Hikss.. Suara tangisan pilu terdengar di ruang tamu. Andien Wiguna berjinjit takut suara langkah kakinya terdengar. Wanita cantik itu menguping pembicaraan mereka karena penasaran dengan kegaduhan di luar kamar.
Ruang sweet room itu terdiri kamar luas dan ada pintunya yang memisahkan dengan ruang tamu serta balkon yang luas. Berada di pinggir jalanan, sehingga dapat melihat arus lalu lintas di jalan raya.
Hotel Sangria yang terkenal di kota ini dan paling mahal sewa per malamnya. Belum tahu siapa yang akan menikah, nyatanya Arin aja sahabat sma nya sang mempelai wanita. Itu berarti mereka kalangan elite.
"Bagaimana jika orang-orang pada tahu pernikahannya gagal papa? Mau ditaruh dimana muka kita? Ini gara-gara kamu! Jika kau tak menggunakan ide konyol ini tak akan terjadi.. " Wanita cantik itu menangis meraung menjadi jadi.
"Maafkan saya Nyonya. Saya salah. Tuan muda ingin mencari yang sederhana dan tidak materialistis. Saya pikir melalui proses ini bisa terwujud. " Seorang pria muda membungkuk hormat dan terdiam saja saat di pukuli dengan tas branded nya.
Seorang pria memeluknya mencoba menenangkan diri nya. Dan seorang lelaki paruh baya hanya terdiam tak jauh dari mereka. Ceklek. Suaranya pintu dibuka sepasang suami-istri paruh baya menemui mereka dan menundukkan hormat.
"Mohon maafkan putri saya. Dia kabur tanpa memberitahu keberadaan nya. Ponsel nya juga tidak aktif, kami sudah mengerahkan orang-orang mencarinya. " Ucap lelaki itu terbata.
"Acara akad nya satu jam lagi. Apa mungkin dia dapat ditemukan? " Sakarse wanita cantik yang duduk disela isak tangisan. Menatap tajam kedua pasangan Darmawan.
"Maaf kami tak mengetahui jika yang menjadi besan kami Keluarga Wibisono. " Cicit Citra Darmawan.
"Kami sengaja melakukan hal itu agar mengetahui akhlak sebenarnya sang mantu." Sahut Arifin Wibisono.
"Kami sengaja mengutus pelayan kami sebagai wakil orang tuaku dan sekretaris aku Wildan. Ternyata putrimu tak lebih toko mas berjalan. " Sindir lelaki itu yang mendekap sang wanita cantik yang masih tersedu-sedu.
Suara mereka memang tak terlalu keras namun terdengar jelas di telinga Andien Wiguna. Maka dia memutuskan untuk berbalik ke arah kamar mandi. Tempat sahabatnya yakni Arin, entah kenapa ia tiba-tiba sakit perut dan tak keluar dari kamar mandi.
Baru beberapa langkah tangannya menyenggol vas di nakas dekat pintu masuk kamar. Praang. "Sial aku. Mau ditaruh dimana coba mereka pasti tahu aku menguping pembicaraan. " Runtuk Andien Wiguna memukuli kepalanya yang tidak pusing.
"Kau siapa? " Tanya mereka serempak begitu mereka menyeruak masuk ke dalam kamar.
"Saya. Saya tamu undangan dari mempelai wanita. Saya di minta masuk saja sama DIA. Kami tadi berpapasan di depan lift masuk. Katanya hanya sebentar nganter koper lalu balik sini." Terdiam sesaat lalu Andien berkata.
" Dia memberikan kartu kamar makanya kita dapat masuk. " Andien Wiguna menjelaskan dengan memperlihatkan kartu kamar hotel dan undangan.
" Namamu Arin Subagio? " Tanya Wildan yang mengambil kartunya sambil menatap manik matanya. "Andien Wiguna, teman kerja Arin Subagio. " Jawabnya dengan canggung.
"Boleh minta kartu pengenal? Maaf hanya memastikan saja. " Saat lelaki itu mendapatkan isyarat dari bosnya. Dengan linglung wanita cantik itu mengikuti instruksi Wildan.
Wildan memotret KTP tersebut dan mengembalikan lagi lalu sibuk dengan ponsel nya. Sepuluh menit kemudian dia berbisik pada bosnya dan lalu lelaki itu membisikkan sesuatu pada wanita yang berkata sembab. Wajahnya yang sedih kembali cerah dan berjalan ke arah Andien Wiguna.
"Tolong jadilah menantuku. Selamat kan wanita ini dari rasa malu. Ku mohon kabulkan ya? " Ucapannya membuat Andien Wiguna terbelalak karena terkejut.
"Aku lebih baik mati. Dari pada orang mencela aku, tolong kabulkan permintaan seorang ibu ini. " Ucap Sari Wibisono. Wanita cantik ini mampu membuat lawan bicara nya tak berkutik karena dia pandai berdrama.
"Jika ibumu diposisi sulit pasti akan membantu ibumu bukan? Anggap aku ibumu. Bantu aku sekali ini saja, aku janji akan membantu apapun kesulitan mu di masa datang. " Wanita cantik itu bicara dengan tanpa jeda menarik tubuh Andien ke ruang tamu.
"Kau tunggu di ruang utama. Wildan pastikan mereka tak boleh kabur! Dan buat perhitungan yang sesuai. " Perintah nya dengan matanya menatap sengit.
Tak lama muncul seorang perias Mua dan asisten nya bersamaan dengan Wildan membuka pintu ruangan. "Cepatlah dandani dia acara akan di mulai. " Titahnya.
"Aku akan turun dulu Ma. " Pamit sang lelaki berpakaian Muslim berwarna putih. Yang pasti dia tadi yang mendekap Sari Wibisono.
Andien Wiguna masih kebingungan di seret dan di cengkeram lengannya oleh Sari Wibisono tak dapat mengelak terlebih wanita cantik itu memasang wajahnya yang memelas.
" Andien kok kamu di rias pengantin? " Seru Arin di depan pintu kamar. Terkejut saat melihat sahabatnya sudah selesai di make up dan berpakaian kebaya putih.
"Ini salahmu! Kenapa kau mendekam dalam kamar mandi lama sekali! " Teriaknya histeris. Air matanya hampir menetes tapi Sari Wibisono langsung menyapukan tisunya ke ujung matanya agar make up nya tak luntur.
" Ayo.. " Bisik nya sambil menyeret paksa Andien Wiguna ke ruang utama. Tempat akad nikah di langsungkan. Yakni di ruangan kosong bernuansa putih dan hiasan bunga-bunga mawar dan melati putih. Di sana ada sebuah kursi yang di hiasi bunga tersebut dan Andien didudukkan di sana.
Tak lama terdengar suara ijab menyebutkan namanya lantang disertai gemuruh suara balasannya.
"Sah." Bertukar salaman mereka dan berpelukan saling menyalami. Tidak banyak yang ada juru kamera dan fotografer, petugas keamanan, KUA, sepasang suami-istri Wibisono, Darmawan, dan sepasang suami-istri Yang wanita hamil besar dan anak kecil. Dan tiga orang berseragam sama nampaknya merupakan pegawai hotelnya.
"Andien kamu di nikahkan sama siapa? " Bisik Arin bingung karena sahabatnya hanya menangis dalam diam, wajahnya yang cantik tertutup kerudung putihnya.
Lelaki itu berpakaian Muslim putih mendekati Andien dan menyematkan cincin berlian di jarinya. "Terimakasih sudah mau menjadi isteriku. Aku janji ke depannya kau akan kujaga hingga sisa akhir nafasku. " Bisik nya sambil mencium kening Andien Wiguna tanpa membuka kerudung nya.
"Selamat datang adik ipar. Akhirnya aku punya adik perempuan yang dapat menemani aku. " Sebuah pelukan hangat ke tubuh Andien Wiguna yang masih terguncang karena paksaan pernikahan dadakan itu.
Ia belum menjawab iya, ia masih bingung mau menjawab permintaan itu. Namun secepat itu mereka mendandani dia menjadi pengantin dan sekarang mereka memeluk dan mencium pipinya layaknya kerabatnya.
Andien Wiguna wanita yang tak dapat menolak kalimat yang berbau kata ibu. Wanita cantik ini dibesarkan di panti asuhan sejak bayi. Dia dibuang di depan pintu rumah seseorang dan pemilik rumah melaporkan ke pihak kepolisian dan akhirnya dia dititipkan di Panti asuhan Kasih Bunda.
Andien Wiguna wanita yang tak dapat menolak kalimat yang berbau kata ibu. Wanita cantik ini dibesarkan di panti asuhan sejak bayi. Dia dibuang di depan pintu rumah seseorang dan pemilik rumah melaporkan ke pihak kepolisian dan akhirnya dia dititipkan di Panti asuhan Kasih Bunda.
Satu-satunya pengenalnya adalah kalung bernama Wiguna di balik liontin nya. Kalung tersebut ia terima saat ia mendapat tamu bulanan untuk pertama kalinya.
Kata ibu pengasuh sudah sepantasnya aku mengetahui hal tersebut. Karena benda itu adalah miliknya sejak bayi. Awalnya ia terpuruk karena mengetahui bahwa ia sengaja di buang. Namun seiring dengan waktu ia menjadi biasa dan berkarakter acuh dan dingin pada sekitar nya.
Wanita cantik itu hanya peduli pada ibu asuh dan adik-adiknya di Panti. Untuk pergaulan ia selalu membatasi diri dan selalu mendapatkan beasiswa hingga sekarang ia dapat bekerja di kantor. Dan tentu saja masih single.
"Kalian saja yang meneruskan pestanya. Sendiri nanti Wildan akan menguruskan bahwa yang menikah bukan putri kandung mu. Hanya anak asuh saja yang kau santuni di Panti asuhan. " Ucap Pandu Wibisono kepada sepasang suami-istri Darmawan.
Mereka hanya bisa melakukan perintah dari lelaki itu. Dan Keluarga Wibisono pun meninggalkan tempat tersebut. Arin masih mengikuti Andien Wiguna yang di giring keluar dari hotel tersebut.
"Kalian mau bawa kemana temanku? " Tanyanya sambil mengikuti mereka. " Kami membawanya pulang kan dia sudah menjadi menantu keluarga kami. " Sahut Sari Wibisono.
"Ya.. Mana bisa begitu! Dia kan bukan pengantin nya. Yang harus menikah bukannya Arumni Darmawan? Kenapa jadi sahabatku ? " Teriak Arin menjerit sepanjang koridor hotel.
"Enak aja main comot dan ganti saja. " Omelnya tak berhenti. "Dia bukan barang hoi! Ini namanya pelanggaran HAM. Aku laporin ke polisi! " Sungutnya lagi. Bruk.
Wajahnya Arin menghantam punggung Sari yang berhenti mendadak. " Kamu berani lapor! Aku akan hancurkan apa yang jadi milik mu! " Ucap Sari Wibisono mendekat di telinga Arin. Ekspresi nya begitu menyeramkan menatapnya tajam.
Arin mundur beberapa langkah. Dan tergedik ngeri melihat ekspresi wanita cantik itu. "Pulanglah. Teman mu akan baik-baik saja. Kan dia sudah menjadi menantuku. " Ucapnya ceria dan tersenyum bahagia. Arin semakin besar rasa takut nya.
"Andien jaga dirimu. Maaf aku tak dapat menolong mu! " Teriak Arin sekencang nya. Sari Wibisono hanya melenggang meninggalkan Arin sendirian di lorong tersebut.
Andien Wiguna mendengar suara nyaringnya Arin. Wanita cantik itu hanya terdiam dan menangis saja sambil berjalan di iringi Wulan Wibisono, yang menjadi kakak iparnya.
Bumil itu merangkul lengannya Andien membawanya ke parkir basement hotel dan sopir pribadi menunggu di samping pintu mobil Alphard Vellfire.
Mereka masuk semuanya ada dua mobil yang berjajar satu lagi Bentley di belakang alphard.
"Adik kau naik mobil ini bersama suamimu. " Bisik Wulan sambil membukakan pintunya. Wanita cantik itu didorong pelan masuk dan menata kain nya dan kemudian ditutup oleh Wulan bersamaan Pandu mendekati mereka.
Lelaki itu baru saja menerima telepon dan ia langsung berjalan memutar ke mobil Bentley hitam. "Hati-hati mengemudikan. Selamat bersenang-senang. " Seru Wulan dan Sari bersamaan lalu mereka masuk ke dalam alphard.
Ke-dua nya melaju bersama beriringan dan sesudah lampu merah mereka berpisah satu ke kanan satunya ke kiri menuju bandara.
"Kemana? " Tanya Andien bingung saat sudah menyadari dia sudah tak menuju ke pemukiman penduduk.
"Bandara. Kita akan berbulan madu." Jawabnya santai.
"Kau gila. Putar balik! Kita tak mengenal. Anggap aku sudah menolong mu. Sudah antar aku pulang! " Serunya sengit.
"Kita sudah sah suami-istri. Dan sudah di jodoh kan dengan nasib. Jadi terima saja tak usah menangis terus. " Ucapnya sambil memutar kemudi santai memasuki lapangan Udara.
Karena mereka menggunakan pesawat pribadi dan keluar. Berjalan memutar membukakan pintunya untuk Andien. Membantu kebaya putih yang panjang dan menuntun Andien yang masih mengenakan kebaya dan kerudungnya yang menutupi wajahnya.
"Gantilah pakaian di sana kalau gerah." Bisiknya. Dia mendorong dua koper nya dan lalu keluar dari bilik pesawat.
Andien membuka koper tersebut yang satu berisi pakaian pria dan yang satunya perlengkapan wanita dari make up, aksesoris pakaian dan sepatu, juga sendalnya.
Andien memilih mengambil pounds make up dan membersihkan wajahnya. Ini make up mahal nyatanya ia tak luntur terkena air mata. Andien memilih tiduran di ranjangnya alih-alih berganti pakaian. Pinggulnya pegal karena duduk terus. Tak lama ia pun terlelap dalam mimpi.
Saat ia mengerjapkan matanya ia mendapati sudah di kamar bernuansa putih. "Kau sudah bangun? Mandilah kita keluar cari makan malam sambil jalan-jalan. Kau tadi tertidur jadi aku yang menggendong mu. " Suara Pandu mengagetkan Andien.
Wanita itu memalingkan wajahnya saat melihat dia keluar dengan celana pendek dengan bertelanjang dada. "Baik." Andien mengambil koper tersebut dan memilih pakaian nya.
Modelnya terlalu girly dan bukan tipe dia banget. Hanya ini pilihan yang ada.
"Aku tunggu di bawah. " Suara Pandu terdengar lagi dan dijawabnya dengan anggukkan kepala.
Andien membersihkan diri dan keluar dengan berpakaian dress selutut berwarna biru dan rambutnya ia urai aja.
"Kita ada di mana? " Tanya Andien saat mereka berjalan keluar dari villa dan mengendarai skuter matik.
"Pulau Dewata. Sorry tidak ngajak jauh bulan madunya. Karena aku pengen ngetes calon istri aku. " Ucapnya sambil menyalakan motornya.
Mereka ke pasar tradisional yang menyajikan jajanan khas daerah dan makan di pinggir jalan. Andien bahkan tak acuh ekspresi nya masih sama tidak jijik atau merengek seperti anti.
Wanita itu enjoy sekali makan aneka jajan kuliner juga memperhatikan pernak-pernik aksesoris jalanan.
"Kamu suka? " Tanya Pandu saat melihat dia makan kembang kapas. Wanita itu hanya mengangguk pelan berjalan memutar melihat suasana keramaian di sana.
Bahkan ia masih menenteng jajan untuk dibawa pulang. Pandu hanya menatapnya datar tak mengira jika wanita itu biasa saja.
Sesampainya di villa Andien menata jajanan tersebut di meja dan juga ia membeli beberapa lauk untuk esok harinya. Ia melihat dapurnya sudah ada bahan makanan dan beras.
Ia pun menanak nasi dengan rice cooker yang cukup untuk mereka berdua. Ia juga melihat Pandu hanya makan sedikit maka ia berpikir lelaki itu akan makan lagi nanti nya.
"Rupa-rupanya kau sudah menikmati peran mu sebagai istri, iya kan? " Rupanya Pandu memperhatikan setiap pergerakan nya di dapur.
" Aku sudah dipaksa masuk apa boleh buat. Jika kau tak suka lepaskan aku. " Jawabnya ketus tanpa melihat si pemilik suara.
"Aku kan pengusaha mana mungkin mau merugi? Baguslah jika kau mengerti identitas mu Nyonya Wibisono. " Serunya sambil berjalan ke kamar. Tak lama ia kembali dengan dua ponsel nya. Dengan merk sama dan warna yang sama.
" Untuk mu. Nomor dan berkasnya sudah di transfer kau atur sendiri. Dan ini kartu belanja mu. Kode pin tanggal pernikahan kita. " Pandu menyerahkan kartu hitam dan ponsel apel di gigit berwarna putih.
"Phonselmu sudah di buang Wildan. Jangan menatap ku seperti itu! " Tegasnya menatap wajah Andien yang kesal. Wanita itu hanya mengambil barang tersebut dan menjauh ke balkon sisi timur ruang tamu. Dia duduk di sana sendiri dan sibuk dengan ponsel nya.
" Untuk mu. Nomor dan berkasnya sudah di transfer kau atur sendiri. Dan ini kartu belanja mu. Kode pin tanggal pernikahan kita. " Pandu menyerahkan kartu hitam dan ponsel apel di gigit berwarna putih.
"Phonselmu sudah di buang Wildan. Jangan menatap ku seperti itu! " Tegasnya menatap wajah Andien yang kesal. Wanita itu hanya mengambil barang tersebut dan menjauh ke balkon sisi timur ruang tamu. Dia duduk di sana sendiri dan sibuk dengan ponsel nya.
Dia mengatur kontak dan galeri fotonya. Dia melihat foto dan kontak utuh. Toh dia memang single dan tak banyak pergaulan. Hanya hubungan kerjaan. Foto juga hanya ada sahabatnya dan teman satu kelas saja juga anak-anak panti.
Dia menerima pesan masuk dari Naya dan Arin yang menanyakan soal kabarnya. "Kenapa kamu mengambil cuti. Ada masalah dengan Panti? " Tanya Naya.
"Tidak. Hanya ada keperluan mendadak. Maaf merepotkan mu beberapa hari ke depan. " Balasan Andien.
"Untung kau bikin copy data. Jadi aku dapat meneruskan kerjaan. " Balas Naya. Andien hanya membalas dengan emotnya ceria dan terimakasih.
Andien memperhatikan galeri fotonya juga sudah ada foto pernikahannya. Prosesi ijab kobul nya. Dia di duduk di kursi pelaminan dan Pandu sedang menjabat tangan mengucapkan sumpah pernikahannya.
Foto-foto yang hadir dan foto dirinya mengenakan kebaya tanpa kerudung. Wajahnya terlihat kecil dan cantik juga tubuhnya yang terbalut kebaya putih melekat pas di tubuhnya. "Kapan ini di ambil? Ia sungguh tak dapat mengingat itu. " Pikir nya menatap ke ponsel nya lekat.
"Apa kau menyukai foto ini? Mama juga menyukainya, sangat cantik. " Pandu berkata di samping nya, membuat ia tersentak dari lamunan sesaat.
"Aku tahu, kami sudah menyeretmu dalam keluarga Wibisono. Namun aku serius dalam pernikahan kita. Aku akan menganggap mu sebagai istriku. "
" Jadi kedepannya jangan pernah kau lupa akan ini. Dan aku ingin kau menjaganya nama baik keluarga kita. " Ucapnya sambil membelai rambutnya dan mengecup keningnya.
Dia pun berjalan ke pantry dan mengambil nasi dan makan sendirian. Lelaki itu sengaja melakukan hal itu karena ia mengerti istrinya sedang masa adaptasi dengan nya. Karena ia yang menyertakan dalam pernikahan paksa ini.
Andien Wiguna memilih naik dan membersihkan diri dan berganti baju tidurnya sebelum nya ia melakukan ritual perawatan kulit nya. Ia baru merebahkan tubuhnya saat Pandu membuka pintu.
Andien Wiguna mendadak kaku, " Apa dia akan meminta hak nya sebagai suaminya? " Batinnya. " Tidurlah. Aku tak akan memaksakan kehendak pada mu! Katakan jika kau sudah siap. " Katanya sambil menarik selimut mereka.
Mereka tidur bersama dan hanya tidur hingga lagi. Pandu hanya mengernyit saat melihat gadis itu bangun dan menjalankan sholat sepertiga malam.
Bahkan ia menirukan murottal dengan sama fasihnya. "Ternyata dia wanita yang taat dan patuh. " Gumamnya, ia berdiri dan pergi ke kamar mandi mengambil wudhu. Dan ia melakukan hal yang sama dengan Andien.
Wanita itu bergeser sedikit memberikan ruang pada Pandu.
Sesuai shalat Pandu di kagetkan dengan uluran tangan Andien yang melakukan takzim. Saat dia bangkit dari duduknya terdengar suaranya Pandu. "Ajari aku membaca surah. Aku tak pernah membacanya secara intens. "
"Kau tak sungkan belajar dari seorang wanita? " Tanyanya penasaran dengan mengernyitkan keningnya.
"Bukannya tugas istri menutupi kekurangan suami, dan menjadi pendamping hidup yang baik. " Suara Pandu serak mengingatkan dia. Andien hanya tersenyum. " Baiklah. Sekarang? " Pandu mengangguk pelan.
Maka di mulailah mereka membaca dari Surah terpendek dan paling mudah. Andien memberikan arahan cara membaca dengan benar. Hingga subuh berjamaah di kamar mereka.
Andien Wiguna menyiapkan sarapan seusai shalat subuh. Ia membuat bubur ayam dan menu ayam kecap, sambal dan soup. Sambal juga dia siapkan dan bakwan. Sesuai memasaknya ia ke kamar mandi membersihkan diri.
Pandu masih sibuk dengan macbook dan ponsel di sofa tanpa melirik istrinya yang melintasi dia. "Sarapan sudah tersedia. Kau mau sekarang atau nanti? " Tawar Andien sambil merapikan rambutnya yang diikatkan menjadi satu ke atas.
"Kau juga ikut sarapan? " Tanyanya sambil meletakkan macbook dan ponsel ia masukkan ke saku celananya pendek dengan t shirt putih. Laki-laki ini berpakaian santai dan bikin hati Andien berdebar jika di dekatnya.
"Mhkm." Wanita itu hanya berdehem sambil menyisiri rambutnya. "Tak usah mengenakan make up tebal. Aku tak suka. " Bisiknya sambil mengecup puncaknya dan berlalu. Andien menggenggam sisir dengan kuat.
"Ya, Allah aku bisa kena diabetes jika dia terus. " Gumamnya sambil berjalan menyusul nya. Dia sudah duduk manis menunggu Andien saat wanita itu sudah tiba di pantry.
"Silahkan. Maaf jika masakannya tak sesuai seleramu. " Ujar Andien. Pada saat wanita itu mengambil piring di depan Pandu lelaki itu menunjuk nasi.
Andien lebih suka makan bubur ayam nya. Lelaki itu hanya melirik nya. " Makan yang tepat waktu, jangan diet. Aku suka jika kau sedikit gemuk di bagian tertentu. " Katanya santai sambil mengunyah makanannya. Andien hampir tersedak mendengar kalimatnya.
"Lelaki memang sama saja memang suka bodi bohay dasar mesum. " Gerutunya dalam hati. Kening nya berkerut dan itu juga tak luput dari perhatian Pandu.
"Aku masih boleh kerja kan? Aku tak mau keluar. " Andien mencoba mengalihkan perhatian. "Boleh. Tapi tak ada lembur. Jadi jangan pernah mengeluh capek jika nanti aku minta jatah. " Selanya.
"Memang lelaki pikiran nya tak jauh dari selakangan. " Umpat nya lagi dalam hati. Dan lelaki itu masih melihat kerutan di kening wajah cantik Andien walaupun wanita itu selalu tersenyum.
"Kita jalan-jalan lagi ke pantai? " Tawarnya. Masih mengunyah makanan menatap Andien dan dijawab dengan anggukan kepala. Wanita itu hanya diam saja saat makan, juga saat mereka keluar ber jalan-jalan.
Pagi yang cerah dengan sinar mentari hatinya Andien menghangat mana kala melihat keluarga kecil bercanda membuat istana pasir. Wanita itu terdiam, karena jujur ia tak pernah merasakan kebahagiaan bersama keluarga.
Pandu melihat arah pandang nya dan merangkulnya dan mengajaknya berjalan lagi ke tempat gazebo.
"Kau kuberikan kebebasan, bekerja dan yang out dengan teman-teman mu. Namun jangan lupa kau istriku. Dan jika kau punya waktu luang kau harus mengakrabkan diri dengan keluarga. "
"Masakan mu lezat. Aku suka, aku ingin kau menyiapkan untuk aku. Jika merepotkan kau cukup sekali saja memasak nya. Aku tak mau kau keletihan dan kau juga harus dapat jaga kesehatan. " Andien hanya memandangi lelaki itu.
"Aku tak suka pilih-pilih makanan. Aku juga tak ada alergi terhadap apapun. Aku biasa olahraga sehabis subuh. Dan pekerjaan satu-satunya kegiatan ku. Aku jarang bersosialisasi, sahabat ku hanya satu dua. Wildan salah satunya, dia temanku saat sekolah hingga kini menjadi asisten ku. "
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!