Kehormatan bagi perempuan adalah sesuatu yang paling penting dalam hidupnya. Sesuatu yang kelak bisa ia berikan hanya pada laki-laki yang memang berhak atas dirinya. Laki-laki yang menikahinya secara sah dengan cara yang baik.
Ya...
Laki-laki yang tentu saja akan semakin menjunjung tinggi nama baiknya, yang memuliakannya dengan janji di hadapan wali, saksi atas nama Tuhan.
Dan apabila kehormatannya sebagai perempuan direnggut paksa, maka itu tentu saja adalah sebuah musibah besar bagi hidup sang perempuan.
Ini adalah kiamat baginya. Tak peduli siapapun yang melakukannya, sebuah perlakuan tak bertanggungjawab yang mengoyak harga diri seorang perempuan adalah tindakan yang sangat keji.
Sesuatu yang tak bisa dimaafkan begitu saja, karena menorehkan segala luka batin dan menghancurkan sendi-sendi kehidupan si perempuan.
Tidak...
Maka tidak mungkin, jika seorang korban tindak pelecehan akan jatuh cinta pada pelaku, bahkan jika ini fiksi, maka ini adalah sebuah pelecehan pula pada para korban tindakan tersebut.
(Semoga Negeri ini ke depan tak akan lebih banyak tindakan pelecehan pada perempuan lagi)
🦋🦋🦋🦋🦋🦋🦋🦋🦋
Malam Naas
Seorang gadis berambut panjang tampak berjalan terhuyung-huyung di bawah guyuran hujan di satu malam yang dingin.
Gadis itu menangis seraya memegangi perutnya yang sakit.
Berkali-kali ia bahkan sempat jatuh ke atas jalanan, lalu berteriak histeris.
Hingga seorang ibu pemilik warung kecil dekat jalan melihat gadis itu dan merasa iba.
Ibu itupun membangunkan suaminya untuk pergi menolong sang gadis yang kini berada di jalanan dan tampak susah payah berdiri lagi.
Dengan tergopoh-gopoh, Bapak pemilik warung membuka payung dan cepat berjalan menghampiri si gadis yang kini tampak kembali jatuh.
Tampaknya ia begitu kesulitan berjalan dan juga kesakitan.
Namun, begitu bapak pemilik warung mendekat, gadis itu malah menjerit-jerit ketakutan,
"Pergiiii! Aku mau mati saja... aku lebih baik mati saja..."
Sang gadis begitu histeris, melihat yang demikian tentu saja Bapak pemilik warung jadi kebingungan.
"Buu... Bagaimana ini?"
Teriaknya.
Ibu pemilik warung akhirnya terpaksa ikut mendatangi suaminya yang hanya bisa berdiri dengan menjaga jarak dengan gadis yang terus berteriak histeris.
"Sepertinya ada hal buruk terjadi padanya Bu, cepat kamu tolong dia."
Kata Bapak pemilik warung.
Ibu pemilik warung mendekati si gadis,
"Nak... ini Ibu, jangan takut, ini Ibu tidak jahat."
Ibu itu di tengah guyuran hujan berusaha meraih tubuh si gadis.
Gadis yang tampak terduduk lemah di atas jalanan tak jauh dari warung Ibu itupun menatap Ibu pemilik warung sambil menangis.
"Ibu... Bawa aku mati saja Bu, aku tidak mau hidup lagi. Aku sudah kotor, aku sudah kotor, aku jijik dengan diriku Bu... Bawa aku mati... Bawa aku matiii."
Gadis itu menangis tersedu-sedu, membuat Ibu pemilik warung begitu iba, apalagi saat begitu sudah dekat dilihatnya penampilan sang gadis yang seperti berantakan, membuat Ibu pemilik warung yakin bahwa gadis di depannya itu adalah seorang korban kejahatan.
"Ikut dengan Ibu ya, nanti Ibu antar pulang, jangan takut... jangan takut nak, ada Ibu."
Ujar si Ibu pemilik warung.
Gadis cantik itu diraihnya dalam pelukannya, membiarkan sang gadis menangis di bahunya hingga bahu Ibu basah oleh air mata si gadis dan juga air hujan yang tak sepenuhnya terhalang oleh payung.
**-------------**
"Nggak jadi ikut Dan?"
Tanya Putra yang langsung tampak panik karena Dani tiba-tiba memutuskan pulang.
"Kakakku, ada sesuatu yang terjadi padanya."
Ujar Dani seraya cepat meraih ranselnya,
"Maksudnya Kak Windi? Kenapa dia? Sakit?"
Tanya Putra sambil mengikuti langkah lebar Dani yang keluar dari rumah megah Putra.
"Entah, Pamanku mengirimiku pesan, Kakak diantar sepasang suami isteri yang menolongnya di jalan semalam."
"Hah?"
Putra melongo.
Dani kini naik ke atas motornya, memakai helm nya dan mulai menstarter motornya,
"Sori Put, kali ini kamu coba cari drummer lain,"
Kata Dani.
Bersamaan dengan itu, teman-teman Band Dani juga keluar dari rumah Putra karena mendengar berisik suara motor Dani yang knalpotnya memang macam suara Ibu tirinya bawang putih.
"Lho, mau ke mana Dan?"
Tanya Valen, anggota band yang tubuhnya paling atletis dan berambut sedikit gondrong karena memang dia satu-satunya yang sudah jadi anak kuliahan di band mereka.
"Nanti aku ceritain, aku harus cepet pulang."
Sahut Dani pada Valen dan juga dua teman lainnya yang menatapnya heran.
"Kak Windi, ada yang terjadi padanya."
Ujar Putra akhirnya seperti mewakili Dani menjelaskan pada Valen dan teman yang lain.
"Kak Windi? Kenapa dia?"
Tanya Valen lagi,
Valen memang sempat menyatakan perasaannya pada Windi, kakaknya Dani, tapi Windi dengan halus menolak pernyataan cinta Valen karena Windi merasa selisih usia mereka yang sampai enam tahun itu terlalu jauh.
"Kita tunggu saja kabar dari Dani, semoga sih tidak kenapa-kenapa,"
Ujar Putra,
Valen dan dua teman lainnya mengangguk, lalu bersama mereka masuk lagi ke dalam rumah.
"Trus drummer kita gimana nih tidak ada Dani?"
Tanya Ridho si vokalis band,
Putra duduk di sofa sambil mengurut keningnya,
"Gimana Val, kamu deh coba cari, siang ini kita udah harus ada di tempat acara."
Kata Putra pada Valen.
"Kamu sajalah Roy."
Valen malah melempar lagi pada Roy sang keyboardis.
"Eh lah, malah aku."
Roy geleng-geleng kepala.
"Ya habis siapa lagi, masa nyuruh kucing."
Valen malah jadi kesal,
Tentu saja Valen perasaannya langsung ikut tidak tenang karena mendengar berita soal Windi yang kenapa-kenapa.
Sementara itu, Dani di jalan tampak melajukan motornya dengan kecepatan penuh. Suara knalpotnya yang bising membuat sebagian orang di sepanjang jalan yang dilintasi Dani terdengar memaki dan mengucap sumpah sarapah.
Tapi...
Dani jelas tak peduli, ia hanya ingin cepat sampai ke rumahnya, di mana kini kakak perempuan satu-satunya berada.
Kakak sekaligus pengganti orangtuanya sejak mereka meninggal dunia.
Ya, kedua orangtua Dani adalah salah satu korban yang meninggal di saat tengah ramai pandemi dua tahun lalu.
Keduanya meninggal hanya selang satu Minggu saja, Ayah di hari Senin, sedangkan ibu di hari Minggu berikutnya.
Dan sejak saat itulah, Dani hanya tinggal bersama Windi sang kakak, yang bekerja di kantor pemasaran PT. Bumi Alam Residen, yang merupakan pengelola sebuah perumahan yang cukup besar.
Karena meninggalnya Ayah dan Ibu pulalah, semua kebutuhan di rumah maupun sekolah Dani juga otomatis jadi beban tanggungan Windi.
Dani memelankan motornya ketika akhirnya ia melihat rumahnya telah dekat, begitu sampai di depan rumah, Pamannya tampak keluar dari dalam untuk langsung menyambut Dani.
Dani menghentikan motornya, membuka helm dan menghampiri sang Paman.
"Kakak, ada apa dengan Kakak Paman?"
Tanya Dani.
Paman yang merupakan adik mendiang Ibunya Dani dan Windi merangkul Dani,
Tampak Paman menghela nafasnya yang terkesan berat, Dani jadi semakin tak tenang melihat Pamannya bersikap demikian.
Lalu...
"Dan,"
Panggil Paman.
Dani menatap sang Paman, tatapannya tajam dan tak sabar,
"Katakan Paman, kakak kenapa?"
Tanya Dani.
"Dan, Paman rasa, Kakakmu jadi korban pemer..."
Paman seolah tak sanggup mengatakannya, dadanya ikut sakit dan amarahnya terlalu menggunung,
Kedua mata Dani meremang,
"Tidak! Jangan katakan Kakak jadi korban laki-laki biadab Paman, jangan, jangan!!"
Teriak Dani, yang lantas melepaskan diri dari rangkulan tangan Pamannya dan langsung masuk ke dalam rumah.
Bibik, isteri pamannya tampak muncul dari dapur membawa mangkuk berisi bubur yang masih mengepul panas.
"Kak Windi, di mana dia?"
Suara Dani tergetar, langkahnya kasar menuju kamar Windi, dan begitu sampai di depan pintu kamar tubuh Dani bergetar hebat mendengar rintihan Kakaknya di dalam kamar.
"Aku mau mati... Aku mau mati... Aku sudah kotor, aku tak mau hidup..."
**-------------**
Dani membuka pintu kamar kakaknya pelahan, matanya nanar menatap kakaknya yang meringkuk di atas lantai keramik kamar.
Windi, gadis cantik itu rambutnya tampak awut-awutan, pakaian yang dipakainya terlihat sobek di beberapa tempat,
Dengan kaki yang lemas, Dani berjalan pelan mendekati sang kakak, masih terdengar suara rintihan kakak nya yang terus ingin mati saja.
Dani mulai menangis melihat kondisi kakaknya dari dekat.
Dani bersimpuh, tangannya terulur pada wajah sang kakak yang tertutup rambut panjangnya.
Disingkapnya rambut yang menutupi wajah sang kakak, dan tampak wajah kakaknya biru lebam, goresan juga tampak ada di pipinya yang putih.
Air mata Dani yang tak terbendung bercucuran, dadanya kini terasa ingin meledak.
Kemarahan yang teramat terasa begitu menggelegak di dalam dirinya.
"Siapa... Siapa yang melakukan ini padamu Kak? Siapa?"
Tanya Dani dengan suara gemetar karena menahan kesedihan yang terlalu dalam dan juga amarah yang terlalu besar.
"Aku mau mati saja... Bunuh aku! Bunuh aku saja!! Cepat!!"
Tiba-tiba Windu menarik jaket Dani, lalu berteriak-teriak seperti orang gila.
Dani memeluk kakaknya sambil sama menangis,
"Lepaskan aku! Lepaskan aku!!!"
Windi terus berteriak,
"Katakan siapa yang membuatmu begini Kak?! Siapa?! Siapa?!!!!"
Dani terlihat begitu emosional,
Sang kakak tak menjawab malah hanya menjerit-jerit dan juga menangis, ia benar-benar ketakutan.
Keributan itu terdengar hingga keluar kamar di mana Paman dan Bibik mereka berada.
Paman dan bibiknya itu memang tinggal hanya selang lima rumah dari rumah Dani, itu sebabnya keduanya langsung berada di rumah Dani begitu Windi diantar pulang orang tak dikenal.
Windi kini mulai mengamuk lagi, ia mencakari tubuhnya sendiri karena merasa begitu kotor.
Paman dan Bibik membantu menenangkan Windi agar tak terus mengamuk dan histeris.
Dani melepaskan tubuh Windi pelahan, wajahnya telah basah oleh air mata, ia menatap sang kakak yang kini seperti orang gila.
Windi meronta-ronta sambil berteriak dan menangis, Bibik yang sebagai perempuan tentu saja tenaganya tak kuasa menahan Windi.
Bibik terjungkal saat Windi terus berusaha lepas, Dani akhirnya membantu Pamannya menenangkan Windi.
Bibik yang terjungkal ke lantai tampak menangis karena ikut sedih melihat Windi keponakannya jadi begitu.
"Aku akan membunuh laki-laki itu, akan mendapatkannya dan membunuhnya dengan tanganku sendiri."
Ujar Dani geram.
"Dan, sabar Dan, kita laporkan saja ke polisi Dan."
Kata Paman.
Tapi, Dani seolah tak mau dengar, ia yang sudah terlanjur tenggelam dalam amarah yang menggunung kini terlihat melangkah tergesa keluar kamar Windi setelah akhirnya Windi berhasil ditenangkan.
Paman yang khawatir Dani melakukan sesuatu tentu saja langsung bergegas mengejar Dani yang tampak keluar dari rumah menuju motornya.
"Dan... Dani, tunggu Dan, kita jangan gegabah, kita hidup di negara hukum Dan, kita bisa selesaikan ini lewat jalur yang semestinya."
Ujar Paman yang memang seorang Guru di salah satu sekolah menengah tingkat pertama, meskipun sudah sekian puluh tahun mengabdi tak juga diangkat menjadi pegawai negeri.
Dani memakai helm nya, mengabaikan apa yang dikatakan Pamannya, ia naik ke atas motor, distarternya motornya dan langsung terdengar suara bising knalpot motor milik Dani.
"Kita ke kantor polisi saja Dan, ayuk kita pergi ke kantor polisi saja."
Bujuk Paman,
Tapi Dani tetap tak mau dengar, ia membawa motornya mundur dari teras rumah peninggalan orangtuanya yang sederhana, dan kemudian tanpa bicara apapun lagi ia melesat pergi.
Tidak,
Aku tak bisa menunggu terlalu lama untuk melihat laki-laki ban**at itu masuk bui. Biar aku ajari dia bagaimana seorang laki-laki harus hidup. Batin Dani.
**------------**
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!