NovelToon NovelToon

Marsha, Milik Bara

Bertemu

Dengan berjalan santai menuruni tangga, seorang pemuda menghampiri keluarganya yang sudah berkumpul di meja makan. Rutinitas seperti ini selalu mereka lakukan, sejak ia lahir di dunia.

Sesibuk apapun kedua orang tuanya bekerja, sarapan pagi tetap harus bersama. Ia menyapa kedua orang tuanya dan adik perempuannya.

"Bagaimana dengan perusahaan, Bara?" Handoko menyesap jus sirsak buatan istrinya.

"Ada peningkatan tiga puluh persen, Pa." Ia mengoleskan selai kacang di rotinya.

"Baguslah kalau begitu, Papa sudah bisa beristirahat," ujar Laras bahagia.

"Ma, Bara belum bisa dilepaskan begitu saja. Banyak sekali yang harus Papa bimbing," tutur Handoko.

"Tapi ingat dengan kondisi kesehatan Papa," Laras mengingatkan suaminya.

"Iya, Ma. Lagian Papa juga tidak terlalu aktif di kantor dan ada Bara yang bantuin," jelas Handoko.

"Jadi, kira-kira kapan Kak Bara menikah?" Tanya Nia, anak kedua Handoko dan Laras.

"Kenapa membicarakan pernikahan?" Bara menyesap tehnya.

"Papa dan Mama tidak mengizinkan aku menikah jika Kakak belum menikah," jawab Nia.

"Usiamu baru 21 tahun, masih terlalu muda untuk menikah," jelas Bara.

"Kak, kekasihku pria yang cukup dewasa. Aku rasa dia bisa membimbing diriku," tutur Nia.

"Jangan bahas itu, Nia. Kakakmu masih mengejar karirnya," potong Laras.

"Usia Kak Bara sudah 27 tahun, sudah pantas untuk menikah," ujar Nia.

"Kakakmu juga akan menikah kalau memang bertemu dengan jodohnya,"sahut Handoko.

"Kalian cerita tentang pernikahan, aku masih anak kecil di sini," Tia menampilkan senyum simpul.

"Maaf, Adikku. Kakak tidak tahu, jika kau ada di situ," ujar Nia tertawa mengejek.

"Sepertinya tahun depan, aku akan memilih sekolah di luar negeri saja," gerutu Tia diiringi tawa seluruh keluarga.

-

Perusahaan Karta Grup

Bara mulai menjalankan karir setahun yang lalu di perusahaan yang dibangun kakeknya.

Dia terpaksa meneruskan perusahaan karena Handoko mulai mengalami sakit-sakitan dan papanya itu satu-satunya pewaris tunggal Karta Grup.

Seorang wanita muda lebih muda dua tahun darinya masuk. "Permisi, Tuan!"

"Ada apa?"

"Ini ada proposal, mereka ingin perusahaan Karta Grup menjadi salah satu donatur acara reuni di Sekolah SMA Maju Raya." Wanita itu menyodorkannya kepada atasannya.

Bara membuka dan membaca isi proposal jika acara akan dilaksanakan dua bulan lagi. "Apa dia juga akan hadir?" Batinnya.

"Bagaimana, Tuan?"

"Saya bersedia menjadi donatur utama acara tersebut," Bara segera mengambil keputusan.

"Baik, Tuan. Saya permisi!" Pamitnya.

"Semoga saja aku bertemu dengannya lagi," gumamnya sembari tersenyum sinis.

...****************...

Dua bulan kemudian...

Hari ini adalah reuni terbesar dan pertama yang dilakukan di sekolah Marsha. Gadis cantik berusia 26 tahun begitu semangat menghadiri pertemuan dengan teman-temannya semasa sekolah menengah atas.

Ia menggunakan dress selutut berwarna ungu dengan lengan panjang. Riasan wajah tampak sederhana namun tetap cantik.

Ia turun dari sepeda motor berjalan cepat sembari memakaikan anting di telinganya menuju aula sekolah, tanpa disadari ia menabrak tubuh seseorang membuat anting ia pegang terjatuh.

"Nona, bisakah anda berhati-hati?" Seorang pria berkacamata hitam bertubuh besar menegurnya.

"Maaf, Tuan. Saya terburu-buru," Marsha menundukkan pandangannya kepada ketiga pria yang ada dihadapannya, kemudian berlalu.

"Tuan, sepertinya anting Nona tadi terjatuh," pria yang menegur Marsha memungut benda tersebut lalu menunjukkannya kepada atasannya.

"Mari untukku saja!" Perintah atasannya.

"Untuk apa anting ini, Tuan?" Tanyanya.

"Jangan banyak bertanya!"

"Maaf, Tuan!" Pria itu menyerahkan anting tersebut.

Acara Di Sekolah

Marsha menghampiri teman-temannya yang sudah menunggunya. Ia tersenyum menyapa semuanya.

"Marsha, antingmu yang sebelah mana?" Tanya Ika.

Marsha memegang telinga sebelah kanan. "Astaga, pasti terjatuh. Aku tadi buru-buru dan tak sengaja menabrak seseorang." Ia melepaskan anting sebelah kanan.

"Kau sih' kebiasaan selalu saja begitu terburu-buru," omel Ika.

"Aku mau mencari antingku," Marsha kembali ke tempat yang tadi.

Sesampainya di sana ia mengedarkan pandangannya ke arah lantai. "Di mana, ya?" batinnya.

"Kalau tak salah jatuh di sini," gumamnya. Hampir 5 menit ia mencari tapi antingnya tak ditemukan.

Ia pun kembali menemui temannya.

"Bagaimana? Apa sudah ketemu?" Tanya Ika.

"Sudah tidak ada."

"Kau tidak sedih?"

"Untuk apa sedih? Ini cuma anting, kalau ada uang lagi. Aku akan membelinya," ujar Marsha santai.

"Ya sudahlah, kalau begitu. Semoga saja kalau anting itu masih jodohmu pasti akan kembali."

"Semoga saja."

"Hei, jangan mengobrol saja. Cepat sini, acara mau dimulai!" Panggil Rere kepada kedua temannya untuk duduk di kursi yang telah disediakan panitia.

Marsha dan Ika kemudian duduk bergabung dengan temannya.

"Kalian tahu tidak, jika acara reuni di sponsori perusahaan besar," ujar Rere.

"Tahu, spanduk di gerbang sekolah cukup besar terpampang," jelas Ika.

"Kabarnya pengusaha tersebut adalah mantan siswa di sini juga," ungkap Rere.

"Benarkah? Angkatan tahun berapa?" Ika penasaran.

"Kabar yang beredar, dia lebih tua dari kita setahun," jawab Rere.

"Itu artinya pengusaha itu masih muda," tebak Ika.

"Ya, benar. Sha, kenapa diam saja? Apa kau tidak tertarik dengannya?" Tanya Rere.

"Kalian ini bicara apa, bisa jadi dia sudah menikah dan memiliki kekasih," ujar Marsha.

"Apa kau tidak penasaran wajah dan tampannya kakak kelas kita itu?" Tanya Ika.

"Tidak," jawab Marsha. "Jangan bahas pria lain, apa suami kalian tak cemburu jika mendengarnya?" Ia menakuti kedua temannya.

"Mereka sedang tidak di sini," bisik Rere membuat Ika dan dirinya tertawa.

Panitia pun membuka acara, diawali dengan kata sambutan dari kepala sekolah. Selang 20 menit kemudian tamu yang ditunggu hadir di atas panggung.

Ya, dia adalah Bara Hermawan Kartajaya. Pria tampan dengan tinggi 175 cm, kini berdiri menghadap para tamu lainnya.

Ia mulai berpidato, ada sekitar 10 menit ia bicara dan diakhiri dengan tepukan yang meriah.

"Memangnya ada kakak kelas kita namanya Bara Hermawan Kartajaya?" Tanya Rere pada Marsha.

"Tidak tahu, memangnya aku staf di sekolah ini," cetus Marsha.

"Mungkin dia kurang populer jadi kita tidak mengenalnya," celetuk Ika.

"Benar!" Sahut Marsha.

-

Tepat pukul 4 sore acara selesai, para tamu mulai menikmati hidangan yang telah disediakan.

Rere menarik tangan Marsha yang sedang mengambil makanan. "Sini sebentar!"

"Ada apa sih'?"

"Kau lihat, itu 'kan Rio!" Tunjuk Rere ke arah pria yang sedang menggandeng seorang wanita.

"Biarkan saja, aku sudah tidak memiliki hubungan apa-apa lagi dengannya," ujar Marsha santai.

"Kau tidak cemburu?"

"Astaga, Re. Untuk apa aku cemburu dia hanya mantan kekasih ku saja. Sudahlah, lebih baik kita makan," Marsha mengakhiri pertanyaan sahabatnya.

-

Marsha meminta izin kepada kedua temannya untuk ke toilet. Ia berjalan dengan santai, seseorang memanggilnya. Dia pun menoleh, namun segera memasang wajah tak suka.

"Apa kabar?"

"Baik," jawabnya ketus.

"Kau makin cantik saja," puji Rio.

"Ada apa memanggilku?" Tanpa berbasa-basi.

"Apa kau sudah menikah?"

"Belum."

"Apa kau masih mengharapkan cintaku?" Rio percaya diri.

"Cih!"

"Marsha, sampai kapanpun aku tidak akan pernah membiarkan dirimu bersama pria lain," ancamnya.

"Jangan egois, Rio. Apa wanita yang bersamamu itu tidak memuaskan mu?" Tersenyum sinis.

"Dia sangat tergila-gila padaku. Tapi aku cuma ingin kau!" Rio tersenyum menyeringai.

"Hentikan kegilaanmu!" Sentak Marsha. Kemudian ia membalikkan badannya.

Rio menarik lengan Marsha, "Aku akan mengikuti kau ke mana saja!" Merapatkan giginya, melepaskan genggamannya kemudian berlalu.

"Dasar gila!" Gumamnya.

Berusaha Sabar

Marsha kembali bergabung dengan kedua temannya. Dia mengatakan kalau Rio baru saja mengancamnya membuat dirinya sedikit ketakutan.

"Aku sudah curiga kalau dia itu pria yang aneh," tutur Rere.

"Kau harus tetap waspada, Sha." Ika mengingatkan sahabatnya.

"Ya, kalian benar. Dari awal kami menjalin hubungan, dia keras kepala dan terlalu mengekang. Aku tidak boleh berteman atau bergaul dengan teman pria," jelas Marsha.

"Jika dia berani menyakitimu, beri tahu orang tuamu dan kami," ujar Rere.

"Semoga saja ancaman dia tidak benar," harapnya.

-

Gedung Perusahaan Karta Grup

Bara sedang menunggu laporan dari anak buahnya tentang Marsha. Wanita yang tak sengaja menabrak tubuhnya.

Dua orang pria bertubuh tegap masuk ke dalam ruangannya. Keduanya menunduk hormat lalu memberikan satu amplop coklat berukuran besar.

Bara membuka amplop tersebut lalu tersenyum, ia melihat dua foto hasil penyelidikan kedua anak buahnya.

"Jelaskan!" Perintahnya tanpa menatap.

"Dia tidak tinggal di jalan Cempaka lagi, Tuan. Tapi di jalan Matahari. Tuan Candra memiliki usaha yaitu menjual sepeda motor bekas. Nyonya Mira berjualan kue keliling."

"Lalu dia?"

"Nona Marsha bekerja sebagai sales di sebuah toko ponsel, Tuan"

"Kalian boleh kembali bekerja," mengerakkan jemari tangannya agar keluar.

"Permisi, Tuan." Pamit kedua orang suruhannya

Setelah anak buahnya pergi, Bara menarik sudut bibirnya. "Sekarang kau sudah jatuh miskin," batinnya senang.

Bara berdiri dari kursinya, merapikan jasnya. "Waktunya membalas semua yang telah ia lakukan," tersenyum menyeringai.

-

-

Marsha menggunakan sepeda motornya, menelusuri jalanan sembari membawa dagangan. Ya, kue-kue buatan dirinya dan mamanya akan ia titipkan di beberapa warung.

Jalanan tidak terlalu ramai karena hari libur, kecepatan kendaraannya juga tidak terlalu kencang. Sebuah mobil menabrak, bagian belakang motornya membuat dirinya sedikit oleng dan jatuh ke sisi kiri.

Mobil yang menabraknya, melarikan diri. Marsha yang terjatuh dibantu warga berdiri. Ia menatap kue-kue yang berserakan dengan wajah sedih.

"Terima kasih," ia menundukkan kepalanya dan berjalan pelan ke arah motornya.

"Hati-hati, Nona!" Warga yang menolongnya membantunya menyusun kue yang berserakan.

Ia mengikat wadah kue yang sudah tersusun dibelakang motornya. Tak lupa ia juga mengungkapkan terima kasih lagi kepada warga.

Dengan mata-mata berkaca ia kembali ke rumah. Sesampainya, Mira bergegas mendekati putrinya.

"Ma, kuenya rusak semua!" Marsha merasa bersalah.

"Apa yang terjadi?"

"Tadi ada mobil yang menyenggol ku," jawabnya.

"Tapi kamu tidak apa-apa'kan, Nak?" Mira lebih khawatir dengan putrinya daripada kue dagangannya.

Marsha menganggukan kepalanya.

"Ini berdarah, Marsha!" Memegang tangan putrinya dan menunjuk sikut yang merah.

"Ini tidak apa-apa, Ma. Hari ini kita merugi," Marsha berusaha menahan air matanya.

"Sudah tidak apa, Mama masih ada uang untuk modal dan makan kita hari ini. Cepat bersihkan dan obati lukamu ini!" Titah Mira.

Marsha berjalan ke kamarnya, membersihkan luka kemudian mandi. Setelah itu, ia berpamitan pergi bekerja.

Dengan hati-hati ia menyusuri jalan, karena kejadian beberapa jam yang lalu masih membuatnya trauma.

Sesampainya, ia melayani pembeli dengan ramah. Marsha selalu saja mendapatkan bonus karena pelayanan yang ia beri membuat pelanggan senang.

Namun, hari ini mungkin ia tidak beruntung. Jatuh dari motor dan kue berserakan. Kini ia harus melayani pembeli yang minta ditunjukkan semua jenis ponsel yang ada di etalase tapi tidak ada satu pun yang dibeli.

"Sudah mahal, barang tidak bagus!" omel pembeli berjenis kelamin wanita.

Marsha hanya bisa tersenyum, jikapun marah ia akan malu di lihat pengunjung toko yang lainnya.

"Aku beli di toko lain saja!" Wanita muda itu pun berlalu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!