Iren menatap Devi yang sedang sibuk menyiapkan bukunya dan memasukkannya ke dalam tas gadis itu.
"Bun, kamu semangat banget ketemu mereka?" tanya Iren yang agak bingung dengan Devi. Pasalnya sahabat yang dia panggil 'Bunda' ini dari semalam senyam-senyum sendiri karna hari ini ada seminar dan yang ngisi itu idola dia.
Devi menatap Iren dan mengangguk sambil tersenyum antusias. "Jelas dong, kamu tau .... " Devi mendekati Iren membuat Iren sedikit mundur. "Sudah tiga tahun aku berdoa supaya bisa ketemu mereka. Udah yuk berangkat nanti terlambat," ajak Devi dan menarik tangan Iren membuat gadis itu linglung mau tidak mau ikut dengan Devi.
Gimana gak linglung Iren yang masih bengong tiba-tiba main ditarik saja oleh Devi, untung Iren sayang Devi kalau tidak.
...🌐🌐🌐...
Sesampai di tempat seminar, sebelum masuk Iren dan Devi memilih untuk membeli minuman terlebih dahulu, dahaga mulai memanggil mereka.
Setelah membeli minuman mereka berjalan menuju ruangan yang akan diadakan seminar, lebih tepatnya di auditorium.
"Eh, Ren, aku kebelet pipis nih bawain dulu ya." Devi langsung menyerahkan minumannya kepada Iren membuat Iren mau tak mau menerimanya karna Devi langsung berlari begitu saja.
Iren mendengus sebal, selalu saja begitu.
Lagi, gadis itu mendengus sebal melihat tali sepatunya terlepas. Iren berjongkok dan menaruh kedua minuman gelas itu dilantai kemudian mulai mengikat tali sepatunya.
Selesai mengikat tali sepatunya Iren berdiri dan tidak lupa mengambil kedua minumannya, Iren berjalan dan kaget saat seseorang menabraknya dan tanpa sengaja dia menumpahkan minuman miliknya kebaju orang tersebut.
Iren panik dan menatap orang yang menabraknya itu. Iren sedikit mengerutkan keningnya saat melihat orang tersebut, siapa dia? kayanya baru pertama kali Iren melihatnya.
Pria tinggi dengan tinggi kira-kira 176 sentimeter, kulit putih, alis tebal, rambut cepak dan sedikit berkumis membuat Iren merasa jika pria dihadapannya ini pastilah jauh lebih tua dari dirinya.
"Aduh Om, maaf saya gak sengaja." Iren bingung, dia mencoba membersihkan bekas-bekas minumannya di kemeja pria tersebut. Jantungnya sudah kembang-kempis di dalam sana.
Pria di hadapannya itu menatap Iren.
"Kamu bilang apa tadi? Coba ulangi!" pria itu tidak habis pikir dengan gadis di hadapannya, bisa-bisanya dia dipanggil 'Om' padahal umurnya belum sampai untuk dipanggil Om oleh gadis ini.
"Saya gak sengaja?" tanya Iren yang tampak ragu dan menatap pria di hadapannya sambil mengerutkan keningnya, pria tersebut menggelengkan kepalanya. Bukan itu yang ingin dia dengar.
"Bukan, kamu tadi manggil saya dengam sebutan apa?" tanya pria itu membuat Iren bingung. Memangnya Iren manggil dia apa? Iren ingat-ingat dulu. Ahhh akhirnya Iren ingat.
"Om?" Iren menatap pria tersebut dengan tatapan ragu dan kening mengkerut. Di dalam sama dia sudah sedikit takut jika pria di hadapannya akan memarahinya.
Pria itu berdecak sebal dan berjalan mendekat ke arah Iren membuat gadis itu mundur karna takut. Mau ngapain nih si Om?
"O ... Om mau ngapain ya?" tanya Iren sedikit takut dan dia kaget saat punggungnya bertabrakan dengan tembok sedangkan pria di hadapannya itu semakin mendekat ke arahnya.
"Emang wajah saya persis seperti om-om?" tanya pria itu sambil menatap Iren tajam membuat Iren mengangguk pelan, sedetik kemudian dia langsung menggeleng.
"Se ... sedikit sih," ujar Iren dengan nada gemetar. Kenapa pria ini sangat menakutkan.
Pria itu berdecak sebal dan tersenyum miring menatap Iren membuat gadis itu semakin takut. Tangan pria itu terangkat untuk merapihkan helaian rambut Iren yang menghalangi wajah cantik gadis itu.
"Jangan-jangan Om ini pedofil lagi, aaaa Mama tolong Iren." batin Iren berteriak kencang.
"Kamu tau siapa saya?" tanya pria itu tangan terangkat untuk mengelus pipi chubby Iren. Iren menggelengkan kepalanya tanda dia tidak tau siapa pria di hadapannya yang berani-beraninya pegang-pegang wajahnya. Pria itu mendengus dan tersenyum tipis menatap Iren. Tangannya sudah ia turunkan.
"Om, maaf saya ada seminar," ucap Iren dan langsung kabur bertepatan dengan itu Devi keluar dari kamar mandi. Iren membuang gelas minumannya ke tempat sampah dan langsung menarik tangan Devi, membuat sahabatnya itu kaget bertanya-tanya ada apa dengan sahabatnya ini yang kelihatannya seperti sedang dikejar hantu.
Pria itu mengibaskan tangannya di bajunya yang basah dengan sebal dan tersenyum miring melihat kepergian gadis yang menabraknya itu.
"Gadis yang menarik." batinnya.
...🌐🌐🌐...
Rasa kantuk datang secara tiba-tiba membuat Iren rasanya tidak bisa menahannya. Kepalanya dari tadi sangat ingin menempel di atas meja, sungguh ini seminar yang sangat membosankan baginya.
Devi menyenggol tangan Iren membuat gadis yang sedang mengantuk itu refleks kaget dan menatap Devi dengan mata lima wat.
"Ngantuk banget, Bun," ujar Iren yang tak bisa menetralisir rasa kantuknya dan Devi tak menanggapinya, baginya berada di sini saja sudah membuatnya senang. Bahkan hanya dengan melihat orang yang mengisi seminar rasa kantuknya hilang begitu saja, dia terlalu bersemangat dan bahagia karna kedatangan dua orang yang bisa memotovasikan dirinya dalam belajar.
"Maaf yang duduk di pojok kalau kamu mengantuk bisa keluar sekarang juga."
Devi kaget dan menunjuk dirinya sendiri kemudian pria yang sedang mengisi seminar itu menggeleng dan menunjuk Iren dengan pulpen yang sedang dirinya pegang ke arah gadis itu yang sedang memijat pelipisnya agar tidak mengantuk, Devi segera menyenggol Iren membuat gadis itu menatap Devi dengan kening mengerut.
Devi memberikan isyarat kepada Iren dengan jempolnya agar sahabatnya itu menatap ke arah depan.
Iren menatap ke arah depan dan kaget saat melihat pria yang tadi pagi dia tabrak dan dirinya mengotori kemeja pria itu, bahkan masih tercetak jelas noda minuman itu membuat Iren meringis pelan.
"Kamu," ucap pria itu sambil menunjuk Iren membuat Iren menatap ke arah samping kanan kiri dan belakang, apa pria itu sedang menunjukkanya? Iren menunjuk dirinya sendiri dan pria itu mengangguk.
"Iya kamu ... bisa keluar dari sini, karna seminar saya bukan untuk ajang tidur!" ujar pria itu sarkatis membuat Iren sedikit kaget, apakah harus ya pakai nada marah begitu membuat Iren mendengus sebal.
Iren mengangguk dan berdiri, ia merapihkan bukunya dan langsung keluar dari ruangan seminar sambil komat-kamit tak jelas.
"Lagipula kalau bukan karna Bunda, aku gak bakal mau ikut seminar ini. Apalagi yang ngisi om-om pedofil kaya dia. Ihh gak banget," gerutunya sebal dan menghentakkan kakinya.
Sungguh Iren sangat ingin menendang wajah laki-laki itu, kesan pertama yang diberikannya memang tidak baik, tetapi, apakah perlu pria itu mempermalukannya dengan cara seperti tadi? ckck, sungguh kekanakan sekali pria tersebut.
"Baru ketemu aja udah bikin kesel, apalagi ketemu melulu bisa tambah rontok dah rambut aku." Iren menghentikan langkah kakinya. "Kenapa juga Bunda suka sama dia? hih aku sih Big No. Om-om pedofil kayak dia." Iren masih saja menggerutu tentang Om-om yang sudah membuat moodnya hancur.
Kemudian dia duduk di salah satu bangku yang tersedia, dia ingin menunggu Devi karna bagaimanapun dia datang dengan sahabatnya itu. Masa pulang dia sendiri itu namanya gak solidaritas.
Iren masih sebal dan kesal dengan laki-laki yang bahkan dia tidak kenal namanya itu.
"Kenapa juga dia banyak yang suka? Dasar om-om pedofil!" gumamnya sebal, jika boleh dia sangat ingin melayangkan sepatunya untuk laki-laki pedofil itu. Membuatnya gerah saja.
To Be Continue
"Kamu gak mau ikut photo, Ren? Ayolah photo bareng" ucap Devi memaksa Iren membuat gadis itu menolak sambil menggelengkan kepalanya, dia tidak sudi photo bareng om-om pedofil.
"Nggak ah, kamu aja" ucap Iren menolaknya, dia sedang tidak mood untuk berphoto, apalagi melihat tampang om-om pedofil yang sedang menatapnya sambil tersenyum sinis. Hih memangnya situ siapa?
"Udah ayok gak usah malu" ucap seseorang dan menarik kerah baju Iren seperti sedang menarik kucing jalanan membuat gadis itu kaget bukan main, untung aja dirinya masih bisa bernafas. Gila aja nih om-om, main tarik aja kalau Iren lewat gimana.
Devi tersenyum dan meminta salah satu temannya untuk memotokan mereka, ini adalah kesempatan yang dia tunggu-tunggu dari sejak dulu.
Devi berdiri disamping Jerome sedangkan Iren disamping Billy (nama si om pedofil).
Devi tersenyum senang saat Jerome merangkul pundaknya, mimpi apa dia semalam bisa dirangkul seperti ini sama calon masa depannya. Iren yang melihat itu hanya bisa menggelengkan kepalanya, pasti sahabatnya itu udah mau terbang deh.
Iren mendongak kaget saat seseorang merangkulnya sedangkan yang ditatap tidak menatap balik malah menatap kamera sambil tersenyum. Apa-apaan ini? Maksudnya apa?
"Kamu sudah mengenal saya, Irena?" Tanya Billy membuat Iren kaget dan menjauh, dari mana si om-om pedofil tau nama dia? Jangan-jangan om ini cenayang lagi. Hih serem.
"Kenal?" Tanya Iren tidak mengerti membuat Billy menunduk dan tepat saat itu Iren terdiam.
Buseng ini si om harum banget, harumnya mint, wanginya gentleman gitu. Diliat-liat kok si om ganteng juga ya, apalagi dengan jarak kita yang deket gini jadi mikir yang iya-iya kan- batin Iren.
Billy hanya tersenyum miring menatap gadis yang sedang dia rangkul ini. "Bukankah kamu sudah mengenal saya? Bisa dong kalau kamu bayar kemeja saya yang kotor ini?" Bleng, Iren tersadar tidak seharusnya dia memuji si om-om pedofil gak tau diri ini.
"Ihh itu kan Om sendiri yang jalan gak lihat-lihat, makanya jalan tuh pake mata bukan cuma pake kaki doang om" Jawab Iren tidak mau kena salah, enak saja dia suruh ganti kemeja si om.
Billy lagi-lagi hanya tersenyum tipis, dia mendekatkan wajahnya kearah wajah Iren membuat gadis itu menegang antara takut dan gugup.
"O... Om mau ngapain ya?" Tanya Iren gugup tanpa mau menatap wajah Billy yang sudah semakin dekat.
Billy berbisik dikuping Iren.
"Saya mau kamu ganti kemeja saya ini, titik" Bisik Billy kemudian laki-laki itu menjauh dari Iren dan melepaskan rangkulannya. Iren menghela nafasnya lega, lama-lama dekat dengan si Om membuat jantung Iren gak sehat.
"Ayok, Bil.... Kita pergi dulu ya" ucap Jerome dan merangkul Billy, kemudian mereka berdua pergi begitu saja meninggalkan Iren dan Devi.
Setelah mereka pergi Devi loncat-loncat kesenengan dan itu membuat Iren malu sendiri. Bisa-bisanya Devi yang terkenal pintar dan cerdas lalu pendiam jingkrak-jingkrak gak jelas di koridor kampus.
"Dia bukan temen saya" ucap Iren saat ada orang lewat dan menatap Devi dengan heran. Malu? Jangan ditanya, Iren segera menarik tangan Devi untuk pergi dari tempat itu.
"Ayok ah, jangan malu-maluin aku" ucap Iren membuat Devi yang tiba-tiba ditarik kaget tapi dia ikut saja Iren akan membawanya kemana.
🌐🌐🌐
Mereka pulang dengan menggunakan angkot dan Iren turun ditengah jalan karna dia harus kerja part time.
"Aku tunggu dirumah ya" ucap Devi dan Iren mengangguk. Mereka saling melambaikan tangan, setelah angkot yang Devi naiki berjalan pergi barulah Iren berjalan masuk kedalam minimarket tempat dia part time.
Iren masuk kedalam minimarket tempat dia bekerja dan segera berjalan kearah ruang ganti untuk mengganti pakaiannya dengan pakaian karyawan.
Setelah mengganti pakaiannya Iren duduk ditempat kasir dan ada whatsapp masuk dan ternyata itu dari.
From : Bunda Devi
"Ren, kirim photo"
Iren langsung mengirim semua photo kepada Devi dan kemudian dia melanjutkan pekerjaannya.
Malam hari jam kerja Iren berakhir, gadis itu pamit kepada Aulia temannya yang jam kerjanya memang sesudah Iren.
"Au, aku pulang dulu ya" ucap Iren dan Aulia memangguk.
"Iya mbak, hati-hati" ucap Aulia dan Iren mengangguk sambil tersenyum.
Iren berjalan menuju depan minimarket untuk mencari angkutan umum yang lewat. Meskipun sudah malam tapi ada kok angkot yang lewat jam segini.
Mata Iren tertuju kepada kedua orang tua yang sedang menangis dan membuat gadis itu penasaran, Iren berjalan menuju kedua orang tua itu.
"Maaf Pak, Bu, anaknya kenapa?" Tanya Iren dan berjongkok melihat ada apa gerangan.
"Neng... tolong anak saya neng, dia demam dan kami gak ada biaya buat bawa dia kedokter" ucap sang ibunya sambil menangis dan memohon kepada Iren membuat gadis itu menjadi tidak enak hati.
"Neng... bapak mohon tolong anak bapak sama ibu ya" ucap sang bapak dan juga menangis menatap Iren seperti seorang pahlawan yang akan menolong mereka.
Iren hanya mengangguk, tangannya terangkat untuk memegang kening anak si Ibu dan Bapak tersebut, panas.
"Yaampun pak, ini panas banget" ucap Iren kaget, panasnya sungguh sangat panas membuat Iren juga ikut khawatir dan panik membuat sang ibu semakin menangis kejer.
"Iya iya bapak sama ibu gak usah sedih, ayo bawa dia kerumah sakit atau klinik terdekat" ucap Iren, dalam situasi ini dia tidak boleh ikut-ikutan panik.
Mereka bertiga berdiri. "Biar Iren aja pak yang gendong anaknya" ucap Iren dan sang bapak menolak, dia tidak mau membebani Iren karna gadis itu sudah berbaik hati mau menolongnya.
"Gak usah neng, biar bapak saja" ucap sang bapak itu menolak membuat Iren menggeleng dan tersenyum.
"Gak papa, Pak, Iren tau bapak sama ibu pasti capek biar Iren aja yang gendong dia. Gantian" ucap Iren dan akhirnya mereka setuju.
Diperjalanan Iren melihat sebuah mobil, sambil menggendong Dion yang sedang sakit, Iren berlari ketengah jalan membuat sang bapak dan ibu menjerit kaget.
Mobil itu berhenti tepat didepan Iren, sebenarnya gadis itu juga takut ketabrak tapi Iren sudah tidak kuat untuk berjalan sambil menggendong Dion. Dia butuh kendaraan untuk sampai kerumah sakit.
Sang pemilik mobil keluar dengan wajah garang dan datarnya.
"Kamu kalau mau bunuh diri jangan libatkan saya" ucap pria itu, Iren menurunkan Dion dan Iren langsung berlari kearah pria itu.
"Tolong aku" ucap Iren membuat pria itu-- Billy mengerutkan dahinya.
"Dia sakit tolong antar aku keklinik terdekat" ucap Iren lagi sambil menampilkan wajah memohon kepada Billy.
"Kamu boleh minta satu hal dari aku tapi tolong aku" ucap Iren lagi.
Billy tersenyum miring. Kesempatan.
"Oke, ayok masuk saya antar keklinik" ucap Billy dan membuat Iren tersenyum senang dan mengangguk.
Iren langsung berjalan kearah pasangan suami istri itu.
"Pak, Bu, ayo naik dia bakal antar kita kedokter" ucap Iren dan kedua orang tua itu mengangguk sambil tersenyum.
Mereka masuk kedalam mobil Billy.
To Be Continue
Iren menghela nafasnya uang seratus ribu sudah lenyap tapi dia tidak menyesalinya jika dia telat membawa Dion ke klinik entah apa yang akan terjadi kepada anak sekecil Dion.
Dion seorang anak laki-laki yang baru berusia empat tahun. Bagaimana Iren tega membiarkan Dion menahan rasa sakit itu.
"Gimana Dion, Bu?" Tanya Iren ketika sudah kembali dari menebus obat dan membayar administrasi. Dia benar-benar khawatir dengan keadaan anak berumur empat tahun itu.
"Alhamdullilah, Neng, Ibu sama Bapak sungguh berhutang budi kepada kamu, makasih banyak, neng" ucap sang Ibu dan Iren tersenyum sambil mengangguk.
"Sama-sama, Bu, yang penting Dion sudah baik-baik saja" ucap Iren dan Ibu pun tersenyum sambil mngangguk. Baru kali ini dia menemukan gadis muda yang baik hati seperti Iren.
Mereka berjalan keluar klinik untuk menemui Bapak Abidin dan Billy.
"Pak" ucap Ibu Aisha memanggil suaminya.
"Gimana, Bu?" Tanya Pak Abidin yang sudah sangat mengkhawatirkan anak satu-satunya itu.
"Alhamdullilah sekarang Dion lebih mendingan, Pak. Ini berkat neng Iren dan kang Billy" ucap Bu Aisha membuat pak Abidin menghela nafasnya lega. Pak Abidin menatap Iren membuat gadis itu hanya tersenyum.
"Makasih ya Neng Iren, kalau gak ada neng Iren bapak sama Ibu bingung harus gimana" ucap pak Abidin dan memegang kedua tangan Iren membuat gadis itu hanya mengangguk dan memegang kedua tangan Pak Abidin.
"Iya, Pak, jangan bilang makasih mulu nanti takutnya Iren malah jadi sombong, lagian sesama manusia itu harus saling tolong menolong" ucap Iren dan membuat Bu Aisha dan Pak Abidin tertawa sambil mengangguk.
"Kamu gadis yang baik hati, Neng. Ibu doakan kamu dapat jodoh yang baik juga dan jodoh yang bertanggung jawab. Dan Ibu juga mendoakan kalian supaya langgeng sampai ke pernikahan ya" ucap Bu Aisha membuat Iren mengamini ucapan Ibu Aisyah tapi sedetik kemudian dia merasa ada yang salah disini.
"Eh"
"Ayo Iren antar bapak sama ibu pulang" ucap Iren dan kedua orang tua itu menolaknya membuat Iren bingung.
"Gak usah, neng, habis ini bapak sama ibu pengen langsung pulang kampung aja karna disini kita gak punya siapa-siapa dan gak punya uang" ucap Pak Abidin dan Iren mengangguk, ada rasa prihatin atas kehidupan keluarga Pak Abidin ini tapi dia juga sadar dia disini hanya anak rantau.
"Yaudah, Pak, Bu, Iren pulang dulu" ucap Iren dan mereka mengangguk. Iren menyalami tangan Pak Abidin dan Ibu Aisyah.
Iren ingin berjalan dan baru tersadar jika Billy masih disitu.
"Eh, Om? masih disini?" Tanya Iren dan membuat mood Billy hilang seketika, pria itu mendesis pelan. Masa dia segede gini gak keliatan, ditaruh dimana itu mata?
"Saya gak setua itu!" Ucap Billy dingin dan berjalan pergi membuat Iren, Bu Aisha dan Pak Abidin terkekeh.
"Udah tua tapi merajuk" Gumam Iren pelan.
Sebelum mengejar Billy Iren pamit kepada kedua orang tuanya Dion.
"Tunggu Om" ucap Iren sambil berlari dan dia kaget saat kakinya tersandung dengan tiba-tiba dia kehilangan keseimbangan membuatnya ingin terjatuh untung saja ada yang menahannya membuat Iren tidak jadi berciuman dengan aspal, tapi dia malah berciuman dengan baju si Om membuatnya mendesah pelan. Masalah datang lagi.
Iren kaget saat lipstik yang dia pakai menempel dipakaian Billy dan menatap Billy dengan rasa bersalah. Haduh bakal kena ceramah si Om-om pedofil ini lagi deh.
"Saya kalau ketemu kamu pasti jadi sial" ucap Billy sebal dan langsung berjalan kearah mobilnya. Niat hati ingin menagih ucapan gadis itu eh dia malah yang ketiban sial lagi
Iren yang merasa bersalah hanya bisa menatap Billy. Apakah yang Billy ucapkan itu benar? Apakah setiap laki-laki itu bertemu dengannya akan menjadi sial? Begitukah?
🌐🌐🌐
Iren masuk kedalam kos-kosan disana dia melihat Devi yang sedang tengkurap sambil memainkan hp nya.
"Baru pulang?" Tanya Devi dan Iren berdehem sambil mengangguk tanpa menatap kearah Devi.
Devi terduduk dengan senyum melengkung.
"Kamu tau gak, Ren? Kak Jerome ngelike postingan aku, yaampun bahkan dia juga komen dipostingan aku" ucap Devi membuat Iren berbalik dan menatap Devi.
"Bunda ngetag dia?" Tanya Iren dan Devi mengangguk, gadis itu menatap Iren dengan senyum yang menghiasi wajah cantiknya.
"Aku ngetag kamu, Kak Jerome sama Kak Billy juga" ucap Devi dan Iren mengangguk. Entah kenapa mendengar nama si om pedofil membuatnya teringat masalah tadi pagi dan beberapa jam yang lalu, dia sangat merasa bersalah sekali dengan Billy.
"Aku mandi dulu ya" ucap Iren dan Devi mengangguk.
Devi kembali keposisi awalnya.
Dikamar mandi Iren menatap pantulan dirinya didalam cermin.
"Saya kalau ketemu kamu pasti jadi sial"
Kata-kata Billy selalu saja terngiang diotaknya, apakah Billy sebenci itu padanya karna masalah tadi pagi? Kan itu terjadi karna ketidaksengajaan.
Ingin rasanya Iren menghubungi Billy dan meminta maaf tapi apalah daya dia tidak tau nomor kontak Billy, mau DM lewat instagram juga pasti gak bakal dibalas kan yang DM dia buanyak, bejibun.
Iren mencuci wajahnya dengan air kemudian kembali menatap pantulan dirinya didalam cermin. Iren mendesah dan berpegang kuat pada pinggiran wastafel.
Tes
Air matanya jatuh, dia sangat sensitif dengan perkataan-perkataan yang bersifat negatif dari orang-orang, apalagi Billy yang mengucapkan jika laki-laki itu selalu sial bertemu dengannya.
Ingin rasanya Iren bertemu kembali dengan Billy tapi dia sadar laki-laki itu pasti tidak mau bertemu dengannya lalu untuk apa Iren bertemu dengan Billy?
Iren terdiam, bayangan wajah Billy tadi pagi saat laki-laki itu menatapnya dengan jarak yang dekat bahkan aroma mint dari laki-laki itu sampai menyeruak kedalam hidungnya.
"Sebenarnya si Om ganteng sih tapi kenapa ngomongnya itu gak di filter ya? Kan jadi sedih" Gumam Iren, apakah dia akan bertemu kembali dengan Billy? Tapi dalam acara apa dia bertemu kembali dengan laki-laki itu?
Iren tau kok umur Billy itu belum bisa dikatakan om-om untuknya karna yang Iren dengar dari Devi, Billy baru berumur 25 tahun, masih muda kan. Ganteng lagi gimana gak banyak yang naksir.
Awalnya Iren juga mau suka sama Billy tapi dia sadar diri, orang fansnya Billy banyak apalagi fans cewek-cewek pasti cantik-cantik gak sebanding dengan dia yang berwajah pas-pasan seperti ini. Dalam rangka apa Billy meliriknya?
Meskipun sedikit sombong dan sengak tapi Iren tidak bisa berbohong jika gadis itu sudah terpincut oleh Billy, akankah Billy juga terpincut oleh Iren?
"Ren, kamu kok lama banget sih? Ini udah malem tau, jangan kelamaan entar kamu bisa sakit" Teriakan Devi dari luar membuat Iren tersadar, ngapain juga dia jadi mikirin Billy padahal laki-laki itu juga gak mungkin mikirin dia.
"Iya, ini habis boker" Jawab Iren asal membuat Devi mendesis kencang.
"Jorok ihh kamu" Iren hanya terkekeh dan segera untuk mandi, kelamaan mikirin Billy jadi lupa untuk mandi kan jadinya.
To Be Continue
👍👍👍👍👍👍👍
******Hai Hai aku mau kasih cast nih, tapi kalau kalian ingin berfantasi ke cast yang lain gak papa, ini hanya sudut pandang dari aku aja. Thank you.
IRENA MENTARI****
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!