gue hidup di dunia yang nggak adil sama sekali, gue selalu menjadi orang nomor satu yang disalahkan dalam keluarga gue. Mana gue sering dibilang Fahmi anak pungut lagi" molong Fahim.
"Kenapa hidup gue bener-bener nggak adil" teriak Fahmi, tiba-tiba dia teringat dengan ucapan Alvin tadi, orang yang membuat dirinya gagal bunuh diri.
"Bukan yang gue bilang tadi bener?, gue yakin pasti orang yang melakukan bunuh diri akan merasa lebih tenang, tapi kenapa cowok tadi bilangnya nggak?"
Fahmi yang penasaran dengan kata-kata Alvin tadi yang belum tuntas, segera pergi untuk mencari keberadaan Alvin. Fahmi berharap dia masih bisa bertemu dengan Alvin. Dia masih penasaran dengan ucapan Alvin yang terakhir kalinya.
Tadi Fahmi sudah merasa sangat kesal dengan Alvin, maka dari itu dia pergi begitu saja, walaupun penasaran dengan kata-kata terakhir Alvin yang belum selesai.
"Gue cari itu orang dimana?" tanya Fahmi entah pada siapa. "Lebih baik gue kuliah dulu, sebentar lagi dosennya masuk" putus Fahmi.
Hidup di keluarga yang selalu pilih kasih bukanlah hal yang mudah untuk seorang Fahmi jalani, apalagi dia hanya seorang anak pungut yang kebetulan beruntung diangkat menjadi seorang anak oleh sepasang suami, istri.
Tapi sayang kedua orang tua angkat Fahmi tidak pernah memberikan kasih sayang sebagai anak pada Fahmi, mereka menjadi Fahmi sebagai babu mereka, alat untuk menghasilkan uang.
Fahmi sendiri kuliah karena mendapatkan beasiswa, dia mendapat beasiswa dari sekolah menengah pertama dan bertahan hingga saat ini. Ini salah satu alasan Fahmi kenapa ingin mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri, tapi sayang semua rencananya digagalkan oleh seorang cowok yang sama sekali tidak dia kenal.
Selesai kelas Fahmi langsung keluar terburu-buru karena ingin segera bertemu dengan Alvin, tapi dia sendiri tidak tahu akan mencari dimana keberadaan Alvin.
"Bodoh! gue harus cari dimana orang itu, kenapa gue nyesel sendiri setelah pergi begitu saja"
Rasa penasaran yang menyelimuti Fahim membuat dirinya ingin sekali bertemu kembali dengan seorang Alvin.
"Tapi tadi pakaian cowok itu kayak anak kuliah, kalau benar dia anak kuliahan, dia kuliah dimana?"
"Lebih baik sekarang gue cari di kampus gue dulu, walaupun gue ketemu dia satu minggu kemudian atau satu bulan kemudian bahkan satu tahun kemudian, karena kampus ini sangat luas" keluh Fahmi.
Fahmi segera menyusuri setiap ruang yang terdapat di universitas Negeri Jakarta tersebut, satu demi satu kelas dan ruang dia datangi hanya untuk mencari keberadaan Alvin. Benar apa yang Alvin katakan pada Eza, jika dia bertemu dengan orang gila. Buktinya sekarang Fahmi sudah seperti orang gila, karena terus-menerus menyusuri setiap ruang di kampusnya, hanya untuk bertemu Alvin. Fahmi sendiri tidak seberapa ingat dengan wajah Alvin, cowok yang sudah menggagalkan rencana bunuh dirinya.
Walaupun tidak yakin jika Fahmi akan bertemu lagi dengan sosok laki-laki yang dia temui tadi pagi, tapi setidaknya usaha sudah Fahmi lakukan untuk bisa bertemu dengan Alvin.
Kadang kita merasa orang lain sudah ikut campur dalam urusan kita, padahal itu pripasi kita yang tidak semua orang boleh ikut campur di dalamnya.
Tapi ingat satu hal, kita tidak tau rencana yang sudah Allah takdirkan untuk kita, yang kita mau hanya takdir indah dan baik yang selalu datang disisi kita, tapi takdir buruk juga pasti akan kita alami jika tidak berhati-hati.
Begitu juga takdir yang Allah gariskan untuk seorang Fahmi, kita tidak tau rencana apa yang sudah digariskan untuk Fahmi setelah bertemu dengan Alvin, mungkin semua ini awal yang baik untuk seorang Fahmi yang merasa hidup dalam ketidak adilan.
Bismillahirohmanirohim
"Za gue balik duluan" pamit Alvin, sambil menepuk pundak Eza sedikit keras.
"Balik aja sana lo, kagak usah ngajak ribut, Alvin! lo belum pernah ngerasain bogeman gue kan" tantang Eza.
Alvin tersenyum meremehkan Eza. "Gue tau, lo mau kan muka lo bonyok kayak pertama kali kita ketemu?" jawab Alvin sambil menaik turunkan kedua alisnya.
Melihat itu Eza langsung menciut, dia teringat pertama kalinya dia dan Alvin bertemu, saat ini Alvin menghajar dirinya habis-habisan, karena Eza yang membuat perkelahian, setelah itu mereka berdua berteman sampai sekarang.
"Sono pulang, nggak jadi pulang emang lo?" Eza mencari topik lain.
"Lo naksir gue?" Mungkin mulut Alvin sedang keseleo sampai salah ngomong.
"Dih, amit-amit gue naksir sama lo, masih waras kali gue, walaupun lo termasuk cakep sih"
Mendengar pujian dari Eza, tingkat kepedean Alvin naik 99 derajat.
"Yang benar itu lo ngusir gue Alvin, bukan naksir gue!!" sakral Eza. "Udah sono lo pergi deh, lama-lama gue bisa gila bareng lo" Eza kembali mengusir Alvin.
"Yang ada gue, yang lama-lama gila kalau bareng lo bego!" Alvin pergi begitu saja meninggalkan Eza, dengan membawa rasa kesalnya.
Eza, tentu saja dia sudah tertawa terbahak-bahak, karena selalu berhasil membuat Alvin kesal.
Sepeninggal Alvin, Eza terus menyeruput es tehnya yang tinggal sedikit, seperti anak kecil pada umumnya, yang menyedot es mereka dengan senang seakan mendapatkan mainan baru, Eza terus menyeruput es teh tersebut hingga mengeluarkan suara, orang lain yang melihat kelakuan Eza seperti itu merasa jijik, tapi yang namanya seorang Eza tidak akan peduli dengan semua itu, dia terus saja melakukan kegiatannya.
"Lo nggak jijik gitu?" tegur seorang pada Eza.
Eza hanya menatap orang tersebut malas lalu kembali fokus pada kegiatannya kembali.
"Woi, gue lagi ngomong sama lo" kesel orang itu, sambil memukul keras meja tempat Eza makan, karena dia merasa diabaikan oleh Eza.
"Lo ngajak gue ribut?" tantang Eza.
"Kalau iya kenapa, nggak berani lo, atau takut muka ganteng lo rusak?"
'Duk'
'Duk'
Tanpa banyak bacot lagi Eza segera menghajar laki-laki yang mengganggu ketenangan dirinya barusan, sedangkan laki-laki tadi mengelap sudut bibirnya yang terluka akibat serangan mendadak dari Eza.
Semua mahasiswa yang berbeda disana segera berteriak histeris, bukanya memisahkan kedua orang tersebut mereka malah mendukung Eza dan laki-laki itu untuk saling menghajar satu sama lain.
"Eza, Eza.." terika banyak orang, orang-orang yang mengenal Eza tentunya. Kubu sebelah yang mengenal laki-laki yang sedang berkelahi dengan Eza tentu tidak mau kalah mereka juga berteriak dengan kencang.
"Fahmi, Fahmi"
Seorang dosen yang melihat ada keributan di kantin kampus segera datang untuk melihat apa yang terjadi.
"Fahmi!! Ezaaaa!!" teriak seorang dosen yang memasuki semua gendang telinga orang-orang yang berada di sana menyaksikan keributan Eza dan Fahmi.
Ya orang yang berkelahi dengan Eza, adalah Fahmi, cowok yang sedari tadi mencari keberadaan Alvin.
Karena merasa lelah dia memutuskan untuk pergi ke kantin, saat sampai di kantin Fahmi disuguhkan dengan pemandangan yang sangat menjengkelkan menurutnya, Eza sedang menyeruput minumannya, padahal minuman tersebut sudah habis tinggal es nya saja.
"Fahmi, Eza Kalian berdua ikut bapak ke ruangan bapak" putus dosen yang menyaksikan perkelahian Eza dan Fahmi.
Hanya karena masalah sepele mereka sampai main adu jotos.
Sampai di ruangan dosen Fahmi dan Eza hanya bisa menundukkan kepala mereka.
"Kalian berdua tau apa salah kalian?"
"Tau pak" jawab keduanya kompak, seperti anak kecil yang sedang dimarahi ibunya.
"Fahmi kamu tau kan, kalau kamu masuk disini dengan beasiswa? kamu taukan konsekuensinya, kalau ini terjadi lagi kami dari pihak Kampus terpaksa mencabut beasiswa kamu" terang pak dosen.
"Dan untuk kamu Eza, bukannya kamu sudah memiliki catatan jelek di mata para dosen saat pertama kali masuk, sudah membuat onar di kampus ini, tolong perbaiki sikap kamu atau kami dari pihak kampus terpaksa ngedeo kamu dari kampus ini"
sekarang giliran Eza yang mendapatkan ceramah dari pak Galuh dosen yang menangkap basah dirinya berkelahi dengan Fahmi tadi, dan pak Galuh juga dosen yang pertama kali menangkap dirinya dan Alvin dulu saat sedang berkelahi. Eza sendiri heran sepertinya dosen tersebut ada dimana-mana.
"Iya pak saya tau" jawab Eza enteng. "Apa bapak sudah selesai ceramahnya? kalau sudah saya mau keluar" ucap Eza lagi enteng, sungguh dia tidak tahu sopan santun sepertinya.
"Cepat kalian berdua saling maaf-maafan" putus pak Galuh, dia sangat muak dengan tingkah Eza yang tidak dapat diatur sama sekali, dia pikir kampus ini punya nenek moyangnya kali.
"Kalau iya kenapa sirik lo?" Eza, bicara entah pada siapa.
"Gue minta maaf, tadi kebawa suasana aja sih, suasananya enak buat nabok orang" ucap Eza sambil mengulurkan tangannya pada Fahmi.
"Oke, gue juga minta maaf"
"Udah kan pak? bakap lihat sendiri, kalau gitu saya pergi dulu, by" Eza meninggalkan ruangan pak Galuh begitu saja.
"Astagfirullah, kenapa ada murid julid kayak gitu" gerut pak Galuh, sambil mengelus dadanya.
"Kalau gitu saya permisi juga pak" ucap sopan Fahmi, pak Galuh hanya mengangguk, cukup hari ini dirinya diuji kesabaran oleh mahasiswa sendiri, besok-besok jangan lagi.
Saat keluar ruang pak Galuh, Fahmi kaget karena Eza masih berdiri disana.
"Sorry gue benar minta maaf" ucap Eza saat dia melihat Fahmi sudah keluar dari ruang pak Galuh, Eza sangat tidak mau gara-gara dirinya beasiswa Fahmi dicabut begitu saja. Walaupun bisa saja dia melarang pihak kampus untuk tidak mencabutnya, tapi tetap saja itu usaha Fahmi sendiri.
"Sans bro, gue juga minta maaf"
"Lo mau ikut gue nggak? tenang aja gue nggak bakal gebuk lo lagi kok, sebenarnya gue itu orangnya baik, tapi kalau lagi kesel yang kayak tadi"
Mulai tingkat peda Eza sebentar lagi akan naik mencapai angka 100% jika sudah seperti itu, Eza tetaplah Eza.
"Gue nggak nanya, lo mau ngajak gue kemana? gue ikut"
Kenapa sekarang kedua orang itu terlihat seperti berteman padahal baru saja melakukan adu jotos.
"Ya udah yuk kalau lo mau ikut gue" Eza merangkul pundak Fahmi seperti layaknya seorang teman, lalu keduanya tertawa bersama.
Sedangkan para mahasiswa-mahasiswi yang melihat itu merasa aneh, pasalnya tadi Eza dan Fahmi bertengkar di kantin kampus sampai dipanggil ke ruang dosen, tapi kenapa sekarang mereka sangat akrab?, mungkin sudah banyak pertanyaan yang terlintas di kepala orang-orang itu.
Bismillahirohmanirohim
selamat membaca redes 🤗
"Ini rumah siapa Za?" tanya Fahmi bingung,
Pasalnya jika rumah orang tua Eza, yang ada di hadapannya sekarang, kenapa rumah itu terasa sangat sepi dan sunyi.
"Ini markas gue sama temen gue Alvin, lo kalau misalnya lagi pengen main kesini datang aja" jawab Eza. "Sekarang lebih baik kita masuk"
Fahmi mengikuti Eza dari belakang yang sudah jalan mendahului dirinya.
Fahmi sangat kagum dengan isi rumah tersebut, yang Eza anggap sebagai markas, walaupun di dalam markas tersebut tidak banyak barang-barang tapi semuanya lengkap, dari kulkas hingga televisi semuanya ada, bahkan Fahmi saja sangat mengagumi markas tersebut, bukan hanya itu saja, di dalam ruang itu semua benda tersusun rapi juga di setiap sudut ruangan sangat bersih.
"Siapa yang nyusun semua ini? dan siapa yang membersihkan tempat ini?" tanya Fahmi penasaran.
Eza yang tengah sibuk mengambil minum dari kulkas segera menghampiri Fahmi yang sedang mengagumi setiap sudut ruangan markas tersebut. "Gue sama Alvin lah, memangnya siapa lagi" jawab Eza.
"Siapa tau lo berdua nyewa Art, buat bersihin ini markas"
"Alvin mana mau kayak itu, dia nggak akan pernah setuju"
"Lo dari tadi ngomong namanya Alvin terus, gue jadi penasaran kayak mana orangnya" setiap kali Eza berbicara dengan dirinya pasti tadi pernah ketinggalan menyebut nama Alvin.
"Mungkin dia lagi tidur kali, lo mau makan nggak, mumpung si Alvin masak banyak, masakan Alvin enak banget loh" tawar Eza.
"Memangnya disini ada kamar juga?"
"Menurut lo, lo liat aja kali masa tempat sebesar ini nggak ada kamarnya, bahkan ada empat kamar di sini" jelas Eza.
Entah kenapa Eza tidak merasa sungkan pada Fahmi untuk menjelaskan semuanya tentang markas dirinya dan Alvin.
"Za lo jadi ngajak gue makan gak? laper nih gue" ucap Fahmi tidak tau malu, wkwk.
"Karena gue tadi yang pertama ngajak lo makan, maka gue maklumi sikap tak tau malu lo" canda Eza.
Eza mengajak Fahmi ke ruang makan untuk segera menyantap makanan yang sudah tersedia disana, siapa lagi yang masak kalau bukan Alvin, Eza hanya tahu menghabiskan makanan saja.
Saat Eza membuka tudung saji, aroma makanan yang berada di depan mereka langsung masuk ke setiap rongga hidung, dari aromanya saja menyuruh setiap orang yang mencium wangi makanan tersebut ingin sekali cepat-cepat melahap nya sampai tandas tidak tersisa.
"Ngapain diliatin aja buru makan" suruh Eza.
Tanpa babibu lagi Fahmi segera melahap makanan yang sangat menggiurkan tersebut, sendokan pertama sudah masuk ke dalam mulut Fahmi. " Gilaa, ini makanan enak bener dah, sumpah baru pertama kalinya gue makan lauk ayam seenak ini, biasanya B aja tau" Mulai jiwa puji memuji Fahmi keluar.
"Udah baca bismilah belum lo?" sindir Eza
"Biasa aja nggak usah lebay gitu" jawab Eza, sambil tetap fokus makan.
***
Alvin yang sedang tidur siang di markas mereka, merasa terganggu karena suara berisik, dia terpaksa bangun, walaupun sebenarnya masih sangat mengantuk, sayangnya suara berisik Eza sangat mengganggu Alvin.
"Berisik! itu anak pulang bukanya diem malah berisik banget, bawa siapa lagi dia, hokk" ucap Alvi, sambil berusaha mengumpulkan semua nyawanya yang belum terkumpul.
Alvin yang merasa nyawanya sudah terkumpul sempurna, segera pergi ke kamar mandi untuk mencuci muka, agar terlihat lebih segar dari sebelumnya.
'Alhamdulillah, kenapa gue laper?' batin Alvin, dia baru saja keluar dari kamar mandi.
Alvin berjalan keluar kamar untuk menemui Eza yang sudah berani mengganggu tidur siangnya.
"Ezaaa! Eza, anak siapa lo dimana uii" teriak Alvin.
Alvin baru saja berdiri di depan pintu kamar, bukanya mencari Eza, dengan menggunakan kaki, mata, dia malah mencari seorang menggunakan mulut.
"Siapa yang manggil lo Za?" tanya Fahmi, mereka berdua masih asik makan, Eza yang mendengar teriakan Alvin tidak peduli.
"Alvin, bisa dia memang gitu"
"Terus lo gak nyamperin dia gitu?"
"Ngapain dia yang butuh, kenapa harus gue yang nyamper?" jawab Eza logis.
Alvin yang merasa diabaikan oleh Eza segera pergi ke ruang makan dia hafal betul dimana Eza saat ini, tukang makan yang di ruang makan pasti.
"Eza, l….."
"Lo" ucap Fahmi dan Alvin bersama. Saat keduanya tidak sengaja saling melihat satu sama lain.
"Kalian berdua saling Kenal?" bingung Eza
"Dia orang gila yang gue maksud bego!"
"Buset mulut lo filter dikit napa bang" ucap Eza.
"Akhirnya gue ketemu lagi sama lo, setelah mencari keliling kampus gue" ucap Fahmi.
Mendengar perkataan Fahmi Alvin dan Eza mengerutkan dahi mereka, karena bingung.
"Kenapa lo kangen sama gue sampe nyari gue ke seluruh penjuru, satu lagi lo masih punya utang sama gue, kalau orang lagi ngomong jangan asal tinggal pergi dong, gue pengen nabok lo tau nggak rasanya" cerocos Alvin.
"Tolong kalau ngomong di rem dulu" sahut Eza.
"Gue nyari lo, karena masih penasaran sama ucapan lo kemarin yang belum selesai" ucap Fahmi.
"Lo ngomong gini, lagi pula kalau lo bunuh diri hidup lo bukanya tambahan baik malah, tambah sengsara, semua orang akan maki lo karena kebodohan lo sendiri melakukan bunuh diri, lalu?" Fahmi mengulang ucapan Alvin tadi pagi yang masih dia ingat.
"Lalu apa? bukannya setelah bunuh diri gue bakal lebih baik?" tanya Fahmi.
Alvin dan Eza saling tatap sebentar, lalu menatap Fahmi.
"Lo kira setelah lo bunuh diri, hidup lo udah kelar gitu aja? nggak pasti setelah lo bunuh diri perjalanan hidup masih panjang, iya kalau lo langsung diterima di surga kalau nggak? apa lagi bunuh diri itu perbuatan keji, di dunia orang pada ngomongin lo, di akhirat lo nyesel sama perbuatan lo, tapi kalau nyesel di akhirat percumah udah telat"
"Lagi pula manusia hidup di dunia lalu mati, lo pikir langsung masuk surga gitu? nggak bro, dia harus melewati, alam kubur, hari kebangkitan, padang mahsyar sampai seterusnya hingga kita tembus diantara dua pilihan surga atau neraka? itu semua hanya amal kita yang bisa nolong apakah berada di surga atau neraka, kalau bunuh diri gimana mau hitung amalnya? pas mati aja dia udah ngelawan takdir Allah, mendahulukan takdir Allah"
"Lagi pula pas di Padang mahsyar nanti, matahari hanya sejengkal dari kepala kita, lo bayangin dah gimana rasanya matahari sejengkal dari kepala kita, orang yang sekarang aja jauh kita kadang nggak kuat sama panasnya, apalagi kalau di padang mahsyar cuman sejengkal dari kepala kita" jelas Alvin panjang lebar, sampai Fahmi dan Eza melongok.
"Sahabat gue emang jos, tiba-tiba jadi ustadz dadakan" ucap Eza.
Fahmi masih mencerna semua ucapan Alvin yang nancep sampai ke ulu hatinya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!