NovelToon NovelToon

KAU GADAIKAN DIRIKU

1. Jatuh Tempo

"Kami mohon Tuan Hang memberikan kami sedikit kelonggaran lagi. Kami pasti bisa melunasi semua hutang-hutang kami," Edward sembari menangkupkan kedua tangannya.

"Iya Tuan. Minimal pandanglah almarhum papa kami, sebagai teman lama tuan Hang," timpal Yasmin.

Hanggono terkekeh sembari menghembuskan asap dari cerutu yang dia hisap beberapa detik yang lalu. Pria itu bahkan menghentakkan tongkat ke lantai sebanyak dua kali, karena rasa geli dihatinya. Pria berusia senja dengan rambut yang sudah memutih itu menatap kearah Edward dan Yasmin secara bergantian.

"Justru karena aku masih memandang Bakrie, makanya aku tidak menjebloskan kalian kedalam penjara. Aku rasa waktu 3 tahun sudah cukup kuberikan kelonggaran untuk hutang kalian yang seharusnya sudah jatuh tempo 1 tahun yang lalu," ucap Hanggono.

"Uang 200 milyar bagi keluarga Hanggono memang tidak ada artinya, tapi yang namanya hutang tetap saja harus dibayar. Dulu Bakrie punya hutang sebesar 100 milyar sudah aku anggap lunas karena dia sudah meninggal. Dan dia berjanji akan menikahkan putri sulung kalian dengan putra keduaku. Tapi kalian ingkar janji dan malah membiarkan dia kabur bersama pacarnya yang seorang pengusaha bangkrut itu," sambung Hanggono.

"Sekarang kalianpun sudah bangkrut. Jadi kalian minta kelonggaran mau bayarnya pakai apa? kalian bernafas saja sudah sempit, sok mau minta kelonggaran," sarkas Hanggono.

"Kami minta maaf soal kejadian Leoni dulu. Sebagai orang tua kami tentu ingin yang terbaik buat putri kami. Anda ingin menjodohkannya dengan putra kedua anda yang hanya seorang anak angkat dan masih kuliah saat itu. Tentu kami lebih memilih Ferdy yang seorang pengusaha sukses. Mohon tuan juga mengerti perasaan kami sebagai orang tua," ucap Yasmin.

"Tapi mereka saling mencintai." Jawab Hanggono.

"Kita hidup nggak kenyang makan cinta. Dia hanya anak angkat, dan sekarangpun dia tidak memimpin perusahaan keluarga Hanggono. malah jadi...."

Edward menyenggol lutut Yasmin, agar istrinya itu tidak memprovokasi pengusaha ternama itu.

"Bodoh. Pantas saja bangkrut, pola pikir kalian sangat sempit. Sesempit kepitan ketiak kalian," ujar Hanggono.

"Sekarang tidak usah berbasa basi lagi. Aku minta kalian tinggalkan rumah ini, dan perusahaan kalian akan aku akuisisi," ucap Hanggono.

"Kami mohon jangan lakukan itu tuan Hang. Kalau anda menyita rumah ini, kami tinggal dimana? kami sudah tidak punya apa-apa lagi selain rumah ini," ujar Edward.

"Aku tidak...."

"Kakek Hang? kakek Hang kapan datang?"

Deva berhambur kepelukkan Hanggono, yang membuat pria berusia senja itu jadi bingung. Deva meletakkan sebuah piala berukuran besar diatas meja, beserta sebuah piagam yang baru dia dapatkan disekolah sebagai penyandang juara umum satu disekolah menengah atas.

"Hey...apa ini? ada apa dengan ekspresi kakek Hang yang kebingungan? kakek Hang melupakan cucumu yang imut ini?" tanya Deva sembari berkacak pinggang.

Hanggono menatap gadis kecil berseragam abu-abu dengan rambut dikuncir satu. Gadis kecil itu memang terlihat manis menurut pandangan Hanggono. Selain itu Deva gadis yang cantik dan berkulit bening.

"Ckk...Deva kek. Ini Deva yang sering main dipangkuan kakek dulu," ucap Deva.

Mata Hanggono langsung berbinar saat mengingat semuanya.

"Oh...hahaha...cucu kesayanganku. Kemarilah sayang," ujar Hanggono dengan merentangkan kedua tangannya.

Deva segera berhambur kepelukkan Hanggono. Sementara Edward dan Yasmin yang otaknya dipenuhi dengan pikiran kotor, langsung saling memberi isyarat lewat alis mereka.

"Mana mungkin kakek lupa. Tapi bukankah cucu yang harus datang menemui kakeknya?" tanya Hanggono.

"Mana Deva berani. Kakek orang hebat, Deva takut diusir meski sudah di depan pintu." Jawab Deva sembari terkekeh.

"Tidak ada yang berani melakukan itu pada cucu kesayangan kakek," ujar Hanggono.

"Kakek lihatlah! hari ini adalah hari kelulusanku. Aku mendapat juara umum satu. Mendapatkan piala dan juga piagam. Tidakkah kakek bangga padaku?" tanya Deva.

"Benarkah? hebat sekali. Kalau begitu mesti diberi hadiah. Katakan! apa yang kamu inginkan sebagai hadiahmu?" tanya Hanggono

"Tawaran yang menarik. Jangan disia-siakan ini. Apa ya?"

Deva terlihat berpikir, dengan satu jari telunjuk dia letakkan didagu.

"Aha...kakek kan orang kaya raya, Deva mau dibelikan motor matic dong kek," ucap Deva.

"Dikabulkan." Jawab Hanggono.

"Yeyyy...." Deva berjingkrak senang.

"Tapi untuk sekarang kamu harus naik keatas dulu, kakek ingin berbicara penting dengan orang tuamu. Besok motor barumu akan datang," ujar Hanggono.

"Benarkah?" tanya Deva antusias.

"Tentu saja." Jawab Hanggono.

"Yes,"

Cup

Deva mencium pipi Hanggono dan memeluk pria tua itu.

"Makasih kek. Kakek emang yang terbaik," ujar Deva.

Deva kemudian pergi ke kamar atas dengan membawa piala dan juga piagam yang dia peroleh dari sekolah.

"Aku tidak akan menyita rumah kalian, tapi dengan satu syarat," ucap Hanggono.

"Apa syaratnya tuan Hang?" tanya Edward.

"Aku ingin Deva menikah dengan Decky Hanggono. Pewaris tunggal HANG GROUP." Jawab Hanggono.

Jika kebanyakkan orang tua akan menolak jika menjual putrinya, tapi tidak dengan Edward dan Yasmin. Mereka tentu saja sangat senang jika Deva menikah dengan Decky Hanggono, ahli waris dari HANG GROUP. Hidup bergelimangan harta sudah diambang mata, tentu saja mereka tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan itu.

"Apa jika Deva menikahi Decky, semua hutang kami dianggap lunas?" tanya Edward penuh harap.

"Tentu saja. Bahkan aku akan memberikan mahar sebuah rumah mewah, jika kalian berhasil membujuk Deva menikah dengan Decky." Jawab Hanggono.

"Baiklah. Kami akan membujuk Deva, agar mau menikah dengan Decky. Tapi saya harap tuan juga bersabar, Deva baru lulus sekolah. Tentu keinginan sebagai anak belia sangatlah banyak," ujar Edward.

"Baik. Aku beri waktu kalian sampai Deva menerima ijazah. Kalau kalian tidak berhasil, kalian tidak perlu lagi bertanya padaku. Silahkan kalian angkat kaki dari rumah ini," ucap Hanggono.

"Baik tuan Hang." Jawab Edward.

Hanggono kemudian membuat cek senilai 30 juta dan menyodorkannya pada Edward.

"Cairkan cek ini. Ajak Deva pergi ke dealer. Belikan dia motor matic yang dia mau," ucap Hanggono.

"Terima kasih banyak Tuan Hang," ujar Edward sembari meraih selembar cek dari tangan Hanggono.

Hanggono langsung beranjak dari tempat duduknya, dengan dibantu supir pribadi dan tongkat kayu yang dia milikki. Sebuah mobil mewah berwarna hitam sudah terparkir di depan rumah Edward. Hanggono kemudian menaikki mobil itu bersama supir, dan menghilang dibalik pagar setelah mobil itu melaju.

"Bukankah ini suatu keberuntungan pa?" tanya Yasmin.

"Tentu saja. Kalau tahu begitu, kenapa tidak ngutang 1 triliun saja. Sudah pasti akan dianggap lunas juga sama si tua bangka itu." Jawab Edward.

"Sekarang yang kita harus pikirkan tentu saja membujuk Deva agar mau menikah dengan Decky. Tapi bagaimana kalau dia menolak pa?" tanya Yansmin.

"Kenapa kamu malah mengkhawatirkan itu? dia mau atau tidak, Deva harus tetap mau bagaimanapun caranya. Itupun kalau mama nggak mau hidup gembel. Coba mama bayangkan kalau Deva sampai menikah dengan Decky, kita pasti akan kecipratan kaya juga." Jawab Edward.

Yasmin dan Edward larut dalam pemikiran dan hayalan masing-masing. Hayalan tentang jadi pengusaha sukses akibat dukungan sang menantu sudah didepan matanya. Begitu juga dengan Yasmin, yang ingin kembali jadi nyonya sosialita high class sudah dipelupuk mata.

2. Penolakkan Deva

"Apa papa dan mama sudah kehilangan akal? Deva baru 18 tahun pa. Deva masih mau kuliah, soal hutang nanti akan Deva lunasi setelah Deva bekerja nanti. Emang berapa sih hutang kalian?" tanya Deva sembari mondar mandir dan sesekali memegang dahinya.

"200 milyar. Kamu mati dan hidup sekali lagipun, nggak akan mampu melunasi hutang itu kalau hanya bekerja sebagai karyawan biasa." Jawab Edward.

"Du-Dua ratus milyar?" Deva syok.

"Iya. Emang kamu pikir cuma 20 juta? mana mungkin mama tega membiarkan anak kesayangan mama menikah muda hanya karena hutang sekecil itu. Sungguh mama tidak beruntung memiliki hanya dua orang putri. Coba kalau ada dua belas putri, pasti ada salah satu dari mereka yang rela berkorban." Jawab Yasmin sembari mengeluarkan air mata buayanya.

"Ma...bukannya Deva nggak mau berkorban. Tapi apa emang nggak punya jalan lain? Deva masih pengen kuliah ma," tanya Deva.

"Kamu kuliah mau bayar pakai apa? daun? lagian tujuan kuliah buat apa sih? cari duit kan? ngapain kamu susah-susah mikirin itu? kalau kamu menikah dengan cucu kakek hanggono, kamu tidurpun beralaskan duit. Tahu duit nggak kamu?" ucap Edward dengan berapi-api.

"Sekarang kita sudah bangkrut. Papa nggak bisa lagi memenuhi semua meinginanmu lagi, termasuk buat kuliah. Rumah ini akan disita sebagai pelunas hutang. Dan kita terpaksa tidur di kolong jembatan kalau itu sampai terjadi," sambung Edward dengan memasang wajah memelas.

"Sudahlah pa. Jangan paksa Deva lagi. Mungkin sudah nasib kita hidup melarat diusia tua. Bukan salah Deva juga, dia berhak hidup lebih baik dari kita dengan mengikuti jalan pikirannya sendiri," ucap Yasmin dengan wajah mendung.

"Sekarang kamu kemasi pakaianmu. Besok kita terpaksa hidup mulung dulu, agar bisa membangun rumah kardus. Kakek Hanggono memang memberikan keringanan untuk kita sampai kamu dapat ijazah. Tapi buat apa menunggu selama itu, kalau kamu tetap menolak. Toh lambat laun rumah ini akan disita, jadi kita cepat pergi saja dari rumah ini," sambung Yasmin yang kemudian beranjak dari tepi tempat tidur Deva.

Yasmin dan Edward keluar dari kamar Deva, dan melakukan TOS setelah pintu kamar itu tertutup.

"Apa papa yakin Deva akan setuju dengan melihat kesedihan kita tadi?" tanya Yasmin.

"Papa yakin. Meski terlihat keras, tapi Deva mempunyai hati yang lembut. Kita tinggal memoles akting kita sekali lagi, pasti dia akan setuju." Jawab Edward.

Sementara itu Deva yang pikirannya sedang kacau, terduduk lemas ditepi tempat tidur. Harapannya yang ingin sekolah tinggi, seperti pupus sudah. Namun dia tidak menyerah begitu saja, dia memasukkan dua lembar pakaian kedalam tas ransel dengan tujuan pergi ke ruman Leoni, kakak yang beda usia 12 tahun darinya.

"Kamu mau kemana?" tanya Yasmin yang menghentikan langkah Deva saat akan keluar pintu.

Deva menatap Yasmin yang tengah mengenakan baju daster, sembari memegang pisau dan satu siung bawang putih ditangannya. Hal yang tidak pernah dia lihat selama 18 tahun dia hidup. Deva menatap disekeliling dapur, tidak ada satupun pelayan di rumah itu yang biasa mengerjakan segalanya.

"Kamu cari apa? pelayan sudah mama pulangkan. Kita tidak sanggup lagi buat bayar mereka. Sekarang kita sudah miskin, rumah inipun menumpang sementara waktu sampai benar-benar disita," ucap Yasmin yang kembali menebar racun dipikiran Deva.

"Deva mau kerumah kak Leoni dulu. Besok Deva pulang." Jawab Deva.

Yasmin berpura-pura setuju, meskipun sebenarnya dia sangat khawatir Leoni akan mempengaruhi Deva agar menolak perjodohan itu. Setelah Deva keluar pintu, Yasmin segera naik keatas untuk memberitahu Edward tentang kepergian Deva ke rumah Leoni.

"Kenapa kamu harus khawatir. Sekarang Leoni tidak jauh berbeda dengan kita keadaannya. Suaminya juga masih nganggur sejak bangkrut. Jadi mana mungkin dia bisa menolong Deva keluar dari masalah perjodohan itu," ucap Edward.

"Iya juga ya? masalah kita cuma bisa diselesaikan jika ada uang 200 milyar itu," ujar Yasmin.

"Tapi meski ada 200 milyarpun, aku tidak akan menyiakan kesempatan berbesanan dengan orang sekaya mereka. Dasar Devanya saja yang bodoh kebanyakkan mikir. Buat apa kuliah, kalau nggak bisa membuat kaya. Sekarang sarjana banyak juga yang nganggur," ucap Edward.

"Papa benar. Mama juga lulusan sarjana, ujungnya jadi ibu rumah tangga biasa. Pokoknya bagaimanapun caranya, Deva harus setuju menikah dengan Decky," timpal Yasmin.

Dilain tempat, Deva baru saja tiba dikediaman Suwiryo. Saat ini Leoni, Ferdy dan keponakan kecilnya memang tengah menumpang dirumah mertuanya sejak Ferdy mengalami kebangkrutan enam bulan yang lalu.

"Deva?" Leoni tersenyum senang saat melihat Deva berada diambang pintu.

Deva melihat penampilan Leoni tidak secantik dulu lagi. Wajah yang kusam, dengan mengenakan daster sobek dibagian kancing bajunya.

"Kakak mau pergi?" tanya Deva saat melihat Leoni menenteng kantung plastik hitam, yang diapun tidak tahu apa isi didalamnya.

"Kakak mau buang sampah disitu." Jawab Leoni sembari menunjuk kearah tong sampah dengan bibirnya.

Deva mengikuti arah pandang Leoni, dan membiarkan kakaknya itu lewat untuk membuang sampah.

"Masuk yuk!" Leoni menggandeng lengan adiknya itu, agar masuk kedalam rumah bersamanya.

"Bu," sapa Deva pada ibu mertua Leoni yang saat ini tengah berwajah masam.

Leoni hanya bisa menelan ludahnya, karena takut ibu mertuanya itu bicara macam-macam didepan Deva. Sementara Deva yang belum tahu apa-apa, meraih tangan Sumarni dan menciumnya.

Rumah mertua Leoni memang lebih sederhana dari rumah Deva saat ini. Tapi meski begitu dia terpaksa merangkul Leoni dan Ferdy tinggal satu atap, karena tidak bisa berbuat lebih sejak kebangkrutan putranya itu.

"Kak," sapa Deva saat melihat Ferdy baru keluar dari kamar sembari bermain ponsel.

"Eh Dev. Udah lama?" tanya Ferdy yang tangannya diraih oleh adik iparnya itu untuk dicium.

"Baru datang kak." Jawab Deva.

"Oke santai saja ya? kakak mau nelpon teman dulu," ujar Ferdy yang kemudian dianggukki oleh Deva.

"Mama, papa apa kabar? apa kalian mengalami kesulitan setelah papa bangkrut?" tanya Leoni.

"Tadi kakek Hanggono datang kerumah untuk menagih hutang. Dia ingin menyita rumah kita, tapi mama, papa malah ingin menjadikan aku sebagai alat pelunas hutang." Jawab Deva.

"Pelunas hutang bagaimana?" tanya Leoni terkejut.

"Kakek Hanggono ingin aku menikahi cucunya, sebagai syarat pelunasan hutang 200 milyar yang papa pinjam." Jawab Deva dengan wajah sedih.

"Apa? kenapa papa, mama tega begitu sih?' tanya Leoni.

Sumarni yang diam-diam menguping, jadi tidak sabar ingin ikut nimbrung. Karena menurutnya itu juga sebagai peluang buat putranya.

"Tidak ada salahnya dengan orang tuamu itu. Coba kalian pikirkan nasib mereka kalau sampai rumah kalian disita. Orang tua kalian mau tinggal dimana? mama nggak mau ya rumah mama dijadikan tempat penampungan. Disini bukan panti sosial," ucap Sumarni yang membuat Deva jadi terkejut.

"Kalian sebagai anak juga tidak boleh egois. Orang tua kalian susah payah membesarkan kalian, menyekolahkan kalian. Sudah saatnya kalian balas budi. Kamu juga akan dinikahkan dengan cucu Hanggono, bukan menikah dengan Hanggono tua bangka itu. Jadi tidak ada ruginya kan?"

"Kalau kamu menikah dengan cucunya dan hidup enak, kamu juga bisa membantu orang tuamu membangun usaha kembali. Bisa bantu kakak iparmu juga. Emang kamu mau keponakkan kamu hidup melarat, baju nggak bisa ganti-ganti? maaf saja ya, bukan saya kejam. Tapi nampung orang juga nggak bisa selamanya, kami makan untuk dua mulut saja susah," sambung Sumarni.

"Astaga...kehidupan rumah tangga seperti apa yang kak Leoni jalani selama ini? apa kak Leoni tidak bahagia selama ini?" batin Deva yang melihat kearah Leoni yang sudah tertunduk.

Niat hati ingin menginap dan bercerita banyak hal dengan sang kakak, tapi Deva akhirnya kembali pulang dengan menambah beban dihatinya karena memikirkan nasib Leoni.

3. Setuju Menikah

"Kamu tidak jadi menginap di rumah kakak kamu?" tanya Yasmin saat melihat Deva yang pulang dengan menggendong tas ranselnya.

"Nggak." Jawab Deva singkat sembari menaiki anak tangga dengan sedikit tergesa-gesa.

"Sepertinya apa yang papa katakan benar. Deva tidak menemukan solusi, dan tidak punya pilihan lain selain menerima perjodohan itu. Kami hanya tinggal menunggu dia mengatakan iya saja," Yasmin senyum-senyum sendiri saat membayangkan semua kemungkinan itu.

Deva melempar tas ranselnya kelantai karena kesal. Gadis itu berbaring tengkurap sembari menangis. Keinginannya untuk melanjutkan sekolah sangatlah besar, tapi sepertinya dia tidak berdaya menghadapi situasi saat ini.

"Apa aku harus benar-benar berkorban sendirian? apa memang tidak punya jalan lain selain menikah dengan cucu kakek Hanggono? kenapa harus aku mengalami nasib seperti ini? hiks...." Deva terisak.

Deva jadi teringat dengan sosok Rizky yang sedang gencar mendekatinya akhir-akhir ini. Deva sudah berjanji akan memberikan jawaban saat akan mengambil ijazah nanti. Mereka juga sudah sepakat akan kuliah ditempat yang sama, dengan jurusan yang sama pula. Deva sudah memiliki jawaban atas ungkapan perasaan Rizky terhadapnya. Namun mengingat tentang perjodohan itu, tentu saja jawabannya menjadi berbelok arah.

Deva akhirnya meraih ponsel yang berada didalam ransel miliknya, dan membuat panggilan untuk Rizky. Rizky yang sedang menonton tv, wajahnya berseri-seri karena Deva membuat panggilan untuk dirinya.

"Ya Dev?" tanya Rizky.

"Ki. Aku mau bicara penting soal jawaban itu," ucap Deva dengan berat hati.

"Ada apa? bukannya kamu mau kasih jawaban pas kita ngambil ijazah nanti?" tanya Rizky.

"Maaf Ki. Sepertinya tidak perlu menunggu selama itu. Aku minta maaf karena mungkin seperti memberikan harapan buat kamu. Tapi aku tidak bisa menerima perasaan kamu," ujar Deva dengan suara hampir tercekat.

"Kenapa? apa kamu tidak menyukaiku? tapi kenapa aku merasa kalau kamu juga menyukaiku?" tanya Rizky.

"Setelah mengambil ijazah nanti, aku akan menikah." Jawab Deva.

"Ap-Apa? menikah? tapi kenapa? kamu masih sangat muda," tanya Rizky.

"Aku dijodohkan oleh kedua orang tuaku. Orang tuaku sedang terlilit hutang saat ini. Jadi sebagai jaminannya, aku harus menikah sebagai pelunas hutang." Jawab Deva.

"Maaf ya Dev. Tapi aku rasa orang tuamu sudah gila. Aku kira kisah seperti itu cuma ada disinetron doang, tapi ternyata aku bisa mendengarnya langsung. Bukankah menurutku orang tuamu itu keterlaluan? secara tidak langsung kamu sudah dijual oleh mereka," ucap Rizky.

"Mereka tidak punya pilihan lain selain mengambil jalan itu. Kalau tidak rumahku akan disita, dan kami akan tinggal dikolong jembatan," ujar Deva.

"Emang berapa sih hutang orang tuamu? kalau aku ada, aku pasti akan bantu," tanya Rizky.

Deva terkekeh saat mendengar ucapan Rizky. Bukan maksud hati ingin merendahkan, tapi dia tahu Rizky tidak akan mampu membayar hutang orang tuanya, hanya dengan mengandalkan sisihan uang jajan dari orang tuanya itu.

"200." Jawab Deva.

"200 ribu?" tanya Rizky.

"Kamu kalau mau menghina orang tuaku yang beneran dikit dong. Masak orang tuaku mau nikahin aku sama orang hanya karena hutang 200 ribu," ucap Deva.

"200 juta? 200 juta juga bisa dicicil kali Dev bayarnya. Aku rasa nilai rumahmu bisa lebih dari 3 M, jadi nggak harus nikahin kamu sama aki-aki juga kan?"

"Sok tahu kamu. Lama-Lama ngobrol sama kamu nyebelin tahu nggak? bukannya ngehibur, malah bikin aku tambah stres," ucap Deva.

"Ya ampun sayang. Kok marah-marah sih? harusnya aku yang marah, kan aku yang dikecewakan?" ujar Rizky.

"Orang tuaku juga sudah tahu kalau rumahku nilainya segitu. Masalahnya jumlah hutangnya bukan 200 ribu, bukan 200 juta. Tapi 200 milyar." Jawab Deva.

"Ap-Apa?" Rizky terkejut.

"Lagipula aku bukan dinikahkan dengan aki-aki, tapi nikah dengan cucunya," ujar Deva.

"Pantas aja kamu tidak keberatan dan nerima perjodohan itu. Itu karena kamu mendapat pria yang lebih segalanya dari aku kan?" tanya Rizky.

"Nerima matamu picek. Kamu kalau ngomong jangan asal. Apa kamu pikir aku ini cewek matre?" tanya Deva kesal

"Ya kita realistis aja lah Dev. Aku memang nggak sebanding dengan dia. Kalau kamu benar-benar nggak mau, pasti kamu milih kabur dari rumah. Terus...."

"Terus biarin orang tuaku jadi gembel dijalanan, sementara masih punya anak tapi nggak guna. Maaf ya Ki. Ketimbang aku tidak berguna untuk keluargaku, aku lebih memilih perjodohan itu. Setidaknya keluargaku bisa bahagia, meskipun caranya memang tidak dibenarkan."

"Aku tidak tahu kedepannya nanti aku bisa bahagia atau tidak. Tapi aku tidak mau egois dengan menyenangkan diri sendiri, sementara keluargaku susah didepan mataku," sambung Deva.

"Maaf ya Dev. Tapi aku rasa keputusanmu itu memang bijak, meskipun sangat mengecewakan aku. Aku tahu mungkin cinta kita ini tergolong cinta monyet, tapi aku serius sama kamu."

"Tapi kalau melihatmu yang gigih ingin berkorban demi keluargamu, aku rasa aku tidak ada hak untuk menahanmu karena hubungan kita tidak seintim itu,"

"Deva. Apapun keputusanmu, aku akan mendukungmu terlepas kita jodoh atau tidak. Tapi satu hal yang harus kamu tahu, aku benar-benar sayang dan sangat mencintaimu," sambung Rizky.

Deva tidak sanggup lagi mendengarkan ungkapan Rizky lebih dari itu. Deva langsung mengakhiri percakapan itu secara sepihak dan kemudian terisak. Sementara diseberang telpon, Rizky tidak mencoba membuat panggilan kembali. Karena dia tahu perasaan gadis yang dia cintai itu.

Tok

Tok

Tok

"Masuk!" ucap Deva sembari menyeka air matanya.

Ceklekkk

Yasmin menekan handle pintu, dan memasuki kamar putrinya itu.

"Ayo kita makan malam sama-sama sayang," ujar Yasmin.

"Emm. Mama duluan saja. Sebentar lagi Deva nyusul. Ada yang Deva ingin bicarakan," ujar Deva.

"Baiklah. Mama tunggu kamu dibawah ya?"

"Emm." Deva mengangguk.

Yasmin kemudian keluar dari kamar itu, sementara Deva mencuci wajahnya ke dalam kamar mandi. Setelah selesai Deva turun kebawah dan makan malam bersama orang tuanya.

Tidak ada percakapan saat dimeja makan. Deva yang biasanya ceria mendadak murung seketika. Edward dan Yasmin hanya bicara lewat alis mereka.

"Sayang. Apa kamu sudah mengemasi pakaian kamu?" tanya Yasmin.

"Belum. Kita tidak perlu kemana-mana. Karena Deva sudah memutuskan akan menerima perjodohan itu." Jawab Deva.

"Ap-Apa?" Yasmin dan Edward berpura-pura terkejut secara bersamaan.

"Ya. Mama dan papa nggak salah dengar. Aku setuju menikah dengan cucu kakek Hanggono." Jawab Deva.

Yasmin dan Edward kompak berhambur kearah Deva dengan air mata palsu mereka. Padahal tanpa sepengetahuan Deva, mereka berbicara lewat alis dan senyuman mereka.

"Mama tahu kamu anak baik dan berbakti. Mama sayang kamu nak," ujar Yasmin.

Deva hanya membalas ucapan Yasmin dengan senyuman hambar.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!