“Ayah...” teriak Sellyna. Ia terkejut melihat sang Ayah yang sudah tergelatak di bawah lantai kamarnya.
“Bi...” teriak Sellyna kemudian, ia memanggil Bi Sani, Asisten rumah tangga di rumahnya.
“Iya, Non...” sahut Bi Sani, wanita parubaya itu terlihat berjalan tergesa-gesa menghampiri majikannya itu.
“Ya ampun Non, kok bisa begini?”
“Aku tidak tau Bi, pas aku datang ke kamar, Ayah sudah begini. Bi bantu aku angkat Ayah, kita harus segara bawa Ayah ke rumah sakit,” pinta Sellyna, matanya sudah basah, air mata sudah membasahi wajahnya, Sellyna sangat ketakutan dan juga cemas dengan kondisi Ayahnya itu.
Bi Sani pun segara membantu Sellyna membawa Ayahnya keluar dan membawanya ke dalam mobil.
“Bi tolong hubungi Ibu, aku mau bawa Ayah ke rumah sakit,”
“Tapi Non, Non gak apa-apa sendirian?”
“Gak apa-apa Bi,” jawab Sellyna seraya masuk ke dalam mobil.
“Hati-hati Non,” teriak Bi Sani saat mobil di kemudikan Sellyna mulai melaju.
Sellyna tidak menyahut, ia terus melajukan mobilnya, yang ada dipikirannya saat ini yaitu kondisi sang Ayah, Sellyna harus cepat membawa Ayahnya sampai di sana.
Syukurlah jalanan tidak macet, sehingga Sellyna bisa membawa Ayahnya tanpa kendala, sesampainya di rumah sakit, ia langsung meminta bantuan petugas rumah sakit untuk membawa Ayahnya.
Dengan sigap petugas rumah sakit membantu Sellyna mengeluarkan Ayahnya dari dalam mobil dan memindahkannya ke atas brankar, setalah itu Ayahnya di bawa langsung menuju UGD.
“Maaf Non tidak boleh masuk, silahkan tunggu di luar, Dokter akan segara menangani pasien,” ucap suster lalu menutup pintu ruangan tersebut.
Sellyna hanya bisa pasrah, ia duduk di kursi tunggu yang ada di depan ruangan tersebut. Air mata terlihat masih setia membasihi wajahnya. Sellyna sangat mengkhawatirkan kondisi sang Ayah.
‘Ayah, semoga tidak terjadi apa-apa dengan Ayah, bertahanlah Yah,’ batin Sellyna.
Sampai 30 menit kemudian, pintu ruang UGD tersebut terbuka, Dokter dan suster yang menangani Ayahnya terlihat keluar dari sana, segara Sellyna menghampiri mereka untuk menanyakan kondisi sang Ayah.
“Dok, bagaimana kondisi Ayah saya?” tanya Sellyna tak sabaran.
“Kondisi Ayah Nona sudah membaik, dia hanya terkena serangan jantung ringan, untunglah Nona datang ke sini tepat waktu,” jelas Dokter.
Sellyna membuang napas lega, syukurlah Ayahnya baik-baik saja. Ayahnya memang punya riwayat sakit jantung, tapi yang membuat Sellyna bingung, kenapa penyakit Ayahnya tiba-tiba kambuh lagi, padahal sudah lama tidak. Sellyna yakin pasti sudah terjadi sesuatu dengan Ayahnya, sehingga penyakitnya kembali kambuh.
“Apa saya bisa menemui Ayah saya Dok?”
“Bisa, tapi setalah kami memindahkannya keruang rawat inap, Ayah Nona harus di rawat untuk beberapa hari ke depan, untuk memastikan kondisi jantungnya stabil kembali,” tutur Dokter tersebut.
Sellyna hanya mengangguk, setalah itu Dokter dan suster berpamitan, mereka berlalu dari hadapan Sellyna. Setalah kepergian Dokter, Sellyna bergegas dari sana, untuk mengurus administrasi sang Ayah, sambil menunggu Ayahnya di pindahkan ke ruang rawat.
Sellyna, gadis berusia 18 tahun, ia masih duduk di bangku sekolah menengah atas.
Parasnya cantik, dengan rambut sebahu, perawakan yang tinggi dan badan yang berisi, membuat gadis itu terlihat sangat sempurna di mata kaum Adam, ditambah perawatan yang selalu ia lakukan, membuat anugerah yang ia miliki itu semakin sempurna.
Terlahir dari keluarga kaya raya, tentu saja membuat Sellyna merasa bahagia, ia sangat bersyukur atas apa yang sudah Tuhan berikan kepadanya.
Sellyna tinggal bersama Ayahnya, yang bernama Abraham Guntoro, dan Ibu sambungan yang bernama Diana.
Ya, Ibu kandungnya sudah meninggal saat usia Sellyna 10 tahun. 5 tahun setalah Ibu kandungnya meninggalkan, sang Ayah memutuskan untuk menikah lagi dengan Diana, awalnya Sellyna tidak setuju, karna wanita yang akan menjadi Ibu sambungnya itu, terlihat masih muda saat itu, usia sang Ayah dan Diana terpaut sangat jauh.
Namun melihat keseriusan Diana, bahkan wanita itu bisa mengambil hatinya, selalu perhatian pada Sellyna, membuat Sellyna perlahan luluh, hingga akhirnya ia pun setuju Ayahnya menikah lagi.
Namun belakangan ini, Sellyna merasa Ibu sambungan itu sedikit berubah, ia sering keluar rumah. Bahkan tadi setalah pulang sekolah Sellyna menemukan Ayahnya yang sudah tak sadarkan diri, lalu kemana Ibunya?
Bersambung...
Gadis yang sering di panggil Selly itu, kini tengah duduk di samping sang Ayah yang masih terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit, Selly memengangi tangan sang Ayah, wajahnya masih dirundung kecemasan.
“Ayah, bangunlah,” lirih Selly.
Tiba-tiba saja ponsel milik Selly berdering, segara Selly mengambil ponselnya, yang berada di dalam tas.
“Hallo, Bi...” ucap Selly lewat sambungan telepon tersebut. Panggilan masuk tersebut dari Bi Sani—asisten rumah tangganya.
“Hallo Non, gimana keadaan Tuan?” tanya wanita parubaya itu dari seberang sana, suara terdengar penuh kekhawatiran.
“Ayah masih belum sadar Bi, tapi kata Dokter keadaannya sudah membaik.” Selly berkata sambil menatap sang Ayah yang masih berbaring lemah itu.
“Syukurlah, Bibi sebentar lagi akan ke sana, Bibi juga udah masakin makanan kesukaan Non.”
“Iya Bi, sekalian bawain baju ganti buat aku ya Bi.”
“Siap Non, ya sudah Bi tak siap-siap dulu ya Non.”
“Eh tunggu Bi..”
“Ya Non kenapa?”
“Ibu sudah Bibi kabarin, 'kan? Kalau Ayah masuk Rumah Sakit?”
Hening sesaat ketika Selly bertanya pada Bi Sani lewat sambungan telepon tersebut.
“Bi...” panggil Selly karna tidak ada sahutan dari Bi Sani.
“Eh iya Non. Anu, emm... tadi bibi sudah telepon Nyonya tapi tidak diangkat, terus bibi juga udah kirim pesan, tapi belum ada balasan juga.”
“Jadi Ibu belum pulang juga Bi? Bibi gak tau Ibu pergi kemana?” cerca Selly, raut wajahnya terlihat kesal.
“Be—lum Non, bibi juga gak tau Nyonya pergi kemana,” jawab Bi Sani terdengar gugup.
Selly menghelai napas beratnya, “ya sudah Bi, aku tunggu di bibi ke sini,” kata Selly setalah itu ia langsung mematikan sambungan telepon tersebut secara sepihak.
‘Keterlaluan! Sebenernya pergi kemana Ibu? Apa yang dia lakukan, apa segitu sibuknya urusannya itu, sampai tak tau ada telepon masuk dan pesan masuk!’ batin Selly kesal.
Setelah itu Selly pun mencoba menghubungi Ibu sambungnya itu, namun sialnya nomer ponselnya malah tidak aktif.
***
Sementara itu di tempat lain. Seorang wanita dengan pakaian sexy—nya tengah berdiri di balkon, senyuman terlihat menghias wajahnya. Matanya menatap senja yang di langit sana.
“Ana, sebaiknya kamu pulang.” Seorang laki-laki menghampirinya, berdiri di belakang wanita itu dengan tangannya yang melingkar di tubuh wanita tersebut.
Namun wanita itu segara melepaskan tangannya kekasihnya itu, lalu berbalik.
“Sayang, sampai kapan kita seperti ini?” tanya wanita bernama Diana itu pada Dimas—kekasihnya.
“Maksud kamu?”
Diana menghelai napasnya beratnya, lalu membelakangi Dimas, “aku sudah lelah Dim, menjalani hubungan ini secara sembunyi-sembunyi seperti ini. Aku mencintaimu, aku ingin memiliki kamu seutuhnya, kapan kamu akan menikahi ku?” Diana bertanya lirih.
Dimas berjalan selangkah memposisikan dirinya berdiri di samping Diana.
“Sabar Ana, tunggu waktu yang tepat. Aku pasti akan menikahi mu, tapi tidak sekarang. Kamu taukan, aku masih banyak kekurangan, dalam segi materi pun aku tidak yakin bisa mencukupi kamu kelak, kamu tahu sendirikan aku sebatang kara di dunia ini, rumah ini pun satu-satunya warisan peninggalan kedua orang tuaku. Lagian jika aku menikahi kamu sekarang, itu tidak mungkin. Kamu masih terikat dengan suami kamu bukan?” herdik Dimas.
“Dimas, aku tidak mempersalahkan tentang materi, aku menerima kamu apa adanya, aku tulus mencintai kamu. Dan masalah suamiku, itu gampang, aku akan meminta cerai darinya secepat mungkin, jika memang kamu akan menikahi ku sekarang.”
“Tidak Ana, pikirkan dulu matang-matang, aku tidak mau nanti kamu menyesal.”
“Aku tidak akan menyesal Dimas, aku yakin kita akan bahagia kelak, jika sudah membina rumah tangga. Aku juga sudah tidak kuat lagi hidup bersama suami ku yang tua itu, dia memang memberi banyak uang, tapi aku tidak pernah mencintainya!” ucap Diana, menyakinkan Dimas.
“Sudahlah Ana, kita bicarakan ini lagi nanti. Lebih baik kamu pulang, bukannya tadi kamu bilang suami kamu masuk rumah sakit?” Dimas menatap Diana malas.
“Aku tidak perduli Dimas, mau dia sakit atau mati pun aku tidak peduli! Aku hanya butuh kepastian dari kamu tentang hubungan kita ini Dimas!” Ana berkata dengan suara memekik.
“Cukup Ana! Mengertilah, aku lelah. Sebaiknya kamu pulang!” Dimas berlalu dari samping Diana, laki-laki berusia 28 tahun itu terlihat kesal dan menahan amarahnya.
Diana mendengkus kesel, setelah itu Diana pun memutuskan untuk pulang, tanpa pamitan terlebih dahulu pada Dimas.
Sementara Dimas kini sudah berada di kamarnya, mendengar suara mesin mobil berbunyi, Dimas yakin bahwa itu mobil Diana, Dimas merasa lega akhirnya wanita itu pergi juga.
Dimas Baskoro, laki-laki berusia 28 tahun, yang berprofesi sebagai guru di salah satu sekolah menengah atas swasta yang ternama di kota tersebut. Dan Diana, dia adalah wanita yang sudah 1 tahun ini ia kenal dan mereka menjalin sebuah hubungan terlarang, ya Diana berstatuskan istri orang, bahkan usia Diana lebih tua dari Dimas, Diana sudah memasuki usia kepala tiga. Namun Dimas tidak mempersalahkan tentang itu, karna tujuan menjalin hubungan dengan Diana ada alasannya. Alasan yang tidak akan Dimas katakan pada siapa pun!
Apakah Dimas mencintai Diana? Ya tentu saja tidak? Apa yang istimewa dari seorang Diana? Parasnya tidak terlalu cantik, hanya saja memang penampilannya yang anggun dan bersih, mungkin karna sering melakukan perawatan, suami Diana memang seorang pengusaha sukses, tentu saja Diana bisa menikmati harta suaminya itu, terlebih suaminya sangat mencintai wanita itu, sebenarnya Diana wanita yang beruntung, dia bisa menikah dengan laki-laki kaya raya, ya walaupun umur laki-laki itu sama dengan Ayahnya Diana, tapi diusianya yang sudah kepala empat itu, suami Diana masih terlihat gagah, bahkan tidak nampak kerutan di wajahnya.
Dan yang lebih beruntungnya lagi, anak tiri Diana sangat menghargai Diana, menganggap Diana seperti Ibu kandungnya sendiri, tidak mempersalahkan Diana yang memakai uang Ayahnya untuk berpoya-poya sekali pun.
Tapi Diana seperti kurang bersyukur, kesetiannya lemah, gampang tergoyah, apa lagi oleh Dimas. Pesona seorang Dimas memang susah di tolak oleh kaum hawa, parasnya yang tampan, tubuhnya yang atletis, hidung mancung, bagi wanita Dimas adalah sosok pria sempurna, banyak wanita yang tergila-gila oleh laki-laki itu, apa lagi sikap Dimas yang dingin, membuat kaum wanita semakin penasaran di buatnya.
Lalu kenapa Dimas memilih menjalin hubungan dengan Diana? Yang menurutnya kalah jauh dengan wanita-wanita yang selama ini mengejarnya, jawabnya satu, hanya Dimas yang tahu.
Bersambung...
Hallo semuanya, jangan lupa like, komen dan Votenya, dan jangan lupa juga simpan di rak favorit kalian.
Salam sayang dari Author.
Terima kasih.
Diana langsung melajukan mobilnya menuju Rumah sakit, sebenarnya malas sekali dia kesana, tapi demi image seorang istri yang baik dan sayang pada suaminya, Diana pun terpaksa harus ke sana.
“Sudah tua! Penyakit pula! Kenapa tidak mati aja sih tuh orang!” gerutu Diana.
Hari ini mood Diana benar-benar hancur! Yang pertama Dimas, entah apa yang ada dipikiran laki-laki itu, setiap Diana meminta Dimas untuk memperjelas hubungan mereka, meminta laki-laki itu untuk menikahinya, Dimas selalu saja mengelak, ada saja alasan yang laki-laki berikan.
Padahal Diana sangat mencintainya, bahkan tidak mempedulikan kondisi Dimas, yang terbilang hidupnya pas-pasan. Apa Dimas tidak bersungguh-sungguh dengannya? Apa Dimas tidak mencintainya? Ah tidak! Tentu saj itu tidak mungkin, Dimas pasti serius, jika dia tidak serius, tidak mungkin masih mempertahankan hubungan mereka itu dan Dimas juga pasti sangat mencintainya, kenyataannya Dimas tahu jika Diana berstatuskan istri orang, tapi Dimas menerimanya, bahkan rela mengorbankan perasaannya saat Diana bersama suaminya.
Ya, Diana yakin itu, ini hanyalah masalah waktu saja, mungkin memang waktunya belum tepat, benar kata Dimas.
Dan hal kedua yang membuat mood Diana hancur adalah, suaminya! Padahal Diana masih ingin menghabiskan waktu dengan Dimas, dan dia malah mendapatkan kabar bahwa suaminya yang tua itu masuk Rumah sakit. Benar-benar menyebalkan! Jika saja tidak mendapat kabar itu, mungkin Diana saat ini masih bersama Dimas, di samping lelaki yang ia cintai itu, Dimas juga tidak akan memintanya untuk pulang.
Tak lama kemudian akhirnya Diana pun sampai di Rumah sakit, setelah menginjakkan kakinya di kawasan Rumah sakit tersebut, segara Diana mencari tahu dimana tempat suaminya itu di rawat. Setalah mendapatkan informasi dari pihak Rumah Sakit, Diana langsung menuju salah satu ruangan VIP, dimana tempat suaminya itu di rawat saat ini.
Diana merapihkan terlebih dahulu penampilannya, lalu membuang napasnya secara beraturan. Mencoba membuang rasa kesal yang masih bersarang di hatinya itu. Setalah merasa lebih baik, wanita itu pun segara masuk ke dalam ruangan tersebut.
KLEK...
Pintu terbuka, Diana langsung masuk dengan langkah yang tergesa-gesa, lalu ia menghampiri suaminya yang terlihat masih berbaring di atas ranjang Rumah sakit tersebut.
“Mas...” teriak Diana lirih, tak lupa ia memasang wajah sendunya, berpura-pura sedih dihadapan anak sambungannya dan Asisten rumah tangganya yang berada di sana, Selly dan Bi Sani terlihat menatap Diana.
“Ya ampun mas, kenapa bisa seperti ini, hiks..hiks...” Diana memeluk tubuh suaminya itu, air mata kini terlihat menetes dari sudut mata wanita itu, akting yang sangat bangus bukan?
“Selly bagaimana ceritanya Ayah kamu sampai masuk Rumah sakit begini?” Kini Diana bertanya pada Putri sambungannya, seraya mengusap air mata yang membasihi wajahnya.
“Dari lama saja?” tanya Selly ketus, memandang Ibu tirinya itu dengan tatapan yang sulit diartikan.
Wajah Diana terlihat gugup, “ma—af tadi Ibu...”
“Aku dan Bibi sudah menghubungi Ibu beberapa kali! Tapi tidak ada jawaban. Sebenarnya apa yang Ibu lakukan? Sampai pergi lama sekali?” potong Selly, ia mencerca Diana dengan kesal.
‘Sial! Ada apa dengan anak ini? Berani sekali dia sekarang membentak seperti ini!’ batin Diana.
“Maaf Selly, tadi ponsel Ibu kehabisan daya, Ibu tadi habis ada acara sama teman-teman Ibu,” jawab Diana berdusta, ia menampakan wajah penyesalannya.
Selly tersenyum sinis, tidak masuk akal, tidak masuk logika! Selly yakin Ibunya itu sedang berdusta, pasti ada sesuatu hal yang Ibu tirinya itu sembunyikan. Bagaimana bisa wanita itu mengatakan alasan konyol seperti itu, ponselnya habis daya, lalu dari mana wanita itu tahu jika Ayahnya Selly berada di Rumah sakit.
“Maafin Ibu Selly, Ibu benar-benar menyesal. Ibu janji tidak akan meninggalkan Ayah kamu lagi sendirian, maafin Ibu ya Selly,” ujar Diana memohon.
Namun Selly tak menyahut, bahkan menghiraukan ucapan Ibu tirinya itu.
“Bi, temani aku beli makan,” ajak Selly pada Bi Sani.
“Iya Non,” sahut Bi Sani.
Setalah itu Selly dan Bi Sani berlalu keluar dari ruangan tersebut. Diana menatap kesal kedua orang tersebut.
“Huh dasar tidak punya sopan santun! Menyesal aku berkata seperti itu padanya tadi!” gumam Diana, usai Selly dan Bi Sani keluar dari sana.
***
“Non kita mau beli makanan apa?” tanya Bi Sani pada Selly.
“Gak! Kita gak mau beli apa-apa Bi!” jawab Selly ketus. Bi Sani hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.
‘Aku curiga, seperti ada yang Ibu sembunyikan. Baiklah aku akan mencari tau apa yang sebenarnya terjadi,’ batin Selly.
Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!